Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN

Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid. Gangguan haid ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam macam tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang perempuan. Menomethorragi merupakan suatu manifestasi klinis gangguan haid seorang perempuan dimana jumlah atau volume serta lamanya periode menstruasi lebih lama dari biasanya. Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana salah satunya adalah Disfungsional Uterine Bleeding. Disfungsional uterine bleeding merupakan suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisisovarium-endometrium. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanitawanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi atau nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah perdarahan yang terjadi jenis ovulatoar atau anovulatoar. Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus disfungsional antara lain perdarahan sering terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat

bersifat sedikit-sedikit, terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan biasanya tidak teratur. Penyebab perdarahan uterus disfungsional sulit diketahui dengan pasti tapi biasanya dijumpai pada sindroma polikistik ovarii, obesitas,imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya pada masa menarche , serta ganguan stres bisa mengakibatkan manifestasi penyakit ini. Penegakan diagnosis perdarahan uterus disfungsional memerlukan suatu anamnesis. Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau

oleholigomenorea/amenorea, sifat perdarahan, lama perdarahan, dan sebagainya. Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar belakang emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda tanda yang menunjukkan kearah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal ( polip, ulkus, tumor,kehamilan terganggu ). Pada seorang perempuan yang belum menikah biasanya tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah menikah sebaiknya dilakukan kuretase untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologi biasanya didapatkan endometrium yang hiperplasia. Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional sangat komplek, jadi sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan organik. Adapun tujuan penatalaksaan perdarahan uterus disfungsional adalah menghentikan perdarahan serta memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi yang dapat diberikan antara lain kuretase pada panderita yang sudah

menikah,tetapi pada penderita yang belum menikah biasanya diberikan terapi secara hormonal yaitu dengan pemberian estrogen, progesteron, maupun pil kombinasi. Adapun tujuan pemberian hormonal progesteron adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh pemberian estrogen. Dan pemberian pil kombinasi bertujuan merubah endometrium menjadi reaksi pseudodesidual.

BAB 2 LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis Kelamin Alamat suku Agama Pendidikan Pekerjaan Tanggal masuk RS Pukul RM : Ny.A : 45 tahun : Perempuan : Alue Bungkoh Kec pirak timu : Aceh : Islam : SD : Ibu Rumah Tangga : 11 November 2013 : 23.30 WIB :

Nama suami Usia

: Ibrahim : 53 tahun

Pekerjaan Agama Pendidikan Alamat

: Petani : islam : SMP : Alue Bungkoh Kec. Pirak timu

ANAMNESIS Paritas Haid : P4AO : Umur pertama kali haid 12 tahun, siklus haid teratur, dengan lama haid 7 hari, dismenorrhoe: ada, jumlah darah haid sekitar 20cc/hari (sehari ganti pembalut 2-3 kali). Keluhan Utama : Keluar darah dari daerah kemaluan

Keluhan Tambahan : nyeri perut Riwayat Penyakit Sekarang Ny. Aminah, perempuan usia 45 tahun datang ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan perdarahan dari kemaluan. Perdarahan telah dialami os sejak 3 minggu SMRS yang hilang timbul, perdarahan yang timbul bisa sedikit-sedikit maupun banyak dan pasien harus mengganti pembalut 4-5 kali/hari. Darah yang keluar berwarna merah segar, volume sekitar 50 cc dan kadang-kadang bergumpal. Perdarahan yang terjadi berada diantara 2 siklus haid yang di alami.

Pasien juga mengeluhkan nyeri perut,pusing, dan lemas yang dialami setiap kali terjadi perdarahan. Keluhan seperti ini pernah dialami pasien sekitar 3 bulan yang lalu. pasien merasakan haidnya tidak teratur, lama haidnya 10 hari dan tidak berhenti. Kemudian os berobat ke mantri dan diberikan obat penghenti perdarahan. Setelah minum obat yang diberi mantri, darah yang keluar dari kemaluan berkurang. Namun, perdarahan tersebut timbul kembali 3 hari setelah pasien berobat kemantri tersebut. Selanjutnya pasien memutuskan berobat ke dokter spesialis dan di diagnosa dengan Hiperplasia Endometrium. Dan dokter tersebut

menyarankan pasien menjalani Kuretase di rumah sakit. Dan kini os mengalami keluhan yang sama setelah dilakukan tindakan kuretase. Dari anamnesis didapatkan os pertama kali menarche pada usia 12 tahun, siklus haid teratur, dengan lama haid 7 hari, dismenorrhoe: ada, jumlah darah haid sekitar 20cc/hari (sehari ganti pembalut 2-3 kali). Riwayat keputihan (-), riwayat menggunakan KB (-). Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (+) , DM disangkal, asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (+), DM (-) Riwayat Penggunaan Obat :Pasien belum pernah berobat hipertensi Riwayat Kontrasepsi sebelumya : Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi

Riwayat Pernikahan PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran TD HR RR Suhu BB TB : Baik

: 1 kali menikah

: Compos Mentis : 130/80 mmHg : 96 x/menit, reguler : 20 x/ menit : 36,5 c : 64 kg : 160 cm

STATUS INTERNUS Kulit Warna Turgor Sianosis Ikterus : Sawo matang : Cepat kembali : (-) : (-)

Edema Anemia Kepala Rambut Mata Telinga Hidung Mulut Leher Inspeksi Palpasi Thoraks Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: (-) : (-)

: Hitam, sukar dicabut : Konjungtiva pucat (-/-) ikterik (-/-), reflak pupil (+/+) : Aurikula normal, Sekret (-/-), otorrhea (-/-) : Normal, Sekret (-/-), rhinorhea (-/-) : Mukosa basah, sianosis(-), lidah kotor (-)

: Simetris : Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-)

: Bentuk dada normal, simetris, retraksi intercostals (-) : Stem fremitus normal paru kanan dan kiri : Sonor : Vesikuler (+/+) Wheezing (-/-) Ronkhi (-/-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi sinistra Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi teraba Perkusi Auskultasi : Timpani : Peristaltik (+), bising usus (+) : Simetris, striae (-), sikatrik (-) : Soepel (+) Hepar tidak teraba, Ginjal dan Lien tidak : BJ I > BJ II, bising jantung (-) : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di ICS V linea media midclavicularis sinistra : Pekak Kanan atas : ICS II linea para sternal dextra

Kanan bawah : ICS IV linea parasternal dextra Kiri atas Kiri bawah : ICS II linea parasternal sinistra : ICS V linea media midclavicularis

Ekstremitas Superior Inferior Status Ginekologis Inspeksi Perdarahan minimal Palpasi Inspekulo Vaginal Touche : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : tak tampak tanda peradangan, tak tampak benjolan, : Sianosis (-/-), edema (-/-) : Sianosis (-/-), edema (-/-)

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : Hb Golongan darah : 13,5 g % :A

Pemeriksaan USG

RESUME Ny. Aminah, usia 45 tahun datang ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan perdarahan dari kemaluan. Perdarahan telah dialami os sejak 3 minggu SMRS yang hilang timbul, perdarahan yang timbul bisa sedikit-sedikit maupun banyak dan pasien harus mengganti pembalut 4-5 kali/hari. Darah yang keluar berwarna merah segar, volume sekitar 50 cc dan kadang-kadang bergumpal. Perdarahan yang terjadi berada diantara 2 siklus haid yang di alami. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut, pusing, dan lemas yang dialami setiap kali terjadi perdarahan. Pasien mempunyai 4 orang anak, riwayat abortus (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/80 mmHg, HR 96 x/menit, reguler, RR 20x/menit, Suhu 36,5 c, BB 64 kg, TB 160 cm. Pada pemeriksaan ginekologis, Inspeksi tak tampak tanda peradangan, tak tampak benjolan, Perdarahan (+). Palpasi tidak dilakukan, Inspekulo tidak dilakukan, Vaginal Touche tidak dilakukan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 13,5 g%. Diagnosa Banding 1. Perdarahan Uterus disfungsional 2. Hiperplasia Endometrium 3. Mioma uteri 4. Endometriosis Diagnosa P4A0 dengan perdarahan uterus disfungsional etcausa hiperplasia endometrium

Terapi 1. IVFD RL 20 gtt/i 2. Cefotaxim 1 gr/12 jam 3. Kalnex 1 amp/12 jam 4. Amlodipin 1x10 mg

Prognosis Dubia et Bonam

FOLLOW UP

Tanggal 12-112013

S P/V (+), Pusing, nafsu makan( +), lemas, jantung berdeba r

O TD 130/80 mmHg HR 80x/i Hb 13,5 g%

A P4A0 dengan perdarahan uterus etcausa hiperplasia endometrium

13-112013

-P/V (+) pusing, nafsu makan (+), jantung berdebar

TD 120 mmHG HR 78 x/i

P4A0 dengan perdarahan uterus etcausa hiperplasia endometrium

P 1.IVFD RL 20 gtt/i 2.Cefota xim 1 gr/12 jam 3.Kalnex 1 amp/12 jam 4.Amlodi pin 1x10 mg 1.IVFD RL 20 gtt/i 2.Cefota xim 1 gr/12 jam 3.Kalnex 1 amp/12 jam 4.Amlodi

14-112013

P/V mulai berkurang, pusing(-), Nafsu makan (+)

TD 130/70 mmHg HR 80x/i

Pasien PAPS

pin 1x10 mg 5. Vit K 6. Bcomb 7.Norestr il 1.IVFD RL 20 gtt/i 2.Cefota xim 1 gr/12 jam 3.Kalnex 1 amp/12 jam 4.Amlodi pin 1x10 mg 5. Vit K 6. Bcomb 7.Norestr il

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi PUD Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus

disfungsional adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon (hipotalamus hipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ. Perdarahan ini juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau tidak teratur tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui. 3.2 Epidemiologi - Lima puluh persen penderita berusia antara 40-50 tahun. - Dua puluh persen penderita adalah remaja. 3.3 Klasifikasi PUD FIGO telah membuat Sistem klasifikasi terbaru terhadap penyebab Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD). Sistem ini telah disetujui oleh FIGO Dewan Eksekutif sebagai sistem klasifikasi FIGO. Ada 9 kategori utama , yang disusun sesuai dengan singkatan PALM - COEIN: polip, adenomiosis, Leiomioma, keganasan dan hiperplasia, koagulopati, ovulasi disfungsi,

endometrium, iatrogenik, dan belum diklasifikasikan .

a. Polip Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium Gejala : - Asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA. -Umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas. Diagnostik : -USG dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. -Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel endometrium. b. adenomiosis Dijumpai jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan miometrium

Gejala : -Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik -Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal. Diagnostik: -Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan endometrium pada hasil histopatologi -pemeriksaan MRI dan USG -Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium. -Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium ektopik pada jaringan miometrium. c. Leiomyoma Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium Gejala : -Perdarahan uterus abnormal -Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding abdomen Diagnostik : -Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan penyebab tunggal PUA

-Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni hubungan mioma uteri denga endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlah mioma uteri. d. Malignancy and hyperplasia Pertumbuhan endometrium Gejala : -Perdarahan uterus abnormal Diagnostik : -Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan merupakan penyebab penting PUA -Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi FIGO dan WHO -Diagnostik pasti ditegakkan berdarkan pemeriksaan histopatologi e. Coagulopathy Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus Gejala : -Perdarahan uterus abnormal Diagnostik : -Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik yang terkait dengan PUA hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan

-Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand. f. Ovulatory dysfunction Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus Gejala : -Perdarahan uterus abnormal Diagnostik : -Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi -Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid banyak g. Endometrial Gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat dengan terjadinya perdarahan uterus. Gejala : -Perdarahan uterus abnormal Diagnostik : -Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid teratur -Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis lokal endometrium

-Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti endothelin1 dan prostaglandin F2 serta peningkatan aktifitas fibrinolitik -Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium -Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang berovulasi. h. Iatrogenik Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang disebabkan oleh sebagai berikut : -Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi -Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin i. Not yet claaified Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi -Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena -Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengankejadian PUA

3.4 Klasifikasi berdasarkan Jumlah perdarahan Pola dari perdarahan uterus abnormal Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola: 1)Menoragia (hipermenorea) perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang. Adanya bekuanbekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat menandakan adanya perdarahan yang banyak. Misalnya Mioma submukosa,komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas,dan perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.

2) Hipomenorea (kriptomenorea) perdarahan menstruasi yang sedikit, dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. .3)Metroragia (perdarahan intermenstrual) perdarahan yang terjadi padawaktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma serviks adalah penyebab yang patologis. 4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi. 5) Menometroragia perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular.Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan. 6)Oligomenorea periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan biasanya

berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain. 7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda darikanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan. 3.5 Klasifikasi Berdasarkan Usia a. Perdarahan Uterus Disfungsional pada Usia Remaja Etiologinya diperkirakan karena disfungsi dari mekanisme kerja hipotalamus hipofisis yang mengakibatkan anovulasi sekunder. Pada masa ini ovarium masih belum berfungsi dengan baik dan pada remaja yang mengalami perdarahan disfungsional sistem mekanisme siklus feedback yang normal belum mencapai kematangan. Kenaikan kadar estrogen tidak menyebabkan penurunan produksi FSH dan oleh karena itu produksi estrogen berjalan terusdan bertambah banyak. Kadar estrogen yang berfluktuasi dan berlangsung tanpa keseimbangan progesteron mengakibatkan pertumbuhan endometrium yang berlebihan dantidak teratur diikuti oleh pelepasan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan

endometrium sehingga terjadi perdarahan yang beragam baik dalam hal jumlah dan lamanya maupun dalam hal frekuensi atau panjang siklusnya. b. Perdarahan Uterus Disfungsional pada Masa Reproduksi Ada tiga macam perdarahan disfungsional sebagai berikut :1) Perdarahan teratur siklusnya namun jumlahnya melebihi dari pada biasa

(hypermenorrhoe),terjadi pada masa haid, yang mana hal itu sendiri biasa teratur atau tidak. Perdarahan semacam ini sering terjadi dan haidnya biasanya anovulasi. Biasanya 90% disebabkan oleh lesi organik dan kadang-kadang bisa terjadi pada ketegangan psikologi dan pada pemeriksaan histologi endometrium menunjukkan tanda-tanda pengaruh gestagen yang tidak cukup.2) Perdarahan berulang atau intermitten yang terjadi di luar siklus haid, misalnya terjadi pada masa pertengahan antara dua masa haid atau dalam fase post menstruasi. Yang pertama disebabkan penurunan kadar estrogen akibat peristiwa ovulasi dan perubahan fungsi folikel de Graff menjadi korpus luteum, dan pada yang kedua disebabkan oleh involusio yang terlambat atau persistensi dari korpus luteum yang terus menghasilkan progesteron walaupun dalam kadar yang lebih rendah beberapa hari setelah proses degenerasi pada endometrium dimulai sehingga perdarahan endometrium yang terjadi bisa banyak sekali hypermenorrhoe yang demikian bisa juga terjadi disebabkan produksi progesteron yang tidak mencukupi oleh korpus luteum dan perdarahan telah dimulai sehingga beberapa hari sebelum haid (perdarahan premenstruasi).3) Yang jarang adalah episode perdarahan yang cukup banyak yang terjadi pada sembarang waktu dalam siklus haid dan tidak disertai ovulasi. Penyebabnya belum jelas, tetapi keadaan kongesti lokal dalam pelvis

misalnya oleh karena kurang gerak badan,rangsangan seksual yang tidak memuaskan. Kadar estrogen yang jauh dari pada kadar ambang ini bisa menyebabkan perdarahan pada endometrium. c. Perdarahan Uterus Disfungsional pada Masa menjelang menopause. Beberapa tahun menjelang menopause fungsi ovarium mengalami kemunduran karena secara histologi di dalam korteks ovarium hanya tersisa sedikit jumlah folikel primordial yang resisten terhadap gonadotropin. Sekalipun terus terangsang oleh gonadotropin akan tetapi folikel tersebut tidak akan mampu menghasilkan jumlah estrogen yang cukup. Kekurangan estrogen yang berkelanjutan pada akhirnya akan menuju pada kemunduran peristiwa-peristiwa yang fungsinya bergantung pada kecukupan estrogen seperti ovulasi,menstruasi, kekuatan jaringan vagina dan vulva. Masa ini dikenal dengan masa klimaterium.Dalam periode ini timbullah gejala-gejala kekurangan estrogen seperti hypermenorrhoe dan haid yang tidak teratur. Namun, tidak semua wanita akan mengalami kekurangan estrogen dalam masa ini bahkan sebaliknya dapat juga mengalami kelebihan estrogen bebas yang beredar, karena dalam masa ini terjadi kekurangan globulin pengikat hormon kelamin sementara kelenjar adrenal masih tetap menghasilkan estrogen. 3.6 Etiologi Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional (DUB) belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain :

Kegemukan (obesitas) Faktor kejiwaan Alat kontrasepsi hormonal Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices) Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB), misalnya: trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing Manis (diabetus mellitus), danlain-lain. Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain lain. 3.7 Patogenesis Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten).Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi. -Pada siklus ovulasi Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk. -Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen

berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Nah, kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahimyang rapuh. Di lain pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim disatu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan. 3.8 Gejala Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause. Pada siklus ovulasi Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka harusdipikirkan sebagai etiologi :

1. korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur. 2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. 3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus 4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan. Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi kadar estrogen dan jumlah folikel yang padasuatu waktu fungsional aktif. Folikelfolike ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru . Endometrium dibawah pengaruh estrogen akan tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi endometrium hiperplastik kistik. Jika gambaran ini diperoleh pada saat kerokan dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Biasanya

perdarahan disfungsional initerjadi pada masa pubertas dan masa pramenopause. Pada masa pubertas terjadi sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasankecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haidmenjadi ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas 3.9 Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 0,6C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada

biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi. Diagnosis DUB setelah eksklusi penyakit organik traktus

genitalia,terkadang menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1%. Jadi, pengambilan sampel endometrium penting dilakukan. 3.10 Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium ini harus sudah terarah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis karena biayanya sangat maha. 1. Tes kehamilan harus dilakukan. 2. PAP tes : untuk mencari displasia; kemungkinan STD harus selalu dicari. 3. Hitung jenis leukosit, menentukan derajat perdarahan apakah berupa hematom atau hanya memar saja. 4. Fungsi koagulasi, bila ada memar-memar.

5. Fungsi tiroid, hati, glukosa, dan sistem endokrin yang mungkin berinteraksi dan mengakibatkan perdarahan. 6. Pemeriksaan kadar hormon steroid 7. Biopsi endometrium 8. USG, singkirkan adanya massa, gambaran hiperplasia. 3.11 Diagnosis Banding - Kelainan organik genitalia seperti mioma uteri terutama mioma submukosa, polip endometrium, endometriosis, salpingo-oophoritis, ca serviks dan sebagainya. - Hormone replacement therapy khususnya pemakaian estrogen pada pengobatan pasca menopouse. -Gangguan psikosomatis seperti disharmoni dalam pernikahan 3.12 PENGOBATAN Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut: 1. Menghentikan perdarahan 2. Mengatur menstruasi agar kembali normal

3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

Menghentikan

perdarahan:

Langkah-langkah

upaya

menghentikan

perdarahan adalah sebagai berikut: Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita menikah tapi belum sempat berhubungan intim. O b a t (medikamentosa) 1. Golongan estrogen. Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian: Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong). Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti )akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.

2. Obat Kombinasi Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadisetelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat inidapat dihentikan setelah 3 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telahtimbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan

endometrium yang berdarah banyak selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara bertahap.Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dandiulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu mencegah kehamilan. Khususnya

untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin ( sindromaAsherman ) jika endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dandiatasnya yang tidak obes, tidak merokok, dan tidak hipertensi. 3. Golongan progesterone Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar,sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain: Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama 7 10 hari. Norethisteron: 31 tablet, diminum selama 7-10 hari. Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular 4. OAINS Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ). Mengatur menstruasi agar kembali normal setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah

pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 21 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15menstruasi.Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantongdarah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kirakira perlu sekitar 4 kantong darah. PROGNOSIS Prognosis dari kasus-kasus PUD belum jelas dapat dikemukakan karena informasi yang jelasmengenai hal tersebut masih sangat sedikit dan belum didasarkan pada penilaian jumlah keluarnya perdarahan secara objektif. Suatu PUD yang terjadi satu periode pada masa remaja mungkin mempunyai prognosis yang lebib baik dibandingkan dengan PUD dengan beberapa episoda, terutama dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya perubahan pola haid yang persisten (30-80%), seringnya dilakukan kuretase (40-55%), anemi (30%), perlunya terapi hormonal (40%), kemungkinan terjadinya infertilitas (45-55%), laparotomi untuk kista ovarium (10-30%). Prognosis ini jelas akan sangat buruk jika terjadi hipertropi glandular kistik, sehingga jika seorang remaja datang dengan PUD yang berulang, kuretase merupakan suatu indikasi atau tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan. Prognosis PUD pada kelompok usia pertengahan reproduksi cukup baik walaupun belum ada bukti-bukti yang akurat. Di beberapa negara banyak wanita dalam usia ini menjalani tindakan histerektomi. Dari data yang dilaporkan tampak bahwa prognosis jangka panjang PUD anovulatoar pada

masa akhir reproduksi kurang baik/buruk sebagai akibat sering terjadinya rekurensi.

BAB 4 KESIMPULAN

Dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien tersebut adalah P4AO dengan perdarahan uterus disfungsional etcausa hiperplasia endometrium melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjsng yang dilakukan. Pada Anamnesis yang menunjang diagnosis perdarahan uterus disfungsional adalah didapatkan keluhan pasien P4A0 dengan perdarahan 3minggu

(menometroragia), disertai nyeri perut dan lemas. Pasien juga memiliki faktor predisposisi yaitu usia 45 tahun, merupakan usia premenopause, dimana pada usia tersebut tubuh seorang wanita terjadi perubahan mekanisme pengaturan hormon pada hipotalamus-hipofisis ovarium. Pada pemeriksaan lab didapatkan kadar Hb 13,5 g/dl. Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional berdasarkan usia, status pernikahan, fertilisasi jenis dan lama perdarahan serta prognosisnya. Mengingat usia pasien yang premenopause sehingga penatalaksanaan terbaik adalah tindakan operatif berupa kuretase dan pemberian obat-obatan.

Anda mungkin juga menyukai