Anda di halaman 1dari 15

BELLS PALSY

DEFINISI
Bells palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan bersifat akut atau mendadak.. Banyak yang mencampuradukkan antara Bells palsy dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui. (Annsilva, 2010)

Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak. (Annsilva, 2010)

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan. (Annsilva, 2010)

ETIOLOGI
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bells palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu : Teori Iskemik vaskuler Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis. Teori infeksi virus Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1) Teori herediter Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.

Teori imunologi Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi. (Annsilva,2010)

PATOFISIOLOGI
Inflamasi Saraf wajah menajdi meradang sebagai reaksi terhadap infeksi Rubor (kemerahan, Kalor (panas), dolor (nyeri), Tumor (pembengkakan), dan fungsi laesa (hilangnya lusi) Reaksi inflamasi dapat menghalangi atau memblokir konduksi saraf Biasanya terjadi pada daerah meatus auditori internal Kompresi Saraf wajah terkompresi oleh permukaan tulang tengkorak yang keras (karena melewati kanal yang sempit yang disebut kanal Fallopi) Infark Sel syaraf mati akibat kekurangan suplai oksigen Interupsi Kerusakan pada myelin sheath pada saraf dapat menyebabkan gangguan atau perlambatan signal dari otak ke otot wajah Paralisis Kerusakan satu dari dua saraf wajah dapat mengakibatkan kelumpuhan sementara otot wajah, paling sering satu sisi, dan jarang untuk kedua sisi

GAMBARAN KLINIS
Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang sudut mulut menurun minum atau berkumur air menetes dari sudut yang tertinggal

kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung

DIAGNOSA
Anamnesa Rasa nyeri. Gangguan atau kehilangan pengecapan. Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. - Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer. Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : Mengerutkan dahi Memejamkan mata Meringis Tersenyum Bersiul Mengencangkan kedua bibir.(Annsilva, 2010)

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium : Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk memastikan diagnosis bells palsy. Pemeriksaan klinis menentukan pemeriksaan yang perlu dilakukan. Pemeriksaan Radiologi : Bells palsy masih menjadi suatu diagnose klinis. Pemeriksaan radiologi tidak diindikasikan di bagian gawat darurat. Untuk menyingkirkan penyebab palsy facial harus dilakukan pemeriksaan pencitraan berikut sesuai dengan gambaran klinis yang dijumpai. CT scan wajah atau foto polos : untuk menyingkirkan fraktur atau metastase tulang CT scan diindikasikan bila stroke , keterlibatan SSP digunakan sebagai diagnose banding MRI : bila dicurigai adanya neoplasma pada tulang temporal , otak, kelenjar parotis , atau struktur tubuh lain , atau untuk mengevaluasi sklerosis multiple , MRI merupakan pencitraan yang lebih tinggi . Perjalanan nervus facialis region intratemporal dan ekstratemporal dari otak ke otot-otot dan kelenjar di wajah dapat dilihat dengan MRI. MRI juga diindikasikan selain CT scan.

PROGNOSIS
Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kirakira 10-15 % sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen. (Michael Lambert, 2011)

KOMPLIKASI
Crocodile tear phenomenon Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.1 Synkinesis Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah. Hemifacial spasm Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. Kontraktur Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.

TERAPI
Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid untuk mengurangi edema, meningkatkan konduksi saraf dan aliran darah. Analgesik Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi, digunakan untuk kasus yang pesistent paralisis Rehabilitasi Medik

Anda mungkin juga menyukai