Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kemiri (Aleurites moluccana), adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Tumbuhan ini masih sekerabat dengan singkong dan termasuk dalam suku Euphorbiaceae. Dalam perdagangan antarnegara dikenal

sebagai candleberry, Indian walnut, serta candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat dan dikenal sebagai tung oil. Minyak lemak ialah sejenis minyak lemak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan untuk memasak. Beberapa minyak lemak yang biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit Afrika, jagung, zaitun, minyak lobak, kedelai, kemiri, dan bunga matahari. Daging biji, daun dan akar Aleurites moluccana mengandung saponin, flavonoida dan polifenol, di samping itu daging bijinya mengandung minyak lemak. Pada korteksnya mengandung tannin. Kandungan kimia yang terdapat dalam kemiri adalah gliserida, asam linoleat, palmitat, stearat, miristat, asam minyak, protein, vitamin B1, dan zat lemak. Bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai obat adalah biji, kulit, dan daun. Daging bijinya bersifat laksatif. Di Ambon korteksnya digunakan sebagai anti tumor, di Jawa digunakan sebagai obat diare, sariawan dan desentri, di Sumatera daunnya digunakan untuk obat sakit kepala dan gonnorhea. Minyak kemiri dibuktikan berkhasiat sebagai obat penumbuh rambut. Untuk memperoleh atau mengisolasi lipida ( minyak lemak, lemak, dan malam/lilin ) ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu : Pengepresan, penggunaan pelarut, dan penggunaan panas. Untuk isolasi minyak lemak dapat dilakukan dengan cara penggunaan pelarut dan penggunaan panas. Data ekspor kemiri mengalami peningkatan hingga dua kali lipat. Selain itu harga ekspor minyak kemiri juga mengalami penigkatan. Hal ini menunjukkan minyak kemiri semakin di butuhkan banyak negara. Minyak kemiri merupakan minyak lemak yang memiliki banyak manfaat, baik dalam bidang kesehatan maupun kosmetik dan industri. Selain itu, kemiri merupakan tanaman asli Indonesia dan banyak dijumpai di daerah daerah di Indonesia. Dalam satu kali

penanaman kemiri, masing masing pohon akan menghasilkan sekitar 30 80 kg kacang kemiri, dan sekitar 15 20 % dari berat tersebut merupakan jumlah minyak kemiri yang dapat dihasilkan. Minyak kemiri dapat dijadikan alternatif bahan bakar, dan digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit. 1.2 Rumusan Masalah Pemanfaatan kemiri di Indonesia masih terbatas pada penggunaan tradisional seperti bumbu masak dan obat tradisional. Pemanfaatannya pun masih dilakukan sebatas jika diperlukan saja dan jarang diproduksi secara komersial. Penelitian ini berisi tentang cara memperoleh minyak kemiri dengan maksimal namun dengan kualitas yang baik menggunakan metode ektraksi 1.3 Tujuan Percobaan Mengisolasi dan mengkarakterisasi minyak dari biji kemiri ( Aleurites moluccana ). Setelah itu dibandingkan hasil ekstraksi menggunakan dua jenis pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya. 1.4. Manfaat Percobaan 1. Mengetahui kondisi operasi pembuatan minyak kemiri yang efisien. 2. Mampu menganalisa kandungan dalam biji kemiri. 3. Mengetahui karakteristik pada biji kemiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemiri 1. Morfologi Tanaman. Pohon, tinggi 25-30 m. Batang tegak, berkayu, permukaan banyak lentisel, percabangan simpodial, cokelat. Daun tunggal, berseling, lonjong, tepi rata, bergelombang, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, bawah halus, panjang 18-25 cm, lebar 7-11 cm, tangkai silindris, hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, berkelamin dua, di ujung cabang, putih. Buah bulat telur, beruas-ruas, masih muda hijau setelah tua cokelat, berkeriput. Biji bulat, berkulit keras, beralur, diameter 3,5 cm, berdaging, berminyak, putih kecokelatan. Akar tunggang, cokelat. Nama kemiri untuk tiap daerah di Indonesia adalah : Kereh (Aceh), Hambiri (Batak), Buah koreh (Minangkabau), Kemiri (Melayu, Jawa), Muncang (Sunda), Kameri (Bali), Kawilu (Sumba), Sapiri (Makasar), Sakete (Ternate), Engas (Ambon), Hagi (Buru).

(Anonim, 1997) 2. Klasifikasi Tanaman Kingdom Divisio Subdivisio Classis Ordo Familia Genus Spesies :Plantae :Spermatophyta :Angiospermae :Dicotyledoneae :Euphorbiales :Euphorbiaceae :Aleurites : Aleurites moluccana (L.) Willd.

3. Kandungan Kimia Daging biji, daun dan akar Aleurites moluccana mengandung saponin, flavonoida dan polifenol, di samping itu daging bijinya mengandung minyak lemak. (Anonim, 1997). Pada korteksnya mengandung tannin (Anonim, 1997). 4. Kegunaan dan Khasiat Daging bijinya bersifat laksatif. Di Ambon korteksnya digunakan sebagai anti tumor (Harini, 2000), di Jawa digunakan sebagai obat diare, sariawan dan desentri, di Sumatera daunnya digunakan untuk obat sakit kepala dan gonnorhea. (Anonim, 1997). Minyak kemiri dibuktikan berkhasiat sebagai obat penumbuh rambut (Julaiha, 2003). 5. Habitat dan Penyebaran Merupakan tanaman asli Indonesia, terdapat juga di Asia Tenggara, Polinesia, Asia Selatan, dan Brazil (Anonim, 1997). 6.Sifat kimia fisika Sifat-sifat Fisika-Kimia Minyak Kemiri adalah: Tabel 2.1 Karakteristik Minyak Kemiri Karakteristik Bilangan penyabunan Bilangan asam Bilangan Iod Bilangan Thiocyanogen Bilangan hidroksil Bilangan Reichert-Meissl Bilangan Polenske Indeks bias pada 25 oC Komponen tidak tersabunkan Bobot jenis pada 15 oC Ketaren, 1986 Nilai 188-202 6,3-8 136-167 97-107 Tidak ada 0,1-0,8 Tidak ada 1,473-1,479 0,3-1 persen 0,924-0,929

Komposisi Kimia Minyak Kemiri Tabel 2.2 Komposisi Kimia Minyak Kemiri Asam lemak Asam lemak jenuh Asam palmitat Asam stearat Asam lemak tak jenuh Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat Jumlah (%) 55 6.7 10.5 48.5 28.5

Biji kemiri mengandung 50% - 60% berat minyak. Minyak kemiri dapat diperoleh dengan cara diperas ataupun dengan cara ekstraksi. Jika diperas dalam kondisi dingin, minyak yang keluar akan berwarna kuning muda serta rasa dan bau yang enak. Namun jika diperas dalam kondisi yang panas, minyak yang keluar akan berwarna gelap serta bau dan rasanya tidak enak. Minyak kemiri mempunyai sifat-sifat unik, yaitu minyak ini mudah mengering bila dibiarkan di udara terbuka. Oleh karena itu minyak kemiri dapat digunakan sebagai minyak pengering dalam industri minyak dan varnish. Minyak pengering memiliki derajat ketidak jenuhan yang tinggi karena sebagian besar tersusun oleh asam lemak tak jenuh dan memiliki sifat mudah teroksidasi dan membentuk polimer berupa lapisan film. Minyak kemiri memiliki bilangan iodin 136 167 berarti memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi dan memang dapat berfungsi sebagai minyak pengering. Selain itu, minyak biji kemiri juga dapat terbakar sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar, misalnya bahan bakar untuk penerangan dan bahkan sekarang ini sudah mulai diteliti kegunaan minyak kemiri untuk dijadikan bahan bakar kendaraan bermotor pengganti solar, yaitu biodiesel. Minyak kemiri yang dihasilkan per hektar tanaman kemiri adalah 1800 2700 liter dengan ekivalen energi 17000 25500 kWh.

B. Minyak lemak Minyak lemak termasuk dalam senyawa golongan lipida. Lipida adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipid adalah daya larutnya dalam pelarut organik atau sebaliknya ketiak larutannya dalam air. Kelompok lipid dapat dibedakan berdasarkan polaritasnya atau berdasarkan struktur kimia tertentu, yaitu : 1. Kelompok trigliserida ( lemak, minyak, asam lemak ) 2. Kelompok turunan asam lemak ( lilin, aldehida asam lemak, dan lain lain ) 3. Fosfolipida dan serebrosida 4. Sterol sterol dan steroida 5. Karotenoida 6. Kelompok lipida lain Lipida didapatkan dari tumbuhan dan hewan. Lemak tumbuhan, tidak seperti seperti lemak hewan, kaya akan asam lemak tak jenuh dan terbukti beberapa di antaranya penting sebagai bahan makanan manusia. Lemak dan minyak lemak, berbeda hanya pada titik lelehnya. Pada suhu kamar ( 25 30 ), lemak berbentuk padat, sedangkan minyak lemak berbentuk cair. Minyak lemak umumnya berasal dari tumbuhan ,sedangkan lemak umumnya berasal dari hewan. Lemak yang berasal dari tumbuhan disebut lemak nabati. Lemak murni tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Warna yang dihasilkan lemak nabati disebabkan adanya pigmen misalnya klorofil. Berikut struktur lemak (Sumardjo, 2009; Mark dkk, 2000) :
O H2C O C R1

O H2C O C R

O H2C O C R

Gambar 2.1 Struktur Lemak

Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak atau lipida pada umumnya tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam bahan pelarut organik. Pemilihan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda beda maka tak ada bahan pelarut yang umum ( universal ) untuk semua macam lipida. Namun, bahan pelarut yang umum dipakai untuk ekstraksi lipida adalah heksana, eter, dan kloroform. Untuk minyak lemak, Farmakope menentukan uji kualitas,kemurnian dan identitas. Uji tersebut didasarkan kepada asam lemak. Pengujian lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuannya yaitu; 1. Penentuan sifat fisik dan kimia minyak dan lemak. Data ini dapat diperoleh dari titik cair, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan Polenske, bilangan Krischner, bilangan Reichert-Meissel, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya. 2. Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan makanan atau bahan pertanian. 3. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses pengolahannya (ekstraksi) seperti ada tidaknya penjernihan (refining),

penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching). Penentuan kualitas minyak ini juga berkaitan dengan tingkat kemurnian minyak, daya tahannya selama penyimpanan, sifat gorengnya, baunya maupun rasanya. Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas ini semua dapat dilihat dari sebearapa besar angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air. C. Soxhletasi Ekstraksi adalah pemisahan satu atau lebih bahan dari suatu padatan atau cairan. Proses ekstraksi diawali dengan terjadinya penggumpalan ekstrak dalam pelarut sehingga pada bidang antar muka bahan dan pelarut terjadi pengendapan massa bahan (Bernasconi, 1995). Prinsip ekstraksi dengan pelarut berdasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran. Komponen yang larut dapat berupa cair maupun padat (Suyitno, 1989).

Menurut Hui (1992), ada beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum digunakan antara lain : 1) maserasi, merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik pada temperatur ruangan, 2) perkolasi yang merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut, 3) sokletasi yaitu proses menggunakan soklet dengan pemanasan, 4) destilasi uap yaitu proses yang lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan pada suhu yang cukup tinggi dan lebih tinggi dari pelarut yang digunakan, 5) pengempaan yaitu metode yang banyak digunakan dalam proses industri seperti pada isolasi CPO dari buah kelapa sawit dan isolasi kafein dari daun gambir.

Menurut Susanto (1999), faktor-faktor yang menentukan hasil ekstraksi adalah jangka waktu sampel kontak dengan cairan pengekstraksi (waktu ekstraksi), perbandingan antara sampel terhadap cairan pengekstraksi, ukuran bahan, dan suhu ekstraksi. Perbandingan jumlah pelarut dengan bahan juga berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi. Jumlah pelarut yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak, namun dalam jumlah tertentu pelarut dapat bekerja optimal. Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal tersebut menyebabkan beberapa komponen mengalami kerusakan. Menurut Voight (1996), penggunaan suhu 50C menghasilkan ekstrak yang optimum dibandingkan suhu 40C dan 60C

Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. (Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic Chemistry)

Prinsip Soxhletasi : Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon (Whittaker, 1915) Dalam pelaksanaan proses ekstraksi, faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah: Tipe persiapan sampel. Waktu ekstraksi. Kuantitas pelarut. Suhu pelarut. Tipe pelarut. Adapun syarat pelarut untuk ekstraksi: 1. Beda polaritas antara solvent dan solute kecil. 2. Titik didih rendah (minyak akan rusak pada suhu tinggi). 3. Mudah menguap. 4. Tidak berbahaya, tidak beracun, tidak mudah meledak/terbakar. 5. Inert: Tidak bereaksi dengan solute. 6. Murah (terutama untuk industri) Soxhlet ditemukan oleh Franz Ritter von Soxhlet, seorang ahli kimia dari Jerman. Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi padatan dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.Dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain : 1. Tinggi timbel hendaknya di bawah pipa samping tetapi di atas sifon. Hal ini dimaksudkan agar tidak menghalangi uap pelarut yang masuk ke dalam pendingin, dan mencegah keluarnya serbuk dari timbel.

2. Bahan yang telah diserbuk halus dimasukkan ke dalam timbel sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan terjadinya saluran saluran pada penambahan pelarut. 3. Tinggi bahan hendaknya di bawah sifon agar bahan tersebut dapat selalu terendam dengan pelarut. 4. Untuk mencegah terjadinya percikan percikan bahan hendaknya ditutup dengan kertas saring. 5. Jumlah pelarut yang ditambahkan adalah sedemikian rupa sehingga labu penampung terisi cairan minimal sepertiganya. 6. Untuk membantu proses pendidihan pada labu penampung ditambahkan beberapa butir batu didih. Setelah hal hal diatas dilaksanakan, ekstraksi dapat dilaksanakan. Ekstraksi dihentikan apabila: Cairan yang tersirkulasi sudah tidak berwarna lagi ( bagi suatu bahan yang disekstraksi mula mula memberikan cairan yang berwarna ). Cairan yang tidak memberikan rasa yang sesuai dengan rasa substransi yang diekstraksi. Memberikan reaksi yang negatif bila dilakukan reaksi identifikasi. Keuntungan dari metode ini antara lain : 1. Menggunakan penyari yang sedikit sebab penyari itu juga yang akan digunakan kembali untuk mengulang percobaan. 2. Uap panas tidak melalui simplisia, tetapi melalui pipa samping. Kerugian dari metode ini, : 1. Tidak dapat menggunakan bahan yang mempunyai tekstur yang keras. 2. Pengerjaannya rumit dan agak lama, karena harus diuapkan di rotavapor untuk memperoleh ekstrak kental. Penelitian Pendahuluan Perlakuan pendahuluan yang diterapkan adalah pemanasan terhadap daging kemiri sebelum dibuat minyaknya. Daging kemiri yang akan dipanaskan, dicincang terlebih dahulu guna mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan rendemen minyaknya. Perlakuan pemanasan yang digunakan adalah penjemuran (selama 3, 4 dan 5 jam), penyangraian (7,5; 12,5 dan 17,5 menit) dan pengovenan pada suhu suhu 800C (1; 1,5 dan 2 jam). Daging kemiri

yang telah dipanaskan dimasukkan dalam kain saring dan kemudian dipres dengan menggunakan alat pres sistem kempa hidraulik pada suhu 600C. Minyak yang dihasilkan ditentukan berat jenis, rendemen dan warnanya secara visual. Berdasarkan rendemen dan warna minyaknya maka ditentukan kondisi terbaik pembuatan minyak kemiri, di mana pada kondisi tersebut akan digunakan dalam pembuatan minyak kemiri selanjutnya.

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 3.1.1 Alat yang digunakan 1. 1 set alat soxhlet 2. 1 set alat destilasi 3. Rotavapor 4. Neraca analitik 5. Lumpang dan alu 6. Gelas ukur 25 mL 7. Cawan penguap 8. Gelas piala 250 mL 9. Botol semprot 10. Pipet tetes 11. Pipet ukur 12. Batu didih 13. Corong 14. Statif dan klem 15. Selang 16. Pengakas listrik

3.1.2 Bahan yang digunakan 1. Biji kemiri 2. Kloroform 3. Natrium sulfat anhidrat 4. Kertas saring 5. Benang katun 6. Aquadest 7. Aluminium foil 8. Tissue 9. Vaselin 3.2 Gambar Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Soxhlet

Gambar 3.2 Rangkaian Alat Destilasi

3.3 Prosedur Percobaan a. Isolasi Minyak Kemiri 1. Gerus biji kemiri hingga halus sampai 55 gram. 2. Bungkus 55 gram kemiri halus tersebut dengan kertas saring sesuai ukuran soxhlet, bagian atas dan bawah diikat dengan benang katun. 3. Masukkan bungkusan kemiri ke dalam timbel hingga kira-kira 60% volume timbel. 4. Masukkan pelarut kloroform dan menambahkan batu didih ke dalam labu didih. 5. Melakukan ekstraksi dengan memanaskan labu didih perlahan sampai terjadi tujuh kali siklus. 6. Memisahkan pelarut kloroform dengan cara destilasi, kemudian destilat tersebut dievaporasi di rotavapor sampai diperoleh residu yang kental dan tidak berbau kloroform lagi. 7. Lakukan karakterisasi minyak kemiri yang diperoleh, yaitu penentuan berat jenis dan bilangan penyabunan. 8. Lakukan langkah langkah di atas untuk pelarut etanol (95 %)

b. Pengukuran Berat Jenis 1. Bersihkan piknometer 2 mL. Atur suhu piknometer hingga 20. 2. Timbang piknometer kosong. Catat hasil penimbangan (a). 3. Masukkan aquadest ke dalam piknometer, timbang di neraca analitik. Catat hasil penimbangan (b). 4. Keluarkan air dari piknometer, timbang kembali piknometer. Catat hasil penimbangan (c). 5. Bersihkan piknometer dari sisa air, masukkan sampel minyak ke dalam piknometer, timbang. Catat hasil penimbangan. 6. Keluarkan minyak dari piknometer, timbang kembali piknometer. Catat hasil penimbangan. 7. Hitung berat jenis sampel dengan rumus : Berat jenis = berat sampel / volume c. Penetapan Bilangan Penyabunan Timbang saksama 2 g zat uji dalam labu 200 ml, tambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida etanol 0,5 N , refluks di atas tangas ai selama 1 jam sambil sering digoyang. Titrasi selagi panas dengan asam klorida 0,5 N menggunakan indicator 1 ml larutan fenolftalein P. Lakukan penetapan blangko. Hitung dengan rumus : {(b-a) x 28.05} / g Dimana ; a adalah jumlah ml asam klorida 0,5 N yang diperlukan untuk titrasi zat uji b adalah jumlah ml asam klorida 0,5 N yang diperlukan untuk titrasi blangko g adalah bobot dalam gram zat uji

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1,1997.Kandungan Kimia Biji Kemiri.(Aleurites moluccana). http://id.wikipedia.org/wiki/1997/07/30/kemiri. Anonim3,2005.soxhlet extractor. http://id.wikipedia.org/wiki/soxhlet extractor. Anonim4,2005. Etanol. http://id.wikipedia.org/wiki/etanol. Departemen Kesehatan RI,1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Sudarmadji,slamet.1996.analisa bahan makanan dan pertanian.liberty.yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai