Anda di halaman 1dari 18

Pilihan Bentuk Kerjasama Antar-BKM Mengapa Penting Bekerjasama Perumpamaan klasik bagaimana lidi ketika berhimpun menjadi sapu

lidi yang tak mudah dipatahkan, secara sederhana telah menyadarkan kita akan pentingnya persatuan. Pun tatkala kumpulan lidi tersebut efektif digunakan untuk menyapu daun-daun kering, memperkuat kesadaran kita akan pentingnya bekerjasama. Bagaimana dengan kerjasama antar-BKM? Memecahkan problem kemiskinan di masyarakat ternyata harus melintasi batas-batas kelurahan atau desa. Masalah-masalah pendidikan, lapangan kerja, kesehatan, air bersih, infrastruktur, ataupun usaha kecil ternyata kompleks. Terlebih lagi akar masalah-masalah kemiskinan ternyata tidak hanya terletak dalam teritori kelurahan atau desa, tetapi juga, untuk menyebut salah satunya, bersumber dari kebijakan pemerintah kota atau kabupaten. Bagaimana mungkin satu BKM bekerja sendiri menyelesaikan masalah ini? Salah satu kelebihan kerjasama adalah jumlah. Sejumlah BKM yang bekerjasama akan menghasilkan ragam pandangan, keterampilan, kekayaan sumber daya dan kekuatan untuk menyelesaikan masalah bersama. Jadilah ia menjadi super-BKM. Yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan BKM, memperkenalkan diri satu sama lain, menjalin hubungan, membangun misi bersama dan bekerja bersama mencapai misi. Begitu kegiatan antar- BKM berjalan, BKM-BKM tidak hanya bekerja mencapai misi bersama, tetapi juga memberikan pembelajaran kepada masyarakat bagaimana proses tata pemerintahan berjalan di level atas. Ini tak lain adalah pembelajaran berdemokrasi. Pilihan-Pilihan Bentuk Kerjasama Ada beberapa pilihan bentuk kerjasama antarorganisasi. Beberapa organisasi bekerjasama hanya untuk bertukar informasi. Lainnya, ada yang sampai menghimpun sumber daya yang digunakan untuk mencapai misi bersama. Berikut ini beberapa pilihan bentuk kerjasama antarorganisasi. 1. Jaringan. Sekumpulan organisasi dikatakan berjaringan ketika mereka mempertukarkan informasi untuk membantu kerja masing-masing organisasi. Sebagai contoh, karang taruna dan ikatan remaja mesjid kelurahan/desa berbagi informasi mengenai layanan konseling remaja yang mereka lakukan. Jaringan biasanya menjadi titik awal menuju bentukbentuk kerjasama lain yang lebih erat. Sebagai contoh, pengelola yayasan dari berbagai panti asuhan mulai mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali untuk berbagi informasi mengenai pengembangan panti asuhan. Setelah beberapa kali pertemuan yang dirasakan bermanfaat, para pihak sepakat untuk memproduksi dan memasarkan hasil kerajinan tangan anak-anak panti asuhan dan masyarakat sekitar panti. Kegiatan ini tidak hanya bermanfaat untuk pengembangan panti asuhan tetapi juga peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar panti. Jaringan dapat dibangun dengan berbagai cara, seperti arisan, bertukar buletin, mailing list, atau diskusi rutin. Jaringan hanya membutuhkan sediikit komitmen dan waktu dari masingmasing organisasi.

2. Koordinasi. Sekumpulan organisasi dikatakan berkoordinasi ketika mereka mengubah cara kerja masing masing sehingga setiap organisasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anggota atau masyarakatnya. Jika karang taruna dan ikatan remaja mesjid mengatur pembagian jam buka layanan konseling remaja sehingga tersedia jam layanan konseling yang lebih panjang, ini contoh koordinasi. Dalam kasus ini, koordinasi mengisi kekosongan dan mencegah duplikasi layanan. Koordinasi membuat para remaja memiliki kesempatan yang lebih panjang untuk menggunakan jasa layanan konsultasi persoalan remaja. Koordinasi embutuhkan keterlibatan yang lebih intens dari masing-masing organisasi, waktu dan tingkat kepercayaan yang lebih besar dibandingkan jaringan. Pengorbanan ini sebanding dengan peningkatan kualitas dan kuantitas layanan. 3. Kooperasi. Ketika organisasi ber-kooperasi, mereka tidak hanya bertukar informasi dan mengubah cara kerja, mereka berbagi sumber daya untuk membantu satu sama lain bekerja lebih baik. Berbagi sumber daya ini bisa meliputi berbagi staf, relawan, keahlian, pengetahuan, ruangan, uang, dll. Contohnya, jika karang taruna dan ikatan remaja mesjid bertukar konselor yang memiliki waktu luang sesuai jam buka layanan. Contoh lain, jika pengelola panti asuhan bertukar keahlian membuat kerajinan tangan sehingga panti asuhan lain dan masyarakat sekitar bisa memproduksi kerajinan tersebut. Kooperasi membutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi dan waktu berinteraksi yang lebih panjang dibanding jaringan dan koordinasi. Untuk dapat ber-kooperasi, organisasi harus membuka diri. Setiap organisasi harus mau berbagi peran dan tanggung jawab, tanggung renteng atas setiap resiko dan menghargai prestasi yang diperoleh sebagai hasil kerja keras bersama. 4. Kolaborasi. Melalui kolaborasi, organisasi-organisasi saling membantu satu sama lain untuk memperkuat atau memperluas kapasitas menjalankan program. Sebagai contoh, karang taruna dan ikatan remaja mesjid bersama-sama mengajukan proposal kepada fakultas psikologi satu universitas untuk memperkuat kemampuan konseling kedua organisasi. Contoh lain, para pengelola panti asuhan mensponsori pameran kerajinan di alun-alun kota untuk memasarkan produk sekaligus menggalang donatur. Dalam kolaborasi, organisasi memandang organisasi lain sebagai partner bukan kompetitor.Semua organisasi yang ikut kolaborasi juga harus berkontribusi peran, berbagi tanggung jawab, resiko dan prestasi. Kolaborasi berpotensi menghasilkan perubahan yang lebih besar,dibandingkan jaringan, koordinasi, dan kooperasi. Untuk itu, kolaborasi membutuhkan tingkat saling percaya yang tinggi, kesediaan mengambil resiko, berbagi hambatan dan komitmen. 5. Kolaborasi Multisektor. Kolaborasi multisektor identik dengan kolaborasi sebagaimana dijelaskan di atas, namun dengan potensi perubahan yang lebih besar dan tentu saja tantangan yang lebih besar. Dalam kolaborasi multisektor, dunia usaha, masyarakat, dan organisasiorganisasi nirlaba bekerjasama untuk memecahkan persoalan-persoalan sistemik yang ada di masyarakat seperti kemiskinan, kesehatan anak yang buruk, rendahnya tingkat pendidikan, dsb. Untuk masalah-masalah yang sangat kompleks seperti ini, mutlak dibutuhkan kerjasama dari berbagai organisasi, berbagai tingkatan, berbagai sektor, dan pemerintah.

Kolaborasi multisektor membutuhkan komitmen dari para pihak untuk kengesampingkan dulu kepentingan kelompok dan memprioritaskan kepentingan publik. Setiap orang yang terlibat harus memiliki pemikiran bahwa kalau masalah masyarakat ini terpecahkan, maka masingmasing organisasi dapat bekerja lebih baik lagi. Dalam kolaborasi multisektor, semua pihak setara. Orang miskin, perempuan, dan anggota masyarakat lainnya dapat duduk bersama dengan pengusaha maupun pejabat pemerintah untuk bersama-sama mengambil keputusan terkait kepentingan masyarakat. Jaringan, koordinasi, kooperasi, kolaborasi dan kolaborasi multisektor merupakan pilihan-pilihan bentuk kerjasama antarorganisasi dengan pilihan tujuan yang berbeda. Pilihan tujuan ini berkonsekuensi pada kesediaan berbagi sumber daya manusia, tingkat kepercayaan, keahlian,waktu dan sumber daya keuangan. Kita bisa saja membangun kerjasama antar organisasi tahap demi tahap, dari yang paling tidak formal dan membutuhkan sedikit komitmen. Kalau kerjasama awal berhasil, level kerjasama dapat ditingkatkan sesuai komitmen masing-masing organisasi dan tantangan yang akan dihadapi. Sebelum memilih bentuk kerjasama yang paling sesuai, pertimbangkan faktor-faktor berikut ini. Apa yang ingin dicapai dari kerjasama antarorganisasi ini (tujuan)? Bentuk kerjasama yang mana yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai? Apakah sumber daya yang ada mendukung pilihan bentuk kerjasama tersebut, seperti waktu, keahlian, sumber daya keuangan, dukungan anggota, komitmen dan sumber daya manusia? Jika tidak tersedia, dapatkah sumber daya tersebut diraih? Sebesar apa tingkat kepercayaan dan komitmen dari masing-masing organisasi untuk mendukung kerjasama tersebut? Bagaimana dengan Forum BKM? Faktanya, saat ini hampir di seluruh kota/kabupaten wilayah dampingan PNPM Mandiri Perkotaan telah dibentuk baik forum BKM tingkat kecamatan maupun forum BKM kota/kabupaten. Meski ialah satu faktor pendorong terbentuknya forum BKM kota/kabupaten adalah persyaratan menjadi penerima program PAKET, setiap forum BKM pastilah memiliki dinamika yang sangat beragam sejak awal pembentukan hingga perjalanan aktivitas saat ini. Karena itu, selayaknya kita tidak boleh memaksakan satu bentuk kerjasama antarorganisasi tertentu kepada seluruh Forum BKM yang ada. Dengan kata lain, setiap forum BKM berhak menentukan akan bekerjasama untuk tujuan apa, dengan bentuk kerjasama seperti apa, dan tentunya akan perkonsekuensinya terhadap kesediaan berbagi komitmen dan sumber daya. Studi Kasus terhadap Forum BKM Kota Mataram Forum BKM Kota Mataram terbentuk Mei 2006 berdasarkan kesepakatan BKM-BKM se kota mataram. Proses pembentukannya secara singkat digambarkan sebagai berikut. Seluruh BKM se-Kota Mataram melakukan temu koordinasi BKM dengan para lurah & kepala dinas Pemkot Mataram di kantor Walikota Mataram, Rabu, 15-3-2006. Dalam acara tersebut di cetuskan gagasan membentuk Forum Komunikasi (FK) BKM se-Kota Mataram. Pada kesempatan itu, beberapa BKM mempertanyakan program pemkot yang kadang langsung ke masyarakat tanpa sepengetahuan BKM maupun LPM di kelurahan tersebut. Bahkan, programprogram kemiskinan kadang tidak menggunakan data yang sudah

disiapkan oleh BKM. Untuk itu, dibentuk panitia persiapan pembentukan FBKM, yang terdiri dari utusan masing-masing BKM se-Kota Mataram, berjumlah 26 orang. Tugas panitia : menyusun draft AD/ART Forum, Visi dan Misi Forum, serta draft tatacara pembentukan Forum. Proses persiapan pembentukan forum akan difasilitasi oleh Bappeda Kota Mataram. (Berita pembentukan Forum BKM Kota Mataram, Maret 2006, dikutip dari www.p2kp.org) Panitia Persiapan Pembentukan Forum BKM Kota Mataram merampungkan tugas dengan usainya Pleno Draft AD Forum dan Tata Tertib Musyawarah BKM se-Kota Mataram. Dengan begitu, forum pun akan segera terbentuk. Forum ini diharapkan mampu menjadi wadah komunikasi, koordinasi, serta mediasi bagi BKM-BKM dalam engakses berbagai program penanggulangan kemiskinan. Utamanya, menjalin channeling baik dengan pemerintah maupun swasta. Selain itu juga sebagai mitra pemerintah kota, terutama dalam program penanggulangan kemiskinan. Forum juga diharapkan berperan aktif dalam proses penyusunan PJM kota yang akan disiapkan oleh pemkot kelak. (Berita pembentukan Forum BKM Kota Mataram, Mei 2006, dikutip dari www.p2kp.org) Dari berita tersebut, BKM-BKM se Kota Mataram ingin menjadikan Forum BKM sebagai wadah komunikasi, koordinasi, mediasi, channeling program penanggulangan kemiskinan dengan pemerintah dan swasta serta menjadi mitra pemerintah kota dalam pembangunan. Untuk itu disusunlah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga forum, serta dibentuklah kepengurusan forum. Dengan tujuan seperti itu, bentuk kerjasama apa yang sesuai? Jaringan, koordinasi, kooperasi, kolaborasi atau kolaborasi multisektor? Sebelum memutuskan, pertimbangkan juga kutipan berikut ini. Forum BKM Kota Mataram menggelar rapat kerja tahunan, Sabtu, 10/2/2007, dihadiri seluruh pimpinan kolektif BKM se-Kota Mataram sebagai anggota forum BKM dan Korkot 1. Pertemuan membicarakan penyusunan langkah-langkah kegiatan yang akan dituangkan dalam time schedule program Forum BKM untuk tahun 2007, serta mengevaluasi tugas dan fungsi yang dijalankan sebelumnya. Rapat kerja ini menghasilkan rencana tindak lanjut sebagai berikut: Audiensi dgn Walikota Mataram untuk membicarakan rencana pelaksanaan Program PNPM P2KP 2007. Rencana channeling dengan Pemkot Mataram dan Pemprov Sulawesi Selatan serta dunia usaha, Rencana lanjutan program BKM yang kini pada umumnya memasuki fase pemilihan anggota BKM baru. Review PJM Pronangkis, Evaluasi kegiatan 26 BKM Mataram, Rencana pengadaan sekretariat tetap Forum BKM. (Dikutip dari www.p2kp.org)

Sudahkah anda menentukan pilihan bentuk kerjasama yang paling tepat untuk Forum BKM Kota Mataram? Pertanyaan selanjutnya, yang mungkin hanya dapat dijawab oleh para konsultan pendampingan anggota Forum BKM Kota Mataram karena keterbatasan informasi, adalah seberapa besar tingkat kepercayaan dan komitmen dari masingmasing BKM untuk mendukung orum BKM? Apakah BKM-BKM telah memberikan sumber daya masing-masing baik berupa waktu, sumber daya keuangan, dukungan, sumber daya manusia, keahlian, ruangan, dsb., untuk mendukung Forum BKM? Pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab agar tujuan bekerjasama didukung oleh tingkat kepercayaan dan komitmen yang didukung dengan kesediaan berbagi sumber daya. Harus dihindari, misalnya, tujuan Forum BKM merubah kebijakan pemerintah daerah sehingga pilihan bentuk kerjasama yang cocok adalah kolaborasi, tetapi BKMBKM tidak memiliki komitmen yang kuat dan tidak mampu membagi sumber daya. Dengan keterbatasan tersebut, apa yang dapat dilakukan Forum BKM? (Diadaptasi dari Promoting Coordination, Cooperative Agreements, and Collaborative Agreements Among Agencies, Contibuted by Marya Axner, Edited by Bill Berkowitz, Adapted from the work of Arthur Himmelman. Tulisan lengkap dapat diakses melalui http://ctb.ku.edu)

Merawat Forum BKM/LKM Mengapa Penting? Membentuk Forum BKM/LKM merupakan tantangan, membutuhkan waktu, keahlian, uang, kerelawanan, dan sebagainya. Namun, ini barulah separuh jalan. Tantangan besar berikutnya adalah membuatnya mampu berdiri di atas kedua kakinya sendiri agar dapat berjalan mencapai tujuan kemasyarakatannya. Pencapaian tujuan terletak di masa depan. Agar kondisi di masa depan ini tercapai, Forum BKM/LKM harus tetap hidup dan berkembang. Agar tetap hidup dan berkembang, Forum BKM/LKM harus dirawat. Coba perhatikan benda-benda di sekeliling kita. Mesin membutuhkan perawatan. Rumah secara berkala harus dicat. Mobil perlu di tune up. Komputer perlu di-defrag. Begitupun dengan tubuh kita, itu sebabnya kita mengenai medical check up. Di dunia bisnis dan industri, atau di pemerintahan, perawatan barang-barang dilakukan secara rutin. Untuk itu manager menyusun jadual, menetapkan staf yang bertanggung jawab, dan melakukan perbaikan yang diperlukan. Dalam beberapa kasus (seperti tangga jalan atau restoran), mekanisme dan standar perawatan ada aturan resminya. Ini biasa disebut perawatan preventif (pencegahan). Semua orang melakukan itu sebelum terjadi masalah, atau untuk menghindari terjadi masalah di kemudian hari. Perawatan, dan perawatan preventif, juga terjadi di dunia sosial misalnya perkawinan, pertemanan dan berbagai hubungan antarmanusia. Forum BKM/LKM juga membutuhkan perawatan. Kondisi internal dan eksternal Forum BKM/LKM selalu berubah. Agar dapat terus hidup sehat, Forum BKM/LKM harus beradaptasi dengan perubahan. Apa yang Perlu Dirawat? Secara umum, yang perlu dirawat adalah struktur kunci, fungsi dan tata hubungan Forum BKM/LKM, yang membentuk Forum BKM/LKM. Unsur-unsur ini meliputi: Alasan berdirinya Forum BKM/LKM, baik dalam bentuk visi, misi ataupun tujuan. Aturan-aturan dasar dan aturan operasional Forum BKM/LKM. Kepemimpinan (kepengurusan) Keanggotaan Pembagian peran, tugas dan kewenangan, antara pemimpin (pengurus) dan anggota Strategi dan rencana kerja, baik jangka panjang maupun pendek. Aktivitas dan hasil yang telah dicapai. Sumber daya keuangan Citra (keberterimaan) Forum di masyarakat Dukungan dari publik Dan terakhir, apa yang biasa disebut sebagai semangat atau ruh organisasi jaringan yaitu hubungan baik diantara semua pihak yang terlibat. Bagaimana Merawat Forum BKM/LKM? Langkah awal perawatan Forum BKM/LKM, dan organisasi jaringan/kerjasama lainnya, bermula dari

menggugah pikiran atau cara pandang BKM-BKM anggota Forum. Dengan kata lain, mulailah dari internal. 1. Membangkitkan kesadaran bahwa perawatan Forum itu perlu. 2. Bersepakat untuk melakukannya. Sama halnya dulu bersepakat untuk mendirikan Forum. Langkah internal ini bisa jadi bagian yang tersulit. Seringkali orang merasa bahwa Forum-nya baikbaik saja. Tetapi ketika keyakinan ini terbangun, energi yang diperoleh akan sangat luar biasa. 3. Menyusun rencana perawatan Pertanyaan penting dalam proses ini adalah : Bagaimana rencana perawatan ini menjadi milik semua? Siapa yang harus menyusun rencana perawatan? Ada berbagai pilihan. Rencana perawatan dapat disusun oleh pemimpin/koordinator Forum, atau oleh sekelompok orang pengurus, atau oleh sekelompok anggota yang dipilih, atau oleh seluruh anggota. Apapun pilihannya, pemimpin Forum harus bertanggung jawab agar proses ini terus bergulir. Namun tidak berarti harus mengerjakannya sendiri. Biasanya, kelompok kerja kecil lebih efektif. Rencana yang telah disusun dapat dipresentasikan kepada pemimpin/pengurus, baru kemudian dipresentasikan kepada seluruh anggota untuk dimintakan masukan dan persetujuan. Seberapa komprehensif rencana perawatan? Apakah meliputi semua aspek organisasi atau beberapa saja? Pilihannya tergantung pada ketersediaan sumberdaya dan kebutuhan. Dengan kata lain, buatlah rencana yang masuk akal. Apakah harus formal? Anda bisa saja memiliki buku catatan yang penuh dengan prosedur dan jadual perawatan, atau selembar kertas coret-coretan. Anda dapat melakukan perawatan Forum melalui perbincangan santai, atau mengadakan rapat. Kemungkinannya sangat banyak, dan pilihan anda tergantung pada besar kecil organisasi dan kebiasaan organisasi. Ada organisasi jaringan yang melakukan rapat mingguan diantara pengurus. Ada juga yang memanfaatkan pertemuan setahun sekali di rumah salah seorang pemimpin organisasi, sambil makan-makan dan berdiskusi. Tak ada rumusan rencana perawatan yang baku yang dapat diterapkan kepada semua organisasi jaringan. Selalulah mempertimbangkan kebiasaan (kultur), sejarah, komposisi orang, tujuan Forum dan komitmen anggota. Dan tak kalah penting, susunlah rencana yang dapat dilakukan dengan mudah. Jangan bikin rencana yang memaksa orang untuk berlari-lari melakukannya. 4. Melakukan rencana perawatan. Siapa yang menjalankan rencana perawatan? Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, orang yang menjalankan rencana bisa sama dengan yang merancang, meski juga boleh berbeda. Kedua, implementasi diserahkan kepada pihakpihak yang memang bertanggungjawab atau memiliki kapasitas di bidang tersebut. Misalnya untuk merawat keanggotaan forum diserahkan kepada bidang penguatan

anggota (sumber daya manusia). Ketiga, pelaksanaan rencana perawatan akan berjalan baik ketika organisasi memiliki garis batas akuntabilitas atau kewenangan yang jelas. (Diadaptasi dari Coalition Building II: Maintaining a Coalition, Contibuted by Bill Berkowitz, Edited by Val Renault. Tulisan lengkap dapat diakses melalui http://ctb.ku.edu) Beberapa Saran Ciri dan unsur forum yang efektif Terfokus pada tujuan atau sasaran-sasaran forum yang sudah disepakati bersama. Tegas menetapkan menggarap satu issue tertentu atau, sekalian, menggarap beberapa issuesekaligus sepanjang disepakati bersama. Ada pembagian peran dan tugas yang jelas di antara semua yang terlibat. Memanfaatkan berbagai ketegangan yang muncul dalam proses bekerjasama tersebut untuk menjaga dinamika dan perimbangan. Karena itu, kelenturan (fleksibilitas) harus tetap dijaga, tidak terlalu kaku dan serba mengikat. Kerjasama itu memungkinkan terjadinya proses saling membagi pengalaman, harapan,keahlian, informasi dan ketrampilan. Ada mekanisme komunikasi yang baik dan lancar, semua pihak tahu harus menghubungi siapa tentang apa pada saat kapan dan dimana?

Beberapa saran Meski forum memiliki struktur formal, tetap pelihara suasana informal. Delegasikan tanggung jawab dan peran seluas mungkin. Usahakan selalu membuat keputusan secara bersama-sama. Jadikan mekanisme keputusan bersama sebagai nilai penting. Pahami berbagai kendala, kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki semua pihak yang terlibat. Beri peran dan fungsi yang memang sesuai dengan kendala dan keterbatasan mereka, jangan membebani dengan hal-hal yang menyulitkan. Mutlak jaga kelancaran saluran komunikasi dengan anggota. Jangan tunda menyampaikan informasi baru yang anda peroleh kepada semua. Komitmen berkembang ketika orang: bekerja bersama merasa sukses terhadap hal yang mereka kerjakan melakukan keputusan bersama menyelesaikan konflik saling mendukung kepemimpinan masing-masing bergembira dan bermain bersama mengatasi rintangan saling berpegang teguh pada satu prinsip menghargai dan menghormati satu sama lain saling menantang dalam menempuh langkah selanjutnya membangun hubungan pengalaman menang bersama belajar dari kesalahan dan kemunduran melihat komitmen pemimpin panutan mereka

Komitmen dapat menurun ketika orang: tidak menghargai dan menghormati satu sama lain tidak berkomunikasi tidak berpegang pada prinsip mereka saling tidak mendukung kepemimpinan mereka lupa untuk bergembira bersama tidak belajar dari kesalahan dan kemunduran melihat pemimpin mereka tidak mencontohkan suatu komitmen

Tahap-Tahap Pengembangan Komunitas: Dari Membangun Komitmen Sampai Pengorganisasian Pada dasarnya pengembangan komunitas memiliki langkah-langkah baku yang berlaku umum. Namun pada prakteknya, kekhususan konteks dan kebutuhan-kebutuhan komunitas memberikan tambahan dan kekhasan langkah-langkah tersebut. Secara umum pengembangan komunitas memiliki tahapan yang hampir dapat dikatakan berlaku untuk berbagai jenis kelompok atau komunitas. Baik pada level individu maupun kelompok, setiap tahap memiliki ciri bahaya yang khas. Membangun Komitmen Pada intinya, tahap ini merupakan tahap dimana terjadi kontak awal, dalam kepentingan proyek, antara seorang calon anggota kelompok dengan calon lainnya dan Fasilitator. Dapat dikatakan bahwa pada tahap ini individu menjajaki kemungkinan merealisasikan keinginannya melalui kontak dengan calon angggota lainnya dan fasilitator. Sementara itu fasilitator menjajaki kemungkinan keikutsertaan individu-individu dalam proyek. Pada kelompok yang telah terbentuk sebelum terjadi kontak dengan fasilitator, maka proses saling menjajaki ini terjadi dalam skema kelompok, artinya kelompok dengan fasilitator. Setelah saling menjajaki, terjadi usaha menggali informasi lebih jauh mengenai pihakpihak yang dijajaki. Biasanya, orang mencari sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya. Adalah sangat ideal bila sumber-sumber informasi tersebut adalah orang orang yang bersangkutan ,artinya orang-orang yang dijajaki. Ketika informasi yang diperoleh sudah cukup, individu-individu mulai saling kenal dan percaya, maka mulailah individu mengidentifikasikan diri dengan kelompoknya. Tahap ini disebut Inkorporasi. Bila tahap ini tercapai, maka tidak terlalu sukar untuk maju ke tahap berikutnya, yakni mencapai komitmen kelompok. Pada dasarnya, tujuan dari tahap ini adalah membangun mutual trust dan kemitraan, yang akan menjadi dasar pijakan relasi antara individu/kelompok dengan fasilitator. Mutual trust ini juga faktor yang menentukan apakah individu bersedia untuk commited terhadap kelompok. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu dicermati: 1. Saling mengenal antar individu. Meliputi tukar-menukar informasi tentang tujuan bergabung dengan kelompok, keahlian/keterampilan yang dimiliki yang dapat disumbangkan pada kerja proyek, kesediaan untuk terlibat dalam berbagai upaya dan usaha kelompok. 2. Mengemukakan informasi tentang proses pembangunan. Membuka kesempatan pada individu/kelompok untuk memahami segala keuntungan dan kesulitan yang akan ditemui dalam proses perencanaan kegiatan, jadwal, dll.

Kegagalan pada tahap ini tercermin dari munculnya rasa tersisih, menolak atau tidak bersedia terlibat lebih jauh, saling mencurigai, buta dalam mengenali kekuatan maupun mengantisipasi hambatan dari proyek. Bila perilaku atau sikap tersebut muncul, maka besar sekali kemungkinan banyak anggota mengundurkan diri di tengah perjalanan. Sementara itu, organisasi dengan angka keluar masuk anggota yang tinggi, sulit untuk dikatakan sebagai organisasi yang sehat. Pengorganisasian Inti dari tahap pengorganisasian adalah pengaturan dan pengelolaan. Aktivitas pengaturan tentun saja meliputi mengenali kebutuhan-kebutuhan, menggali potensi, meneliti bahaya serta hambatan yang sudah ada maupun yang diantisipasikan hadir, membagi tugas, tanggung jawab, dan wewenang. Hal lain yang berkait dengan upaya mengelola kelompok adalah membangun mekanisme serta menyediakan media komunikasi antar anggota maupun dengan kelompok kelompok lain, menetapkan tujuan kelompok, juga sasaran yang akan dicapai. Pada tahap ini adalah penting utuk menetapkan visi dan misi kelompok. Pengorganisasian yang mulus mengantarkan kelompok ke suatu titik yang mengubah kelompok menjadi organisasi. Bahaya pada tahap ini biasanya bersumber pada kepemimpinan kelompok, yakni kepemimpinan yang gagal membangun dinamika kelompok yang sehat dan menyenangkan. Pengorganisasian yang buruk membawa kelompok berada dalam keadaan bahaya, biasanya ditandai oleh gejala-gejala seperti aktivitas yang rendah, arus pertukaran informasi rendah serta berjalan dalam tempo yang lamban, anggota absen dari pertemuan, konflik yang menjalar di antara anggota dan menjadi sangat bersifat pribadi, dan para anggota mulai mengabaikan tugas-tugas maupun peran-perannya. Dalam perjalanan proyek, tugas Fasilitator, dibantu oleh ketua kelompok, adalah memantau aktivitas dan dinamika kelompok. Kesulitan teknis, hambatan dari luar, perkembangan masingmasing individu, munculnya kebutuhan-kebutuhan baru, menimbulkan dinamika kelompok yang bisa membawa pada arah perkembangan. Tidak ditutup kemungkinan bahwa pada saat-saat seperti ini anggota kelompok merasa kecewa atau menjadi patah semangat dan memutuskan untuk meninggalkan kelompok. Tanda-tanda bahaya seperti tadi adalah rambu-rambu yang perlu dikenali oleh Fasilitator untuk mengetahui temperatur kelompok. Kiat yang biasanya dipilih untuk menurunkan temperatur kelompok adalah komunikasi. Kekecewaan, kemarahan serta apatisme biasanya muncul karena kebingungan, perasaan tidak diperhatikan atau perasaan tidak dihargai. Dengan catatan bahwa di awal pembentukan kelompok, anggota telah disadarkan akan kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi dalam proses pembangunan, pada tahap munculnya masalah ini, Fasilitator dan ketua kelompok dapat mengajak anggota untuk duduk bersama dan melakukan evaluasi.Kesempatan untuk menyampaikan kekesalan dan kekecewaan adalah penting. Sekanjutnya diskusi kelompok diarahkan pada evaluasi apa saja yang telah dilakukan, masalah dan hambatan apa yang sedang dihadapi, mendaftar kemungkinan solusi, dan distribusi tugas. Tahap-tahap Pengembangan Komunitas: Dari Asesmen Kebutuhan Sampai Terminasi Tahap-tahap yang biasanya terjadi dalam proyek pemberdayaan adalah, sbb.: Asesmen Kebutuhan Isu penting dalam tahap ini adalah mentransformasikan kebutuhan-kebutuhan individu mengenai

visi kelompok. Selanjutnya visi menjadi tujuan akhir kelompok melalui kerja proyek. Terdapat tiga jenis kebutuhan yang perlu diangkat dalam tahap ini: Felt needs, yaitu kebutuhan yang mereka rasakan pada saat tertentu, misalnya pada saat kebutuhan didiskusikan. Masalah kemiskinan selalu dapat dengan mudah dirasakan, misalnya kualitas makanan yang dimakan keluarga. Actual needs, yaitu kebutuhan nyata saat ini yang tidak dirasakan atau tidak disadari. Biasanya kebutuhan seperti ini menyangkut hal-hal atau situasi yang selama ini tidak disadari atau tidak diketahui keberadaannya. Misalnya banyak orang yang tidak sadar bahwa seharusnya saluran pembuangan air kotor dari satu rumah tidak hanya satu. Anticipated needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang akan dirasakan di waktu mendatang. Selain visi, kelompok juga perlu merencanakan cara atau prinsip-prinsip kerja proyek, yaitu misi. Untuk dapat membangun misi kelompok harus mengantisipasi kegiatan-kegiatan yang akan dihadapi, proses yang akan dialami, mengenal sumber daya yang ada di kelompok, serta prinsip-prinsip distribusi tugas dan kekuasaan. Misi ini selanjutnya menjadi cara untuk mencapai visi. Perencanaan Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan, pembangunan dilaksanakan. Yang menarik pada tahap ini sangat mungkin terjadi perubahan atau pergeseran. Selama perubahan terjadi dalam jumlah dan frekuensi yang wajar maka tidak perlu dikhawatirkan. Namun bila perubahan terjadi sangat mendasar dan atau dengan frekuensi tingi, berarti ada yang salah pada tahap perencanaan atau pada strategi langkah-langkah pelaksanaan, atau perkembangan kelompok yang tidak sehat. Perubahan-perubahan biasanya disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor, yang berasal dari luar kelompok maupun yang bersumber pada kelompok sendiri. Faktor-faktor di luar kelompok, misalnya masalah birokrasi yang berkaitan dengan sumber dana, perolehan kredit, fluktuasi harga material bahan baku produksi, kondisi lahan, dll. Faktor-faktor yang berasal dari dalam kelompok, yang berkaitan dengan dinamika kelompok, perubahan kebutuhan, keterampilan yang dikuasai, gagasan baru yang lebih menjawab kebutuhan, dll. Keluaran Ini sebetulnya bukan tahap perkembangan kelompok. Keluaran dimaksudkan sebagai hal-hal yang merupakan produk dari dua tahap pertama, yaitu komitmen dan pengorganisasian. Materi dari keluaran merupakan bahan pokok untuk melakukan tahap selanjutnya yaitu evaluasi. Evaluasi Pada prinsipnya, evaluasi adalah upaya fisik untuk mengetahui apakah kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keluaran dari tahap-tahap ini sebelumnya merupakan tolok ukur evaluasi. Selain itu, evaluasi disini juga harus memperoleh gambaran tentang tingkat kemandirian kelompok sebagai indikator penting dalam menetapkan kesiapan kelompok untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada fasilitator. Hasil evaluasi adalah gambaran keberhasilan kelompok serta berbagai rekomendasi untuk memperkuat kelompok dalam tahap-tahap perkembagan proyek. Terminasi

Pada tahap ini terjadi pemutusan hubungan kerja antara fasilitator dan kelompok komunitas. Dalam konteks pengembangan komunitas, tahap terminasi ini perlu persiapan yang matang, karena perginya fasilitator kelurahan tidak berarti bubarnya kelompok. Pemeliharaan kelompok harus tetap berjalan karena produk proyek masih tetap memerlukan pemeliharaan bahkan mungkin penambahan atau penyempurnaan. Dengan demikian, kelompok perlu memahami apa arti pemeliharaan kelompok tanpa didampingi oleh fasilitator. Di sisi lain, fasilitator perlu yakin bahwa kelompok telah mencapai tingkat kemandirian tertentu untuk dapat memelihara kelompok. (Dikutip dari Manual COMBINE, sebagaimana disarikan dan diubah seperlunya dari Manual Kursus Intensif Gerakan Pembaruan Agraria, KPA, 2000).

Setiap forum BKM pastilah memiliki dinamika yang sangat beragam sejak awal pembentukan hingga perjalanan aktivitas saat ini. Karena itu, selayaknya kita tidak boleh memaksakan satu bentuk kerjasama antarorganisasi tertentu kepada seluruh Forum BKM yang ada. Dengan kata lain, setiap forum BKM berhak menentukan akan bekerjasama untuk tujuan apa, dengan bentuk kerjasama seperti apa, dan tentunya akan berkonsekuensinya terhadap kesediaan berbagi komitmen dan sumber daya. Tujuan bekerjasama harus didukung oleh tingkat kepercayaan dan komitmen yang dibuktikan dengan kesediaan berbagi sumber daya. Harus dihindari, misalnya, tujuan Forum BKM merubah kebijakan pemerintah daerah sehingga pilihan bentuk kerjasama yang cocok adalah kolaborasi, tetapi BKM-BKM tidak memiliki komitmen yang kuat dan tidak mampu membagi sumber daya. Dengan keterbatasan tersebut, apa yang dapat dilakukan Forum BKM? Membangun Kerjasama (Jaringan) Terdapat beberapa kemungkinan yang bisa disebut sebagai pendorong dibangunnya kerjasama (jaringan) untuk kepentingan internal kelompok, yakni: Pertama, membentuk jaringan dengan harapan dapat memperkuat posisi dan kondisi mereka sendiri, dari situ diharapkan akan menjadi faktor yang memperkuat kinerja mereka. Misalnya jaringan untuk melakukan pendidikan bersama. Kedua, dibangunnya jaringan dengan maksud memperkuat bobot upaya yang dilakukan, misalnya jaringan untuk melakukan desakan masalah sampah ke Pemda. A. Jaringan Kerja dan Prinsip-prinsip Jaringan Jaringan kerja pada dasarnya adalah bagian dari suatu proses kerjasama. Suatu kerjasama anya dapat dimungkinkan bila pihak-pihak yang bekerjasama secara relatif memiliki kepentingan yang sama, baik kepentingan jangka pendek maupun kepentingan jangka panjang. Kepentingan menjadi kata kuncinya. Memahami kepentingan setiap pihak, menjadi penting dan pada gilirannya akan menentukan kualitas kerjasama yang akan dikembangkan. Dengan memahami kepentingan umum dari masing-masing pihak, maka jaringan kerja (kerjasama) yang terbentuk dapat dikenali watak dasarnya.

Dalam kerangka upaya mendorong perubahan, jaringan kerja berarti suatu rangkaian dari satuan satuan yang menghendaki berlangsungnya proses perubahan. Yang menjadi masalah adalah sampai sejauh mana perubahan yang hendak dicapai dan kemana arah perubahan tersebut. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan: 1. Masalah kepentingan. Kepentingan yang berbeda belum tentu merupakan hambatan dasar dari kemungkinan kerjasama. Meski kepentingan jangka panjang berbeda, namun bila kepentingan jangka pendek relatif sejalan atau tidak bertentangan, maka kerjasama masing-masing sangat mungkin dilakukan (orang dengan mimpi berbeda dapat tidur satu ranjang). Atau sebaliknya. Pihak pihak dengan jenis aktivitas berbeda tetapi memiliki satu atau beberapa kepentingan yang sama juga dapat berjaringan. 2. Bagaimana suatu unsur yang berbeda dapat bertemu? Tidak lain karena ada keinginan, kebutuhan dan kemauan untuk bertemu atau bekerjasama. Harus ada kesepakatan. Tanpa itu kerjasama tidak akan terjadi. 3. Adanya kemauan bersama. Hal ini pada dasarnya masih belum bisa menjamin kerja sama dapat diwujudkan. Dibutuhkan aspek lain, yaitu adanya kepercayaan dari pihak-pihak atau unsur yang ingin atau bersedia bekerja sama. 4. Suatu jaringan tentu saja mempunyai maksud. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam jaringan mutlak memerlukan kepemimpinan, agar pekerjaan-pekerjaan jaringan dapat terkontrol atau terarah. 5. Membangun jaringan perlu waktu. Artinya, memilih dengan siapa berjaringan ataupun apakah yang telah terbangun itu sungguh sungguh jaringan atau hanya didasari kepentingan sesaat saja, itu semua perlu dicermati dan diuji juga. B. Sifat Jaringan Berdasarkan kepentingan diantara elemen jaringan, dapat dibedakan beberapa sifat jaringan tersebut: 1. Jaringan yang bersifat taktis, yang didasarkan pada kepentingan jangka pendek yang sama, meski kepentingan strategisnya berbeda. 2. Jaringan strategis, yaitu jaringan dengan kepentingan strategis yang sama. Dimungkinkan pula suatu jaringan yang tidak didasarkan pada kepentingan langsung berkait dengan upaya perubahan, melainkan hanya sebatas jaringan untuk saling berkomunikasi atau berbagi informasi. C. Membangun dan Mengelola Jaringan

Setiap organisator atau fasilitator, selain melakukan pengorganisasian di level basis (masyarakat/komunitas), sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam membangun jaringan kerja. Hal ini diperlukan karena satuan basis yang masih kecil tidak mungkin menggerakkan perubahan sosial hanya dengan kekuatannya sendiri. Satuan-satuan yang lain perlu juga dilibatkan. Potensi dan kekuatan yang tercecer harus dikonsolidasikan. Apa yang harus disiapkan dalam pembangunan jaringan: 1. Peta persoalan. Syarat utama bila ingin menggalang jaringan adalah penguasaan terhadap persoalan yang hendak ditawarkan kepada pihak lain untuk ditangani. 2. Peta kekuatan. Penguasaan peta kekuatan kawan-lawan-kawan potensial juga tidak terelakkan. Kesalahan pemetaan kemungkinan akan membuat jaringan yang dibuat tidak efektif atau malah kontraproduktif. 3. Memahami kapasitas dan sumbangan yang bisa diberikan masing-masing pihak. Diperlukan pula agar sejak awal diposisikan sumbangan apa yang harus diberikan pada pihakpihak yang digalang. Organisator/fasilitator perlu menyiapkan skenario yang akan dikembangkan, agar bukan dirinya yang digalang oleh pihak lain. 4. Inisiatif dan kepemimpinan. Organisator/fasilitator yang tangguh memang mensyaratkan kekayaan ide dan inisiatif yang progresif. Aktif mengajukan gagasan-gagasan yang memberi arah pada pihak lain sehingga terbentuk jaringan kerja. Inisiatif diperlukan agar kepemimpinan dalam visi dan misi dapat dijaga. (Dikutip dari Manual COMBINE, sebagaimana disarikan dan diubah seperlunya dari Manual Kursus Pilihan Bentuk Kerjasama Antar-BKM Mengapa Penting Bekerjasama Perumpamaan klasik bagaimana lidi ketika berhimpun menjadi sapu lidi yang tak mudah dipatahkan, secara sederhana telah menyadarkan kita akan pentingnya persatuan. Pun tatkala kumpulan lidi tersebut efektif digunakan untuk menyapu daun-daun kering, memperkuat kesadaran kita akan pentingnya bekerjasama. Bagaimana dengan kerjasama antar-BKM? Memecahkan problem kemiskinan di masyarakat ternyata harus melintasi batas-batas kelurahan atau desa. Masalah-masalah pendidikan, lapangan kerja, kesehatan, air bersih, infrastruktur, ataupun usaha kecil ternyata kompleks. Terlebih lagi akar masalah-masalah kemiskinan ternyata tidak hanya terletak dalam teritori kelurahan atau desa, tetapi juga, untuk menyebut salah satunya, bersumber dari kebijakan pemerintah kota atau kabupaten. Bagaimana mungkin satu BKM bekerja sendiri menyelesaikan masalah ini? Salah satu kelebihan kerjasama adalah jumlah. Sejumlah BKM yang bekerjasama akan menghasilkan ragam pandangan, keterampilan, kekayaan sumber daya dan kekuatan untuk menyelesaikan masalah bersama. Jadilah ia menjadi super-BKM. Yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan BKM, memperkenalkan diri satu sama lain, menjalin hubungan, membangun misi bersama dan bekerja bersama mencapai misi. Begitu kegiatan antar-BKM berjalan, BKM-BKM tidak hanya bekerja mencapai misi bersama,

tetapi juga memberikan pembelajaran kepada masyarakat bagaimana proses tata pemerintahan berjalan di level atas. Ini tak lain adalah pembelajaran berdemokrasi. Pilihan-Pilihan Bentuk Kerjasama Ada beberapa pilihan bentuk kerjasama antarorganisasi. Beberapa organisasi bekerjasama hanya untuk bertukar informasi. Lainnya, ada yang sampai menghimpun sumber daya yang digunakan untuk mencapai misi bersama. Berikut ini beberapa pilihan bentuk kerjasama antarorganisasi. 1. Jaringan. Sekumpulan organisasi dikatakan berjaringan ketika mereka mempertukarkan informasi untuk membantu kerja masing-masing organisasi. Sebagai contoh, karang taruna dan ikatan remaja mesjid kelurahan/desa berbagi informasi mengenai layanan konseling remaja yang mereka lakukan. Jaringan biasanya menjadi titik awal menuju bentuk-bentuk kerjasama lain yang lebih erat. Sebagai contoh, pengelola yayasan dari berbagai panti asuhan mulai mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali untuk berbagi informasi mengenai pengembangan panti asuhan. Setelah beberapa kali pertemuan yang dirasakan bermanfaat, para pihak sepakat untuk memproduksi dan memasarkan hasil kerajinan tangan anak-anak panti asuhan dan masyarakat sekitar panti. Kegiatan ini tidak hanya bermanfaat untuk pengembangan panti asuhan tetapi juga peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar panti. Jaringan dapat dibangun dengan berbagai cara, seperti arisan, bertukar buletin, mailing list, atau diskusi rutin. Jaringan hanya membutuhkan sediikit komitmen dan waktu dari masingmasing organisasi. 2. Koordinasi. Sekumpulan organisasi dikatakan berkoordinasi ketika mereka mengubah cara kerja masingmasing sehingga setiap organisasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anggota atau masyarakatnya. Jika karang taruna dan ikatan remaja mesjid mengatur pembagian jam buka layanan konseling remaja sehingga tersedia jam layanan konseling yang lebih panjang, ini contoh koordinasi. Dalam kasus ini, koordinasi mengisi kekosongan dan mencegah duplikasi layanan. Koordinasi membuat para remaja memiliki kesempatan yang lebih panjang untuk menggunakan jasa layanan konsultasi persoalan remaja. Koordinasi membutuhkan keterlibatan yang lebih intens dari masing-masing organisasi, waktu dan tingkat kepercayaan yang lebih besar dibandingkan jaringan. Pengorbanan ini sebanding dengan peningkatan kualitas dan kuantitas layanan. 3. Kooperasi. Ketika organisasi ber-kooperasi, mereka tidak hanya bertukar informasi dan mengubah cara kerja, mereka berbagi sumber daya untuk membantu satu sama lain bekerja lebih baik. Berbagi sumber daya ini bisa meliputi berbagi staf, relawan, keahlian, pengetahuan, ruangan, uang, dll. Contohnya, jika karang taruna dan ikatan remaja mesjid bertukar konselor yang memiliki waktu luang sesuai jam buka layanan. Contoh lain, jika pengelola panti asuhan bertukar keahlian membuat kerajinan tangan sehingga panti asuhan lain dan masyarakat sekitar bisa memproduksi kerajinan tersebut.

Kooperasi membutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi dan waktu berinteraksi yang lebih anjang dibanding jaringan dan koordinasi. Untuk dapat ber-kooperasi, organisasi harus membuka diri. Setiap organisasi harus mau berbagi peran dan tanggung jawab, tanggung renteng atas setiap resiko dan menghargai prestasi yang diperoleh sebagai hasil kerja keras bersama. 4. Kolaborasi. Melalui kolaborasi, organisasi-organisasi saling membantu satu sama lain untuk memperkuat atau memperluas kapasitas menjalankan program. Sebagai contoh, karang taruna dan ikatan remaja mesjid bersama-sama mengajukan proposal kepada fakultas psikologi satu universitas untuk memperkuat kemampuan konseling kedua organisasi. Contoh lain, para pengelola panti asuhan mensponsori pameran kerajinan di alun-alun kota untuk memasarkan produk sekaligus menggalang donatur. Dalam kolaborasi, organisasi memandang organisasi lain sebagai partner bukan kompetitor. Semua organisasi yang ikut kolaborasi juga harus berkontribusi peran, berbagi tanggung jawab, resiko dan prestasi. Kolaborasi berpotensi menghasilkan perubahan yang lebih besar, dibandingkan jaringan, koordinasi, dan kooperasi. Untuk itu, kolaborasi membutuhkan tingkat saling percaya yang tinggi, kesediaan mengambil resiko, berbagi hambatan dan komitmen. 5. Kolaborasi Multisektor. Kolaborasi multisektor identik dengan kolaborasi sebagaimana dijelaskan di atas, namun dengan potensi perubahan yang lebih besar dan tentu saja tantangan yang lebih besar. Dalam kolaborasi multisektor, dunia usaha, masyarakat, dan organisasiorganisasi nirlaba bekerjasama untuk memecahkan persoalan-persoalan sistemik yang ada di masyarakat seperti kemiskinan, kesehatan anak yang buruk, rendahnya tingkat pendidikan, dsb. Untuk masalah-masalah yang sangat kompleks seperti ini, mutlak dibutuhkan kerjasama dari berbagai organisasi, berbagai tingkatan, berbagai sektor, dan pemerintah. Kolaborasi multisektor membutuhkan komitmen dari para pihak untuk mengesampingkan dulu kepentingan kelompok dan memprioritaskan kepentingan publik. Setiap orang yang terlibat harus memiliki pemikiran bahwa kalau masalah masyarakat ini terpecahkan, maka masingmasing organisasi dapat bekerja lebih baik lagi. Dalam kolaborasi multisektor, semua pihak setara. Orang miskin, perempuan, dan anggota masyarakat lainnya dapat duduk bersama dengan pengusaha maupun pejabat pemerintah untuk bersama-sama mengambil keputusan terkait kepentingan masyarakat. Jaringan, koordinasi, kooperasi, kolaborasi dan kolaborasi multisektor merupakan pilihan-pilihan bentuk kerjasama antarorganisasi dengan pilihan tujuan yang berbeda. Pilihan tujuan ini berkonsekuensi pada kesediaan berbagi sumber daya manusia, tingkat kepercayaan, keahlian, waktu dan sumber daya keuangan. Kita bisa saja membangun kerjasama antar organisasi tahap demi tahap, dari yang paling tidak formal dan membutuhkan sedikit komitmen. Kalau kerjasama awal berhasil, level kerjasama dapat ditingkatkan sesuai komitmen masing-masing organisasi dan tantangan yang akan dihadapi. Sebelum memilih bentuk kerjasama yang paling sesuai, pertimbangkan faktor-faktor berikut ini. Apa yang ingin dicapai dari kerjasama antarorganisasi ini (tujuan)? Bentuk kerjasama yang mana yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai?

Apakah sumber daya yang ada mendukung pilihan bentuk kerjasama tersebut, seperti waktu, keahlian, sumber daya keuangan, dukungan anggota, komitmen dan sumber daya manusia? Jika tidak tersedia, dapatkah sumber daya tersebut diraih? Sebesar apa tingkat kepercayaan dan komitmen dari masing-masing organisasi untuk endukung kerjasama tersebut? Bagaimana dengan Forum BKM? Faktanya, saat ini hampir di seluruh kota/kabupaten wilayah dampingan PNPM Mandiri Perkotaan telah dibentuk baik forum BKM tingkat kecamatan maupun forum BKM kota/kabupaten. Meski salah satu faktor pendorong terbentuknya forum BKM kota/kabupaten adalah persyaratan menjadi penerima program PAKET, setiap forum BKM pastilah memiliki dinamika yang sangat beragam sejak awal pembentukan hingga perjalanan aktivitas saat ini. Karena itu, selayaknya kita tidak boleh memaksakan satu bentuk kerjasama antarorganisasi tertentu kepada seluruh Forum BKM yang ada. Dengan kata lain, setiap forum BKM berhak menentukan akan bekerjasama untuk tujuan apa, dengan bentuk kerjasama seperti apa, dan tentunya akan berkonsekuensinya terhadap kesediaan berbagi komitmen dan sumber daya. Studi Kasus terhadap Forum BKM Kota Mataram Forum BKM Kota Mataram terbentuk Mei 2006 berdasarkan kesepakatan BKM-BKM se kota Mataram. Proses pembentukannya secara singkat digambarkan sebagai berikut. Seluruh BKM se-Kota Mataram melakukan temu koordinasi BKM dengan para lurah & kepala dinas Pemkot Mataram di Kantor Walikota Mataram, Rabu, 15-3-2006. Dalam acara tersebut di cetuskan gagasan membentuk Forum Komunikasi (FK) BKM se-Kota Mataram. Pada kesempatan itu, beberapa BKM mempertanyakan program pemkot yang kadang langsung ke masyarakat tanpa sepengetahuan BKM maupun LPM di kelurahan tersebut. Bahkan, programprogram kemiskinan kadang tidak menggunakan data yang sudah disiapkan oleh BKM. Untuk itu, dibentuk panitia persiapan pembentukan FBKM, yang terdiri dari utusan masing-masing BKM se-Kota Mataram, berjumlah 26 orang. Tugas panitia : menyusun draft AD/ART Forum, Visi dan Misi Forum, serta draft tatacara pembentukan Forum. Proses persiapan pembentukan forum akan difasilitasi oleh Bappeda Kota Mataram. (Berita pembentukan Forum BKM Kota Mataram, Maret 2006, dikutip dari www.p2kp.org) Panitia Persiapan Pembentukan Forum BKM Kota Mataram merampungkan tugas dengan usainya Pleno Draft AD Forum dan Tata Tertib Musyawarah BKM se-Kota Mataram. Dengan begitu, forum pun akan segera terbentuk. Forum ini diharapkan mampu menjadi wadah komunikasi, koordinasi, serta mediasi bagi BKM-BKM dalam mengakses berbagai program penanggulangan kemiskinan. Utamanya, menjalin channelingbaik dengan pemerintah maupun swasta. Selain itu juga sebagai mitra pemerintah kota, terutama dalam program penanggulangan kemiskinan. Forum juga diharapkan berperan aktif dalam proses penyusunan PJM kota yang akan disiapkan oleh pemkot kelak. (Berita pembentukan Forum BKM Kota Mataram, Mei 2006, dikutip dari www.p2kp.org) Dari berita tersebut, BKM-BKM se Kota Mataram ingin menjadikan Forum BKM sebagai wadah komunikasi, koordinasi, mediasi, channeling program penanggulangan

kemiskinan dengan pemerintah dan swasta serta menjadi mitra pemerintah kota dalam pembangunan. Untuk itu disusunlah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga forum, serta dibentuklah kepengurusan forum. Dengan tujuan seperti itu, bentuk kerjasama apa yang sesuai? Jaringan, koordinasi, kooperasi, kolaborasi atau kolaborasi multisektor? Sebelum memutuskan, pertimbangkan juga kutipan berikut ini. Forum BKM Kota Mataram menggelar rapat kerja tahunan, Sabtu, 10/2/2007, dihadiri seluruh pimpinan kolektif BKM se-Kota Mataram sebagai anggota forum BKM dan Korkot 1. Pertemuan membicarakan penyusunan langkah-langkah kegiatan yang akan dituangkan dalam time schedule program Forum BKM untuk tahun 2007, serta mengevaluasi tugas dan fungsi yang dijalankan sebelumnya. Rapat kerja ini menghasilkan rencana tindak lanjut sebagai berikut: Audiensi dgn Walikota Mataram untuk membicarakan rencana pelaksanaan Program PNPM P2KP 2007. Rencana channeling dengan Pemkot Mataram dan Pemprov Sulawesi Selatan serta dunia usaha, Rencana lanjutan program BKM yang kini pada umumnya memasuki fase pemilihan anggota BKM baru. Review PJM Pronangkis, Evaluasi kegiatan 26 BKM Mataram, Rencana pengadaan sekretariat tetap Forum BKM. (Dikutip dari www.p2kp.org) Sudahkah anda menentukan pilihan bentuk kerjasama yang paling tepat untuk Forum BKM Kota Mataram? Pertanyaan selanjutnya, yang mungkin hanya dapat dijawab oleh para konsultan pendamping dan anggota Forum BKM Kota Mataram karena keterbatasan informasi, adalah seberapa besar tingkat kepercayaan dan komitmen dari masingmasing BKM untuk mendukung Forum BKM? Apakah BKM-BKM telah memberikan sumber daya masing-masing baik berupa waktu, sumber daya keuangan, dukungan, sumber daya manusia, keahlian, ruangan, dsb., untuk mendukung Forum BKM? Pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab agar tujuan bekerjasama didukung oleh tingkat kepercayaan dan komitmen yang didukung dengan kesediaan berbagi sumber daya. Harus dihindari, misalnya, tujuan Forum BKM merubah kebijakan pemerintah daerah sehingga pilihan bentuk kerjasama yang cocok adalah kolaborasi, tetapi BKMBKM tidak memiliki komitmen yang kuat dan tidak mampu membagi sumber daya. Dengan keterbatasan tersebut, apa yang dapat dilakukan Forum BKM? (Diadaptasi dari Promoting Coordination, Cooperative Agreements, and Collaborative Agreements Among Agencies, Contibuted by Marya Axner, Edited by Bill Berkowitz, Adapted from the work of Arthur Himmelman. Tulisan lengkap dapat diakses melalui http://ctb.ku.edu)

Anda mungkin juga menyukai