1.1. Definisi Kejang bukan merupakan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya.
1.2. Etiologi 1. Ekstrakranial : Infeksi : sepsis, diare Gangguan metabolic : hipoglikemia Gangguan keseimbangan asam-basa : hiponatremia, hiponatremia Kejang demam :
2. Intrakranial
BAB II DEFINISI, ETIOLOGI, EPIDEMIOLOGI, KLASIFIKASI, MEKANISME DAN PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM
2.1. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu reektal > 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium. Catatan : Biasanya kejang terjadi pada anak usia 6 bulan-5 tahun Bila usia anak < 6 bulan atau >5 tahun mengalami kejang didahului oleh demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk kejang demam Kejang disertai demam pada bayi usia < 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam
2.2. Etiologi Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar susunan saraf pusat seperti
tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam. Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah : Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis) Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit. Gabungan dari faktor-faktor diatas.
2.3. Klasifikasi Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
1. Kejang demam sederhana ( simple febrile seizure ) Kejang demam yang berlangsung singkat < 15 menit Umumnya tonik atau klonik Berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal (melibatkan seluruh bagian tubuh) Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang Demam Kompleks (complex febrile seizure) Kejang demam dengan ciri-ciri (salah satu dibawah ini): Lamanya kejang >15 menit
Kejang fokal atau partial pada satu sisi, atau kejang umum didahului kejang partial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
2.4. Epidemiologi Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak usia 6 bulan-5 tahun Kejang demam sederhana: 80-90% Kejang demam komplek : 20% Lama berlangsung > 15 menit: 8% kasus Berulang dalam 24 jam : 16% kasus
2.4. Mekanisme dan Patofisiologi Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme. Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut Potensial Membran Sel Neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh: 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membrane sel sekitar dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38 C sudah terjadi kejang, namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vascular dan edema otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.
BAB III GEJALA DAN TANDA, PEMERIKSAAN, DIFERENTIAL DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS KEJANG DEMAM
3. 1. Gejala dan Tanda Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar sistem saraf pusat misalnya tonsillitis, bronchitis atau otitis media akut. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat, dengan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonikklonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi
3.2. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium. Tidak dianjurkan pemeriksaan laboratorium rutin Dapat diperiksa untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab seperti darah perifer, elektrolit dan gula darah
Foto x-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi. 2. Pungsi lumbal Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis ialah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada: bayi < 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan bayi antara 12-18 bulan dianjurkan bayi > 18 tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 3. Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefagrafi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. 4. Pencitraan Foto x-ray kepala dan pencitraan neuropencitraan seperti Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi.
3.3. Diferensial Diagnosa Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena kelainan lain, misalnya radang selaput otak (meningitis), radang otak (ensefalitis), dan abses otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui fungsi lumbal.
3.4. Diagnosis Diagnosis kejang tidak selalu mudah. Ensefalopati tanpa sebab yang jelas kadang memberi gejala kejang yang hebat. Sinkop atau kejang sebagai refleksi anoksia juga dapat terpacu oleh demam. Demam menggigil pada bayi juga dapat keliru dengan kejang demam. Sering orang tua menyangka anak gemetar karena suhu yang tinggi sebagai kejang.
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda menurut kriteria Livingstone sebagai berikut : 1. Umur anak kejang pertama antara 6 bulan sampai 4 tahun 2. Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah mulai panas. 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang berlangsung tak lebih dari 15 menit 5. Frekuensi bangkitan tak lebih dari 4 kali dalam setahun
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukkan kelainan 7. Tidak didapatkan kelainan neurologik
10
4.1. PENATALAKSANAAN 4.1.1 Penatalaksanaan pada saat Kejang Biasanya kejang berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intra vena (dosis 0,3-0,5 mg/KgBB) perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/ menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang dapat diberikan di rumah atau orang tua yaitu diazepam per rektal (0,5-0,75mg/KgBB) atau 5mg untuk anak dengan berat badan < 10 Kg dan 10 mg untuk anak berat badan >10 Kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Bila kejang masih berlangsung setelah pemberian diazepam per rektal, maka dapat diulangi lagi pemberian diazepam dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit. Bila setelah dua kali pemberian diazepam per rektal kejang masih berlangsung, anak langsung dibawa ke rumah sakit dan diberikan diazepam intra vena dengan dosis 0,3-0,5 mg/Kg BB. Bila setelah pemberian intravena kejang masih berlangsung maka diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/KgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/ KgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit.2,6
11
Bila kejang telah berhenti maka dosis fenitoin diturunkan menjadi 4-8 mg/KgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Bila kejang telah berhenti pemberian obat selanjutnya dilakukan sesuai dengan jenis demam kejang apakah kejang demam kompleks maupun sederhana dan faktor risiko.
4.1.2 Pemberian obat pada saat Demam Anti piretik Tidak ditemukan bahwa pemberian antipiretik dapat menurunkan risiko terjadinya kejang demam. Namun para ahli Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan yaitu parasetamol dengan dosis 10-15 mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen yaitu 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali sehari. Pemberiaan asam asetil salisilat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan Reye Sindrom pada anak 18 bulan (walaupun jarang).6 Anti konvulsan Pemakaian diazepam per oral dengan dosis 0,3 mg/KgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, begitu pula pemberiaan diazepam per rektal dosis 0,5 mg/KgBB setiap 8 jam pada suhu >38,5 C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.6 Fenobarbital, karbainazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
12
4.1.3 Pemberian Obat Rumat Indikasi pemberian obat rumat yaitu : 1. Kejang lama > 15 menit. 2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum ataupun sesudah kejang, misalnya hemiparesis. 3. Kejang fokal 4. Pengobatan rumat dipertimbangkanjika: Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan Kejang > 4 kali per tahun
Jenis anti konvulsan untuk pengobatan rumat Pemberian fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemberian fenobarbital (dosis 3-4 mg/KgBB/hari dalam 1-2 dosis) setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kognitif pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat (dosis 1 5-40 mg/KgBB/ hari dalam 2-3 dosis) pada sebagian kecil kasus terutama pada yang berusia < 2 tahun asam valproat dapat menimbulkan gangguan fungsi hati. Lama pengobatan aural yaitu selama 1 tahun bebas kejang kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 -2 bulan.
13
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan: Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres es Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotik yang sesuai Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid untuk mencegah edema otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB
14
Kejang
1. diazepam rectal 0,5 mg/kgBB atau Berat badan < 10 kg; 5 mg 2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kg/BB
Kejang Diazepam IV Kecepatan 0,5-1 mg/menit(3-5 menit) (depresi pernafasan dapat terjadi)
Kejang Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kg BB Kecepatan 0,5-1 mg/kg Menit (pastikan ventilasi adekuat) Kejang Transfer ke ICU
Keterangan : 1. Bila kejang berhenti terapi propilaksis intermitten atau rumatan diberiakan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi
15
5.1. Prognosis 1. Risiko berulang kejang demam Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Factor risiko berulang kejang demam adalah : Riwayat kejang demam dalam keluarga Usia saat kejang demam pertama < 15 bulan Temperature yang rendah saat kejang Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulang 10-15%. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama 2. Risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari Faktor risiko lainnya adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah: kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama. kejang demam kompleks riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
16
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. 3. Risiko mengalami kecacatan atau kematian Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kemungkinan kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan. 4. Vaksinasi Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demarn, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian. 5. Edukasi pada orang tua Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. pada saat kejang sebagian orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara:
17
bahwa
kejang
demam
umumnya
memiliki
Memberikan cara penanganan kejang Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek samping
Beberapa hal yang harus dikerjakan, bila anak kembali kejang: Tetap tenang dan tidak panik Kendorkan pakaian ketat terutama disekitar leher Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lender di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang Tetap bersama pasien selama kejang Berikan diazepam rectal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
18
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Abdurachman sukadi, Adi Utomo suardi, Ahmedz Widiasta, Alex Chairulfatah, Anggraini Alam, dkk. 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak F.K. Universitas Padjadjaran, Bandung.
19