Anda di halaman 1dari 3

Menyulap sampah menjadi duit

ALBA, perusahaan pengelola sampah di Jerman

Sampah bukan hanya berasal dari remah-remah kripik kentang dan cokelat yang masih
menempel di bungkusnya. Plastik, kertas, botol kaca, dan sisa makanan kaleng juga
sampah. Hanya saja, bagaimana cara kita mengolah sampah menjadi duit.

Femi Adi Soempeno (Berlin, Jerman)

Masalah sampah ternyata bukan milik Indonesia saja. Jerman juga menuai masalah yang
serupa. Lebih-lebih Berlin sebagai ibukota sekaligus kota terbesar di Jerman. Bedanya,
Berlin yang berpenduduk sekitar 3,3 juta jiwa ini sudah mulai memilah sampah keluarga
berdasarkan jenisnya, yaitu sisa makanan, plastik, kaleng dan kertas.

Sudah tujuh tahun ini sampah-sampah ini tidak dionggokkan begitu saja di kawasan
tertentu. Sebaliknya, sampah ini dikelola oleh perusahaan-perusahaan tertentu untuk
didaur ulang sehingga mendatangkan pendapatan. Saat ini, ada skeitar empat perusahaan
pengelola sampah di Berlin yang memutarkan duitnya sekitar € 50 miliar setiap tahun.

Jangan kaget dengan nilai uang yang segitu besarnya untuk ‘sekadar’ sampah.
Pemerintah Jerman butuh waktu tak kurang dari 35 tahun untuk menumbuhkan kesadaran
dan menciptakan sistem pengelolaan sampah yang bisa mendatangkan uang. Sampai-
sampai, beberapa perguruan tinggi di Jerman membangun Fakultas Pengelolaan Sampah.

Seperti dikutip dari situsnya, “Di sisi lain, ternyata sampah-sampah di Jerman ternyata
juga mendatangkan keuntungan secara ekonomi,” kata Sigmar Gabriel, Mentri
Lingkungan Hidup, Konservasi Alam dan Keamanan Nuklir Jerman.

Saat ini, setiap hari lebih dari separo sampah di Jerman sudah dikelola dengan sistem
daur ulang. Setiap hari, perusahaan-perusahaan pengelola sampah ini mendaur ulang
setidaknya 28 juta ton sampah sisa makanan, 30 juta ton sampah produksi dan industri,
plus 163 juta ton sampah konstruksi.

Dus, sampah yang bisa di daur ulang dari setiap orang Jerman sekitar 63,6 kg per kapita.
Kalau tidak di daur ulang, bayangkan saja, sampah ini bakal menghilangkan sebagian
wilayah di Jerman yang disulap menjadi tempat pembuangan akhir.

Lebih dari sekadar lingkungan yang asri dan perputaran duit yang begitu besar, kontribusi
pengelolaan sampah terdahap perekonomian Jerman ini cukup gurih. Yaitu, menyumbang
GDP sebesar 15%.

Botol nilainya 25 sen


Pemerintah Jerman nyatanya tidak omdo alias omong doang. Di ruang publik, mereka
menempatkan kotak-kotak sampah berjejer sebanyak empat kotak. Kotak sampah ini
dialasi plastik sesuai dengan warnanya untuk membedakan jenisnya.

Misalnya saja, merah untuk kertas, hijau untuk botol kaca, biru untuk sampah sisa
makanan, dan kuning untuk plastik. Dus, pada jam-jam tertentu, petugas kebersihan
tinggal mengangkut sampah langsung dengan plastiknya, dan memasukkannya ke dalam
kotak sampah yang lebih besar. Tentu saja, juga sesuai dengan jenis sampahnya.

Di rumah-rumah penduduk maupun apartemen, disediakan pojokan khusus kotak sampah


besar untuk menampung semua sampah dari kawasan tersebut. Lantaran sudah dibedakan
sesuai jenisnya, maka petugas kebersihan kota akan dengan mudah mengangkut
semuanya tanpa harus memilah kembali.

Eh, tapi beberapa jenis botol air mineral, bir dan minuman berkarbonasi bisa didaur ulang
sendiri. Proses ini bisa dilakukan dengan sangat mudah oleh setiap orang. Tempatnya ada
di pusat-pusat perbelanjaan yang menyediakan mesin penggerus botol. Dengan
memasukkan botol satu per satu, maka uang 25 sen akan keluar dari mesin penggerus.

Darimana angka 25 sen itu? Sudah empat tahun ini pemerintah Jerman mengenalkan
sistem deposit untuk setiap pembelian minuman botol. Dus, kalau air mineral sebanyak 2
liter dijual dengan harga 19 sen, si pembeli harus mendepositkan uangnya sebesar 25 sen.
Harapannya, pembeli akan mendaur ulang botolnya untuk mendapat kembalian deposit
tersebut.

Makanya, jangan heran kalau negara maju seperti Jerman juga masih banyak pemulung.
Mereka memunguti botol dari kotak sampah dari di ruang-ruang publik. Mereka
mengincar botol-botol dari mereka yang tidak ingin mengambil depositnya kembali.
Sebaliknya, mereka yang menginginkan 25 sen-nya kembali, rela antri di mesin
penggerus botol.

Sejak tahun 2004, sampah-sampah kemasan dikumpulkan menjadi satu dalam wadah
sampah yang berwarna kuning. Yellow dust bin ini adalah ciri khas perusahaan pengelola
sampah milik ALBA. Perusahaan ini

Anda mungkin juga menyukai