Anda di halaman 1dari 35

DEMAM BERDARAH DENGUE

Dr. WALUYO DWI CAHYONO, SpPD SMF PENYAKIT DALAM RSUD KOTA BEKASI

PENDAHULUAN

1779 : David Bylon melaporkan terjadinya letusan demam dengue di Batavia. Penyakit ini disebut demam 5 hari ( knee trouble atau knokkel koortz ) 1871-1873 : Wabah demam dengue di Zanzibar, kemudian Arab, terus ke Samudera Hindia 1953: Quintos melaporkan kasus DBD di Filipina, kemudian Thailand dan Vietnam 1960-an : Menyebar ke negara Asia Tenggara 1970-an : kawasan Pasifik dan Kep Polinesia 1980-an : Amerika Latin, dimulai di Kuba (1981) Menyebar luas di negara-negara tropis dan subtropis

PENDAHULUAN
Di INDONESIA kejadian Demam Berdarah Dengue : 1968 : Pertama kali dicurigai di Surabaya 1969 : Pertama kali dilaporkan kasus di Jakarta 1970 : Konfirmasi virologis 1972 : Epidemi pertama kali di luar Jawa ( Sumatera Barat dan Lampung ) 1973 : Riau, Sulawesi Utara dan Bali 1974 : Epidemi di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat 1994 : DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan ke dua setelah Thailand. Angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari : 0,05 (1968) ---> 8,14 (1973) ---> 8,65 (1983) ----> mencapai angka tertinggi pada tahun 1988 27,09 per 100.000 penduduk. Jumlah penderita saat itu 47.573 orang, 1527 orang dilaporkan meninggal. Setelah epidemi tahun 1988 insidensi DBD cenderung menurun : 12,7 (1990) ---> 9,2 (1993) per 100.000 penduduk Tahun 1994 insidens meningkat lagi menjadi 9,7 per 100.000 penduduk dan sampai tahun 1996 terjadi kecenderungan peningkatan insidens

EPIDEMIOLOGI

Jumlah kasus setiap tahun cenderung meningkat dan wilayah yang terjangkit semakin luas Sasaran akhir Pelita VI : angka kesakitan kurang dari 30 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian kurang dari 2,5% Penyebab meningkatnya jumlah kasus dan penyebarluasan penyakit demam berdarah antara lain : peningkatan arus transportasi (mobilitas) penduduk dari satu daerah ke daerah lain. Sedangkan nyamuk penular masih tersebar di rumah, sekolah dan tempat umum lainnya. Ledakan kasus setiap 5 tahun yaitu : 1988, 1993, 1998

Musim penularan DBD

Puncak kasus DBD pada musim hujan : bulan Desember Maret Di daerah perkotaan puncak kasus terjadi pada bulan Juni/Juli yaitu pada permulaan musim kemarau setiap tahun di beberapa kota, seperti Jakarta, Bandung, Jogja dan Surabaya

Kasus menurut golongan umur


Tahun < 1 tahun 1-4 tahun 5-14 tahun 15 tahun

1993 1994 1995 1996 1997

0,7 1,7 0,4 3,2 2,8

15,8 13,9 12,3 18,3 15,6

60,0 58,1 57,0 44,4 46,1

23,5 26,3 30,2 34,1 35,5

Tabel 1. Proporsi kasus DBD menurut kelompok umur di Indonesia tahun 1993-1997 ( Sumber : Ditjen PPM & PLP DepKes RI )

DEFINISI
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) adalah :

PENYAKIT MENULAR YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS DENGUE DAN DITULARKAN MELALUI GIGITAN NYAMUK AEDES AEGYPTI

PENULARAN DBD

Penyakit ditularkan oleh orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue Orang yang digigit nyamuk Aedes Aegypti , virus dengue masuk bersama darah yang dihisapnya. Dalam tubuh nyamuk virus berkembang biak dengan membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk (sebagian besar dalam kelenjar liur nyamuk) Dalam 1 minggu jumlah dapat mencapai puluhan atau ratusan ribu dan siap untuk ditularkan

PENULARAN DBD

Virus akan dipindahkan ke orang lain bersama dengan air liur nyamuk Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus dengue akan terserang penyakit demam berdarah Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue tidak akan terserang penyakit meskipun dalam darahnya terdapat virus tersebut Sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, akan menderita demam ringan sampai sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok

TEORI MANIFESTASI DBD


1.

2.

Teori infeksi primer/teori virulensi : munculnya manifestasi itu disebabkan karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen Teori infeksi sekunder : munculnya manifestasi berat bila terjadi infeksi ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya

Perkembangan Patogenesis DBD


1.

2.
3. 4.

5.
6. 7. 8. 9.

Teori virulensi virus Teori imunopatologi Teori antigen antibodi Teori infection enhancing antibody Teori mediator Peran endotoksin Peran limfosit Teori trombosit endotel Teori apoptosis

Diagnosis Penderita DBD Dewasa (WHO 1986)


1.

2.

Demam tinggi yang timbul mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas Manifestasi perdarahan : - Uji Tourniqet positif - Ptechiae, purpura, ekimosis dan hematom - Epistaksis - Perdarahan Gusi - Perdarahan Saluran Cerna (Hematemesis Melena/Hematoschezia) - Hematuria

Diagnosis Penderita DBD Dewasa (WHO 1986)


3. Hepatomegali 4. Tanpa atau dengan gejala-gejala syok seperti : - Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba - Tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang - Kulit teraba dingin dan lembab terutama daerah akral seperti ujung hidung, jari dan kaki - Sianosis di sekitar mulut, ujung jari tangan dan kaki 5. Trombositopenia ( 100.000/mm3 atau kurang ) 6. Hemokonsentrasi yang dapat dinilai dengan melihat peninggian nilai hematokrit sebesar 20% atau lebih dibandingkan fase konvalesen

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila didapatkan 2 atau lebih gejala klinik disertai trombositopenia dengan atau tanpa hemokonsentrasi Kepastian diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan seroimunologi atau isolasi virus

DERAJAT PENYAKIT
1.

2.

3.

4.

Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adl uji tourniqet Derajat II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain Derajat III : didapatkan kegagalan sirkulasi, yi nadi cepat dan lembut, tek nadi menurun < 20 mmHg atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah Derajat IV : syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur

KOMPLIKASI

Ensefalopati Dengue Kelainan Ginjal Edema Paru Miokarditis KID/DIC

PROTOKOL PENATALAKSANAAN DBD DEWASA KRITERIA : 1. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi 2. Praktis dalam pelaksanaannya 3. Mempertimbangkan costeffectiveness

PROTOKOL
1.

2.

3.

4.

5.

Observasi dan pemberian cairan penderita DBD dewasa di Instalasi Gawat Darurat Observasi dan pemberian cairan penderita DBD dewasa tanpa perdarahan masif dan tanpa syok di ruang rawat Observasi dan pemberian cairan DBD dewasa dengan perdarahan spontan dan masif, tanpa syok di ruang rawat Observasi dan pemberian cairan DBD dewasa dengan syok dan perdarahan spontan Observasi dan pemberian cairan DBD dewasa dengan syok tanpa perdarahan

MASALAH KLINIS

Manifestasi perdarahan pada fase awal mungkin masih belum tampak Hasil pemeriksaan darah tepi ( Hb, Ht, L, Tr) dalam batas normal Sulit dibedakan dengan infeksi akut lainnya Kasus-kasus yang meragukan dalam menentukan indikasi rawat diperlukan observasi/pemeriksaan lebih lanjut

PROTOKOL 1
Indikasi Rawat pada seleksi pertama : 1. DBD dengan syok atau tanpa perdarahan 2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok 3. DBD tanpa perdarahan masif dengan : - Hb, Ht normal dgn Trombositopenia < 100.000 - Hb, Ht yang meningkat dengan Trombositopenia < 150.000

PROTOKOL 1

Penderita dicurigai DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit dalam batas normal dapat dipulangkan dan anjuran kontrol dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan memburuk segera kembali ke IGD Kasus meragukan diobservasi di IGD dengan anjuran minum banyak, infus RL 500 cc/4 jam dan ulang pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit Penderita dirawat bila :

Hb, Ht dlm bts normal, jml trombosit < 100.000/mm3 atau Hb, Ht meningkat dgn jml trombosit < 150.000/mm3

PROTOKOL 1

Penderita dipulangkan bila nilai Hb, Ht dlm bts normal dgn jml Trombosit > 100.000/mm3 dlm waktu 24 jam Bila meragukan, tetap observasi di IGD dan tetap diberikan infus RL 500 cc/4 jam, dan dilakukan pem ulang Hb, Ht dan Tr Penderita dirawat bila :

Hb, Ht dalam bts normal, jml Tr < 100.000/mm3 Hb, Ht tetap/meningkat dibanding nilai sebelumnya dgn jml Tr normal atau menurun

PROTOKOL 2

DBD dewasa tanpa perdarahan masif ( uji tourniqet positif, ptechiae, epistaksis ringan, perdarahan gusi ringan ) dan tanpa syok : infus RL di ruang rawat merupakan pilihan pertama Jml cairan dalam 24 jam untuk BB 50-70 kg : infus RL 3000 cc/24 jam BB < 50 kg : infus RL 2000 cc/24 jam BB > 70 kg : infus RL 4000 cc/24 jam DBD dg kehamilan (28-32 mgg), kel jantung/ginjal, usia lanjut, riwayat epilepsi : jml cairan diperhitungkan Usia > 40 tahun : pemeriksaan ECG merup standar operasional

PROTOKOL 2

Jumlah cairan infus dikurangi bila :

Terdapat tanda penyembuhan ( demam turun, minum byk, tanda-tanda hemokonsentrasi -, trombosit > 50.000

Pemeriksaan Hb, Ht dan Tr dilakukan setiap 12 jam Bila Tr 100.000-150.000 pem Hb, Ht dan Tr dilakukan setiap 24 jam

PROTOKOL 2

Mengenal tanda-tanda syok sedini mungkin Tanda-tanda syok dini :


Penderita gelisah Penurunan kesadaran Akral teraba dingin dan pucat Jumlah urin menurun < 0,5 ml/kgBB/jam Tekanan darah sistolik < 100 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg, nadi cepat dan kecil Bila terdapat tanda-tanda syok harus segera dilakukan penatalaksanaan syok ( Protokol 4 & % )

PROTOKOL 2

Transfusi Trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif ( jumlah perdarahan 4-5 ml/kgBB/jam ) dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 dengan atau tanpa koagulasi intravaskular diseminata (KID) Penderita DBD dengan trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi trombosit Penderita dapat dipulangkan, bila :

Keadaan Umum / kesadaran dan hemodinamik baik, tidak demam Hb, Ht dan jumlah Trombosit dalam batas normal serta stabil dalam 24 jam

PROTOKOL 3
Perdarahan spontan dan masif pada DBD : - Perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung - Perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoschezia) - Perdarahan saluran kencing (hematuria) - Perdarahan otak - Perdarahan tersembunyi Dengan jumlah perdarahan 4-5 cc/kgBB/jam

PROTOKOL 3

Jumlah dan kecepatan cairan RL tetap 500 cc/4 jam Pem Hb, Ht dan Tr serta Hemostase / 4-6 jam Pemberian Heparin bila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda KID Transfusi komponen darah sesuai indikasi FFP diberikan bila terdapat defisiensi faktor pembekuan (PT dan APTT yang memanjang) PRC diberikan bila Hb < 10 g% Trombosit diberikan bila tdp perdarahan spontan dengan jml Tr < 100.000 disertai atau tanpa KID

PROTOKOL 4

Kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok dini !! Angka kematian DSS 10x lipat Kasus DSS : RL merupakan cairan kristaloid terpilih yang pertama. Pilihan lain NaCl 0,9% Resusitasi cairan, oksigen 2-4 lt/menit Pem darah perifer lengkap, hemostase, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin Fase awal : RL 20 cc/kgBB/jam (infus cepat/guyur dilakukan dg jarum besar no 12), evaluasi 30-120 menit. Sebaiknya teratasi dlm 30 menit pertama

PROTOKOL 4
Syok dinyatakan teratasi bila : - Keadaan umum pasien membaik - Kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik - Tekanan sistolik 100 mmHg atau lebih - Tekanan nadi > 20 mmHg - Frekuensi nadi < 100x/menit dg volume cukup - Akral teraba hangat, kulit tidak pucat - Diuresis 0,5-1 cc/kgBB/jam

PROTOKOL 4

Bila syok telah teratasi infus RL dikurangi menjadi 10 cc/kgBB/jam, evaluasi 60-120 menit berikutnya. Stabil baik, infus RL 500 cc/4 jam Pengawasan dini kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam pertama Bila hemodinamik belum stabil dengan nilai Ht > 30 vol% dianjurkan memakai kombinasi kristaloid dan koloid (4:1 atau 3:1) Bila nilai Ht < 30 vol% diberikan PRC

PROTOKOL 4

Pada DSS sejak awal bila kristaloid tidak menolong, segera diberikan cairan koloid. Cairan koloid diberikan dalam tetesan cepat 10-20 ml/kgBB/jam Jangan mengganggu mekanisme pembekuan darah Pemberian koloid maksimal 1000-1500 cc dlm 24 jam 3 golongan cairan koloid yaitu : Dextran, Gelatin dan HES (Hydroxy ethyl Starch)

PROTOKOL 5

Prinsipnya pelaksanaan protokol 5 sama dengan protokol 4, hanya pemeriksaan klinis maupun laboratorium (Hb, Ht, Trombosit) perlu dilakukan secara lebih teliti dan seksama untuk menemukan kemungkinan perdarahan yang tersembunyi Bila terdapat tanda-tanda perdarahan tersembunyi dengan KID, maka pemberian Heparin dapat dilakukan seperti protokol 4 Bila tidak terdapat tanda-tanda perdarahan, walaupun lab menunjukkan KID, Heparin tidak diberikan

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai