Anda di halaman 1dari 46

TUGAS

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Oleh : Putu Didik Sulistiana 1019151006

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2013

BAB I PENDAHULUAN

Berdasarkan data statistik, kasus kecelakaan yang terjadi di tempat kerja dalam pekerjaan konstruksi sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena masih banyak pengurus maupun tenaga kerja belum mengenal dan memahami peraturan K3 yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.

Dengan demikian perlu adanya upaya pengendalian, pembinaan, penyuluhan dan pelatihan tentang K3 dalam bidang konstruksi sehingga dapat dicapai kondisi dan lingkungan kerja yang aman.

Melalui topic-topik yang dibahas dalam modul ini diharapkan dapat membantu para calon ahli K3 dalam pemahaman peraturan K3 di bidang konstruksi.

A. Latar Belakang Pekerjaan kontruksi bangunan merupakan pekerjaan yang mengandung potensi bahaya, sehingga dalam memberi perlindungan keselamatan kerja kepad pekerja diperlukan syarat-syarat keslamatan dan kesehatan kerja yang sangat tinggi. Tahapan dalam konstruksi bangunan berhubungan dengan seluruh tahapan yang dilakukan di tempat kerja. Diantara tahapan yang ada yakitu pekerjaan penggalian, pekerjaan pondasi, pekerjaan beton, pekerjaan baja, dan

pembongkaran. Penggalian. Penyebab kecelakaan yang timbul dari pekerjaan penggalian antara lain, pekerjan yang disa tertimbun dan terkubur di dalamnya akibat runtuhnya dinding galian, pekerja tertimpa dan luka akibat terjatuhnya material di dalam galian, kondisi tidak aman baik di dalam maupun diluar galian akibat licinnya galian. Pondasi. Pekerjaan pondasi merupakan suatu kegiatan pemasangan struktur bawah bangunan yang dapat digunakan untuk menahan beban bangunan.

Pekerjaan Beton. Pada saat proses pengecoran berlangsung pada umumnya pekerja selalu pada posisi tetinggian tertentu yang dapat berakibat pekerja terjatuh, material pencampur yang tidak boleh bersinggungan dengan kulit bahkan terhirup oleh pernapasan pekerja. Pekerjaan Baja. Bahaya yang timbul dari pekerjan pemasangan baja pekerja dapat jatuh dari ketinggian tertentu dari permukaan tanah, terperosok, tertimpa material bangunan. Pembongkaran. Bahaya yang di timbulkan dari pembongkaran bangunan adalah pekerja dapat tertimpa atau runtuhnya bangunan, terperosok dari ketinggian tertentu dari permukaan tanah.

B. Dasar Hukum 1. Undang-undang Dasar 1945 2. Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 1/Men/1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan 4. Surat keputusan besama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No Kep174/Men/1986 dan No 104/Kpts/1986 tentang K3 Tempat Kegiatan Kontruksi Bangunan

BAB II KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah keselamatan dan kesehatan kerja, dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan ilmiah (scientific approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science). Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ) 2.1 Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata safety dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan (Syaaf, 2007). Menurut Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang (1991:22 dan 139) menyatakan keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak
5

selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan sedangkan kesehatan kerja yaitu terhindarnya dari penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya. Sedangkan pendapat Leon C Meggison yang dikutip oleh Prabu Mangkunegara (2000:161) bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah yaitu resiko keseamatan dan resiko kesehatan. Dalam kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan, yaitu Keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering dihubungan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan sehingga manusia dapat merasakan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian terutama untuk para pekerja konstruksi. Agar kondisi ini tercapai di tempat kerja maka diperlukan adanya keselamatan kerja. Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Purnama, 2010).

Keselamatan kerja adalah faktor yang sangat penting agar suatu proyek dapat berjalan dengan lancar. Dengan situasi yang aman dan selamat, para pekerja akan bekerja secara maksimal dan semangat.Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang
6

bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan di tempat kerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja (Simanjuntak, 1994). Menurut Sumamur pada tahun 1993 keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Kemudian pada tahun 2001 Sumamur memperbaharui pengertian dari keselamatan kerja yaitu rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Pengertian di atas hampir sama dengan pengertian yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2002), bahwa secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi. Slamet (2012) juga mendefinisikan tentang keselamatan kerja. Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja, karena tidak yang menginginkan terjadinya kecelakaan di dunia ini. Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan. Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut: a) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja b) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja. c) Teliti dalam bekerja

d)Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja seperti pernyataan Jackson (1999) bahwa keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. 2.2 Kesehatan Kerja Selain faktor keselamatan , hal penting yang juga harus diperhatikan oleh manusia pada umumnya dan para pekerja konstruksi khususnya adalah faktor kesehatan. Kesehatan berasal dari bahasa Inggris health, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari faktorfaktor yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat (Mily, 2009).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa pengertian kesehatan adalah sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.

Menurut Undang- Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa kesehatan adalah keadaan
8

sejahtera dari badan, jiwa, sosial dan mental yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain :

1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan. 2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.

a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran. b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya. c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam

mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.

3.

Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat
9

menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.

Selain pendapat diatas, ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang kesehatan yaitu Parkins (1938) mendefinisikan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Hal yang sama diutarakan oleh sedangkan Pepkins (1978) menguraikan bahwa sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar. Sedangkan menurut White (1977) menjelaskan bahwa sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan apapun atau tidak ada tanda tanda suatu penyakit dan kelainan. Kondisi kesehatan pekerja haruslah menjadi perhatain karena pekerja adalah penggerak atau aset perusahaan konstruksi. Jadi kondisi fisik harus maksimal dan sehat agar tidak mengganggu proses kerja seperti pernyataan ILO/WHO (1995) bahwa kesehatan kerja adalah suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh
10

kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada jabatannya. Sumamur (1976) memberikan definisi kesehatan kerja sebagai : Spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar

pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi- tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan (Slamet, 2012). Mia (2011) menyatakan bahwa kesehatan kerja disamping mempelajari faktorfaktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat kerja (occupational disease) maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya (work-related disease) juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan (health promotion) pada manusia pekerja tersebut. 2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

11

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan. OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Dari definisi keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan OHSAS dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu program yang menjamin keselamatan dan kesehatan pegawai di tempat kerja. Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri . Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Sumamur, 2006). Menurut Ridley (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Sama halnya dengan Jackson (1999),
12

menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisikondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang (Prasetyo, 2009). Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Maka menurut Mangkunegara (2002) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin. c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

13

Sedangkan menurut Sumamur (2006) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja yaitu : 1. Agar setiap pekerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis. 2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan perlindungan kesehatan gizi pekerja. 5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja. 6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7. Agar setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. Tujuan dari penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Satria (2008 ) adalah sebagai berikut: 1. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja 2. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien 3. Menjamin proses produksi berjalan lancar. Sedangkan menurut Rachman (1990) tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuannya dapat dirinci sebagai berikut : 1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat. 2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan. 2.4 Kecelakaan Kerja

14

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja merupakan peristiwa yang tidak direncanakan yang disebabkan oleh suatu tindakan yang tidak berhati-hati atau suatu keadaan yang tidak aman atau kedua-duanya. (Sheddy Nagara, 2008:177-180) Menurut Silalahi (1995) kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan mengadakan pengawasan yang ketat. Foressman (1973) mendefinisikan bahwa kecelakaan kerja adalah terjadinya suatu kejadian akibat kontak antara ernegi yang berlebihan (agent) secara akut dengan tubuh yang menyebabkan kerusakan jaringan/organ atau fungsi faali. Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Frank E. Bird Jr.(1980) kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas atau struktur. Salah satu teori tentang penyebab kecelakaan kerja diuraikan oleh Thompkin (1982) yang disebut dengan teori Domino (domino sequence theory) memberikan gambaran di dalam teori domino Henirich yang intinya adalah :

1. Luka-luka disebabkan kecelakaan

2. Kecelakaan disebabkan

oleh unsafe condition dan unsafe action

15

5. Kebiasaan yang buruk menyebabkan cedera

3. Tindakan dan kondisi

berbahaya disebabkan oleh kesalahan manusia

4. Kesalahan manusia

disebabkan oleh lingkungan atau diperoleh dari kebiasaan

Gambar 2.1 Diagram Teori Domino (domino sequence theory)

2.5 Proyek Konstruksi Proyek adalah sebuah kata yang sering digunakan untuk sebuah pekerjaan didalam sebuah program kegiatan, akan tetapi kata ini mempunyai arti dimana sebuah pekerjaan besar yang berkemungkinan besar tidak akan terulang kembali pada jangka waktu tertentu dimasa yang akan dating. Setiap proyek harus memiliki start dan finish yang jelas, sekumpulan aktivitas yang berurutan diantara dua kejadian itu, berikut adanya suatu sasaran tertentu. Suatu proyek adalah suatu usaha sementara yang dilaksanakan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa yang unik. Setiap proyek memiliki tanggal mulai dan selesai yang tertentu. Unik diartikan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan adalah berbeda dari produk atau jasa sejenis lainnya. Tidak ada dua proyek yang 100% sama (Evha, 2010). Proyek adalah suatu kegiatan investasi yang menggunakan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memperoleh

keuntungan dalam suatu periode tertentu (Bappenas TA-SRRP, 2003). Menurut D.I Cleland dan W.R. King (1987), proyek adalah gabungan dari berbagai sumber daya, yang dihimpun dalam suatu wadah organisasi sementara untuk
16

mencapai suatu sasaran tertentu. Kegiatan atau tugas yang dilaksanakan pada proyek berupa pembangunan/perbaikan sarana fasilitas (gedung, jalan, jembatan, bendungan dan sebagainya) atau bisa juga berupa kegiatan penelitian, pengembangan. Dari pengertian di atas, maka proyek merupakan kegiatan yang bersifat sementara (waktu terbatas), tidak berulang, tidak bersifat rutin, mempunyai waktu awal dan waktu akhir, sumber daya terbatas/tertentu dan dimaksudkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Pengertian proyek dalam pembahasan ini bidatasi dalam arti proyek konstruksi, yaitu proyek yang berkaitan dengan bidang konstruksi (pembangunan) Proyek konstruksi menurut Soetrisno (1985) adalah setiap usaha yang direncanakan sebelumnya yang memerlukan sejumlah pembiayaan seta penggunaan masukan lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dalam waktu tertentu juga. Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang sifatnya hanya dilakukan satu kali. Pada umumnya proyek konstruksi memiliki jangka waktu yang pendek. Didalam rangkaian kegiatan proyek kontstruksi tersebut, biasanya terdapat suatu proses yang berfungsi untuk mengolah sumber daya proyek sehingga dapat menjadi suatu hasil kegiatan yang menghasilkan sebuah bangunan (Soeharto, 2001). Sedangkan menurut Gould (2002) mendefinisikan proyek konstruksi sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan sumber daya baik biaya, tenaga kerja, material, dan peralatan. Proyek konstruksi dilakukan secara detail dan tidak berulang

Dari pengertian dan batasan di atas, maka dapat dijabarkan beberapa karakteristik proyek sebagai berikut :

1. Waktu proyek terbatas, artinya jangka waktu, waktu mulai (awal proyek dan waktu finish (akhir proyek) sudah tertentu.

17

2. Hasilnya tidak berulang, artinya produk suatu proyek hanya sekali, bukan produk rutin/berulang (Pabrikasi). 3. Mempunyai tahapan kegiatan-kegiatan berbeda-beda, dengan pola di awal sedikit, berkembang makin banyak, menurun dan berhenti. 4. Intensitas kegiatan-kegiatan (tahapan, perencanaan, tahapan perancangan dan pelaksanaan). 5. Banyak ragam kegiatan dan memerlukan klasifikasi tenaga beragam pula. 6. Lahan/lokasi proyek tertentu, artinya luasan dan tempat proyek sudah ditetapkan, tidak dapat sembarang tempat. 7. Spesifikasi proyek tertentu, artinya persyaratan yang berkaitan dengan bahan, alat, tenaga dan metoda pelaksanaannya yang sudah ditetapkan dan harus memenuhi prosedur persyaratan tersebut.

Secara umum (garis besar) klasifikasi/jenis proyek konstruksi dapat dibagi menjadi : 1. Proyek konstruksi bangunan gedung (Building Construction) Proyek konstruksi bangunan gedung mencakup bangunan gedung perkantoran, sekolah, pertokoan, rumah sakit, rumah tinggal dan sebagainya. Dari segi biaya dan teknologi terdiri dari yang berskala rendah, menengah, dan tinggi. Biasanya perencanaan untuk proyek bangunan gedung lebih lengkap dan detail. Untuk proyek-proyek pemerintah (di Indonesia) proyek bangunan gedung ini dibawah pengawasan/pengelolaan DPU sub Dinas Cipta Karya. 2. Proyek bangunan perumahan/pemukiman (Residential Contruction/Real Estate) Di sini proyek pembangunan perumahan/pemukiman (real estate) dibedakan denganproyek bangunan gedung secara rinci yang didasarkan pada klase pembangunannya serempak dengan penyerahan prasarana-prasarana

penunjangnya, jadi memerlukan perencanaan infrastruktur dari perumahan tersebut (jaringan transfusi, jaringan air, dan fasilitas lainnya). Proyek
18

pembangunan pemukiman ini dari rumah yang sangat sederhana sampai rumah mewah, dan rumah susun. Di Indonesia pengawasan di bawah Sub Dinas Cipta Karya. 3. Proyek konstruksi teknik sipil/proyek Konstruksi rekayasa berat (Heavy Engineering Construction) umumnya proyek yang masuk jenis ini adalah proyek-proyek yang bersifat infrastruktur seperti proyek bendungan, proyek jalan raya, jembatan, terowongan, jalan kereta api, pelabuhan, dan lain-lain. Jenis proyek ini umumnya berskala besar dan membutuhkan teknologi tinggi. 4. Proyek konstruksi industri (Industrial Construction) Proyek konstruksi yang termasuk dalam jenis ini biasanya proyek industri yang membutuhkan spesifikasi dan persyaratan khusus seperti untuk kilang minyak, industri berat/industri dasar, pertambangan, nuklir dan sebagainya. Perencanaan dan pelaksanaannya membutuhkan ketelitian dan keahlian/ teknologi yang spesifik. 2.6 Peraturan tentang K3 Proyek Konstruksi Sejak awal tahun 1980-an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja.

19

Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,

pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai Pedoman K3 Konstruksi ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup omprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilahistilah yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.

Dalam

rangka

terjaminnya

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

pada

penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, terdapat pengaturan mengenai K3 yang bersifat umum dan yang bersifat khusus untuk penyelenggaraan konstruksi yakni:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


20

2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan.

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum masing-masing Nomor Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi.

Pada proyek konstruksi , kecelakaan kerja yang terjadi dapat menimbulkan kerugian terhadap pekerja dan kontraktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kecelakaan kerja tersebut dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, faktor peralatan, dan faktor lingkungan kerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia merupakan faktor paling dominan menjadi penyebab kecelakaan kerja. Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya kesadaran pekerja akan pentingnya keselamatan kerja. Selain itu, faktor peralatan seperti crane ataupun faktor lingkungan kerja juga dapat menyebabkan kecelakaan kerja jika tidak dikelola dengan benar (Ikmal, 2010).

Tingginya kecelakaan kerja yang banyak terjadi pada proyek konstruksi bisa menyebabkan dampak secara langsung terhadap perusahaan dan penyedia jasa. Maka sangatlah penting adanya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi. Dampak yang terjadi berupa kerugian yang akan dialami oleh perusahaan yang tidak menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja , meskipun sudah dikeluarkan suatu peraturan perundang undangan oleh pemerintah akibat kelalaian dalam pelaksanaan K3.

Menurut Rijanto (2010) bahwa dalam suatu aktivitas / kegiatan biasanya ditemukan kesulitan kesulitan untuk mengidentifikasikan bahaya atau kecelakaan kerja
21

yang mungkin timbul sehingga pada akhirnya juga sulit untuk memprioritaskan tindakan tindakan pencegahan dan peralatan yang digunakan. Maka Rijanto membuat sebuah penilaian (assessment) yaitu tingkat kemungkinan ( Probability ) dan tingkat keparahan (Hazard effect) yang diakibatkan oleh kecelakaan yang terjadi. Tabel 1. Tingkat Kemungkinan (Probability) HIGH Suatu kejadian yang terjadi berulang ulang (setiap hari, setiap shift) dan diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya lebih dari 1 dalam 10 kejadian MEDIUM Suatu kejadian yang sering terjadi tetapi dengan kekerapan yang lebih jarang (setiap bulan, kwartal) dan diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam 10 sampai dengan 1 sampai 1000 kejadian, kadang kadang terjadi LOW Suatu kejadian yang sangat jarang terjadi (setiap tahun atau bahkan kurang) tetapi tetap diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat

menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam lebih dari 1000 kejadian. Sumber : Rijanto, 2010

Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Tingkat keparahan kecelakaan kerja dapat dilihat dalam tabel berikut :
22

Tabel 2. Tingkat Keparahan (Hazard Effect)

VERY HIGH

Fatal banyak Kerusakan besar fasilitas > $5000.000 Pencemaran lingkungan 1000-10.000 bbl cairan Fatal tunggal Kerusakan besar fasilitas > $ 500000-$ 5000.000 Pencemaran lingkungan 100 bbl cairan Cacat permanen Kerusakan besar fasilitas > $ 100000 - $ 5000.000 Pencemaran lingkungan 15 -100 bbl cairan Cedera ringan Kerusakan besar fasilitas > $ 10.000 - $ 100.000 Pencemaran lingkungan 1-15 bbl cairan

HIGH

MEDIUM

LOW

- Pertolangan pertama ringan - Kerusakan besar fasilitas > $ 10.000 - Pencemaran lingkungan < 1 bbl cairan Sumber : Rijanto, 2010 VERY LOW 2. 7 Jenis jenis kecelakaan kerja Menurut Purnama (2010) jenis- jenis kecelakaan yang sering terjadi pada proyek konstruksi adalah sebagai berikut : 1. Jatuh 2. Tertimpa benda jatuh 3. Menginjak, terantuk

4. Terjepit, 5. Gerakan berlebihan 6. 7. 8. Kontak suhu tinggi Kontak aliran listrik Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi Kecelakaan kerja adalah hal yang tidak diinginkan dan diharapkan sehingga dapat mengacaukan suatu proses aktivitas yang telah diatur, merugikan terhadap manusia, dan merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Menurut Haris (2008), jenis jenis kecelakaan dapat diklasifikasikan seperti diagram berikut :
23

First Aid Minor Accident Berdasarkan tingkat keseriusan akibat Serious Accident / Lost Time Accident (LTA) Fatality Accident Gambar 2. 2 Jenis kecelakaan menurut Haris (2008) Bentuk kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi bermacam-macam dan merupakan dasar dari penggolongan atau pengklasifikasian jenis kecelakaan. Macam macam kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut Thomas (1989) yaitu: Terbentur (struck by) Kecelakaan ini terjadi pada saat seseorang yang tidak diduga ditabrak atau ditampar sesuatu yang bergerak atau bahan kimia. Contohnya: terkena pukulan palu, ditabrak kendaraan, benda asing misal material. Membentur (struck against) Kecelakaan yang selalu timbul akibat pekerja yang bergerak terkena ataubersentuhan dengan beberapa objek atau bahan-bahan kimia.Contohnya: terkena sudut atau bagian yang tajam, menabrak pipapipa. Medical Aid Light Duty

Terperangkap (caught in, on, between) Contoh dari caught in adalah kecelakaan yang akan terjadi bila kakipekerja tersangkut di antara papanpapan yang patah di lantai. Contohdari caught on adalah kecelakaan yang timbul bila baju dari pekerja terkena pagar kawat, sedangkan contoh dari caught between adalahkecelakaan yang terjadi bila lengan atau kaki dari pekerja tersangkut bagian mesin yang bergerak. Jatuh dari ketinggian (fall from above)
24

Kecelakaan ini banyak terjadi, yaitu jatuh dari tingkat yang lebih tinggike tingkat yang lebih rendah. Contohnya jatuh dari tangga atau atap. Jatuh pada ketinggian yang sama (fall at ground level) Beberapa kecelakaan yang timbul pada tipe ini seringkali berupa tergelincir, tersandung, jatuh dari lantai yang sama tingkatnya. Pekerjaan yang terlalu berat (over-exertion or strain) Kecelakaan ini timbul akibat pekerjaan yang terlalu berat yang dilakukan pekerja seperti mengangkat, menaikkan, menarik benda atau material yang dilakukan di luar batas kemampuan. Terkena aliran listrik (electrical contact) Luka yang ditimbulkan dari kecelakaan ini terjadi akibat sentuhan anggota badan dengan alat atau perlengkapan yang mengandung listrik. Terbakar (burn) Kondisi ini terjadi akibat sebuah bagian dari tubuh mengalami kontak dengan percikan, bunga api, atau dengan zat kima yang panas

2.8 Faktor-faktor penyebab kecelakaan konstruksi Kasus-kasus kecelakaan yang terjadi di luar negeri umumnya adalah metode pelaksanaan konstruksi yang kurang tepat mengakibatkan gedung runtuh yang menewaskan banyak korban.

Sedangkan kasus yang terjadi di Indonesia umumnya terjadi karena lemah nya pengawasan pada proyek konstruksi. Kurang disiplin nya tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan K3 dan kurang memadainya kuantitas dan kualitas alat perlindungan diri di proyek konstruksi.

Dari kasus-kasus diatas ada beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja konstruksi adalah akibat dari beberapa hal berikut:

25

1. Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat. 2. Lemahnya pengawasan K3 3. Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatanpelindung diri 4. Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3.

Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang pada umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error baik aspek kompetensi para pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggaraan K3. Hambatan pelaksanaan K3 tersebut antara lain:

1. Terbatasnya persepsi tentang K3 2. Kurang perhatian dan pengawasan 3. Ada anggapan K3 menambah biaya 4. Tanggung jawab K3 hanya pada kontraktor saja 5. Kurang aktifnya perusahaan asuransi terhadap K3.

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yangmemiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebabutama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.

26

Menurut Arianto (2010 ) penyebab kecelakaan kerja pada proyek konstruksi dapat ditinjau dari 3 aspek : 1. Manusia Mengingat semakin meningkatnya persyaratan kerja dan kerumitanhidup, manusia harus meningkatkan efisiensinya, dengan bantuanperalatan dan perlengkapan, semakin canggih peralatan yang digunakanmanusia, semakin besar bahaya yang mengancamnya.Hal-hal yang berpengaruh terhadap tindakan manusia yang tidakaman (kecerobohan) serta kondisi lingkungan yang berbahaya dilokasi proyek: a. Pembawaan diri b. Persoalan pribadi c. Usia dan pengalaman kerja d. Perasaan bebas dalam melaksanakan tugas e. Keletihan fisik para pekerja 2. Lingkungan dan alat kerja Lingkungan dan alat kerja. Kondisi lingkungan juga perludiperhatikan dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama yangdisebabkan oleh: a. Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya: suara bisingyang

berlebihan yang dapat mengakibatkan terganggunyakonsentrasi pekerja b. Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja,sehingga menurunkan efektivitas kerja c. Cuaca (panas, hujan) 3. Peralatan keselamatan kerja Peralatan keselamatan kerjaBerfungsi untuk mencegah dan melindungi pekerja dari kemungkinanmendapatkan kecelakaan kerja. Macam-macam dan jenis peralatankeselamatam kerja dapat berupa: a. Helm pengaman (safety helmet) b. Sepatu (safety shoes)
27

c. Pelindung mata (eye protection) d. Pelindung telinga (ear plugs) e. Penutup lubang (hole cover ) Pelaksana proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana ketiga faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain. Menurut Marihot Tua Efendi (2005 : 316) ada beberapa penyebab kecelakaan kerja yaitu : 1. Faktor manusia Manusia memiliki keterbatasan diantaranya lelah, lalai, atau melakukan kesalahan-kesalahan. Yang disebabkan oleh persoalan pribadi atau keterampilan yang kurang dalam melakukan pekerjaan. 2. Faktor peralatan kerja Peralatan kerja bisa rusak atau tidak memadai, untuk itu perusahaan senantiasa harus memperhatikan kelayakan setiap peralatan yang dipakai dan melatih pegawai untuk memahami peralatan kerja tersebut. 3. Faktor lingkungan Lingkungan kerja bisa menjadi tempat kerja yang tidak aman, sumpek dan terlalu penuh, penerangan dan ventilasinya yang tidak memadai. Selain hal diatas menurut Abdurrahmat Fathoni ( 2006:110 ) penyebab terjadi kecelakaan yaitu : 1. Berkaitan dengan system kerja yang merupakan penyebab utama dan kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi. Diantaranya tempat kerja yang tidak baik, alat atau mesin-mesin yang tidak mempunyai system pengamanan yang tidak sempurna, kondisi

penerangan yang kurang mendukung, saluran udara yang tidak baik dan lain-lain.
28

2. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia bisa yang dalam hal akibat dan sistem kerja, tetapi biasa juga bukan dari kelalaian manusianya selaku pekerja. Seperti malas, ceroboh, menggunakan peralatan yang tidak aman dan lain-lain. Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) : a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang. b) Gagal untuk memberi peringatan. c) Gagal untuk mengamankan. d) Bekerja dengan kecepatan yang salah. e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi. f) Memindahkan alat-alat keselamatan. g) Menggunakan alat yang rusak. h) Menggunakan alat dengan cara yang salah. i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar 2.9 Aspek Safety Management (Manajemen Keselamatan ) Memiliki Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi ini, sudah merupakan suatu keharusan untuk sebuah perusahaan dan telah menjadi peraturan. terutama pada proyek konstruksi. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya
29

sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat (Milyandra, 2009). Oleh sebab itu, perusahaan harus melakukan berbagai cara untuk dapat mewujudkan terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja. Menurut Abdurrahmat Fathoni (2006:106) seluruh tenaga kerja harus mendapat pendidikan dan pelatihan serta bimbingan dalam keselamatan dan kesehatan kerja dengan ketentuan yang dibuat sebagai berikut : 1. Mengeluarkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja para pegawai. 2. Menerapkan program kesehatan kerja bagi para pegawai. 3. Menerapkan sistem pencegahan kecelakaan kerja pegawai. 4. Membuat prosedur kerja. 5. Membuat petunjuk teknis tentang pelaksanaan kerja termasuk penggunaan sarana dan prasarananya. Menurut Sumamur (1981) cara pencegahan terjadinya kecelakaan pada proyek konstruksi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yang antara lain berikut : a. Membuat daftar resiko kecelakaan yang mungkin terjadi disetiap item pekerjaan misalnya pada pekerjaan galian tanah akan memungkinkan terjadi kelongsoran tanah, pekerja terkena cangkul, sehingga diketahui upaya pencegahanya seperti pembuatan tembok sementara dari bamboo untuk menahan tanah serta memasang rambu-rambu hat-hati pada lokasi galian tanah b. Melakukan penyuluhan kepada pekerja dengan cara membuat jadwal sebelumnya seperti waktu pagi hari sebelum bekerja dapat dibunyikan suara speaker Selamat bekerja, gunakan alat pelindung diri, hat-hati dalam bekerja karena keluarga menunggu dirumah atau kata-kata lain yang dapat mengingatkan setiap pekerja proyek untuk berhati-hati dalam bekerja.
30

sebagai

c. Membuat rambu-rambu kecelakaan kerja, memasang pagar pengaman pada void yang memungkinkan adanya resiko jatuh, memasang tabung pemadam kebakaran pada area rawan kebakaran. d. Menjaga kebersihan proyek dapat membuat lingkungan kerja nyaman sehingga emosi negatif yang mungkin timbul saat bekerja dapat dikurangi karena hal tersebut dapat menyebabkan kecelakaan proyek akibat pikiran sedang tidak fokus terhadap pekerjaan. e. Menjalin kerjasama dengan pelayan kesehatan atau rumah sakit terdekat dari lokasi proyek sehingga sewaktu-waktu terjadi kecelakaan dapat ditangani secara cepat untuk mencegah hal-hal selanjutnya yang tidak diinginkan. f. Penyediaan perangkat pengaman kecelakaan kerja dari mulai personil sampai peralatan mungkin terlihat mahal namun biaya tersebut akan lebih murah jika tidak mengadakanya sehingga terjadi kecelakaan sehingga dapat menghentikan jalannya pekerjaan atau pengalihan aktifitas pekerjaan pada upaya

menyelamatkan korban kecelakaan. 2.9.1 Perlengkapan dan Peralatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja 1. Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh dan atau sebagian tubuh dari adanya kemungkinan potensi bahaya dan kecelakaan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NomorPer.08/MEN/VII/2010). 1. Pakaian Kerja

Gambar 2.3 Pakaian Kerja


31

Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan. Mengingat karakter lokasi proyek konstruksi yang pada umumnya mencerminkan kondisi yang keras maka selayakya pakaian kerja yang digunakan juga tidak sama dengan pakaian yang dikenakan oleh karyawan yang bekerja di kantor. Perusahaan yang mengerti betul masalah ini umumnya menyediakan sebanyak 3 pasang dalam setiap tahunnya.

2. Sepatu Kerja

Gambar 2.4 Sepatu Kerja Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup keras supaya kaki tidak terluka kalau tertimpa benda dari atas. 3. Kacamata Kerja

Gambar 2.5 Kacamata Kerja Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin. Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu

32

diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah mengelas.


4. Sarung Tangan

Gambar 2.6 Sarung Tangan Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam selama menjalankan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang memerlukan sarung tangan adalah mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti mendorong gerobak cor secara terus-menerus dapat mengakibatkan lecet pada tangan yang bersentuhan dengan besi pada gerobak. 5. Helm

Gambar 2.7 Helm Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai peraturan. Helm ini digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas, misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas. Memang, sering kita lihat kedisiplinan para pekerja untuk menggunakannya masih rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.

33

6. Sabuk Pengaman

Gambar 2.8 Sabuk Pengaman Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atau safety belt. Fungsi utama tali pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan tower. 7. Penutup Telinga

Gambar 2.9 Penutup Telinga Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Terkadang efeknya buat jangka panjang, bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini. 8. Masker

Gambar 2.10 Masker

34

Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi mengingat kondisi lokasi proyek itu sediri. Berbagai material konstruksi berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong, mengamplas, mengerut kayu. 9. Tangga

Gambar 2.11 Tangga Tangga merupakan alat untuk memanjat yang umum digunakan. Pemilihan dan penempatan alat ini untuk mecapai ketinggian tertentu dalam posisi aman harus menjadi pertimbangan utama. 10. P3K

Gambar 2.12 P3K Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek. Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk pertolongan pertama. Demikianlah peralatan standar K3 di proyek yang memang harus ada dan disediakan oleh kontraktor dan harusnya sudah menjadi kewajiban. Tindakan preventif jauh lebih baik untuk mengurangi resiko kecelakaan.

35

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Per/Men/2006 Tentang Alat Pelindung Diri, ada beberapa tempat yang wajib menggunakan alat pelindung diri

Tempat kerja yang wajib APD (1)

Peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan; tempat yang dikelola asbes, debu dan serat berbahaya, api, asap, gas, kotoran, hembusan angin yang keras,dan panas matahari; dibuat, diolah, dipakai dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi , bersuhu tinggi atau bersuhu sangat rendah; dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan,

pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan; dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan; dilakukan usaha kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik dan pelayanan kesehatan kerja;

Tempat kerja yang wajib APD (2) Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan mineral dan logam, minyak bumi dan gas alam; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, laut dan udara; dikerjakan bongkar muat barang muatan di pelabuhan laut, bandar udara, terminal, setasiun kereta api atau gudang; dilakukan penyelaman dan pekerjaan lain di dalam air; dilakukan pekerjaan di ketinggian di atas permukaan tanah; dilakukan pekerjaan dengan tekanan udara atau suhu di bawah atau di atas normal (ekstrem); dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang dan ruang tertutup; dilakukan pembuangan atau
36

pemusnahan sampah atau limbah; dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagibagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak dan air;

Tempat kerja yang wajib APD (3)

Dilakukan pekerjaan di dekat atau di atas air. Penggunaan alat pelindung diri merupakan cara terakhir pengendalian bahaya setelah bentuk pengendalian teknis dan administratif telah dilakukan. Penggunaan alat pelindung diri disesuaikan dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan. Berdasarkan identifikasi potensi bahaya, pengusaha atau pengurus menetapkan tempat kerja wajib menggunakan alat pelindung diri.

Lokasi wajib menggunakan alat pelindung diri harus diumumkan tertulis dalam papan pengumuman di tempat kerja tersebut sehingga dapat dibaca oleh pekerja atau orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut.

Pegawai pengawas atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat menetapkan tempat-tempat kerja lain yang wajib menggunakan alat pelindung diri. Kewajiban Penyediaan Alat Pelindung Diri pengurus wajib menyediakan secara cumacuma, bagi tenaga kerja setiap orang lain yang memasuki tempat kerja. dengan ketentuan

1. 2. 3.

Pada pekerja/ buruh yang baru ditempatkan Pelindung diri yang ada telah kadaluarsa Alat pelindung diri telah rusak dan tidak dapat berfungsi dengan baik karena dipakai bekerja

Ada penetapan dan diwajibkan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli Keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Pemilihan alat pelindung diri wajib melibatkan wakil pekerja/buruh. Pengurus wajib menyediakan alat pelindung diri dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan jenis potensi bahaya dan jumlah pekerja/buruh.

37

2. Slogan-Slogan K3

Gambar 2.13 Slogan K3

Gambar 2.14 Rambu - Rambu K3 Pemasangan spanduk yang berisi pesan K3 telah terbukti manfaatnya dalam usaha untuk mencegah kecelakaan kerjadi lokasi kerja. Rangkaian kata yang

tertera dalam slogan K3 mengingatkan kepada para pekerja yang membacanya. Pekerja

38

yang melihat spanduk slogan K3 akan tersentuh hatinya untuk menjalankannya seperti kata yang tertera dalam slogan tersebut 2.9.2 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Setiap aktivitas/ proses pekerjaan yang dilakukan di tempat kerja mengandung resiko untuk terjadinya kecelakaan kerja (ringan sampai dengan berat), berbagai upaya pencegahan dilakukan supaya kecelakaan tidak terjadi. Selain itu, keterampilan melakukan tindakan pertolongan pertama tetap diperlukan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu di setiap tempat kerja harus memiliki petugas P3K (First Aid), atau setidaknya setiap karyawan memiliki

keterampilan dalam melakukan pertolongan pertama ketika terjadi kecelakaan kerja maupun kegawatan medik (Margaretha, 2010).

Gambar 2.15 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kasus-Kasus Kecelakaan Kerja Dan Pertolongan Pertamanya Ada beberapa prinsip-prinsip dasar dalam melakukan pertolongan pada penderita kecelakaan : 1. Jangan pindahkan atau ubah posisi orang yang terluka, terutama bila luka-lukanya terjadi karena jatuh, jatuh dari ketinggian dengan keras atau kekerasan lain. Pindahkan atau ubah posisi penderita hanya apabila tindakan anda adalah untuk menyelamatkan dari bahaya lain.
39

2. Bertindaklah dengan cepat apabila penderita bernapas, luka bakar atau kejutan (syok).

mengalami pendarahan, kesulitan

3. Jangan berikan cairan apapun kepada penderita yang pingsan atau setengah pingsan. Cairan dapat memasuki saluran pernapasan dan mengakibatkan kesulitan bernapas bagi penderita. 4. Jangan berikan alkohol pada penderita yang mengalami luka parah. Pertolongan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan yaitu sebagai berikut : 1. Penderita Syok/Terkejut

Gambar 2.16 Pertolongan Pertama Pada Penderita Syok Seseorang mengalami syok, wajahnya akan tampak pucat, tubuhnya dingin dan berkeringat, nafasnya cepat. Penanganannya : 1. Usahakan untuk membaringkan dan menempatkan kakinya pada posisi yang lebih tinggi daripada kepala, kecuali apabila terdapat luka di kepalanya. 2. Selimuti tubuhnya agar hangat, tetapi jangan sampai terlalu panas untuknya. 3. Berikan minuman gula kepada penderita apabila penderita dalam keadaan benarbenar sadar

40

2. Bahan Kimia Atau Serangga Mengenai Mata Penanganannya: 1. Baringkan korban dan tuangkan air steril ke dalam matanya untuk menghilangkan bahan kimianya, kemudian kompreslah dengan kain kasa steril dan segera ke dokter. 2. Jika serangga yang mengenai mata, ambillah dengan ujung saputangan bersih. Namun jika masih terasa tidak enak segeralah ke dokter. Jangan sekali-kali mengusap mata yang terkena bahan kimia atau serangga dengan tangan telanjang 3. Luka Bakar

Gambar 2.17 Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar Penanganannya : 1. Alirkan/siram dengan air biasa/air mengalir ditempat yang terbakar, jika lukanya masih tahap pertama, hingga rasa sakit hilang. 2. Jika lukanya sudah melepuh, bawa ke rumah sakit. 4. Luka Lecet/Gores/Tersayat Penanganannya : Cucilah dengan air dan tutuplah luka dengan plester atau band aid. Namun jika luka gores/robek terlalu besar, harus segera ditangani dokter.

41

Gambar 2.18 Luka Tergores/Lecet 5. Pendarahan Penanganannya : 1. Hentikan pendarahan dengan cara menekan luka atau sekitar luka. Tekan terusmenerus. Jangan melepas tekanan tiap sebentar hanya untuk melihat apakah pendarahan sudah berhenti. 2. Apabila setelah diberikan tekanan pendarahan masih belum berhenti, mungkin nadi atau pembuluh darah balik terputus, tekan nadi yang di dekat luka, untuk menghentikan aliran darah dari jantung ke tempat lain. Segera bawa ke dokter. 6. Patah Tulang

Gambar 2.19 Patah Tulang Penanganannya : 1. Jangan mencoba mengangkat atau memindahkan badan korban jika belum mahir melakukannya.
42

2. Jika tulang belakang yang patah, korban hanya boleh diusung dengan hati-hati dalam posisi terbaring di atas alas keras. 3. Untuk patah tulang rahang, angkatlah rahang bawah hingga gigi atas dan bawah bersatu, lalu diikat dan dibawa ke dokter. 4. Untuk patah tulang tangan atau kaki, gunakan tongkat atau setumpuk Koran guna menyangga, dan balutlah sebelum memperoleh pertolongan dokter. 7. Terkilir

Gambar 2.20 Terkilir Penanganannya : Letakkan bagian tubuh terkilir lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya, untuk mencegah pembengkakan, lalu segera meminta pertolongan ahli atau dokter. Khusus untuk lutut yang terkilir, segera bawa ke dokter, karena jika ditangani oleh yang kurang professional, akan berakibat buruk di kemudian hari. 8. Gangguan nafas atau bahkan sampai henti nafas Untuk mengenal gangguan pada sistem pernapasan digunakan tahap pemeriksaan dan penanganan sebagai berikut :

43

1. Penolong mengetahui apakah penderita masih bernapas atau tidak. Tindakan ini dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu LDR (Lihat,Dengar,Rasakan hembusan nafas korban). 2. Bila sulit bernapas/bahkan tidak bernapas segera cari bantuan/telepon ambulance. lakukan pemeriksaan jalan napas, apakah terdapat sumbatan atau tidak(pangkal lidah, muntahan, kotoran dalam mulut.) 3. Tindakan pertolongan pertama yang dilakukan adalah membebaskan jalan napas dengan menarik lidah ke luar, mengeluarkan benda asing dalam rongga mulut (gunakan kedua jari)

Gambar 2. 21 Pertolongan Peratama Pada Gangguan Pernafasan 9. Bila nafas berhenti dan jantung berhenti

Penanganannya : 1. Maka harus dilakukan pemberian pernapasan buatan dari mulut ke mulut (mouth-to-mouth) dan kompresi dada. Baringkan penderita dalam posisi terlentang. Buka mulut penderita dengan cara menguakkan rahangnya. Jaga agar selama dilakukan pernafasan buatan mulut selalu dalam keadaan terbuka. Tutup lubang hidung penderita. Tiup mulut penderita dan lepaskan mulut anda dari mulut penderita serta perhatikan apakah mulut penderita mengeluarkan kembali udara yang anda tiupkan. Jika tidak, periksa sekali lagi barangkali masih terdapat sesuatu yang menghalangi pernafasan di dalam mulut penderita. Berikan 2x napas bantuan

44

2. Pijat Jantung Lakukan pengurutan/pijat jantung. Letakkan kedua telapak tangan anda dalam posisi saling bertumpuk di bagian paling bawah dada penderita. Tekan dengan telapak tangan bawah sedalam kurang lebih 5 cm. Ulangi tekanan. Lakukan dengan rasio 30:2 (30 kompresi/pijat : 2 tiupan nafas buatan) Selain itu, bermacam-macam usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan kerja diperusahaan-perusahaan atau tempat-tempat kerja, yaitu dengan membuat dan mengadakan: 1. Peraturan-peraturan, yaitu peraturan perundangan yang berhubungan dengan syarat-syarat kerja umum, perencanaan, konstruksi, perawatan, pengawasan, pengujian dan pemakaian peralatan industri, kewajiban pengusaha dan pekerja, latihan, pengawasan kesehatan kerja, pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan pengujian kecelakaan. 2. Standarisasi : menyusun standar-standar yang bersifat resmi, setengah resmi atau tidak resmi yang berhubungan dengan konstruksi yang aman dari peralatan industri, keselamatan dan kesehatan kerja, atau alat-alat pelindung diri. 3. Pengawasan

: pengawasan terhadap pelaksanaan dan peraturan

perundangan yang berlaku 4. Technical research : meliputi hal-hal seperti penyelidikan kandungan dan karakteristik dari bahan-bahan berbahaya, mempelajari pengamanan mesin, pengujian respirator, penyelidikan tentang cara pencegahan gas dan debu yang mudah meledak, menyelidiki bahan dan desain yang cocok untuk bahan baku yang digunakan. 5. Medical Research : meliputi hal-hal yang khusus mengenai penyelidikan pengaruh psikologis dan fisiologis dari faktor-faktor lingkungan dan teknologi serta keadaan fisik yang menjurus kepada kecelakaan.
45

6. Psychological Research : misalnya penyelidikan mengenai pola-pola psikologis yang menjurus kepada kecelakaan. 7. Statistic Research : untuk menentukan berbagai macam dari kecelakaan yang terjadi, jumlah, jenis orang-orangnya, operasinya dan sebabsebabnya. 8. Pendidikan : meliputi pengajaran dan pendidikan keselamatan kerja sebagai mata pelajaran disekolah-sekolah teknik dan pusat-pusat latihan. 9. Training : misalnya memberikan instruksi atau petunjuk-petunjuk praktek kepada para pekerja dan pekerja-pekerja yang baru masuk, mengenai hal keselamatan dan kesehatan kerja. 10. Penerangan : misalnya menanamkan pengertian dan kesadaran

keselamatan dan kesehatan kerja kepada para pekerja dengan cara pembinaan dan penertiban dan lain-lain. 11. Asuransi : misalnya memberikan insentif keuangan untuk

meningkatkan usaha pencegahan kecelakaan, umpamanya dalam bentuk pemberian reduksi terhadap premi yang dibayar oleh pihak pengusaha, apabila ternyata tingkat kecelakaan dalam pabriknya menurun.

Gambar 2.22 Model 5 Prinsip Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
46

BAB III PENUTUP

Pembahasan peraturan mengenai Pengawasan K3 Konstruksi dapat dipergunakan sebagai referensi bagi para pengurus maupun ahli K3 di masing-masing perusahaan, sehingga dengan penerapan dan pengawasan K3 konstruksi yang efektif diharapkan akan dapat mengendalikan bahaya atau mengurangi bahkan dapat menghilangkan resiko yang ditimbulkan oleh pekerjaan tersebut.

47

Anda mungkin juga menyukai