Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL SKRIPSI

STUDI KOMPARASI MICROBIAL FUEL CELL DENGAN IMOBILISASI Lactobacillus bulgaricus MENGGUNAKAN METODE ENKAPSULASI DAN ADSORPSI UNTUK MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK YANG TINGGI
Untuk memenuhi tugas Metodelogi Penelitian

Disusun oleh : Ridhani Rida Ramadhan Ayu Indah Wibowo (115061100111009) (115061101111011)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................ 1 Daftar Isi .................................................................................................................. 2 Ringkasan ................................................................................................................ 3 Bab I Pendahuluan ................................................................................................. 4 1.1 1.2 1.3 1.4 Latar Belakang .................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................. Rumusan Masalah ............................................................................. Batasan Masalah ............................................................................... 4 5 5 5

Bab II Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 6 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 Microbial Fuel Cell .......................................................................... Lactobacillus bulgaricus .................................................................. Molase ............................................................................................... Glukosa ............................................................................................ Fermentasi ........................................................................................ 6 7 8 8 9

Bab III Metode Penelitian ..................................................................................... 11 3.1 Persiapan Alat Elektrolisis ............................................................... 11 3.1.1 Preparasi Proton Exchange Membrane (PEM) ........................ 11 3.1.2 Preparasi elektroda ................................................................... 11 3.2 Preparasi Mikroorganisme ............................................................... 11 3.2.1 Pembuatan Medium .............................................................. 11 3.2.2 Pembuatan inokulum Lactobacillus Bulgaricus .................. 11 Preparasi Substrat ............................................................................. 12 Preparasi Reaktor MFC .................................................................... 12

3.3 3.4

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 13

RINGKASAN

Salah satu alternatif sumber energi adalah fuel cell, khususnya energi listrik. Dalam fuel cell terjadi konversi energi kimia menjadi energi listrik yang memanfaatkan hidrogen dan oksigen. Karena bahan baku yang digunakan cukup mahal maka fuel cell belum banyak diterapkan di Indonesia. Dan sekarang ini fuel cell dikembangkan dengan menggunakan bahan baku yang mudah didapat. Contohnya pemanfaatan mikroba untuk menghasilkan energi. Dalam penelitian ini menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus yang diimobilisasi dengan memanfaatkan molase dan glukosa sebagai substratnya dengan rasio glukosa : molase, yaitu 1:1; 1:2; dan 2:1 yang berada di kutub anoda dalam reaktor MFC dengan volume 800 mL. Selain itu, digunakan variasi waktu operasi 10, 20, 40, 80 jam. Dengan variasi tersebut diharapkan didapatkan energi listrik dengan efisiensi yang lebih besar.

Kata kunci: Microbial fuel cell, imobilisasi Lactobacillus bulgaricus, continous reactor dual chamber.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan pokok manusia. Setiap aktivitas manusia tidak bisa lepas dari energi. Energi yang digunakan manusia saat ini lebih banyak berasal dari sumber energi minyak bumi dan batu bara. Akan tetapi, sumber energi tersebut tidak dapat diperbaharui sehingga persediaan sumber energi tersebut di alam semakin menipis. Menurut data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT (2012), persediaan sumber energi fosil di Indonesia diperkirakan hanya akan bertahan dalam beberapa puluh tahun saja. Persediaan gas di Indonesia hanya bisa bertahan sekitar 30 tahun, bahan bakar batu bara sekitar 50 tahun, dan yang paling mengkhawatirkan adalah persediaan bahan bakar minyak yang hanya mampu bertahan sekitar 11 tahun saja (www.greenersmagz.com). Selain itu, menurut Karyada Warnika, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (2012), Indonesia sudah tidak dapat mengandalkan energi fosil menyusul cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan akan habis pada 2018. Saat ini konsumsi energi di Indonesia sekitar 3,8 juta ton minyak per hari dan terus meningkat sekitar 7% setiap tahunnya (www.iesr.or.id). Salah satu alternatif sumber energi adalah fuel cell, khususnya energi listrik. Di Indonesia fuel cell masih belum banyak berkembang karena bahan baku hidrogennya mahal. Menurut peneliti Puslit Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI (2012), untuk harga satu kg hidrogen sama dengan empat liter bensin. Harga yang mahal dikarenakan biaya produksinya dan biaya penyimpanannya masih tinggi (www.ebtke.esdm.go.id). Dengan kendala tersebut muncul inovasi bahan baku fuel cell tanpa penggunaan hidrogen murni, yaitu dengan memanfaatkan mikroba dan fuel cell jenis ini disebut Microbial Fuel Cell (MFC). Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan salah satu teknologi alternatif yang prospektif untuk dikembangkan karena MFC memiliki keunggulan
4

operasional dan fungsional atas teknologi yang digunakan saat ini dalam menghasilkan energi dari bahan organik. Keunggulan yang pertama yaitu, konversi langsung dari energi substrat ke listrik yang memungkinkan efisiensi konversi tinggi. Kedua, MFC beroperasi secara efisien pada ruang dan suhu membedakannya dari semua proses bio-energi saat ini. Ketiga, MFC tidak memerlukan pengolahan gas karena gas yang dihasilkan MFC diperkaya atas karbon dioksida dan biasanya tidak memiliki kandungan energi yang bermanfaat. Keempat, MFC tidak perlu energi masukan untuk aerasi apabila katoda diaerasi secara pasif. Kelima, MFC memiliki potensi untuk aplikasi luas di lokasi yang kurang infrastruktur listrik dan juga untuk memperluas keragaman bahan bakar yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi (Korneel dan Willy, 2005). Oleh karena itu, MFC memiliki potensi sebagai sumber energi alternatif yang perlu dikembangkan lebih lanjut. MFC menggunakan bakteri untuk menghasilkan energi listrik dari penguraian senyawa organik. Berbagai jenis mikroorganisme telah banyak dikembangkan dalam menghasilkan energi menggunakan MFC, di antaranya Pseudomonas aeruginosa, Clostridium butyricum, Enterococcus faecium, Rhodoferax ferrireducens, Geobacter metallireducens, Aeromonas

hydrophila, dan lain sebagainya (Korneel dan Willy, 2005). Untuk efisiensi dan kontinuitas penggunaan bakteri dalam MFC dapat dilakukan dengan cara imobilisasi bakteri. Dengan imobilisasi tersebut, bakteri dapat dimanfaatkan secara berulang. Bakteri Geobacter sulfurreducens telah digunakan dalam menghasilkan energi listrik pada MFC dengan diimobilisasikan pada anoda grafit dan dapat mengonversi asetat menjadi karbon dioksida dengan efisiensi transfer elektron 95% (Bond dan Lovley, 2003). Dalam penelitian terdahulu telah mengembangkan MFC misalkan pada penelitian Arbianti dkk. (2013), MFC yang menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan glukosa sebagai bahan bakunya menghasilkan energi listrik maksimum berupa power density sebesar 201,9 mW/m2 pada reaktor MFC seri dengan OD 0,5 dan kalium permanganat sebagai larutan elektrolit. Rahimnejad (2009) mengggunakan MFC dual chamber dengan
5

kultur

mikroba

Pseudomonas

putida,

Saccharomyces

cerevisiae,

Lactobacillus bulgaricus, Escherichia coli dan Aspergillus niger dengan konsentrasi glukosa awal 30gL-1 dan diinkubasi selama 48 jam menghasilkan potensial energi listrik sebesar 0,39v. Dalam penelitian-penelitian di atas tidak memperhatikan pengaruh agitasi. Dengan penambahan perlakuan agitasi maka kontak antara mikroba dengan substrat akan terjadi lebih sering sehingga diharapkan energi listrik yang dihasilkan akan lebih besar. Dalam penelitian ini, peneliti memilih bakteri Lactobacillus

bulgaricus karena ketersediaannya yang melimpah dan harganya yang murah serta memiliki efisiensi tinggi dalam beradaptasi dengan kondisi

lingkungannya. Selain itu, peneliti juga memberikan variasi penggunaan molase (limbah pabrik gula) sebagai substrat untuk membandingkan dengan glukosa. Diharapkan pada penelitian ini bakteri tersebut dapat menghasilkan listrik yang lebih besar dengan bantuan pengadukan.

1.2

Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui pengaruh imobilisasi Lactobacillus bulgaricus dibandingkan dengan bakteri yang tidak diimobilisasi dalam menghasilkan energi listrik. b. Mengetahui efektivitas rasio molase dan glukosa sebagai substrat dalam microbial fuel cell. c. Mengetahui waktu optimum operasi microbial fuel cell dalam

menghasilkan energi listrik.

1.3

Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana pengaruh imobilisasi Lactobacillus bulgaricus dibandingkan dengan bakteri yang tidak diimobilisasi dalam menghasilkan energi listrik.

b. Bagaimana efektivitas rasio molase dan glukosa sebagai substrat dalam microbial fuel cell. c. Berapa waktu optimum operasi microbial fuel cell dalam menghasilkan energi listrik.

1.4

Batasan Masalah Batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kultur mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactobacillus bulgaricus yang diberi variasi pengadukan dengan kecepatan yang berbeda. b. Substrat yang digunakan sebagai sumber energi mikroba adalah molase (limbah pabrik gula) dan glukosa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Microbial Fuel Cell Sebuah sel bahan bakar mikroba (MFC) adalah proses pengolahan anaerobik yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan bantuan reaksi katalitik mikroorganisme. MFC bisa menghasilkan listrik langsung dari berbagai bahan kimia mudah terdegradasi, seperti asetat, glukosa, sedimen laut, air limbah makanan, air limbah babi dan limbah domestik (Haiping et al., 2007). MFC merupakan system bioelektrokimia yang dapat membangkitkan listrik dari oksidasi substrat organic dan anorganik dengan bantuan katalis mikroorganisme. MFC memiliki komponen yang sama seperti fuel cell biasa, yaitu tersusun atas anoda, katoda, dan elektrolit. Pada MFC, komponen anoda yang digunakan adalah kultur mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme dalam MFC ini bertujuan untuk menggantikan fungsi enzim sehingga dihasilkan substrat yang lebih murah (Arbianti dkk., 2013). Kinerja MFC dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang berpengaruh antara lain kecepatan degradasi substrat, kecepatan transfer elektron dari bakteri ke anoda, transfer proton dalam larutan, aktivitas mikroba, dan substrat yang digunakan. Faktor lainnya yang mempengaruhi kinerja MFC adalah komponen penyusun MFC, seperti elektroda (anoda dan katoda) dan membran penukar proton, serta kelengkapan membran (Arbianti dkk., 2013). MFC mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan teknologi yang menghasilkan energi dari sumber biomasa lainnya. Kelebihannya diantaranya memiliki tingkat efisiensi yang tinggi, kondisi operasi yang lunak, tidak dibutuhkannya energi input, dan dapat diaplikasikan pada berbagai tempat yang memiliki infrastruktur listrik yang kurang (Riyanto, 2011). Prinsip kerja MFC adalah memanfaatkan mikroba yang melakukan metabolisme terhadap medium di anoda untuk megkatalisis pengubahan bahan organik menjadi energi listrik dengan mentransfer elektron dari anoda
8

melalui kabel dan menghasilkan arus ke katoda. Transfer elektron dari anoda diterima oleh ion kompleks di katoda yang memiliki electron bebas. Dalam MFC, yang digunakan sebagai donor elektron adalah zat hasil metabolisme mikroba atau elektron yang dilepaskan mikroba saat melakukan

metabolismenya. Zat hasil metabolisme mikroba umumnya merupakan senyawa yang mengandung hidrogen, seperti etanol, methanol, atau gas metana. Senyawa ini dapat digunakan sebagai sumber hidrogen melalui serangkaian proses untuk memproduksi elektron dan menghasilkan arus listrik (Arbianti dkk., 2013).

2.2

Lactobacillus bulgaricus Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang dan tidak membentuk spora. Gram positif dapat berubah menjadi gram negatif dengan bertambahnya umur dan derajat keasaman. Pembentukan rantai umum dijumpai terutama pada fase pertumbuhan logaritma lanjut. Biasayan bakteri ini hidup pada kisaran suhu optimum 30 40 C dengan pH optimal 5,5 6,2 (Arbianti dkk., 2013). Bakteri Lactobacillus bulgaricus tumbuh dengan baik dalam medium yang mengandung glukosa dan protein. Medium yang digunakan adalah Glucose Yeast Protein (GYP). GYP mengandung glukosa, yeast extract, beef extract, Tween 80, natrium asetat, dan larutan garam (seperti MgSO4.7H2O, MnSO4.4H2O, FeSO4.7H2O, dan NaCl). Tween 80 merupakan senyawa yang berguna menstimulasi pertumbuhan anaerob pada bakteri (Arbianti dkk., 2013).

2.3

Molase Molase merupakan hasil samping proses kristalisasi gula tebu dan gula bit. Jumlah dan komposisi molase tergantung pada kondisi bahan baku (tebu) dan proses pembuatan gula. Adapun komposisi kimia molase dapat dilihat pada table berikut (Suastuti, 1998) : Komponen
9

Kisaran (%)

Rata-rata (%)

Air Sukrosa Glukosa Fruktosa Gula pereduksi Karbohidrat lain Abu Komponen nitrogen Asam bukan nitrogen Lilin, steroid dan fosfolipid

17 25 30 40 49 5 12 15 25 7 15 26 26 0,1 1

20 35 7 9 3 4 12 4,5 5 0,4

Molase merupakan sumber energi yang mengandung gula sekitar 50% dalam bentuk sukrosa (20% - 30%) dan gula pereduksi (10% - 30%). Gula pereduksi merupakan senyawa yang mudah dicerna dan dapat langsung diserap oleh darah untuk metabolisme guna memperoleh energi (Suastuti, 1998).

2.4

Glukosa Glukosa ini kemudian akan berperan sebagai salah satu molekul utama bagi pembentukan energi. Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri dari dua tahap, yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa, (2) senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama, membentuk senyawa-senyawa lain sebagai hasil fermentasi (Fardiaz, 1989).

10

2.5

Fermentasi Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol. Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan alkohol serta beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang menggunakan substrat protein dan lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan (membutuhkan starter). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang biasa dilakukan menggunakan media penyeleksi, seperti garam, asam organik, asam mineral, nasi atau pati. Media penyeleksi tersebut akan menyeleksi bakteri patogen dan menjadi media yang baik bagi tumbuh kembang bakteri selektif yang membantu jalannya fermentasi. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme bersama media penyeleksi sehingga proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat (Rahayu et al., 1992). Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikrobamikroba pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO2 dan energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraiannya adalah air, CO2, energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti asam laktat, asam asetat, etanol serta bahanbahan organik yang mudah menguap. Perkembangan mikroba-mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
11

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Persiapan alat elektrolisis 3.1.1 Preparasi Proton Exchange Membrane (PEM) PEM yang berupa membran nafion direbus dengan aquades selama 1 jam lalu didihkan dengan H2O2 3% selama 1 jam dan dicuci dengan aquades. PEM selanjutnya didihkan kembali dalam H2SO4 1 M selama 1 jam lalu dicuci dengan aquades sebanyak 3 kali. Kemudian PEM dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah itu direndam dalam aquades hingga saat akan digunakan. 3.1.2 Preparasi elektroda Elektroda yang digunakan berupa grafit. Grafit direndam dalam HCl 1 M selama 1 hari kemudian dibilas dengan aquades. Setelah itu direndam lagi dengan NaOH 1 M selama 1 hari kemudian dibilas lagi dengan aquades. Elektroda tersebut direndam dalam aquades hingga saat akan digunakan.

3.2 Preparasi Mikroorganisme 3.2.1 Pembuatan Medium Medium yang digunakan adalah Glucosa Yeast Peptone (GYP). Cara pembuatannya adalah glukosa 1%, yeast extract 1%, natrium asetat 0,14%, beef extract 0,2%, Tween 80 1%, dan larutan garam 0,5% dilarutkan dalam 1 L aquades. Kemudian pH nya diatur hingga 6,5. Kemudian medium dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersumbat kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. 3.2.2 Pembuatan inokulum Lactobacillus Bulgaricus Setelah disterilisasi, medium didinginkan sampai suhu ruang. Kemudian diambil 1 jarum ose isolat bakteri Lactobacillus bulgaricus dan dimasukkan ke dalam medium. Medium yang terlah diinokulasi kemudian diinkubasi pada suhu 37 C di dalam inkubator selama 8 jam.
12

3.3 Persiapan Substrat Substrat yang digunakan ada dua jenis yaitu, larutan glukosa sebagai sampel 1 dan yang kedua menggunakan limbah pabrik gula (molase) yang sudah direbus terlebih dahulu sebagai sampel 2.

3.4 Persiapan Reaktor MFC Membran PEM diletakkan di antara kompartemen katoda dan anoda, kemudian kedua kompartemen ini dihubungkan. Pada kompartemen anoda dimasukkan inokulum bakteri lactobacilus Bulgaricus, glukosa sebagai substrat, aquades dan buffer fosfat. Sedangkan di kopartemen katoda terdapat larutan elektrolit dan buffer fosfat. Pada kedua kompartemen, dipasang elektroda grafit yang dihubungkan ke instrumen pengukur. Pada percobaan MFC ini dilakukan variasi parameter kecepatan pengadukan dengan variasi yang berbeda-beda. Kinerja MFC ini dilihat dari kuat arus dan tegangan yang dihasilkan melalui pengukuran menggunakan digital multimeter dan analog mikroampere. Nilai arus listrik dan tegangan yang tertera pada layar digital multimeter diamati hingga stabil kemudian dicatat. Pada reaktor MFC yang bervolume 100 ml, kompartemen anoda diisi dengan larutan yang terdiri dari 20 mL inokulum bakteri, 10 ml glukosa, 50 ml buffer fosfat 0,1 M pH 7 dan 20 ml aquades juga ditambahkan batang magnet untuk parameter pengadukannya. Dan diharapkan pada kecepatan pengadukan berapa rpm yang optimum yang menghasilkan energi listrik yang besar. Pada kompartemen katoda diisi dengan 50 mL larutan Kalium Ferrisianida 0,1 M dan 50 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7. Kemudian diukur arus listrik dan tegangan dengan menggunakan digital multimeter dengan waktu 3 jam. Kemudian diulangi untuk sampel yang berupa molase dengan volume yang sama. Untuk variasi kecepatan pengadukan menggunakan variasi kecepatan 25 rpm, 50 rpm, dan 75 rpm pada masing-masing sampel dengan waktu yang sama. Dan diharapkan didapatkan kecepatan pengadukan optimum untuk menghasilkan listrik dengan efisiensi yang tinggi.
13

DAFTAR PUSTAKA

Arbianti, Rita, Tania Surya Utami, Heri Hermansyah, Deni Novitasari, Ester Kristin, dan Ira Trisnawati. 2013. Optimasi Kinerja Microbial Fuel Cell (MFC) Menggunakan Bakteri Lactobacillus bulgaricus. Jakarta: Universitas Indonesia. Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB. Greeners. 2012. Habis Energi Konvensional, Terbitlah Energi Terpebarukan. www.greenersmagz.com diakses tanggal 1 Desember 2013 pukul 05:47 WIB. Haiping, Luo, Liu Guangli, dan Zhang Renduo. 2007. Characteristics of Generating Electricity with Microbial Fuel Cell by Different Organics As Fuel. Guangzhou: Sun Yat-sen University. IESR. 2012. Pembangkit Fuel Cell Pertama di Indonesia Beroperasi Akhir 2012. www.iesr.or.id diakses tanggal 2 Desember 2013 pukul 08:42 WIB. Korneel, Rabaey dan Willy Verstraete. 2005. Micobial Fuel Cells: Novel Biotechnology for Energy Generation. Belgia: Elsevier. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Harga Hidrogen Bisa Lebih Murah dari Premium. www.ebtke.esdm.go.id diakses tanggal 2 Desember 2013 pukul 08:46 WIB. Muchtadi TR, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Alfabeta. Rahayu, W, P,. S. Maamoen,. Suliantari, dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. , Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Rahimnejad, M., N. Mokhtarian, G. D. Najafpour, W. Ramli Wan Daud, dan A. A. Ghoreyshi. 2009. Low Voltage Power Generation in a Biofuel cell Using Anaerobic Cultures. Malaysia: IDOSI Publications.

14

Riyanto, Bambang, Nisa Rachmania dan Fitriani Idham. 2011. Energi Listrik dari Sedimen Laut Teluk Jakarta Melalui Teknologi Microbial Fuel Cell. Bogor: IPB. Suastuti, Ni Gusti Ayu Made Dewi Dwi Adhi. 1998. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Pertanian (Molase dan Limbah Cair Tahu) sebagai Sumber Karbon dan Nitrogen untuk Produksi Biosurfaktan oleh Bacillus sp. Galur Komersial dan Lokal. Bogor: IPB.

15

Anda mungkin juga menyukai