Anda di halaman 1dari 5

1. Peran NGO Asing dalam bencana?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PERAN SERTA LEMBAGA INTERNASIONAL DAN LEMBAGA ASING NON PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

2. Kebijakan pemerintah dalam menangani bencana gunung berapi? Apakah ada landasan hokum? 3. Aturan etik dalam penanganan bencana? 4. Bagaimana dokumentasi keperawatan dan pengkajian dalam bencana? Beberapa survey dilakukan berbagai agensi secara mandiri, belum terkoordinasi, sehingga terjadi duplikasi. Contoh kasus, beberapa warga menolak karena jenuh. Kalau ke sini jangan tanya tanya saja, beri kami bantuan. Warga menjadi kooperatif setelah mendapat bantuan. Bersama dengan warga setempat mahasiswa perguruan tinggi melakukan kajian. Investigasi UGM di beberapa lokasi kecamatan menunjukkan banyak kasus cedera yang tidak terawat terjadi pada kelompok usia lanjut. Kelompok ini lebih pasif untuk melakukan periksa dan pengobatan. Keluarga sibuk dengan urusan mereka sendiri. Sementara dari bantuan eksternal sangat minim. Banyak kasus-kasus penyakit kronis yang terjadi sebelum gempa terjadi dan kemungkinan akan menjadi semakin berat setelah terjadinya gempa. Melakukan pembuatan assesment sederhana, dipilih media posyandu usila darurat di Kecamatan Pleret. Assesment ditindaklanjuti dengan mengkomunikasikan kepada puskesmas, NGO, INGO dan partner lain yang berada di lokasi. Satu dua NGO tertarik untuk terlibat, demikian pula dengan puskesmas namun masih sangat terbatas secara verbal. Aktifitas selanjutnya dengan mendatangi puskesmas dan kolega di tingkat desa (kader dan kepala dusun serta kepaladesa). Semua struktur di desa dan dusun mendukung. Beberapa pihak dari UN dan NGO yang semula mendukung, tidak terdengar lagi kabarnya. Puskesmas membantu sebatas penyediaan tenaga dan alat tensi. Pelaksanaan kegiatan posyandu pertama didatangi hampir oleh seluruh warga di beberapa dusun pilot program. Meskipun jumlahnya makin berkurang pada periode selanjutnya (2 minggu), tetapi masih lebih dari separo usila yang tetap mendatangi posyandu tersebut. Memasuki masa lebih lanjut tinggal kader, dusun, dan puskesmas yang masih tersisa dalam menjalankan posyandu usila. Follow up dari UGM tidak ada, demikian pula dari beberapa INGO dan agensi UN yang berjanji untuk memberikan funding.

5. Pihak yang terlibat dalam penanganan bencana?


Mengapa perguruan tinggi, selain rumahsakit dan dinas kesehatan, perlu terlibat dalam pengembangan pusat krisis penanggulangan bencana? Salah satu alasannya berkaitan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian masyarakat. Melalui keikutsertaan dalam penanggulangan bencana, dapat dikatakan bahwa perguruan tinggi melakukan tanggungjawabnya untuk mengabdi kepada masyarakat. Alasan lain adalah di perguruan tinggi tersedia banyak sumberdaya. Contoh: Fakultas Kedokteran memiliki banyak dokter, residen, perawat, laboratorium; Fakultas Psikologi memiliki psikolog; Fakultas Teknik memiliki arsitek, tenaga teknik sipil, tenaga elektro; dan biasanya perguruan tinggi memiliki jaringan komunikasi dan informasi yang luas dan dapat dimanfaatkan sewaktu mobilisasi dan mitigasi penanggulangan bencana.

6. Struktural/ garis komando saat ada bencana? Alur koordinasi? Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan status Siaga Darurat Bencana untuk seluruh wilayah di Indonesia atas dasar pernyataan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai cuaca yang cenderung ekstrim dalam waktu 60 hari ke depan sehingga potensi terjadinya bencana alam khususnya bencana alam hidrologis cukup tinggi. Menindaklanjuti hal tersebut Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan mengadakan Rapat Koordinasi Lintas Program Dalam Rangka Kesiapsiagaan Bencana yang dilaksanakan di Ruang Rapat Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Gedung Prof.dr. Adhyatma. Rapat tersebut dihadiri oleh Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Pejabat Eselon III, IV dan staf Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Pejabat Struktural dan Staf Dinas Kesehatan Provinsi pengelola teknis 9 PPK Regional dan 2 PPK Sub Regional, serta pejabat struktural/staf unit lintas program terkait di Kementerian Kesehatan (Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Bina Keshatan Jiwa, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Gizi, Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Direktorat Bina Penyehatan Lingkungan, Direktorat Sueveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra, Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Pusat Perencanaan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Biro Kepegawaian, Biro Perencanaan dan Anggaran, Biro Keuangan dan Barang Milik negara, Biro Umum, Pusat Data dan Informasi, Pusat Komunikasi Publik, Pusat Promosi Kesehatan dan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan). Rapat dimulai dengan paparan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan mengenai analisis situasi bencana terkait cuaca ekstrim yang tengah melanda wilayah Indonesia dan upaya-upaya kesiapsiagaan yang telah dilakukan PPKK dan 9 PPK Regional/2 Sub Regional. Rapat dilanjutkan dengan tanggapan dan masukan dari PPK Regional, PPK Sub Regional dan unit-unit lintas program terkait upaya-upaya kesiapsiagaan bencana yang telah dilakukan di unit masing-masing.

7. Ketentuan jumlah ideal tenaga kesehatan : jumlah pengungsi? 8. Kapan masyarakat diperintahkan mengungsi pada status bencana yang?

9. Peran perawat di Puskesmas terhadap bencana? Tabletop Exercise 1: Governance Dampak bencana (bukan sekadar keberadaan bahaya) adalah: Fungsi normal dan kehidupan masyarakat terganggu Bencana melampaui kemampuan mekanisme masyarakat untuk mengatasinya Gangguan yang diakibatkan bencana menyebabkan pulihnya kemampuan untuk berfungsi normal memerlukan perbantuan dari luar. Exercise ini memberikan situasi yang nyata terjadi dalam salah satu bencana yang telah lewat dan membawa para peserta untuk menanggapi dengan penyelenggaraan governance yang sebaikbaiknya. Kita semua mengetahui bahwa governance di wilayah bencana termasuk mengalami dampak dari bencana. Tabletop Exercise 2: Medical Emergency Keadaan emergency yang mengenai suatu populasi dalam bencana, yang dialami langsung oleh manusia adalah medical emergency. Bagaimana komponen-komponen pelayanan kedokteran dan kesehatan setempat, yang juga mengalami dampak bencana, digerakkan untuk memenuhi keadaan akut medical emergency. Tabletop Exercise 3: Logistik Medik Bagaimana keberhasilan medical emergency amat bergantung dari pengaturan medical logistics. Tabletop Exercise 4: Surveilans Pascabencana Di masa lampau amat mudah diterima apabila dalam kondisi bencana dan dalam kondisi pengungsian terjadi wabah penyakit. Kini letupan wabah bilapun terjadi haruslah dapat ditekan serendah mungkin. Surveilans mendeteksi perubahan trend penyakit karena dengannya kita

melakukan pengamatan dan analisis terus-menerus. Tanpa surveilans suatu penyakit yang berpotensi wabah akan muncul terlampau besar untuk diatasi, apabila terjadinya dalam kondisi bencana atau di pengungsian. Surveilans juga membantu evaluasi dan perencanaan programprogram kesehatan. Exercise ini menggali dari para pengetahuan peserta dan tanggap yang tepat dalam hal menjalankan surveilans pascabencana. Tabletop Exercise 5: Promosi Kesehatan Merupakan bagian penting dalam kesehatan masyarakat dalam bencana adalah mempertahankan dan menegakkan kembali keberadaan program-program promosi kesehatan. Tabletop Exercise 6: Mental Health Kesehatan mental merupakan suatu segi kesehatan yang mengalami goncangan akibat bencana. Bagaimana tindak tanggap kita dalam kesehatan mental masyarakat dalam bencana digali dalam exercise ini.

10. Peran Kemenkes, Dinkes, Prov, Kab/Kota?

Anda mungkin juga menyukai