Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN Kasus

ASFIKSIA NEONATURUM DENGAN HIPOKSIK ISKEMIK ENSEFALOPATI

Oleh: Elva yeni NIM 0608120836

Pembimbing : dr. Nazardi Oyong, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Asfiksia adalah progresif hipoksia dan hiperkapnea yang disertai dengan perkemabangan dari asidosis metabolik. Kejadian asfiksia neonaturum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. 1,2,3 Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati hipoksik iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia iskemik yang signifikan saat lahir memiliki resiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.4,5 Asfiksia neonaturum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan perturan gas dan transport O2, sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2. Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai saat ini asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting morbilitas dan mortalitas perinatal.6 Asfiksia dibagi menjadi asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 resusitasi aktif dalam hal ini tentu harus segera dilakukan. Langkah utama adalah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Bila setelah beberapa waktu pernafasan spontan tidak timbul dan frekuensi jantung menurun makka pemberian obat-obatan lain serta massase jantung sebaiknya segera dilakukan. Kemudian asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6 pernafasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernafasan kodok.6

Menurut laporan WHO bahwa setiap tahunnya, kira-kira 3 % (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di indonesia dari seluruh kematian bayi sebanyak 57 % meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan). 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asfiksia Neonaturum 2.1.1 Definisi Asfiksia neonaturum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak bernafas secara spontan, teratur dan adekuat. Asfiksia dapat bermanisfestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidosis metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki resiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.8,9,10 Asfiksia neonaturum dapat dibagi dalam :8 1. Vigorous baby : skor apgar 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat. 2. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang) : skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 x/ menit , tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, iritabilitas tidak ada. 3. Asfiksia berat : skor apgar 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/ menit, tonus otot buruk, sianosis berat an kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. 2.1.2 Etiologi Pengembangan paru baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu kejanin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Keadaan ini perlu mendapat perhatian utama agar persiapan dapat dilakukan dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.9,10

Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri dari :


9,11

1. Faktor ibu Hipoksia ibu. Hal ini menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesi dalam. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangi aliran darah uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian juga kejanin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan : a. Gangguan kontraksi uterus (hipotoni, hipertoni, atonia uterus) b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, plasenta previa, atau solusio plasenta. c. Hipertensi ibu (eklampsia, toksenia) d. Ibu penderita DM, kelainan jantung atau penyakit ginjal e. Partus lama f. Persalinan abnormal (kelahiran sungsang, kembar, seksio sesaria) 2. Faktor plasenta Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. 3. Faktor fetus Gangguan aliran darah ini dapat ditemukuan pada tali pusat menumbung, lilitan tali pusat dan kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir 4. Faktor neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada : a. Pemakaian obat anastesi atau analgetika berlebihan pada ibu b. Trauma yang terjadi pada persalinan c. Kelainan kongenital pada bayi (aplasia paru, atresia saluran nafas, hernia diafragmatika) d. Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin

2.1.3 Patofisiologi 8,10,12 Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apa bila periode terus berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki priode apneu yang dikenal sebagai apneu primer. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan meap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, teknan darah bayi mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan bayi makin lama makin lemah sampai bayi memasuki priode apneu skunder. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dengan segera. Pada saat dilahirkan, alveoli diisi dengan cairan paru-paru janin. Cairan tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu agar udara dapat masuk kedam paruparu bayi baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup besar untuk mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk pertama kalinya. Untuk mengembangkan paru-paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari pada tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhas

Pada skema tersebut secara sederhana dapat disimpulkan keadaan asfiksia yang perlu mendapat perhatian, yaitu :10,11 1. Menurunnya tekanan O2 darah (PaO2) 2. Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2) 3. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik) 4. Dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaeorobik 5. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular 2.1.4 Gambaran klinis Secara klinis bayi baru lahir yang mengalami asfiksia akan menunjukkan gejala :10 1. Pernafasan terganggu ( distress pernafasan ) 2. Bradikardi 3. Reflex lemah 4. Tonus otot menurun 5. Warna kulit biru atau pucat Disamping itu gambaran beratnya perubahan kardiovaskular ditemukan dengan penilaian secara skor APGAR. 13,14,15

Skor apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula dinilai 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal.15 Dalam menghadapi bayi dengan asfiksia berat, penilaian dengan cara ini kadang-kadang membuang waktu dan dianjurkan untuk menilai secara cepat yaitu:8,9 1. Menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba A.Umbilikalis dan menentukan apakah denyut nya lebih atau kurang dari 100 x /menit 2. Menilai tonus otot apakah baik atau buruk 3. Melihat warna kulit

Atas dasar klinis di atas, asfiksia neonaturum dapat dibagi dalam : 1. Vigorous baby : skor apgar 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat. 2. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang) : skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 x/ menit , tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, iritabilitas tidak ada. 3. Asfiksia berat : skor apgar 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/ menit, tonus otot buruk, sianosis berat an kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. 2.1.5 Diagnosis Penegakkan diagnosis dapat ditegakkan dengan beberapa cara yaitu :10 1. Anamnesis Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonaturum, baik faktor neonatus, faktor ibu, dan faktor plasenta.

Anamnesis yang kuat dan menunjukkan tanda-tanda asfiksia neonatus ini dapat membantu menegakkan diagnosis. 2. Pemeriksaan fisik Asfiksia dapat terjadi selama periode intrauterine atau antepartum, durante partum maupun post partum. Bila bayi mengalami asfiksia intrauterine berarti ia mengalami kejadian gawat janin atau fetal distress. Penegakkan diagnosis asfiksia durante atau postpartum dapat ditegakkan dengan menentukan nilai APGAR score pada menit 1, 5, 10, dan 15. 3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos abdomen, laboratorium darah rutin dan analisa gas darah yang menunjukkan hasil PaO2n < 50 mmH2O, PaCO2 > 55 mmH2O, PH < 7,30. 2.1.6 Penatalaksanaan Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi, lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.11 a. Resusitasi b. Pemberian obat-obatan Selain itu tindakan umum yang lazim dilakukan adalah bersihkan jalan nafas, rangsangan reflek pernafasan, mempertahankan suhu tubuh. Dan tindakan khusus yang dilakukan adalah :14,15 a. Asfiksia berat yaitu berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal, dapat dilakukan dengantiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan 80-100 x/menit. b. Asfiksia sedang /ringan yaitu pasang relkiek pernafasan ( hisap lendir, rangsang nyeri ) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (frog breathing) 1-2 menit yaitu: kepala bayi ekstensi maksimal beri O2

c. 1-2 L/menit kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakan dagu keatas bawah secara teratur 20 x/menit. d. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.

2.1.7 Komplikasi Asfiksia neonaturum dapat menyebabkan berbagai macam gangguan organ :14

10

Komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca resusitasi yang dilakukan adalah :14

11

2.1.8 Prognosis

Hasil akhir asfiksia perinatal bergantung pada apakah komplikasi metabolik dan kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati, pada umur kehamilan bayi ( hasil akhir paling jelek jika bayi preterm), dan pada tingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik. Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus difikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.8 2.2 Ensefalopati Hipoksik Iskemik 2.2.1 Definisi Ensefalopati hipoksik iskemik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada otak akut yang disebabkan karena asfiksia. Ensefalopati hipoksik iskemik merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau kecacatan berupa palsi cerebral atau defisiensi mental. Sedangkan ensefalopati sendiri adalah istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi dimana bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan.16,17 2.2.2 Epidemiologi Angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik berkisar antara 0,3 1,8 % di negara-negara maju, sedangkan di indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di Amerika Serikat terjadi pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup. Di Australia angka kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup. 15 hingga 20 % bayi dengan ensefalopati hipoksik iskemik meninggal pada masa neonatal, 25-30 % yang bertahan hidup mempunyai kelainan neorodevelopmental permanent.18

12

2.2.3 Patofisiologi 19 Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia, hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistem sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus., duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung, dan adrenal, hati, ginjal, dan usus secara sementara. Patologi hipoksik iskemik tergantung organ yang terkena dan derajat berat ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium, pleura, tmus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan periventicular leukomalacia (PVL) dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang merupakan predisposisi untuk terjadi hipertensi pumoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan gasping, dapat terjadi akibat respirasi benda asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan skuama). Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cidera hipoksik iskemik akut stelah lahir akan menyebabkan neoropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan sering terjadi spastik. Pada bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibadingkan dengan bayi kurang bulan. 2.2.4 Manifestasi klinis 20 Derajat encefalopati dibagi menjadi 3, secara keseluruhan resiko terjadi kematian atau kecacatan berat tergantung pada derajat ensefalopati hipoksik iskemik. 1. Derajat 1 : 1,6 %

13

2. Derajat 2 : 24 % 3. Derajat 3 : 78 % 4. Ensefalopati > 6 hari pada derajat 2 juga mempunyai resiko tinggi terjadi kecacatan neorologi berat. Kelainan EEG digolongkan menjadi 3 yang masing-masing menunjukkan angka rata-rata kematian atau kecacatan berat: 1. Kelainan berat (burst suppression, low voltage atau isoelektrik) : 95 % 2. Kelainan sedang (slow wave activity) : 64 % 3. Kelainan ringan atau tanpa kelainan : 3,3 %

Pucat, sianosis, apnea, bradikardi dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga merupakan tanda-tanda ensefalopati hipoksik iskemik. Cerebral edema dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dapat menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan. Walaupun kejang sering merupakan akibat ensefalopati hipoksik iskemik, kejang pada bayi juga dapat disebabkan oleh hipoklasemia dan hipokalemia.

14

2.2.5 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan CT scan , MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan pemeriksaan tersebut tidak rutin dilakukan. 2.2.6 Terapi Terapi bersifa suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi kelaianan sistem organ. Fenobarbital merupakan obat pilihan keluhan kejang yang diberikan dengan dosis awal 20 mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10 mg/kg hingga 40-50 mg/kg/hari intravena. Fenitoin dengan dosis awal 20 mg/kg atau lorazepam 0,1 mg/kg dapat digunakan untuk kejang yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24 jam setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5 mg/kg/hari. Kadar fenobarbital yang berfungsi terapeutik berkisar 20-40 g/ml. 2.2.7 prognosis Prognosis tergantung pada adanya komplikasi baik metabolik dan kardiopulmonar yang dapat terapi, usia kehamilan dan beratnya derajat ensefalopati hipoksik iskemik

15

BAB III LAPORAN STATUS PASIEN INSTALASI NEONATUS

IDENTITAS PASIEN Nama / No. MR Umur Ayah/ Ibu Alamat Tanggal masuk ALLOANAMNESIS Diberikan oleh Keluhan Utama : Bibi pasien dan Bidan penolong : Neonatus usia 4 jam kiriman dari Rumah Bersalin Syahira dengan masalah utama susah bernafas sejak lahir. Riwayat Penyakit Sekarang : Neonatus lahir pada tanggal 10 Oktober 2013 pada pukul 11.45 WIB di Rumah Bersalin Syahira secara spontan dengan ditolong oleh bidan, nilai apgar score tidak diketahui, resusitasi dilakukan sampai VTP. Keadaan setelah lahir tidak langsung menangis, sesak (+), retraksi (+), nafas cuping hidung (+), merintih (+), sianosis (+), Demam (-), kejang (-), sisa ketuban jernih, injeksi neo K (+), salep mata (+), IMD (-). Diberikan ASI/Susu formula (-), BAB (-), BAK (-), muntah (-), kembung (-), kuning (-). Setelah dilakukan VTP pasien mulai menangis namun tetap sesak dan sianosis kemudian bidan langsung merujuk pasien ke RSUD AA. Riwayat Kehamilan ibu : ibu usia 26 tahun, dengan diagnosa kehamilan G1P0A0H0 gravid 39 minggu + inpartu kala 1 fase laten. Janin hidup tunggal intra uteri letak memanjang presentasi kepala(dari HPHT), ANC tidak teratur 2 kali selama hamil ke puskesmas dan bidan praktik, USG tidak pernah, riwayat merokok(-), alcohol(-), jamu-jamuan (-), obat-obatan (-). Selama : By. VI/ 82 92 39 : 4 Jam : Ganda Simatupang / Vera Ira : Lubuk Sakai-Simalinyang,Kab Kampar : 10 Oktober 2013

16

hamil tidak ada demam dan tidak ada keputihan, menderita diabetes dan hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama

Riwayat Orang Tua : Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu : Swasta : Ibu Rumah Tangga

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : kulit tampak pucat kebiruan, tonus otot baik, gerak latergi, menangis merintih, nafas sesak (+), retraksi (-), nafas cuping hidung (-), akral dingin. Kesadaran Tanda tanda vital - Suhu : 36.5C : alert

- Frekuensi Jantung : 146 x/ menit - Frekuensi Napas Status Pertumbuhan - BBL - BBM - PB - Lingkar kepala - Lingkar dada - Lingkar perut - LILA : 2800 gram : 2580 gram : 45 cm : 34 cm : 31 cm : 30 cm : 11 cm : 65 x/ menit

17

Mata (+) Kepala / Wajah Sistem saraf pusat

: pupil isokor, diameter 2mm/2mm, reaksi terhadap cahaya

: sutura normal, caput suksadenum (-), langit-langit normal. : warna kulit kebiruan, aktivitas bangun, kesadaran alert, kejang (-)

Sistem respirasi

: frekuensi nafas 65x permenit, pasien bernafas tanpa upaya yang keras merintih (+), retraksi (-), pernafasan cuping hidung (-), gerakan dinding dada simetris, bunyi napas vesikuler, skor downe 4 = gawat nafas

Sistem kardiovaskuler : frekuensi jantung 146 kali permenit, bunyi jantung I dan II normal, denyut nadi perifer kuat, CRT < 3 detik. Sistem gastrointestinal : warna dinding abdomen pucat, lingkar abdomen 30 cm, massa (-), organomegali (-), venektasi (-), distensi (-), bising usus (+) normal, anus paten Genitalia Ekstremitas : laki-laki, kelainan congenital tidak ditemukan : sianosis, bentuk simetris, CTEV (-), gerakan sendi panggul/tangan normal, akral hangat, polidaktili (-). jejas persalinan tidak ada. Ballard Score 36. Taksiran gestasi 3840 minggu.

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS : - Neonatus lahir tidak langsung menangis - Nilai apgar score tidak diketahui - Resusitasi dilakukan sampai VTP - Sianosis (+), nafas sesak (+), denyut jantung (+), akral dingin, sisa ketuban jernih, setelah lahir pasien tidak langsung menangis kemudian langsung di VTP, setelah dilakukan VTP pasien hanya merintih dan tetap sesak. - Ibu ANC hanya 2 kali selama hamil ke puskesmas - Diagnosis ibu G1P0A0 gravid 39 minggu + inpartu kala 1 fase laten, Janin hidup tunggal intra uteri letak memanjang presentasi kepala.

18

HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMRIKSAAN FISIK : Keadaan umum : kulit tampak pucat kebiruan, tonus otot baik, gerak latergi, menangis merintih, nafas sesak (+), retraksi (-), nafas cuping hidung (-), akral dingin. Suhu : 36,5 C Nadi : 146 x/ menit Nafas : 65 x/menit : frekuensi nafas 65x permenit, pasien bernafas tanpa upaya yang keras merintih (+), retraksi (-), pernafasan cuping hidung (-), gerakan dinding dada simetris, bunyi napas vesikuler, skor downe 4 = gawat nafas - Sistem kardiovaskuler : frekuensi jantung 146 kali permenit, bunyi jantung

- Sistem respirasi

I dan II normal, denyut nadi perifer kuat, CRT < 3 detik. - Ekstremitas : sianosis (+)

DIAGNOSIS KERJA

NCB (38-40 minggu) SMK BBLC (2580gram) + asfiksia neonaturum

TERAPI AWAL : - Rawat NICU - Jaga kehangatan - Jaga airway - Pasang CPAP PROGNOSIS : Quo ad vitam : dubia

Quo ad fungsionam : dubia

19

FOLLOW UP PASIEN
Hari/ Tanggal jumat 11-10-13 Subjektif Objektif Assessment Terapi

Sesak (+),demam KU: sadar, tonus baik, (-), muntah (-), Kes :allert kejang (-), kulit BBL :2800 gram kekuningan (-) BBM:2580 gram BBS : 2580 gram HR : 138x/i RR : 40x/i T : 36,4 C GDS : 153 gr/dl HB : 15,3 gr/dl HCT : 44,9 % Trombosit : 272.000/mm3 Leukosit : 24.600/mm3 CRP non elektrolit Kejang (-), demam (-), sesak (+), tangis kuat (+),muntah (-), kejang (-), kulit kekuningan (-)

NCB minggu) BBLC +asfiksia

(38-40 - B-CPAP 6/25 SMK - Pipertazo 2 x (2580gr) 175 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Sibital 2 x15 mg - Phenitoin 2 x 15 mg - R/ rontgen Thoraks

sabtu 12-10-13

KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : letargi minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBM: 2580 gram asfiksia BBS : 2920 gram HR : 144x/i RR : 44x/i T : 36,7 C pH : 6.9 HB : 14 gr/dl HCT : 41,1 % PCO2 : 23,5 PO2 : 172,5 GDS : 97

- Pipertazo 2 x 175 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Sibital 2 x15 mg - Piracetam 2 x 15 mg - Lasix 1 x 3 mg

minggu 13-10-13

Kejang (+), sesak (+) tangis kuat (+), demam (-), muntah (-), kulit kekuningan (-), minum (+)

KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : letargi minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBK: 2920 gram asfiksia + HIE BBS : 3040 gram HR : 131x/i RR : 41x/i T : 36,8 C pH : 7,0 HB : 12,5 gr/dl HCT : 36,9 PCO2 : 118,9 PO2 : 45,7 HCO3 : 32,4

- Pipertazo 2 x 175 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Sibital 2 x 15 mg - Penitoin 2 x 15 mg - Lasix 1 x 3 mg - NPO - miloz

20

Senin 15-10-13

sesak (+) demam (-), muntah (-), kejang (-), kulit kekuningan (-), minum (+)

KU: sakit berat, lemah, NCB (38-40 tonus baik. minggu) SMK Kes : coma BBLC (2580gr) + BBL :2800 gram asfiksia + HIE grade BBK: 3040 gram III BBS : 3020 gram HR : 131x/i RR : 41x/i T : 36,8 C GDS : 139 Ureum : 84,9 mg/dl Albumin : 3,4 mg/dl

- Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Lasix 1 x 3 mg - NPO

Selasa 16-10-13

demam (-), KU: sakit berat, lemah, NCB (38-40 muntah (-), tonus baik minggu) SMK kejang (-), sesak Kes : allert BBLC (2580gr) + (+) kulit BBL :2800 gram asfiksia + HIE grade kekuningan (-), BBK: 3020 gram III minum(+) BBS : 3040 gram HR : 130x/i RR : 49x/i T : 36,5 C tangis kuat (+), demam (-),sesak (+), sesak (-) muntah (-), kejang (-), kulit kekuningan (-), minum (+) KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : allert minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBK: 3045 gram asfiksia + HIE grade BBS : 3080 gram III HR : 134x/i RR : 50x/i T : 36,5 C

- Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Lasix 1 x 3 mg - Minum 6 x 15 - Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Piracetam 2 x 45 mg - Lasix 1 x 3 mg - Minum 8 x 10 - R/ AGD Kultur

Rabu 17-10-13

21

Kamis 18-10-13

tangis kuat (-), demam (-), muntah (-), kejang (-),sesak (+) kulit kekuningan (-), minum (+)

KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : letargi minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBK: 3080 gram asfiksia + HIE grade BBS : 3030 gram III HR : 142x/i RR : 48x/i T : 36,8 C pH : 7,4 PCO2 : 72,1 PO2 : 76,1 HCO3 : 45,6 HB : 12,7 HCT : 37,5 KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : letargi minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBK: 3030 gram asfiksia + HIE grade BBS : 2850 gram III HR : 137x/i RR : 46x/i T : 36,7 C

- Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Piracetam 2 x 45 mg - Lasix 1 x 3 mg - Minum 8x10 - Ventilator - R/ekstubasi - R/C-PAP - Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Piracetam 2 x 45 mg - Lasix 1 x 3 mg - Minum 8x30

Jumat 19-10-13

Reflek hisap (+) tangis kuat (+), demam (-), muntah (-), kejang (-),sesak (+) kulit kekuningan (-)

Sabtu 20-10-13

Reflek hisap (+) tangis kuat (+), demam (-), muntah (-), kejang (-),sesak (+) kulit kekuningan (-)

KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : letargi minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBK: 3030 gram asfiksia + HIE grade BBS : 2850 gram III HR : 137x/i RR : 46x/i T : 36,7 C

- Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Piracetam 2 x 45 mg - Lasix 1 x 3 mg - Minum 8x30 - Becombion 1 x 4 tetes - Depaken syr 1 x 1 ml - Meropenem 3 x 75 mg - Amikasin 2 x10 mg - Piracetam 2 x 4 ml - Minum 8x40

Minggu 21-10-13

Minum (+), gerakan aktif (+), tangis kuat (+), demam (-), muntah (-), kejang (-),sesak (+) kulit kekuningan (-)

KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : letargi minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBK:2850 gram asfiksia + HIE grade BBS : 2870gram III HR : 152x/i RR : 54x/i T : 36,2 C

22

Senin 22-10-13

minum (+), gerakan aktif (+),sesak (+), kejang (+) tangis kuat (+), demam (-), muntah (),kulit kekuningan (-)

KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : letargi minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBK: 2870 gram asfiksia + HIE grade BBS : 3025 gram III HR : 145x/i RR : 43x/i T : 36,4 C

- Sibital 2 x 15 mg - Depaken 2 x 1 ml - Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Piracetam 2 x 4 ml - Becombion 1 x 5 tetes - Sibital 2 x 15 mg - Depaken 2 x 1 ml - Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Piracetam 2 x 4 ml - Becombion 1 x 5 tetes

Selasa 23-10-13

minum (+), gerakan aktif (+),sesak (+), kejang (-) tangis kuat (+), demam (-), muntah (),kulit kekuningan (-)

KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 Kes : letargi minggu) SMK BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + BBK: 3025 gram asfiksia + HIE grade BBS : 3025 gram III HR : 142x/i RR : 41x/i T : 36,5 C

Rabu 23-10-13

minum (+), gerakan aktif (+),sesak (+), kejang (-) tangis kuat (+), demam (-), muntah (),kulit kekuningan (-)

KU: sakit berat, tonus baik, Kes : letargi BBL :2800 gram BBK: 3025 gram BBS : 3175 gram HR : 136x/i RR : 47x/i T : 36,4 C HB :10,9 HCT : 33,3 Leukosit : 11.500 /mm3 Trombosit : 102.000/mm3

NCB (38-40 - Sibital 2 x 15 minggu) SMK mg BBLC (2580gr) + - Depaken 2 x asfiksia + HIE grade 1 ml III - Meropenem 3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Piracetam 2 x 4 ml - Becombion 1 x 5 tetes

Kamis 24-10-13

minum (+), gerakan aktif (+),sesak (+), kejang (-) tangis kuat (+), demam (-), muntah (-

KU: sakit berat, tonus baik, NCB (38-40 - Sibital 2 x 15 Kes : letargi minggu) SMK mg BBL :2800 gram BBLC (2580gr) + - Depaken 2 x BBK: 3025 gram asfiksia + HIE grade 1 ml BBS : 3175 gram III - Meropenem HR : 136x/i

23

),kulit kekuningan (-)

RR : 47x/i T : 36,4 C

3 x 75 mg - Mikasin 2 x 20 mg - Piracetam 2 x 4 ml - Becombion 1 x 5 tetes - R/ CT-scan

BAB IV

24

PEMBAHASAN

Neonatus, usia 4 jam ditegakkan diagnosis asfiksia neonaturum dengan ensefalopati hipoksik iskemik. Penegakan diagnosis kerja pada pasien ini berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa bayi tidak langsung menangis setelah lahir, dimana yang dikatakan dengan asfiksia neonaturum adalah suatu kedaan dimana bayi baru lahir tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Hal ini dapat terjadi oleh sebab yang timbul baik pada kehamilan maupun persalinan atau segera setelah lahir. Ketika dilakukan anamnesis mengenai kehamilan pada ibu pasien yaitu ibu hanya melakukan ANC 2 x selama kehamilannya, dapat disimpulkan bahwa ANC tidak teratur serta tidak pernah USG, diagnosis ibu G1P0A0 gravid 39 minggu + inpartu kala 1 fase laten, janin hidup tunggal intrauterin letak memanjang presentasi kepala. Riwayat kelahiran pada saat persalinan ibu tidak mendapatkan induksi persalinan, ibu melahirkan normal sesuai protap dan kala 2 selama kurang lebih 1 jam kemudian bayi lahir tidak langsung menangis. Ada beberapa faktor yang menyebabkan bayi lahir terjadi asfiksia, pada pasien ini asfiksia kemungkinan terjadi oleh faktor neonatus itu sendiri yaitu depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada : e. Pemakaian obat anastesi atau analgetika berlebihan pada ibu f. Trauma yang terjadi pada persalinan g. Kelainan kongenital pada bayi (aplasia paru, atresia saluran nafas, hernia diafragmatika) h. Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin Dari pemeriksaan fisik yang ditemukan pada bayi saat pertama sekali dikatakan asfiksia adalah setelah dilakukan anamnesis kepada bidan penolong pada proses kelahiran pasien ini didapatkan bahwa keadaan setelah lahir bayi tidak langsung menangis, kemudian dilakukan resusitasi dengan Ventilasi Tekanan Positif (VTP) setelah itu barulah bayi mulai

25

menangis ditemukan sesak, adanya retraksi, adanya nafas cuping hidung, merintih dan sianosis. Untuk tatalaksana utama kepada pasien ini telah tepat yaitu melakukan resusitasi sampai VTP segera saat bayi tidak menangis dengan sebelumnya dilakukan langkah awal resusitasi stabilisasi. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu hasil gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat dimana PaO2 < 50 mmH2O, PaCO2 > 55 mmH2 dan pH < 7,30. Setelah dilakukannya resusitasi kepada bayi pemeriksaan penunjang diarahkan kepada komplikasi yang mungkin terjadi akibat asfiksia. Hasil akhir asfiksia perinatal bergantung pada apakah komplikasi metabolik dan kardiopulmonal (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati, pada umur kehamilan bayi (hasil akhir paling jelak jika bayi preterm), dan pada tingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik. Prognosis tergantung pada kekurangan O
2

dan luasnya perdarahan

dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus difikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa yang akan datang. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang lanjutan kepada pasien di dapatkan bahwa pasien telah mengalami komplikasi yaitu pasien didiagnosa tambahan hipoksik-iskemik ensefalopati. Diagnosis ini ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang dimana ditemukan dari hasil CT scan bahwa terjadi cidera pada otak atau terjadi perdarahan pada otak pada pasien ini. Kemudian selama dalam perawatan pasien pernah mengalami tingkat kesadaran yang menurun yaitu sampai coma sehingga dapat ditegakkan diagnosis ensefalopati hipoksik-iskemik derajat 3. Pucat, sianosis, apnea, bradikardi dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga merupakan tanda-tanda ensefalopati hipoksik iskemik. Cerebral edema dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dapat menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis

26

standar obat antikonvulsan. Walaupun kejang sering merupakan akibat ensefalopati hipoksik iskemik, kejang pada bayi juga dapat disebabkan oleh hipoklasemia dan hipokalemia. Dengan demikian terapi utama mengatasi asfiksia ialah

mempertahankan kelangsungan hidup bayi, tindakan yang dilakukan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir dengan memberikan ventilasi yang adekuat dan pemberian oksigen yang cukup. Kemudian mencegah agar tidak terjadi komplikasi akibat asfiksia karena jika komplikasi telah terjadi maka prognosis semakin memburuk, karena sampai saat ini belum ada terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi cedera jaringan otak, walaupun banyak usaha obat dan prosedur yang telah dilakukan.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. David K, William E, and Philip Sunshine. Fetal and Neonatal Brain Injury : Mechanisms, Management and the Risks of Practice, Third Edition. 2012 2. Desfauza, Evi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonaturum pada bayi baru lahir yang dirawat di RSU Dr. Pirgadi medan. 2007. Medan : Universitas Sumatera Utara. 3. Hidayat A. Aziz Alimul. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. 2008. Jakarta : Salemba Medika. 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan penatalaksanaan asfiksia neonaturum. 5. Dr. Rusepno Hassan, dkk. 1985. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak, info medika jakarta : fakulatas kedokteran UI. 6. Abdoerrachman, dkk. 1985. Ilmu kesehatan anak : Asfiksia neonaturum jilid 3 bagian ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas indonesia hal. 1072-1081 7. O 8. Leuthner SR, Ug D. Apgar score and the definition of birth asphyxia. Pediatric clinic N am. 2004 : 51 : 737-45 9. IDAI. Asfiksia neonaturum dalam standar pelayanan medis kesehatan anak. Jakarta. Badan penerbit IDAI; 2004: 272-276 10. McGuiver W. Perinatal Asphyxia. Clin evid. 2006;15:1-2 11. Misra PK, thakur S. Perinatal mortality in rural india with special reference to high risk pregnancies. Journal of tropical pediatric. 2004; 33: 242-252 12. William CE, Mallard C and than gluckman PD. Phatophisiologi of perinatal asphixia. Clin perinatof 1993; 20:305-23 13. Bagian SMF Ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran Universitas Udayana, Rumah sakit umum pusat sanglah denpasar. Asfiksia neonaturum pedoman pelayanan medis kesehatan anak. 2011:401-403 14. Suradi R, aminullah A, Kosim S. Pencegahan dan penatalaksanaan asfiksia neonaturum. Health technology Assement indonesia, departemen kesehatan indonesia.2008 15. Martin AA, Gracia AA, Gaya F,dkk. Multiple organ involvement in perinatal asphyxia journal pediatric. 2005; 127:786-93 16. Aorora S, Snyder EY. Perinatal asphyxia. 2004. In: Cloherty Jp, Eichenwald Ec, Srark AR eds. Manual of neonatal care;536-55 17. Volpe JJ. 2001. Hypoxic-ischemic encephalopaty. In : volpe JJ eds. Neorology of the newborn 4 ed. Philadelpia; WB saunder co; 217-394

28

18. Ekert P, perlman M, Steilin M, et al. 1997. Early prediction of the development of microcepaly after hipoxic ischemic encephalophaty in the full term newbon; 93-703

Anda mungkin juga menyukai