Anda di halaman 1dari 7

LAMPIRAN Transkrip Wawancara untuk MPHI (15/12/2013) Narasumber: Edy Prasetyono (EP) Pewawancara: Cazadira Fediva Tamzil (Azira)

Gea Larissa Kuncoro (Gea) Azira: Jadi kita mau wawancara untuk MPHI mas. Sebenarnya kita berangkat dari indikatorindikatornya Waltz yang bilang kalau misalkan Cina itu adalah threat, misalnya agregat power, geographical proximity, dan sebagainya gitu mas. Dari sana kelihatan kalau Cina itu hreat gitu mas. Berangkat dari situ, kelihatan kalau menurut Walt, threat itu akan direspon, oleh balancing atau bandwagoning. Yang puzzling nya itu, dari indikator-indikatornya, Indonesia belum melakukan military build up. EP: Indonesia? Azira: Iya, Indonesia sendiri. Em.. kalau, gini. kalau arms.. kan ada ya, arms maintenance, modernization, sama arms race. antara modernization dan build up itu tipis. Modernization itu ga ada penambahan kuantitas. Misalnya dulu saya punya rudal 3000,sekarang juga 3000, tapi lebih tepat presisinya, itu modernization. Kalau dulu tentara seratus, sekarang juga seratus, tapi sekarang bisa lari lebih kencang, itu arms modernization. kalau dulu tank lari nya 40, sekarang 60, itu modernization. ngerti, ya? Azira, Gea: Iya. EP: Nah, itu arms modernization. kualitas. tapi kalau arms build up, ada peningkatan kualitas dan kuantitas. arms race, hampir sama, tapi ada faktor non fisik. apa itu? politik. bermusuhan. kalau ga bermusuhan, ga bisa disebut arms race. Kanada menaikkan, AS juga menaikkan. Apakah kedua negara tersebut terlibat arms race? tidak. Harus bermusuhan, masing-masing ditujukan kepada yang lain. Clear. Kalau ada pengerahan sumber daya yang besar-besaran, itu. Misalnya kalau dulu anggaran 6 persen, sekarang 20 persen, dedicated untuk itu. Agak relatif indikatornya, tapi intinya ada aksi-reaksi, terhadap pihak lain. Pihak lain melakukan ini, saya melakukan ini. Itu kan beda dengan arms modernization, arms modernization kan bisa sangat netral. Itu yang sering dilupakan orang. Indonesia, ada peningkatan kekuatan militer, tapi tidak besar. Peningkatannya di angkatan udara dan angkatan laut. itu ada di buku The Government Strategist, Kemhan 2007. Peer mengatakan akan ada pengembangan, laut dan udara. Darat, itu maintenance. Kondisi ideal minimal. tapi untuk udara dan laut, ada pengembangan. Build up nya, itu kecil. kecil dari mana? gampang dilihat dari anggaran. Anggarannya itu dulu kenaikannya saya masih ingat dari 30 sekian jadi 40, lalu 70. Ga besar. Apalagi dari anggaran itu kalau ga salah 60 atau 70 persen itu untuk rutin. Untuk rutin itu untuk kesejahteraan prajurit, untuk maintenance peralatan, jadi untukpengembangan dalam pengertian pembelian alutsista baru ya ga banyak. Dalam pengertian itu memang ada build up, tapi

ga cukup untuk menjadikan Indonesia untuk menjadi kekuatan regional. Jangankan untuk menghadapi Cina, untuk melindungi keseluruhan wilayah saja masih kesulitan. Kalimatnya kan Minimum Essential Force, tetapi pengertian minimumnya ini masih jadi perdebatan. Jadi minimum itu misalnya, apakah minimum berdasarkan ancaman? jadi kalau ancamannya ini, maka minimumnya sekian. Jadi berdasarkan threat. Apakah minimumnya berdasarkan geografi, jadi ga peduli threat nya, kalau besar geografisnya segitu, minimumnya ya segitu. Apakah dasarnya itu, yang kedua. Jadi pertanyaan saya akan MEF ya begitu. Apakah minimumnya berdasarkan imbangan regional. Misalnya Australi punya segini, jadi saya harus punya segini. Itu yang ketiga. Bisa juga minimum berdasarkan strategi. Kalau strateginya ini, maka minimumnya segini. Misalnya strategi deterrence, apakah deterrence by denial atau punishment. Kalau denial kan untuk menunjukkan kalau kita kuat. untuk pamer. Tapi kalau punishment kan beda. Apakah kebutuhan minimumnya sama? belum tentu. Ataukah yang terakhir adalah minimum karena kita ga punya resources. nah itu yang dulu saya tanya juga ke pak Juwono, waktu beliau melahirkan konsep MEF. Gapapa, sambil makan saja. Jadi build up nya itu kecil, sangat kecil. Kecilnya itu berdasarkan apa? wilayah. Mampu ga melindungi wilayah? Kecil banget. Jadi minimumnya itu masih kecil, kecil banget. Build up nya itu ga terasa, menurut saya. Esensi orang melakukan build up, menurut saya ya, yang pertama itu adalah survival. Survival untuk apa? survival dalam worst case scenario. yang kedua apa, selain itu? kadang orang membantah kan: oh, ga ada perang kok. Yang kedua untuk bargaining. Seperti AS sampai 6000 trilyun, atau Jepang 600 trilyun, itu untuk bargaining. Yang keempat fungsi build up itu, untuk efek. Kemajuan teknologi. Jadi gini ya. Pertama, perhitungan ekonomi. Banyak orang yang mikir, pengeluaran untuk militer itu buang-buang sumber daya. Dia lupa kalau dengan itu, dia bisa melindungi kepentingan badannya. Dia bisa melindungi kemungkinan hilangnya aset-aset, melindungi kemungkinan bocornya transaksi-transaksi ilegal. Apalagi ilegal transaction, crossborder. Kita kan ga punya radar, ga punya apa.. apalagi kehilangan wilayah. Jadi kalau mikirnya ekonomi aja, ga bisa. Dangkal banget. Yang kedua, kalau misalnya industrinya jalan, spliiover dari military technology, bisa berguna untuk sipil. Kalau punya alat yang bisa buat manuver pesawat, bisa dipakai di pesawat komersil. Teknologi radarnya, bisa dipakai untuk sipil. Logamnya, bisa dipakai untuk sipil. Tentu saja grade nya diturunkan, karena slogannya adalah the military technology is always one step ahead of the civilian. Selalu. Karena yang terbaik dari civilian untuk militer. Jadi Amerika kalau bisa buat jip Hummer (Humvee), kan dibuat versi sipilnya. Panser yang hebat, dipakai apa versi komersilnya? Traktor, garap sawah. Jadi kan ada kegunaan komersilnya. Itu yang sering dilupakan orang. Gitu lho, padahal sebetulnya ada komersil use-nya. Gitu lho. Ya kan? Coba teknologi apa aja, kan ada komersilnya. Tergantung kreativitas anda. Punya satelit yang hebat, untuk militer, kan bisa dipakai untuk deteksi titik-titik rawan.Kebakaran, gitu. Cina kan hebat karena itu. Gea: Mas, kan tadi bilang soal anggaran juga mas, itu salah satu indikator kita, hipotesis kita, kenapa Indonesia ga melakukan Military build up, karena masalah anggaran. Tapi kita kayak ngeliat gitu,

analisa kenaikan anggaran Indonesia dari 2006-2012, dari 2006 hingga 2008, terjadi penurunan drastis seperti 10 trilyun atau berapa gitu. EP: Penurunan? Gea: Penurunan, 2008. Tapi 2011 naik lagi kan mas, berapa kali lipatnya gitu. Tapi kan banyak diprotes kan mas. Tapi kebanyakan kan dipakai untuk POLRI gitu mas. Sekitar 41 trilyun gitu. POLRI kan cuma satu unit mas, sedangkan sisanya dibagi 5 unit. Apakah itu jadi penyebab kenapa Indonesia ga bisa melakukan military build up secara maksimal juga mas? EP: Gini ya, sebagian besar, sebagian besar lho ya, kalau analisa kebutuhan fisiknya, gampang. Ga cukup, udah. Mau cek pembelian apa juga, ga cukup. Karena satu pesawat itu 60 juta dolar. F 16 gitu. Sukhoi sekitar itu 50, 60. Kalau you Beli F35, udah 100 juta dolar. Beli B2 yang stealth udah ga mungkin, setengah miliar dolar. Beli kapal dari jepang kirishima class ga sanggup. 2 miliar dolar satu kapal. kapal perusak, destroyer. kalau kapal induk jangan harap, 5 miliar dolar itu. Tapi permasalahannya kok kenapa ga ada political commitment. Sama sekali. Sebenernya mampu ga kalau menaikkan? mampu. Azira: Sebenernya mampu? EP: Mampu. Political commitment itu begini, misalnya, di hampir semua negara yang mapan, anggaran militer itu, 2,5 sampai 3,5. Dari GDP. kita itu muter kok, kurang dari satu terus. Coba kalau 2,5, udah berapa itu. Tapi kadang kida ga membuat perbandingan gitu. Kalau negara maju, 2,5 sampai 3,5, ada malah yang 4. AS itu kalau ga salah 4 sampai 6. Kedua, itu sistem manajemen keuangannya. Saya dulu pernah nulis 2004, pernah baca ya? Azira: Pernah bacanya yang.. apa ya.. EP: Yang soal sistem keuangan. Sistem keuangan itu misalnya, jangan semua beban, ketika uang itu kita ga punya, itu dibebankan ke kemhan. sekali lagi kayak model Cina. Jadi gini. Datanya menunjukkan 40-60% digunakan untuk rutin, Rutin itu sebagian besar untuk kesejahteraan. Kesejahteraan itu apa? Itu kesiapan, pendidikan prajurit, asuransi, dan sebagainya. Bagi saya, kalau itu soal kesehatan, suruh departemen kesehatan yang ngurus. Kalau itu pendidikan prajurit, suruh kemendikbud. Kalau perumahan prajurit, suruh kementerian perumahan rakyat ngurusi. Gitu. Nah, ini kan solusi yang bisa kita lakukan. Caranya gimana? presiden kumpulkan, menteri-menteri terkait. kan presiden bos nya. Kalau soal riset, kumpulkan saja universitas-universitas terbaik, biayai oleh mendiknas. Kemenhan tinggal mengarahkan kira-kira spesifikasinya gimana. Itu kan mengurangi banyak banget.Jadi, sebetulnya ada, tapi sekarang satu, orang ga mikir perbandingan dengan GDP. Kedua, misalnya, yang kedua apa? selain masalah itu? Pajak rokok. pajak rokok sekarang berapa? mungkin 60 trilyun lho, lebih. Masa kita kalah? Dan itu, selain masalah politis, jga masalah manajemen resources dan ketidakmampuan berpikir strategis. Masalah politik itu ya itu, aduh jangan dikasih gede-gede, nanti ada militerisme lagi. Apalagi tekanan dari parpol lagi. kedua ya itu, manajemen itu.

Azira: Nah mas, yang berkaitan dengan yang politis, saya pernah baca kalau ada sensitivitas, kalau dinaekin itu nanti orang-orang jadi marah gitu. Katanya kalau ada kenaikan anggaran militer itu nanti ada separatisme, itu ada hubungannya ga ya mas?

EP: Engga. Separatisme itu, 20 persen karena masalah militer, 80 persen karena sosial politik. You gebuk sampai mati mereka tetap aja hidup, wong separatisme itu masalah sosial politik. ga ada separatisme itu, yang mati karena dipukul militer. kamu cek aja seluruh dunia, ada ga.

Azira: Ga ada. EP: Ga ada. Dulu DI TII itu, Kartosoewiryo, itu bisa relatif tenang, itu karena anak-anaknya dipelihara oleh negara. Aku pernah ketemu sama mereka. Jadi negara itu menyantuni. Dikasih pekerjaan, ditaruh di pemda-pemda.

Azira: Jadi mereka ga melawan? EP: Enggak. Itu yang dilakukan Srilanka waktu menghantam LDTE. Satu dipecah, dan orangorangnya dikasih provisi. Makanya LDTE sekarang sudah relatif.. ga ada berita lagi kan? karena itu deal, 3 tahun yang lalu kalau ga salah. Tapi ya itu, nah, pada aspek yang paling dasar, agak normatif ini ya, bisa diluar teori. Sebenarnya masih teori juga, teori tentang negara. Tapi bukan teori tentang kajian strategi. Negara ini dibentuk karena apa? kan 2 alasan. Kesejahteraan dan keamanan. Orang membentuk negara bukan untuk mengurusi urusan pribadi, makanya saya menentang negara mengurusi agama. Itu bukunya John Locke juga ada itu, A Letter of Tolerance judulnya. Orang mengikatkan diri pada ikatan sosial, teori kontrak sosial Rosseau, Teori Montesqieu, itu tidak berkaitan masalah hak pribadi. Negara tidak mengurusi hak pribadi. Hak pribadi hanya diurus ketika tabrakan kemudian menghasilkan tindak pidana. Misalnya barang saya dirampas. Pemenuhan hak pribadi hanya dalam arti kepentingan umum. Jadi negara terbentuk karena 2 alasan, apa itu? welfare, dan society. jadi pertahanan, yang menjadi satu aspek dalam security, itu menjadi core business dari negara. Masalah survival, masalah sovereignty. Orang lupa itu.

EP:

Kita lupa alasan kenapa Negara dibentuk. Negara itu politis, teori Negara, ilmu politik.

Azira: Ada kemungkinan Indonesia ga build up karena internal threats. Menrut mas edi? EP: Fokus internal itu tumbuh karena cara pikir yang tidak berubah dari dulu. Tidak ada orientasi

bargaining, outward looking, dan deterrence. Saya pernah nulis di kompas dan jurnal. Emang ancaman domestic itu fokus tapi itu jangan dijadikan dasar untuk mengembangkan kekuatan militer. Misalnya, inggris, masih menghadapi IRA, di dalam, tapi pengembangan kekuatan militer inggris ga pernah untuk menghentar IRA. Ini cara pikir yang salah. Nah kalo emang ada ancaman domestic? Ya ad hoc military operation. Tapi jangan sampai strategi militer dan rencana pembelian ga boleh fokus kesini Azira: Apa pembelian kita sll krna internal threats? EP: ga harus. Tapi maksud saya ad hoc, jangan jadikan kasus kasus itu dasar cara pikir kita. Cara pikir kita harus lbh besar dari itu Gea: Tapi kalo emang banyak operasi didalam itu indikasi apa?

EP: ya emang krn ada ancaman dari dalem. Itu karena karakter bangsa kita yang majemuk dan gap pusat daerah, gap kaya miskin. Karakter dari pemerintahan juga. Itu inheren. Sekian ratus tahun lagi tetap aja, itulah Indonesia. Jangankan Indonesia, golongan Negara baru di Eropa saja, sekarang separatism politik itu kenceng. Masalahnya apakah manifest ke dalam itu menjadi fokus. Jadi, tergantung dari akan dijadikan apa Negara Indonesia ini. Misalnya Cina, Cina ini kasus menarik. Kalo kamu ke Beijing, Shanghai, Guangzhou. Tanya, apa tujuan Cina? Menjadikan Negara ini apa? Masyarakat akan bisa jawab. Jangankan tujuan Negara, threat perception kita selalu berubah. Kalo masyarakat Cina tidak sama. Dulu saya ketemu sama orang sana, tahun 78, tahun 2000, konsolidasi ekonomi. 2000 2020 kekuatan terbesar di pasifik. 2020-2050 kekuatan terbesar di dunia. Itu visinya. Maka misinya? A B C. Ini butuh ekonomi dan energy, dan ia berusaha kuasai itu. Mereka buat sekian ribu kilometer proyek energy. Ia lirik Afrika, Asia Tengah, Laut, dll. Mereka datangi semua sumber energy. Mereka datangi pemerintah daerah langsung beli. Ga lewat pusat lagi. Langsung. Ga peduli kritik HAM. Langsung kejar tujuan.

EP: Ya ini penting. Negara harus punya tujuan. Kalo ga punya tujuan, apa guna intelijen? EP: Jangan salah kalo kita disadap. By implication, kalo mau zero enemies thousand friends, apa gunanya menyadap? Untuk apa nyari potential enemies? Kalo tujuan kita ceritanya anggap semua temen?

EP: Kebutuhan itu banyak. 247 kapal patrol, sekian skuadron pesawat. Baca di dokumen MEF. Pengembangan 2010-2024. MEF butuh itu. Gea: MEF berdasarkan apa? EP: Anggaran, nampaknya. EP: Tapi ada proyeksi juga 2014 -2019 1,5% persen dari GDP, 2019 - 2024, seingatku 2%. Tapi cek lagi deh. Di dokumen itu ada kok. EP: Bayangin, naik 2% dari sekarang udah 150. Udah gede itu. Itu Malaysia dan Singapur udah geleng-geleng.. EP: Sayangnya efisiensi penggunaan kita ga baik. Kita harus review lagi. Benarkah kita butuh segitu banyak angkatan darat? Kebanyakan pasukan nongkrong. Benarkah kita butuh banyak koramil? Smentara AD menbhabiskan 65-66% AD. Apakah mereka bisa menjadi pasukan siap perang? Ketika yang mereka lakukan setiap hari hanya main gaple, beli the botol, naik motor. Ini implikasi gabungan militer-politik. Dulu mereka tugasnya emang mengawasi rakyat, bekas orde baru. Review harus dilakukan. Tahu kebutuhan. Baru hal anggaran bisa dialokasi secara efisien.

Azira: kalo ga salah mas EP pernah nulis soal pengembangan postur? EP: ya, pengembangan postur ada tiga macam. Threat-based, berdasarkan ancaman. capabilitybased, berdasarkan kapabilitas. Kalo Negara-negara yang udah kaya, kita bisa pake capability based. Misal Amerika ditanya, ngapain bikin senjata di ruang angkasa? Ya dijawab, saya punya kapabilitas. Threat-based itu berdasarkan ancaman, maka sementara. Capability-based, karena dibutuhkan lebih jauh

EP: Dulu singapur di Tanya, di ASEAN mau kembangkan industry apa? Langsung jawab teknologi komunikasi. Makanya langsung jadi hub kan? Kita? Malah sibuk dengan tekstil etc. EP: Kalo dibuat dalam segi fisik, perhitungan antara efisiensi alokasi anggaran kemudian dari segi tekonologi itu menunjukkan ada keunggulan, lalu dari segi deterrence itu ada faktornya, jika semua jadi satu, jenis fisik senjata yang baik itu apa? Rudal.

EP: kalo anggaranmu terbatas, buat rudal. Dari segi teknologi bs dipertanggungjawabkan, rudalnya canggih. Efek gentarnya ada. Dari segi anggaran menarik. Misal, pesawat, yang harganya 60 juta dolar satu, you hantam dengan rudal yang sangat precise yang harganya 500ribu dolar, hancur. Tigatiganya kena. Aspek deterrence, teknologi unggul, dan anggaran efisien. Jika anggaran terbatas, buatlah itu. Satu kapal frigat 300juta dolar. 2trilyun satu kapal. Kalo ga punya, dan tahu kalo kita selatnya sempit. Pasang aja, rudal sana rudal sini. Ga perlu kapal dulu kalo gapunya duit. Tarohlah harga satu rudal 100-200ribu dolar. Dengan demikian orang akan takut. Tapi itu asumsinya kalo rudalnya precise.

Gea: Kalo kapalnya yang lewat punya senjatanya juga? EP: yaitu dia, tapi kan dia mikir, akan bahaya juga. EP: makanya itu tadi kan kalo asumsinya keuangan kita emang terbatas. Cari platform senjata yang cocok dengan tiga dasar tadi: ada efek deterrence, teknologi unggul, anggaran efisien. Ketemunya di rudal, tiga kombinasi itu. Itu saya tulis di kompas, lalu diambil sama sekjen kemhan. Lalu kemudian dikatakan ya akan diarahkan pengembangannya ke rudal kalau begitu.

Gea: satu lagi. Kan kita hipotesisnya kita ga build up karena gamau menimbulkan secdil di kawasan. Singapur Malaysia Filipina udah build up juga, padahal. EP: Argumenku dua. Argumen pertama validitas kekuatiran. Pertanyaan saya, para pejabat Indonesia, ngomongnya begini: kalo Indonesia kuat, menurut anda gimana? Saya sementara punya dua jawaban dari Australia. Australia: gapapa. Argumennya harus dibalik tapi. Semua kepentingan dunia ada di Indonesia terutama ALKI. Kalo kami tidak kuat dan tidak bisa penuhi tg jawab itu, Indonesia akan diintervensi. Mau ga kaya gitu? Yang ingin saya bilang, validitas argument itu, harus dicek. Padahal yang sempat saya Tanya bilang fine Indonesia itu kuat. Harusnya para pemimpin Indonesia melakukan itu. Yang kedua apa? Yang kedua adalah, kalo orang mau buildup, ya lakukan aja. Faktor Negara lain, gimana? Ya bukan kerjaan kemhan. Suruh diplomat lakukan damage control. Emang Negara lain ga melakukan. Kalo perlu orang2 tuh nyuri. Ketahuan apes, ya bargain lagi. Semua yang punya industry emang ga taat rezim, begitu ketahuan baru nego. Iran, korut, ketahuan, nego. Kan gitu mestinya. Jangan belum apa-apa nanti gimana ya nanti gimana ya, gituu. Yang penting2 kan yang utama, ya no nuclear dll. Biarin aja kemlu control damage. Kalo ga control damage, biarlah kita undang mereka seminar dll. Aku selalu bilang begitu. Aku pernah ketemu penasehat Reagen, namanya Colin Grey. Itu ngajar aku tiga bulan. Saya Tanya: eh, apa yang membuat anda legitimate, darimana boleh bikin senjata nuklir? Dia bilang ga ada. Dari segi hukum?

Ga ada. Ini cuma national interest ga ada lagi. Aku ketemu dia di Kiehl Uni di Jerman, tahun 95. Aku ketemu Morgenthau di Jepang tahun 1991. Azira dan Gea: Kita belum lahir EP: Ya, waktu memasarkan buku turbulence in world politics. Susan Strange aku juga udah ketemu. State and Market. Dia dari Warrick Uni. EP: Ya itu. Satu, itu pekerjaan kemlu. Ang kedua, kita sendiri ajak mereka interaksi. Seperti, latihan bersama yok, gitu. Apalagi, misal, latihan bersama, etc. Bisa mengurang (secdil) itu. EP: Saya selalu bilang gini: 4000 km tanggung jawab Indonesia ke dunia dari barat ke timur. Barat ke Timur 5 jam 40 menit, direct flight. Jakarta-Jayapura. Gea: Kayak ke Jepang? EP: bayangin Aceh-Jayapura. 7,5 jam. Gede banget. Kayak Inggris-Iran. Makanya kadang aku pikir, muncul yang ketiga. Luas wilayah sebagai dasar dari pengembangan kekuatan militer Indonesia. Natuna-Rote seberapa jauh, maka wajar Indonesia punya kemampuan strike seberapa jauh. Kalo ditanya kok segitu banyak strike capability nya. Ya jawab, wong emang kita luas. Tapi dengan begitu, kita bisa mukul jauh, toh? Kalo bisa mukul Jakarta-Aceh, kita bisa mukul Jakarta-Darwin, toh? Karena bisa muter, saya juga bisa mukul kuala lumpur, Bangkok, etc. Menjadi aneh, singapur Negara kecil tapi punya kemampuan strike sampe kemana-mana. Harus dibalik cara pikirnya. Kalo saya datang konferensi internasional, saya selalu bilang gitu. Kalo mereka bilang dengan sombong kok Indonesia gak pernah keluar dari krisis, saya bilang: Loh Indonesia kan punya 1000 ethnic groups, 7000 local languages, pulau 17.699, penduduk: 250juta, you bandingkan dengan penduduk 3juta, expat 3 juta, 6 juta, tingkat pendidikan luar biasa, gap biasa, jadi bagi kamu bandingannya bukan singapur. Singapur itu bukan apa apa kita. Bagi kami PM mu itu walikota. Walikota Denpasar, walikota Depok. Jadi kita impor PM mu ga akan menyelesaikan masalah. Wakil Menteri Lingkungan Hidup Singapur kugituin. Bahwa singapur baik, bagus, yes, kalo bandingkan masalah jauh. Malaysia? Sama. Yang rata-rata penduduknya mampu. Ga ada masalah tanah adat. You mau bangun di Kalimantan dan papua udah ribut. Tanah ulayat. EP: kurikulum keindonesiaan itu penting. Udah masuk tuh di mpkt. Tapi cara ngajar masih ga klop. Masih doctrinal. EP: Indoneia itu hebat. Sangat modern dalam pengertuan konsep. Kata indnesia sendiri. Refer keapa tuh? Agama? Ethnic groups? Tidak. Kata America, Germany, Malay, Britih, Spain, semua itu refer ke apa? Ethnic groups. Seharusnya Indonesia itu sangat modern. Isinya ratusan, ribuan bahasa lokal. Indonesia itu konstruksi politik. Sumpah pemuda. Roh kebangsaan itu hadir dulu sebagai kebangsaan. Harusnya diajarkan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai