Anda di halaman 1dari 11

Don’t be confiused:

Istikharah Mantapkan Hati

Istikharah dan Definisinya


Istikharah secara bahasa berarti memohon yang terbaik. Adapun
secara istilah, memohon kebaikan yang sesuai dengan ilmu dan kehendak
Allah swt melalui munajat doa. Demikian juga istikharah bermakna
permohonan kepada Allah yang didasari atas kelemahan dan ketidak
berdayaan hambaNya untuk mengetahui pilihan yang terbaik disisiNya.
Doa istikharah adalah doa yang indah dan mengandung makna yang
disukai Allah swt, sebab tersurat didalam doa itu pengakuan akan lemahnya
hamba, betapa perlunya ia kepada sang Khaliq, kesempurnaan Allah yang
maha kuasa dan bermunajat dengan menyebut asmaul husnaNya.

Allah ta’ala berfirman:

َ‫سَتكْبِرُو َن عَنْ عِبَا َدتِي َسيَدْخُلُون‬


ْ َ‫جبْ َلكُمْ ِإنّ الّذِي َن ي‬
ِ َ‫وَقَالَ َرّبكُمُ ا ْدعُونِي َأسْت‬

َ‫َج َهنّمَ دَاخِرِين‬


Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepadaKu, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan
hina dina". (QS. Ghafir: 60)

Jabir bin Abdullah ra berkata, "Rasulullah saw mengajarkan kepada


kami untuk istikharah (minta dipilihkan Allah) dalam seluruh urusan
sebagaimana beliau mengajarkan sebuah surat Al Quran kepada kami. Beliau
bersabda: 'Apabila salah seorang di antara kamu sekalian bermaksud akan
sesuatu, maka hendaklah ia shalat dua rakaat selain fardhu. Kemudian
hendaklah ia mengucapkan:

1
ُ‫ك َتقْدِر‬
َ ّ‫ك اْلعَظِيمِ فَِإن‬
َ ِ‫ك مِنْ َفضْل‬
َ ُ‫ك َوأَ ْسأَل‬
َ ِ‫ك َوأَ ْسَتقْدِ ُركَ ِبقُدْ َرت‬
َ ِ‫الّلهُمّ ِإنّيْ أَ ْستَخِيـ ُر َك ِبعِلْم‬

ِ‫ يُ سَمّيه‬- ‫ت َتعْلَ مُ أَنّ هَذَا ا َلمْ َر‬


َ ْ‫ت عَلّ مُ اْل ُغيُو بِ الّلهُمّ إِ نْ ُكن‬
َ ْ‫وَلَ أَقْدِ ُر َوَتعْلَ ُم وَلَ أَعَْل ُم َوَأن‬

ْ‫ َخيْرٌ لِ يْ فِ يْ دِينِ يْ َو َمعَاشِ يْ َوعَاقَِبةِ َأمْرِ يْ فَا ْقدُرْ هُ لِ يْ َويَ سّ ْرهُ لِ ي‬- ُ‫ِب َعيْنِ ِه الّذِى يُرِيد‬

ْ‫ شَرّ لِ يْ فِ ي‬- ‫ يُ سَمّيهِ ِب َعْينِ ِه الّذِى يُرِي ُد‬- ‫َوبَارِ كْ لِ يْ فِي ِه َوإِ نْ ُكنْ تَ َتعَْل مُ أَنّ هَذَا ا َلمْ َر‬

ّ‫خيْرَ َحيْ ثُ كَا نَ ثُم‬


َ ْ‫دِينِيْ َو َمعَاشِ يْ َوعَاِقَبةِ َأمْرِيْ فَا صْرِ ْفِن ْي َعنْ هُ وَا صْرِفْ ُه َعنّ يْ وَاقْدُرْ لِ َي ال‬

ِ‫ضنِ ْي بِه‬
ّ ‫َر‬

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan kepadaMu yang sesuai


dengan ilmuMu. Aku memohon ketetapan sesuai dengan ketetapanMu. Dan
aku meminta anugrahMu yang agung. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa
dan aku tidak berkuasa. Engkau mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan
Engkaulah Zat Yang Maha mengetahui perkara-perkara yang gaib. Ya Allah,
jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian ia sebutkan permintaan
atau pilihannya) baik bagiku dalam agamaku, duniaku, kehidupanku, dan
akibat urusanku, maka kuasakanlah bagiku, mudahkanlah bagiku, kemudian
berkahilah bagiku padanya. Jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini
(kemudian ia sebutkan permintaan atau pilihannya) buruk bagiku dalam hal
agamaku, duniaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka
palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya. Dapatkanlah bagiku
kebaikan di mana saja ia berada, kemudian ridhailah aku dengannya”.
(HR. Bukhari)
Ulama madzhab yang empat sepakat bahwa istikharah itu hanya pada
perkara yang tidak diketahui dengan jelas kebenarannya. Adapun perkara
yang diketahui secara jelas kebenarannya atau diketahui secara jelas
keburukannya maka tidak dianjurkan untuk shalat istikharah. Namun
istikharah juga dianjurkan pada perkara yang diketahui secara jelas benarnya,
jika kita ingin mengetahui waktu yang tepat untuk melaksanakannya, seperti:
pelaksanaan ibadah haji, apakah baiknya dilaksanakan tahun ini atau tahun

2
depan?.Atau ingin mengetahui kondisi yang tepat, misalnya Ikut rombongan
haji si fulan atau rombongan haji yang lain, meneruskan pendidikan di
universitas dalam negri ataukah di luar negri dan contoh lainnya. Istikharah
tidak berlaku pada perkara yang hukumnya wajib, haram dan makruh,
melainkan pada perkara-perkara yang sifatnya mubahat (yang diperbolehkan)
dan mandub (anjuran) pada saat perkara-perkara mubahat tersebut saling
bertentangan satu sama lain. Manakah yang lebih baik didahulukan?
Manakah antara perkara tersebut yang lebih utama untuk dikerjakan?
Penggalan hadits diatas: ”Rasulullah mengajarkan kepada kami untuk
istikharah (minta dipilihkan Allah) dalam seluruh urusan sebagaimana beliau
mengajarkan surat Al Quran kepada kami”. Bermaksud bahwa Rasul
mendidik para sahabatnya dan juga umatnya untuk istikharah dalam setiap
urusan baik urusan yang besar maupun yang kecil, karena boleh jadi urusan
yang kecil itu memiliki pengaruh dan kesan yang besar.
Pengajaran beliau tentang istikharah ini ibarat beliau mengajarkan
huruf demi huruf surat dalam Al Quran tanpa menambah isi Al Quran ataupun
menguranginya. Maka menghafal doa ini menjadi sangat dianjurkan,
sebagaimana menghafal Al Quran. Tentunya hal ini menunjukan perhatian
Rasul saw yang begitu besar akan pentingnya doa istikharah juga betapa
pentingnya mengajarkan doa tersebut.

Hukum Istikharah
Para ulama sepakat bahwa istikharah itu hukumnya sunnah. Jika
seseorang bermaksud untuk menikah, melanjutkan pendidikan ke universitas,
merintis usaha dan bisnis, membuka proyek, bepergian dan lain sebagainya
dimana ia berada diantara dua pilihan: mengerjakan atau meninggalkannya.
Imam An Nawawy berkata: Dianjurkan untuk meminta pendapat orang
lain terlebih dahulu sebelum mendirikan shalat istikharah. Orang yang kita
mintai pendapatnya itu adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang
perkara yang kita tanyakan, memiliki pengalaman dan tentunya mempunyai
pemahaman agama yang benar.

Allah swt berfirman:

3
َ‫ب الْ ُمَتوَكِّلي‬
ّ ‫ح‬
ِ ُ‫َوشَاوِ ْرهُمْ فِي اْلأَمْرِ فَإِذَا عَ َز ْمتَ َفَتوَكّ ْل عَلَى اللّهِ إِنّ اللّ َه ي‬
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya.
(QS. Ali Imran: 159)

Jika ia telah meminta pendapat dan bermusyawarah dengan mereka


lalu ia yakin bahwa didalamnya terdapat maslahat dan kebaikan maka
laksanakan shalat istikharah.
Namun demikian seseorang yang telah membulatkan tekadnya pada
satu pilihan sangat dianjurkan juga untuk istikharah, karena jika seseorang
melakukan istikharah pada tiap-tiap perkara yang terlintas saja dalam
pikirannya maka perbuatan ini termasuk sia-sia.
Sebagian ulama berpendapat bahwa adanya tanda-tanda tertentu
seperti mimpi atau adanya ketenangan dan kelapangan hati bukanlah syarat
mutlak dari diterimanya doa istikharah. Apabila seseorang telah melakukan
istikharah untuk suatu pilihan maka bulatkan tekad dan kerjakan apa yang ia
yakini lebih utama, karena di balik itu ada hikmah dan kebaikan. Akan tetapi
jika hatinya telah berpaling dari perkara tersebut, yang mana hatinya sangat
bergantung dan lebih condong kepada hal itu sebelumnya maka bulatkan
tekad kepada perkara lainnya. Oleh sebab itu didalam doa disebutkan: “maka
palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya. Dapatkanlah bagiku
kebaikan di mana saja ia berada, kemudian ridhailah aku dengannya”.
Terkadang kita mengulang-ulang istikharah dalam satu urusan. Hal ini
tidaklah mengapa, sebagaimana Abdullah Ibn Zubair mengulang-ulang
istikharah sampai tiga kali ketika ia hendak merenovasi bangunan ka’bah.

Tata Cara Shalat Istikharah


Sabda Nabi saw: “maka hendaklah ia shalat dua rakaat selain fardhu”.
Teks hadits menyebutkan bahwa shalat istikharah itu dua rakaat. Bolehkah
shalat istikharah lebih dari dua rakaat? Menurut Ibnu Hajar shalat istikharah
itu boleh dilakukan lebih dari dua raka’at dengan salam pada tiap dua rakaat
kemudian berdoa, hal ini berdasarkan teks hadis yang menyebutkan bahwa

4
shalat istikharah itu dua rakaat. Menurutnya juga tidak apa-apa shalat
istikharah empat rakaat dengan satu salam.
Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat istikharah itu boleh
dikerjakan dengan dua cara. Pertama, Shalat istikharah itu sebagaimana
shalat sunat biasa, dilaksanakan dua rakaat dan ditutup dengan doa
setelahnya. Kedua, Dalam kondisi tertentu, Shalat istikharah itu dapat
dilakukan dengan hanya berdoa saja, yaitu jika tidak mampu mendirikan
shalat dua rakaat atau adanya uzur.
Apakah boleh shalat istikharah tanpa adanya niat seperti melakukan
shalat sunat mutlak (shalat tanpa adanya sebab)? Sebagian ulama
berpendapat tidak disyaratkannya niat., namun sebagian yang lain
berpendapat disyaratkan niat, karena yang demikian itu lebih hati-hati.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah doa istikharah itu boleh dibaca
sebelum salam atau sesudahnya, dan doa sebelum salam itu lebih utama.
Sebagaimana Nabi saw selalu memperbanyak doanya sebelum salam.
Adapun waktu shalat istikharah, maka sebaiknya tidak dikerjakan pada
waktu-waktu yang dilarang untuk shalat, seperti: setelah shalat subuh sampai
terbitnya matahari dan setelah shalat ashar hingga matahari terbenam. Waktu
yang paling utama untuk mengerjakan shalat istikharah yaitu pada sepertiga
malam, diantara adzan dan iqamat, waktu ashar yang terakhir (mendekati
maghrib) pada hari jumat dan waktu-waktu lainnya dimana doa pada waktu
tersebut lebih diijabah Allah swt.
Rasulullah saw bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
pilihan kepadaMu yang sesuai dengan ilmuMu”. Fungsi huruf ba pada kata
bi’ilmika sebagai ta’lil atau penjelas alasan. Maka maksud kata bi’ilmika
adalah: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon pilihan kepadaMu karena
Engkau yang maha mengetahui. Aku memohon kepadaMu kelapangan hati
dan petunjuk untuk memperoleh yang terbaik diantara dua hal yang baik.
Karena hanya Engkau yang lebih mengetahui jalannya segala sesuatu serta
akibatnya. Allah ta’ala berfirman:

5
‫حبّوا َشْيئًا وَ ُه َو شَرّ َلكُ ْم وَاللّ ُه َيعْلَمُ‬
‫َوعَسَى َأ ْن تَكْ َرهُوا َشْيئًا َوهُوَ َخْيرٌ َلكُمْ وَعَسَى أَ ْن تُ ِ‬

‫َوأَْنتُمْ لَا َتعْلَمُونَ‬


‫‪Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh‬‬
‫‪jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah‬‬
‫)‪mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah: 216‬‬

‫‪Didalam hadits qudsi disebutkan:‬‬

‫ل تَظَالَمُوا‪ ،‬يَا ِعبَادِي‬


‫يَا عِبَادِي إِنّي حَ ّر ْمتُ الظّلْ َم عَلَى َنفْسِي وَ َج َع ْلتُهُ َبْينَكُ ْم ُمحَ ّرمًا َف َ‬

‫كُّلكُمْ ضَالّ إِ ّل مَ ْن هَ َدْيتُهُ فَا ْستَهْدُونِي َأهْدِكُمْ‪ ،‬يَا ِعبَادِى كُّلكُمْ جَائِعٌ إِ ّل مَنْ أَ ْطعَ ْمتُهُ‬

‫س ْوتُهُ فَا ْسَتكْسُونِي أَكْسُكُمْ‪،‬‬


‫فَا ْستَ ْطعِمُونِي أُ ْطعِ ْمكُمْ‪ ،‬يَا ِعبَادِي كُّلكُ ْم عَارٍ إِ ّل مَنْ كَ َ‬

‫يَا عِبَادِي إِّنكُ ْم تُخْ ِطئُونَ بِالّليْلِ وَالّنهَا ِر َوَأنَا َأ ْغفِرُ ال ّذنُوبَ جَمِيعًا فَا ْستَ ْغفِرُونِي َأ ْغفِرْ َلكُمْ‪،‬‬

‫ضرّي َفَتضُرّونِي‪ ،‬وَلَ ْن َتبُْلغُوا َن ْفعِي َفَتنْ َفعُونِي‪ ،‬يَا عِبَادِي َلوْ أَنّ‬
‫يَا عِبَادِي إِّنكُمْ لَ ْن َتبُْلغُوا َ‬

‫َأوّلَكُ ْم وَآ ِخرَكُ ْم َوِإنْسَكُ ْم وَ ِجّنكُمْ كَانُوا عَلَى َأْتقَى قَ ْلبِ رَ ُج ٍل وَاحِ ٍد ِمنْكُ ْم مَا زَادَ ذَلِكَ فِى‬

‫سكُ ْم وَ ِجّنكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ َق ْلبِ‬


‫مُ ْلكِي َشْيئًا‪ ،‬يَا ِعبَادِي َلوْ َأنّ َأوَّلكُ ْم وَآخِرَ ُك ْم َوإِنْ َ‬

‫سكُمْ‬
‫ك مِ ْن ُم ْلكِي َشيْئًا‪ ،‬يَا ِعبَادِي َلوْ َأنّ َأوَّلكُ ْم وَآخِرَكُ ْم َوِإنْ َ‬
‫رَ ُج ٍل وَاحِ ٍد مَا َنقَصَ ذَلِ َ‬

‫ك مِمّا‬
‫سأََلتَهُ مَا َن َقصَ ذَلِ َ‬
‫سأَلُونِي َفَأعْ َطيْتُ كُ ّل وَاحِ ٍد مَ ْ‬
‫صعِيدٍ وَا ِحدٍ فَ َ‬
‫وَ ِجّنكُمْ قَامُوا فِى َ‬

‫حرَ‪ ،‬يَا ِعبَادِي ِإنّمَا هِيَ َأعْمَاُلكُمْ أُ ْحصِيهَا َلكُمْ‬


‫خيَطُ إِذَا أُدْ ِخ َل الْبَ ْ‬
‫ص الْمِ ْ‬
‫ِعنْدِي إِلّ كَمَا َيْنقُ ُ‬

‫ل يَلُومَنّ إِلّ َنفْسَهُ‬


‫حمَدِ اللّ َه َومَ ْن وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ َف َ‬
‫ثُمّ ُأوَفّيكُمْ ِإيّاهَا َفمَ ْن وَجَدَ َخيْرًا فَ ْليَ ْ‬
‫‪Allah telah berfirman: "Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan‬‬
‫‪(berlaku) zhalim atas diriKu dan Aku menjadikannya di antaramu haram,‬‬

‫‪6‬‬
maka janganlah kamu saling menzhalimi. Wahai hambaKu, kamu semua
sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kamu
minta petunjuk kepadaKu, pasti Aku memberinya. Kamu semua adalah orang
yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kamu minta
makan kepadaKu, pasti Aku memberinya. Wahai hambaKu, kamu semua
asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah
kamu minta pakaian kepadaKu, pasti Aku memberinya. Wahai hambaKu,
sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan malam,
dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun
kepadaKu , pasti Aku mengampuni kamu. Wahai hambaKu, sesungguhnya
kamu tidak akan dapat membinasakan Aku dan kamu tak akan dapat
memberikan manfaat kepada Aku. Wahai hambaKu, kalau orang-orang
terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu
bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, tidak akan
menambah kekuasaanKu sedikit pun, jika orang-orang yang terdahulu dan
yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat
seperti orang yang paling jahat di antara kamu, tidak akan mengurangi
kekuasaanKu sedikit pun juga. Wahai hambaKu, jika orang-orang terdahulu
dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi
ini meminta kepadaKu, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka,
tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada padaKu, kecuali sebagaimana
sebatang jarum yang dimasukkan ke laut. Wahai hambaKu, sesungguhnya itu
semua adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian
Aku membalasnya. Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan,
hendaklah bersyukur kepada Allah dan barang siapa mendapatkan selain dari
itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri”.
(HR. Muslim)

Penggalan hadits diatas: “Aku memohon ketetapan sesuai dengan


ketetapanMu”. Maksudnya, aku meminta ketetapan atas apa yang telah
Engkau pilihkan untukku atau aku meminta Engkau menetapkannya untukku.
Lanjutan hadits: “Dan aku meminta anugrahMu yang agung”. Isyarat
bahwa sesungguhnya anugrah yang ada pada perkara ini dan perkara lainnya
merupakan anugrah dari Allah yang tiada sekutu bagiNya. Terutama perkara

7
gaib yang tiada seorangpun dapat mengetahuinya kecuali Allah. Oleh karena
itu disebutkan kalimat: “Sesungguhnya Engkau Maha kuasa dan aku tidak
berkuasa. Engkau mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan Engkaulah Zat
Yang Maha mengetahui perkara-perkara yang gaib”. Ketetapan segala
sesuatu serta ukurannya hanya dari Allah swt.

Allah ta’ala berfirman:

ٍ‫اللّ ُه َيعْلَ ُم مَا تَحْ ِملُ كُلّ ُأنْثَى َومَا َتغِيضُ اْلأَرْحَا ُم َومَا تَزْدَا ُد وَكُ ّل َشيْ ٍء ِعنْدَ ُه بِ ِمقْدَار‬
Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan
kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala
sesuatu pada sisiNya ada ukurannya. (QS. Ar Ra’ad: 8)

Adab Berdoa
Saudaraku, sungguh kelemahan dan kefakiran hamba akan perlunya
anugrah Allah, kekuasaanNya dan pertolonganNya, mendorong ia untuk
bermunajat, meminta dan berdoa. Apabila kita hendak berdoa, maka mulailah
dengan memuji, menyanjung dan mengagungkan Allah. Kemudian ucapkan
doa dan permintaan.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa shalawat kepada Nabi saw
merupakan bagian dari adab berdoa dan menjadi bagian dikabulkannya doa.
Rasulullah saw bersabda:

ُ‫صلّى اللّه‬
َ ّ‫صلّى أَ َحدُكُمْ فَ ْلَيبْ َدْأ ِبتَمْجِيدِ َربّهِ َج ّل َوعَ ّز وَالّثنَا ِء عََليْهِ ثُ ّم ُيصَلّي عَلَى الّنبِي‬
َ ‫إِذَا‬

َ‫عََليْهِ َوسَلّ َم ثُ ّم يَ ْدعُو َبعْ ُد بِمَا شَاء‬


Apabila salah seorang dari kamu berdoa, maka mulaikanlah dengan
mengagungkan Allah dan menyanjungNya, lalu bershalawatlah ke atas
Nabi saw dan berdoa dengan apa-apa yang ia kehendaki. (HR. Abu Daud)

Maka adab dan tahapan dalam berdoa secara singkat berdasarkan


uraian diatas adalah: Pertama, memuji Allah, menyanjung dan

8
mengagungkanNya. Kedua, bershalawat kepada Nabi saw. Ketiga,
mengakui kelemahan hamba, kekurangan, kefakiran dan sangat perlunya ia
kepada raabnya. Keempat, berdoa dengan apa-apa yang diinginkan.
Istikharah Mantapkan Hati
Sabda Nabi saw: “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini
(kemudian ia sebutkan permintaan atau pilihannya) baik bagiku dalam
agamaku”. Maksudnya, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini, misalnya:
perjalanan atau safar, pernikahanku dengan fulanah, kuliahku di universitas A
dan lain sebagainya. Sabdanya: “dalam agamaku”. Maksudnya, agama
merupakan tolak ukur yang pertama dalam hidup seorang muslim. Oleh
karena itu, hal yang haram dan makruh bukanlah ruang istikharah.
Sabda Nabi saw: “duniaku, kehidupanku, dan akibat urusanku”. Dalam
riwayat yang lain disebutkan: “akibat urusanku baik cepat ataupun lambat”.
Akibat yang cepat meliputi perkara-perkara agama dan kehidupan dunia,
sedangkan yang lambat namun pasti datangnya mencakup agama dan
kehidupan dunia serta apa yang terjadi setelah keduanya, yaitu kehidupan
akhirat yang abadi.
Sabda Nabi saw: “maka kuasakanlah bagiku”. Maksudnya, jadikanlah
hal itu ketetapanku dan mudahkanlah, kemudian berkahilah bagiku padanya.
Sabdanya saw: “Jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian ia
sebutkan permintaan atau pilihannya) buruk bagiku dalam hal agamaku,
duniaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku, maka palingkanlah ia dariku
dan palingkanlah aku darinya”. Maksud kalimat ini, supaya hati tidak selalu
bergantung dan lebih condong kepada perkara yang buruk di sisi Allah.
Sabda Nabi saw: “Dapatkanlah bagiku kebaikan di mana saja ia
berada, kemudian ridhailah aku dengannya”. Maksud penutup hadits ini,
dapatkanlah bagiku kebaikan kapan dan dimanapun serta jadikan hatiku
selalu ridha dengan keputusanMu. Menurut Ibnu Hajar, dalam hadits ini
terdapat rasa sayangnya Rasulullah saw kepada umatnya, dengan mengajari
mereka apa yang bermanfaat bagi agama, kehidupan dunia dan akhirat
mereka. Menurut At Thabrany, Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasul saw
mengucapkan doa ini ketika beliau hendak melakukan satu perbuatan.
Saudaraku, Oleh karena itu kita harus selalu dalam keadaan waspada
dari bujukan dan ajakan nafsu. Ketika kita melakukan istikharah berarti kita

9
sedang mewakilkan dan menyerahkan sepenuhnya perkara yang tidak kita
ketahui baik atau buruknya kepada Allah. Kelapangan hati setelah istikharah
bukanlah syarat mutlak diterimanya doa istikharah. Sebab boleh jadi ketika
hawa nafsu yang menyelimuti diri maka ketenangan dan kelapangan hati ada
sebelum kita melakukan istikharah atau setelahnya. Justru istikharah itu
terwujud ketika seorang mumin lepas dari keinginan semata dan terlepas dari
pilihan nafsunya kepada bimbingan Al Haq/kebenaran yang bertumpu pada
hujjah, argumen, dalil, dan fenomena yang nyata. Istikharah menjadikan mata
dan wawasan kita lebih terbuka serta hati lebih mantap melangkah.
Rasulullah saw bersabda:

ِ‫س مَ ْن عَجِ َز عَنِ الـ ّدعَاء‬


ِ ‫َأعْجَ ُز النـَا‬
Orang yang paling lemah adalah orang yang lemah (enggan) berdoa.
(HR. Thabrany)

Saudaraku, banyak muslim yang tidak beristikharah untuk meminta


pilihan yang terbaik disisi Allah. Ketika bingung dan gelisah, mereka justru
datang kepada dukun dan paranormal yang menjanjikan kesenangan semu
dan sesaat. Tentunya hal ini merupakan ketidak-tahuannya, keyakinan dan
keimanannya yang lemah serta suudzan atau buruk sangkanya kepada Allah.
Sebagian yang lain menganggap sial dan celaka jika nampak tanda, gejala
dan fenomena tertentu.
Orang yang selalu melakukan istikharah menunjukan akan kuatnya
hubungan ia dengan sang Khaliq yang maha kuasa, yang maha mengatur
segala urusan. Maka sebaliknya, orang yang tidak melakukan istikharah
menunjukan lalai dan jauhnya ia dengan Allah. Manusia terus berusaha
mengejar materinya dan memanfaatkan setiap peluang, namun ia lupa
berkah di balik istikharah.
Kita memohon kebaikan kepada Allah, petunjuk ke jalan yang Ia ridhai,
menggolongkan kita sebagai hamba yang kembali dan bertobat lillahi ta’ala,
selalu tawakal dan menyerahkan yang terbaik hanya kepadaNya.

10
Aa Shandy
International Islamic University Malaysia
March 23, 2009, 12.59 pm

11

Anda mungkin juga menyukai