A. Identitas Penderita Nama Umur Agama Alamat Tgl. Masuk Pukul Pekerjaan Pasien No. CM : Ny. I : 27 tahun : Islam : Jl. Sumber 01/07 Panjang Ambarawa : 31 Desember 2013 : 20. 46 WIB : Ibu Rumah Tangga : JAMKESMAS : 050362 2013
B. Anamnesis Anamnesis dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 31 Januari 2013 pukul 21.30 WIB. Keluhan utama Keluhan tambahan Pusing (+) Lemas (+) Mual (-) Muntah(-) Riwayat Penyakit Sekarang PB rujukan praktek dokter Sp.OG, 26 tahun, G1P0A0, UK 11 minggu, dengan keluahan perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan terjadi sejak 16 jam yang lalu (pukul 04.00). Perdarahan berupa merah segar, prongkol-prongkol disangkal. Perdarahan sebanyak 1 pembalut hampir penuh. Nyeri perut disangkal, riwayat berhubungan intim dalam waktu dekat disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan yang sama Riwayat jatuh Hipertensi Diabetes mellitus Alergi obat = disangkal = disangkal = disangkal = disangkal = disangkal
1
Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi Diabetes mellitus Alergi obat Alergi makanan Asma Riwayat Sosial Hewan peliharaan Jamu Merokok Konsumsi alkohol Riwayat Operasi Belum pernah mengalami operasi sebelumnya HPHT HPL : 2 Oktober 2013 : 9 Juli 2014 = disangkal = disangkal = disangkal = disangkal = disangkal = disangkal = disangkal = disangkal = disangkal
Riwayat Haid Menarche usia 15 tahun, Siklus: 30 hari, Lama haid: 7hari Riwayat Pernikahan 1x, selama 1 tahun Riwayat KB Disangkal Riwayat Obstetrik Anak I : Hamil ini UK 11 minggu
C. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 31 Desember 2013 pukul 22.00 WIB. Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign Tekanan Darah Nadi Respiration Rate Suhu : 100/70 mmHg : 84 x/menit : 20 x/menit : 37 0C : 45 kg : 154 cm
: bentuk mesosefal : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+), pupil bulat isokor (3 mm / 3 mm).
Telinga Hidung
: normotia, discharge (-/-), massa (-/-) : simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), septum di tengah, concha hiperemis (-/-).
Mulut
: sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies gigi (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1).
Leher
Thoraks : Cor : Inspeksi Palpasi : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, nyeri tekan (-) Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen : Inspeksi : datar, striae gravidarum (-) : statis, dinamis, retraksi (-) : stem fremitus kanan = kiri : sonor seluruh lapang paru : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-
: Bising usus (+) normal : Timpani, pekak sisi (+), pekak alih (-) : Hepar/ Lien tak teraba, nyeri tekan (-)
Superior Edema Akral dingin Refleks fisiologis Refleks patologis -/-/+N/+N -/-
Pemeriksaan Obstetri Tinggi fundus uteri = 2 jari diatas simfisis pubis VT V/U/V Cavum uteri Portio : fluksus (+), fluor (-) : tidak ditemukan kelainan : sebesar telur bebek : sebesar jempol kaki, posterior, konsistensi
keras, permukaan licin, nyeri goyang portio (-) D. OUE : tertutup, teraba jaringan (-).
Parametrium adnexa : tidak ditemukan kelainan Cavum douglas : tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan Penunjang a. Darah Rutin Darah Rutin (WB EDTA) Hb Ht Leukosit Trombosit Eritrosit MCV MCHC MCH RDW MPV Limfosit Monosit Nilai 11.7 33.3 7,8 192 3,91 85,2 35,1 29,9 13,3 9,6 0,5 H 0,3 Nilai normal 11.5 14.5 37 - 45 4,0 10,0 150 440 3,8 5,4 82 98 32 36 27 10 16 7 11 1,0 4,5 0,2 10
Eosinofil Basofil Limfosit % Monosit % Eosinofil % Basofil % Neutrofil % PCT Clothing time Bleeding time Golongan darah HbsAg b. Tes kehamilan (+) c. USG
0,0 L 0,0 46 2,6 0,1 L 0,3 92,4 H 0,184 L 3,20 1,00 B Non reaktif
E. Diagnosis G1P0A0, 27 tahun, UK 11 minggu dengan Abortus Imminens F. Penatalaksanaan Non Farmakologi: Tirah baring Mengurangi aktifitas Menghindari posisi jongkok
ABORTUS Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini pertimbangan dilakukan minimal oleh 3 dokter spesialis, yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih kegururan yang berurutan. Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit).
Etiologi Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut: Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik - Mendelian - Multifaktor - Robertsonian
- Resiprokal Kelainan kongenital uterus - Anomali duktus Mulleri - Septum uterus - Uterus bikornis - Inkompetensi serviks uterus - Mioma uteri - Sindroma Asherman Autoimun - Aloimun - Mediasi imunitas humoral - Mediasi imunitas seluler Defek fase luteal - Faktor endokrin eksternal - Antibodi antitiroid hormon - Sintesis LH yang tinggi Infeksi Hematologik Lingkungan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama. Penyebab Genetik Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan karotip. Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak. Semua
kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan. Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1:80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah 35 tahun. Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8% kejadian abortus akibat kelainan kromosom, dimana terjadinya kelainan pada fase sangat awal sebelum proses pembelahan. Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran. Struktur sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaik gonad pada ovarium atau testis. Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan karotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga beresiko abortus. Penyebab Anatomik Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (1030%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan gangguan.
Penyebab Autoimun Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit autoimun. Misalnya pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS sering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklamsia, IUGR, dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum. The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi: Trombosis vaskular - Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi. - Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi. Komplikasi kehamilan - Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal. - Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal. - Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta berat. Kriteria laboratorium - aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu. - aCL diukur dengan metode ELISA standar. Antibodi fosfolipid/antikoagulan - Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT, dan CT ). - Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma platelet normal. - Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid. - Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.
10
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin dosis rendah, prednison, imunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case control menunjukkan pemberian heparin 5000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan janin dari 50% menjadi 80% pada perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dari dua kali tes APLAs positif. Yang perlu diperhatikan adalah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu pengawasan terhadap resiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta trombositopeni. Penyebab Infeksi Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain : Bakteri Listeria monositogenes Klamidia trakomatis Ureaplasma urealitikum Mikoplasma hominis Bakterial vaginosis Virus Sitomegalovirus Rubela Herpes simpleks virus HIV Parvovirus Parasit Toksoplasmosi gondii Plasmodium falsiparum Spirokaeta Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaranya sebagai berikut : Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misalnya Mikoplasma hominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses implantasi.
11
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19, Sitomegalovirus, Koksakie virus B, Varisela-Zoster, HSV) (Prawirohardjo, 2008)
Faktor Lingkungan Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko abortus. Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat dibandingkan kontrol normal. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus. Faktor Hematologik Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11 minggu (Cunningham et al, 2005). Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida. Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih dari 22 persen kasus. Hiperhomosisteinemi berhubungan dengan trombosis dan penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21 persen abortus berulang (Cunningham et al, 2005). Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat.
12
Kelainan Endokrin Hipotiroidisme Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata. Diabetes melitus Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, Mills dkk. mendapatkan bahwa pengendalian glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah konsepsi) menghasilkan angka abortus spontan yang setara dengan angka kontrol nondiabetik. Namun, kurangnya pengendalian glukosa menyebabkan peningkatan abortus spontan yang mencolok. Defisiensi progesteron Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus.
KLASIFIKASI ABORTUS A. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi: 1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus berdasarkan pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Perlu mendapat persetujuan minimal 3 dokter spesialis (spesialis Kandungan dan Kebidanan, spesialis Penyakit Dalam, spesialis Jiwa) 2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional. B. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus spontan terbagi lagi menjadi : 1) Abortus Iminens Merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
13
2) Abortus Insipiens Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
3) Abortus Inkompletus Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
4) Abortus Kompletus
14
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
5) Missed Abortion Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih tertahan dalam kandungan lebih dari 4 minggu. 6) Abortus Habitualis Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. 7) Abortus Infeksious Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. 8) Abortus septik Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam pembuluh darah atau peritoneum.
PATOFISIOLOGI Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis
15
servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8-14 minggu Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketuban telebih dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam banyak. Pada kehmilan minggu ke 14-22 : Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.
16
ABORTUS IMMINENS Abortus tingkat permulaan dan merupakam ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup, besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetaui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan buang air kecil terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas. Setengah dari abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan terus berlangsung. Beberapa kepustakaan menyebutkan adanya resiko untuk terjadinya prematuritas atau gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation) pada kasus seperti ini.
17
Penanganan abortus iminens terdiri atas : 1. Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar dan berkurangnya rangsangan mekanik sehingga perdarahan berhenti, dilarang untuk koitus selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa diberikan, dan tidak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan. 2. Pemberian progesteron pada abortuis imminens masih bersifat controversial. Hormon progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan didapatkan adanya kekurangan hormon progesterone. 3. Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin. 4. Bila perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahan berlangsung lama, nilai kembali kondisi janin. Konfirmasikan kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola). Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus yaitu tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.
18
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312 Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange. Stanford Connecticut. 2007:856-877 Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004:146-147 Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217 Estronaut : Signs of a Spontaneus Abortion. Diakses dari http://www.gennexhealth.com Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2002 Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265.
19