Anda di halaman 1dari 6

PENGELOLAAN KEMAJEMUKAN MASYARAKAT SEBAGAI KEKUATAN POLITIK GUNA MEMBANGUN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM RANGKA KETAHANAN NASIONAL

Pokok Permasalahan Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, Keanekaragaman masyarakat dan budaya Indonesia tercermin dengan adanya keragaman agama, etnik, bahasa dan budaya, muncul karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu wilayah geografis, latar belakang historis, dan psikologis. Sesungguhnya kondisi ini merupakah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang mungkin tidak dimiliki oleh bangsa manapun di belahan dunia ini. Sementara itu pengaruh globalisasi lewat informasi dan komunikasi yang semakin canggih, membuat bangsa Indonesia memiliki berbagai paham, persepsi dan pandangan yang berbeda sekaligus bertentangan. Dalam perbedaan etnis, suku dan agama, bisa terjadi perbedaan paham yang bisa meruncing menjadi konflik. Hampir setiap agama di Indonesia memiliki kelompok yang memiliki paham berbeda dan dalam satu etnis atau suku bisa terjadi berbagai kelompok dengan tradisi, perilaku dan cara hidup berbeda. Kemajemukan tentu saja memiliki dampak negatif jika tidak dikelola dengan baik karena dapat memunculkan sifat primordial yang etnosentris, sifat stereotip etnik dan potensi konflik yang dalam konteks kenegaraan sangat rentan sebagai pemicu retaknya rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Karena sebab yang sepele yang terjadi dapat memicu konflik antar suku atau antar agama maupun kelompok. Tetapi dalam bangsa majemuk seperti Indonesia, sebenarnya juga terdapat potensi yang luar biasa. Ketika kebudayaan dari berbagai suku dikelola dengan baik akan menghasilkan khasanah budaya bangsa yang luar biasa. Ketika semua umat beragama dapat hidup berdampingan dengan semangat toleransi yang tinggi, tentu akan menghasilkan kehidupan yang indah, saling memberdayakan dan saling menghormati dalam kehidupan yang demokratis. Sejak era reformasi yang digulirkan telah membawa tatanan baru dalam kehidupan bangsa dengan berbagai perubahan menuju proses penyelenggaraan pemerintahan yang good governance. Namun disisi lain, persoalan demokratisasi menjadi isu utama kehidupan politik nasional yang sangat dinamis belakangan ini. Sistem pemerintahan orde baru tidak mentolelir perbedaan pandangan politik dengan pemerintah, dan telah mewariskan permasalahan ketidakpuasan, yang berkembang menjadi bibit-bibit disintegrasi yang mengancam keutuhan NKRI. Kondisi ini juga ikut melemahkan ketahanan budaya yang selama ini menjadi perekat masyarakat Indonesia yang majemuk. Lemahnya ketahanan budaya juga ditunjukkan oleh terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin melemahnya norma-norma lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah mengakibatkan terjadinya sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai. Disorientasi tata nilai, ditambah dengan tumbuh suburnya semangat kebebasan, telah menyuburkan tumbuhnya pandangan yang serba boleh (permisif) yang telah mengakibatkan menguatnya berbagai macam divergensi dalam berbagai tata kehidupan masyarakat, yang apabila hal tersebut berkembang secara berlebihan, selain akan menyulitkan upaya untuk memadukan gerak langkah pembangunan, juga cenderung memicu konflik diberbagai tataran kehidupan.

Kurang tepatnya pengelolaan konflik sosial, politik dan tidak meratanya alokasi sumber daya pembangunan ke wilayah-wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan menjadi cikal bakal rasa ketidakadilan dan perasaan diabaikan bagi daerah-daerah yang jauh dari pusat. Selain itu berbagai penyelewengan dan melemahnya nilai-nilai moral yang seolah-olah berkembang dalam praktek kenegaraan, telah menyemaikan bibit ketidakadilan dan kemiskinan struktural dalam kehidupan mayoritas masyarakat indonesia. Lebih jauh lagi munculnya trauma mendalam terhadap penyelesaian konflik di tengah masyarakat, yang lebih banyak mengedepankan tindakan-tindakan represif. Menurut clifford geertz, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi kedalam sub-sub sistem yang relatif berdiri sendiri-sendiri, dan setiap sub sistem terikat kepada sistemnya masing-masing oleh unsur-unsur yang bersifat primordial. Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dipahami melalui beberapa titik pandang, yaitu: Pertama secara horizontal, pemahaman ini didasarkan pada fakta yang menunjukkan adanya satuan-satuan yang keragamannya dicirikan oleh perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat atau tradisi dan perbedaan unsur unsur kedaerahan lainnya. Artinya perbedaan tersebut tidak didasarkan kepada kualitas dari unsur-unsur yang membuat keragaman tersebut, contohnya adanya suku bugis, suku minang,suku batak di Indonesia terdapat sangat banyak jumlah suku yang lainnya. Kedua dipandang secara vertical, artinya perbedaan dari unsur unsur tersebut dapat didasarkan kepada kualitas atau kadarnya. Misalnya dari aspek ekonomi akan ditandai dengan adanya golongan atas, bawah dan golongan menengah strata kebangsawanan dan rakyat jelata. Masyarakat era reforamasi mengalami krisis peran, sedang dalam mencari keseimbangan dan struktur baru yang lebih ideal ditengah-tengah tuntunan masyarakat akan demokratisasi. Ketidakpercayaan dan kegagalan pada orde baru yang begitu dominan dan otoriter, menyebabkan masyarakat kurang memiliki referensi mengenai batas-batas yang ideal bagi negara demokratis. Kebingungan dan frustasi akan kegagalan orde baru tidak jarang dilakukan melalui tindakan yang irasional di dalam kehidupan sosial. Tindakan ini sering diikuti dengan tindakan main hakim sendiri dengan menggunakan kekerasan dan melawan hukum. Akibatnya persatuan nasional juga mendapat ancaman yang serius dengan masih berakarnya nilai-nilai politik yang bersifat primordial di tengah-tengah masyarakat. kelompokkelompok primordial menegaskan keberadaanya di dalam masyarakat, dengan tidak ragu-ragu menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Amat sering terjadi kekerasan dilakukan terhadap kelompok lain yang tidak sepaham dengan menggunakan agama sebagai perisai. Bahkan sampai melakukan disintegrasi dengan Indonesia dan mendasarkan ikatan primordial tersebut sebagai tameng. Dalam mengelola kemajemukan masyarakat sebagai kekuatan politik, arah pembangunan politik diwujudkan melalui penyempurnaan struktur politik, penataan peran negara dan masyarakat, pengembangan budaya politik, peningkatan peran hubungan luar negeri serta peran komunikasi dan informasi, serta bagaimana masyarakat hidup berdampingan dalam keanekaragaman tetapi tetap memiliki semangat persatuan, yang dilandasi Bhineka Tunggal Ika, dalam menghadapi konflik akan tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan, musyawarah mufakat dalam rangka ketahanan nasional. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka yang menjadi pokok permasalahan adalah: Bagaimana pengelolaan kemajemukan masyarakat sebagai kekuatan politik guna membangun persatuan dan kesatuan dalam rangka ketahanan nasional?.
2

Pokok-Pokok Persoalan Dalam rangka pengelolaan kemajemukan masyarakat sebagai kekuatan politik guna membangun persatuan dan kesatuan dalam rangka ketahanan nasional, pokok-pokok persoalan yang ada adalah sebagai berikut:

1.

Melemahnya Nasionalisme di tengah mengemukanya primordialisme dan kedaerahan Reformasi yang bergulir sejak 1998 telah membuka kran demokrasi khususnya kebebasan politik bangsa yang sebelumya terkungkung dalam asas tunggal Pancasila, sehingga reformasi seolah menjadi tonggak bangkitnya politik aliran yang walaupun tetap berazaskan Pancalisa tetapi bernafaskan kelompok dan golongan tertentu kondisi ini lambat laun mendorong pengkotak-kotakan politik di tengah kebhinekaan bangsa Indonesia. Pada akhirnya tidak bisa dihindari munculnya konstelasi politik yang memperhadapkan kelompok elite politik yang diikuti oleh simpatisan dalam ajang praktek politik yang saling berhadaphadapan dalam Pemilu maupun Pemilukada, kondisi ini terus melemahkan rasa persatuan dan kesatuan Nasional. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung baik Gubernur maupun Bupati dan Walikota, diberbagai daerah provinsi dan kabupaten serta otonomi daerah memunculkan kekuatankekuatan baru. Peran politik daerah terhadap pemerintah di atasnya sehingga muncul kesan lahirnya raja-raja baru di daerah yang kadang kebijakannya tidak selalu sejalan dengan pemerintah pusat, kondisi ini menggerus rasa persatuan dan kesatuan daerah dengan pusat. Munculnya fundamentalisme keagamaan dengan sejumlah pengikutnya, yang menganggap diri paling benar di jalan Tuhan sehingga kelompok keagamaan lain maupun kebijakan pemerintah dianggap sebagai lawan telah memecah sendi- sendi persatuan dan kesatuan antar agama di Indonesia. Belum optimalnya peran pemerintah dalam pengelolaan masyarakat majemuk sebagai kekuatan politik Lemahnya komunikasi politik pemerintah dalam mengelola sistem multi partai dengan kelompok aliran saat ini terus menerus melemahkan kekuatan persatuan dan kesatuan bangsa. Energi pemerintah hanya dihabiskan untuk membangun koalisi politik yang terus bergolak dengan berbagai isu yang menghambat program-program pembangunan. Berbagai peraturan perundangundangan yang terkait dengan pengelolaan politik utamanya pemilu belum mendapatkan formulasi yang tepat sehingga sebagaian besar pesta demokrasi politik di daerah berakhir dengan konflik dan sengketa hukum, hal ini berdampak pada kehidupan masyarakat yang harus hidup di tengah-tengah konflik elite politik. Di samping itu, belum optimalnya pembinaan pemerintah terhadap ormas-ormas keagamaan dalam menjembatani komunikasi lintas agama, sehingga menimbulkan ketegangan- ketegangan antar ormas sampai ke tataran akar rumput.

2.

3.

Rendahnya kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat berbasis multikutural sebagai embrio pembangunan kekuatan politik, baik di tingkat lokal maupun nasional Saat ini, pendidikan yang menopang semangat Bhinneka Tunggal Ika sudah mulai meluntur dan tidak lagi dianggap kurikulum yang menjadi aset spirit kebangsaan di masa depan. Kurikulum pendidikan lebih berorientasi pada aspek- aspek pengembangan pengetahuan dan keterampilan dunia kerja yang merupakan bagian tranformasi ekonomi yang mendorong lahirnya budaya materialistik, kompetisi liar yang mengerogoti semangat kesetiakawanan social serta kesantunan etnis. Tidak adanya infrastruktur pembinaan politik kebangsaan yang berorientasi pada aspek multikultur bangsa pada tataran politik praktis, pengetahuan dan wawasan politik diserahan kepada partai. Kondisi ini telah melahirkan para politikus muda dengan persepsi, dan pola tindak yang tidak ama pengembangan politik kebangsaan Indonesia yang multikultur.

Pokok-Pokok Pemecahan Pemecahan Persoalan Dari pokok persoalan di atas, maka langkah-langkah secara konkrit yang dapat diterapkan dalam pengelolaan kemajemukan masyarakat sebagai kekuatan politik guna membangun persatuan dan kesatuan dalam rangka ketahanan nasional, adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengatasi persoalan melemahnya Nasionalisme di tengah mengemukanya primordialisme dan kedaerahan, upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut : a) Membangkitkan kembali Nasionalisme bangsa melalui dialog antar budaya yang terbuka dan demokratis, pengembangan multikultur dalam rangka meningkatkan toleransi masyarakat serta membangun kembali kesadaran hidup multikultur menuju terciptanya keadaban perpolitikan nasional. b) Secepatmungkinmenyelesaikankonflik-konflik multikultur horizontal yang memecah belah rasa persatuan dan kesatuan nasional melaui conflict management yang baik dan memungkinkan bangsa ini hidup berdampingan, bahu membahu dalam keanekaragaman. c) Mengkaji kembali system politik yang terkait pemilihan kepala daerah dengan meminimize effect polarisasi politik praktis ditengah kemajemukan masyarakat guna menghindari konflik sosial yang melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa. d) Merumuskan kembali pola penanganan aksi-aksi tindak kejahatan yang berbasis fundamentalis, terorisme, dan fanatisme sempit yang merongrong semangat nasionalisme di tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Untuk mengatasi persoalan belum optimalnya peran pemerintah dalam mengelola masyarakat sebagai kekuatan politik, upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut : a) Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab para penyelenggara negara, khususnya dalam mengelola praktek politik kenegaraan yang didasarkan atas kemajemukan bangsa.
4

2.

b)

c)

d)

Penataan kembali kehidupan politik bangsa terkait distribusi kekuasaan, dalam berbagai tingkat struktur politik dan hubungan kekuasaan, yang menjamin keseimbangan, proporsi dan keharmonisan politik pusat dan daerah. Mengembangkan dan mengoptimalisasikan kekuatan media massa, jejaring sosial, dan forum-forum kebangsaan sebagai media komunikasi politik multikultur untuk mengelola isu-isu politik nasional yang mendorong terbangunnya persatuan dan kesatuan bangsa. Pembinaan dan penataan kembali aktifitas ormas-ormas dan kelompok fundamentalis untuk mengembangkan komunikasi lintas ormas/kelompok yang mendorong pembangunan stabilitas politik nasional dan merekatkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa.

3.

Untuk mengatasi persoalan rendahnya kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat berbasis multikutural sebagai embrio pembangunan kekuatan politik, baik di tingkat lokal maupun nasional, upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut : a) Melakukan reorientasi pendidikan berbasis multikultural, yang mengakomodir pendidikan kebangsaan di tengah ke Bhineka Tunggal Ika an sebagai asset pondasi pembangunan politik multikultul masa depan. b) Mengembangkan sistem pengelolaan pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai-nilai multikultur bangsa sebagai mana telah terkristalisasi ke dalam Pancasila selaras dengan tuntutan masyarakat maju yang modern. c) Meningkatkan kualitas tenaga pendidik yang profesional dan memahami pola penanaman nilai-nilai kemajemukan bangsa sejak dini. d) Mengembangkan infrastruktur dan sistem rekruitment pelaku politik praktis dan manajemen kepartaian yang berwawasan bhineka tunggal ika di atas kepentikan politik golongan dan kelompok.

Jakarta,

Nopember 2013

Penulis Drs. Paulus Waterpauw

BAHAN BACAAN Term of Reference (TOR) Penyusunan Kertas Karya Acuan (KKA) Bidang Studi Politik PPSA XIX Tahun 2013 Lemhannas RI. Hasyim Djalal. 2007. Jati Diri Bangsa dalam Ancaman Globalisasi, Pokok-Pokok Pikiran Guru Besar Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press. Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama 2006) Gany, A Radi. 2001. Demokratisasi Masyarakat Nagari Dinamika Politik dan Kelembagaan Politik Nagari.

Afdjani, Hadiono. 2013. Komunikasi Politik dalam Era Keterbukaan, Suara Merdeka, 3 Februari, 2012.

Anda mungkin juga menyukai