Anda di halaman 1dari 29

PNEUMONIA

Referat oleh
Fahmi Aulia, S.Ked Nabila Putri Astrini, S.Ked

Preceptor :

dr. Nina Marlina, Sp.P


SMF PARU RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG JANUARI 2014

PNEUMONIA
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

DEFINISI

Penyebab Pneumonia
Bakteri merupakan penyebab umum, diantaranya: Streptococcus pneumoniae : Pneumonia Pneumokokus

Legionella pneumophila : Pneumonia Legionela

Penyebab Pneumonia
Haemophilus influenza Haemophilus influenzae : Pneumonia

Penyebab Pneumonia
Staphylococcus aureus : Pneumonia Stafilokokus Streptococcus pyogenes (Streptococcus group A) : Pneumonia Streptokokus grup A

Streptococcus pyogenes

Patogenesis
Mekanisme pertahanan paru mengakibatkan pertumbuhan mikroorganisme di paru dan menimbulkan penyakit Beberapa cara MO mencapai permukaan epitel saluran pernapasan yaitu 1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Patogenesis
stadium hepatisasi merah Bakteri penyebab bila terinhalasi atau teraspirasi ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli

stadium hepatisasi kelabu kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat, dilanjutkan stadium resolusi dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris. Pada kasus yang parah, kantung udara pada paru (alveoli) akan dipenuhi dengan nanah dan cairan. Dalam kondisi ini oksigen akan sulit masuk ke aliran darah dan membuat tubuh tidak bisa bekerja dengan baik.

Klasifikasi
Klasifikasi Etiologi Klasifikasi Klinis dan Epidemiologis Klasifikasi Letak Anatomis

Klasifikasi Etiologi
Pneumonia bakterial tipikal Pneumonia atipikal Pneumonia virus Pneumonia jamur

Klasifikasi klinis dan epidemiologis


Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial) Pneumonia aspirasi/anaerob Pneumonia oportunistik Pneumonia rekuren

Klasifikasi berdasarkan Anatomi


Pneumonia Lobaris Pneumonia Nekrotisasi Pneumonia Lobular / Bronkopneumonia. Pneumonia Interstisial

Epidemiologi
Di Amerika penyebab kematian keempat pada usia lanjut (angka kematian 169,7 per 100.000 penduduk). Usia lanjut risiko tinggi pneumonia. Pada orang-orang yang tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25 - 44 per 1000 orang dan yang tinggal di tempat perawatan 68 - 114 per 1000 orang. 38 orang pneumonia usia lanjut, 43% disebabkan Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan virus influenza B; tidak ditemukan bakteri gram negatif.

Data WHO/UNICEF tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Pneumonia, penyakit akibat bakteri pneumokokus menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Menjadi penyebab 1 dari 5 kematian pada anak balita. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering menyerang bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).

Penularan
Inhalasi Aliran darah Migrasi
mikroorganisme dari udara yang tercemar seperti kontak langsung dengan penderita melalui percikan ludah sewaktu bicara, bersin dan batuk

infeksi di organ tubuh yang lain

perpindahan organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru

Yang beresiko tinggi terkena pneumonia bakterial


Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah, seperti penderita HIV/AIDS dan para penderita penyakit kronik seperti sakit jantung, diabetes mellitus. Perokok dan peminum alkohol. Pasien yang berada di ruang perawatan intensive (ICU/ICCU). Menghirup udara tercemar polusi zat kemikal. Pasien yang lama berbaring setelah pasca operasi.

Manifestasi Klinis
manifestasi nonspesifik infeksi ini dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, akspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis Tanda pneumonia berupa retraksi, perkusi pekak, fremitus mengeras, suara napas melemah, dan ronki. Tanda efusi pleura atau empiema

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik
Tergantung luas lesi paru Palpasi: fremitus dapat mengeras Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan bronki basah halus sampai bronki basah kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Bakteriologis Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis: foto toraks lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.

Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10.000/ul kadang dapat mencapai 30.000/ul.
Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah, dan serologi. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis respiratorik.

INDIKASI RAWAT INAP PNEUMONIA KOMUNITAS

Indikasi rawat inap di rumah sakit adalah bila Skor PSI > 70, dan pneumonia pada penderita NAPZA, akan tetapi bila skor PORT < 70, penderita tetap di rawat inap bila:
Frekuensi nafas > 30x/mnt Pa)2/ FiO2 kurang dari 250 Foto thoraks menunjukkan kelainan bilateral atau lebih dari 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg

KRITERIA DIAGNOSIS PNEUMONIA NOSOKOMIAL


Pada penderita pneumonia nosokomial, criteria diagnostic yang digunakan menurut CDC adalah sebagai berikut : Ronki atau dullness pada perkusi torak. Ditambah salat satu :
Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirasi transtrakeal, biopsi atau sapuan bronkus.

Gambaran radiologis berupa infitrat baru yg progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi pleura, dan salah satu dari :
Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi Titer antibodi tunggal yg diagnostik (IgM) atau peningkatan 4x titer IgG dari kuman. Bukti histopatologis kuman

Pasien sama atau <12 thn dgn 2 dari gejala-gejala : apneu,takipneu,bradikardia,wheezing,ronki,atau batuk disertai salah satu dari :
Peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu dari kriteria no.2 di atas.

Pasien sama atau < 12 thn yg menunjukkan infiltrat baru atau progresif, kavitasi, konsolidasi atau efusi pleura pada foto torak ditambah salah satu dari kriteria no.3 di atas.

Pengobatan langsung patogen penyebab

Pengobatan
Streptococcus pneumonia :
penicillin, ampicillin-clavulanate (Augmentin) dan erythromycin

Hemophilus influenza :

antibiotik, seperti cefuroxime (Ceftin), ampicillin-clavulanate (Augmentin), ofloxacin (Floxin), dan trimethoprim-sulfanethoxazole (Bactrim and Septra)

Legionella pneumophilia dan Staphylococcus aureus

eritromisin

Terapi Suportif Umum


1. 2. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkanekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.

3.

4.

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik. 6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal. 7. Ventilasi mekanis 8. Drainase empiema bila ada. 9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.

KOMPLIKASI
Efusi pleura dan empiema Komplikasi sistemik Hipoksemia akibat gangguan difusi. Bronkiektasis

Pencegahan
Mempratekkan hidup sehat Mendapatkan vaksin pneumonokokus. Vaksin ini 90% melawan bakteri dan melindungi dari infeksi selama lima sampai sepuluh tahun Makan dengan asupan yang tepat Olahraga secara teratur Cukup tidur Tidak merokok

Anda mungkin juga menyukai