Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS TONSILITIS KRONIK THT Dr ASNOMIADA Sp.THT PENYUSUN JOKO PRASETIO 11.2012.

259

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK RSAU dr ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

I. IDENTITAS PASIEN 1. Nama 2. Jenis kelamin 3. Tanggal lahir 4. Umur 5. Alamat 6. Agama 7. Pekerjaan 8. Status perkawinan : An.D : Perempuan : 8-April-2004 : 9 tahun : Rawasari, Jakarta Timur : Islam : Siswa SD : Belum menikah

II. DATA DASAR 1. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal dan autoanamnesis ) 27-Desember-2013 Jam : 10.30 Keluhan Utama : Nyeri tenggorokan Keluhan Tambahan : Nafsu makan menurun, nyeri menelan Riwayat Penyakit Sekarang pasien datang ke poli THT keluhan susah menelan sakit tenggorokan. Ibu pasien juga mengaku bahwa pasien sering mengeluh nyeri menelan mengakibatkan pasien susah makan. Hal ini mengakibatkan penurunan nafsu makan yang menyebabkan penurunan berat badan. Ibu pasien mengaku bahwa pasien suka jajan es di lingkungan rumah. Terkadang pasien terbangun dari tidur di malam hari karena terkadang susah nafas, pasien mengeluh demam seminggu yang lalu

Menurut ibu pasien setahum ini pasien merasa kurang bersemangat, sering bolos sekolah yang disebabkan karena demam dan sering lemas. Adanya keluhan sesak di sangkal.

pasien menyakal adanya gangguan pada pendengaran atau adanya nyeri pada telinga. Keluhan adanya bau mulut disangkal pasien dan ibu. Pasien mengaku nyeri ketika menelan terkadang tersedak. Keluhan sering pusing, sakit kepala, nyeri disekitar pipi, dahi, dan pelipis di sangkal oleh ibu pasien.

ibu pasien mengatakan bahwa pernah berobat ke puskesmas sewaktu pasien berumur 8 tahun dan di jelaskan oleh dokter puskesmas ada amandel dan disarankan untuk operasi tetapi ibu pasien takut belum siap dan di berikan terapi oleh dokter puskesmas berupa penurun panas dan antibiotik ibu pasien tidak mengetahui nama obat tersebut. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat kejang demam di sangkal ibu os Riwayat alergi di sangkal ibu os Riwayat asma di sangkal ibu os Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Kesadaran : tampak sakit ringan : compos mentis

Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu Berat badan

: 110/70 : 92x/menit : 30 : 370c : 20 kg

Telinga Kanan Kelainan kongenital Tumor / tanda peradangan Nyeri tekan tragus Penarikan daun telinga Kelainan : - preaurikuler Infra aurikuler Retro aurikuler Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kiri Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tes fungsi tuba - Valsava - Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Liang telinga

Lapang, hiperemis (-) Serumen (-)

Lapang hiperemis (-) Serumen (-) Intak, tidak hiperemis, Kesuraman (-) Retraksi (-) Refleks cahaya (+)

Membran tympani

Intak, tidak hiperemis, kesuraman (-) retraksi (-) Refleks cahaya (+)

Tes Penala: - Rinne - Weber - Swabach Penala yang dipakai + (positif ) Tidak ada lateralis Sama dengan pemeriksa (+) positif Tidak ada laterarlis Sama dengan pemeriksa

512 Hz

512Hz

Kesan : Telinga Kanan Telinga Kiri : Dalam batas normal : Dalam batas normal

Hidung dan sinus paranasal Bentuk Tanda peradangan Vestibulum Konka inferior kanan/kiri Konka medius kanan/kiri Meatus nasi medius kanan/kiri Septum nasi Pasase udara : Tidak tampak deviasi atau depresi tulang hidung : Tidak tampak tanda peradangan : Hiperemis (-) sekret(-) benjolan (-) : Tampak, hiperemis (-) Hipertrofi (-) : Tampak hiperemis (-) Hipertrofi(-) : Tampak, sekret (-) : Tidak ada deviasi : Tidak ada sumbatan

Daerah sinus frontalis & maksilaris : Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)

Nasofaring (Rhinoskopi posterior) : Tidak di lakukan Pemeriksaan Koana Septum nasi posterior Muara tuba eustachius Torus tubarius Konka inferior dan media Dinding posterior ::::::-

Pemeriksaan transiluminasi

: Tidak di lakukan Kanan Kiri -

Sinus frontalis, grade : Sinus maksilaris, grade:

_ -

Tenggorok Faring Dinding faring Arkus faring Tonsil : Hiperemis (-) Granuler (-) : simetris : ukuran Kripte melebar Detritus Perlengketan Uvula Gigi geligi Lain2 : terletak di tengah : normal, caries (-) : Tidak di periksa : T3/T3 :+/+ :-/:-/-

Laring (laringoskopi) Epiglotis Plika epiglotis Arytenoid Plika ventrikularis Pita suara asli Cincin trakea

: Tidak dilakukan pemeriksaan ::::::-

Sinus piriformis

:-

Leher Kelenjar limfe submandibula Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

Maksillo-Fasial Deformitas Parese saraf otak : tidak ada : tidak ada

Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan

Resume Seorang anak perempuan an. DD berumur 9 tahun datang dengan keluhan utama nyeri pada tenggorok. Selain itu terdapat nyeri menelan dan pada saat malam hari terkadang terbangun karena tersedak. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan Telinga kanan : dalam batas normal Telinga kiri Hidung Tenggorok : dalam batas normal : dalam batas normal : Tonsil : Ukuran Kripta melebar Detritus Perleketan Diagnosa Banding Tonsilitis kronik Tonsilitis difteri : T3-T3 : +/+ : -/: -/-

Diagnosa Kerja Tonsilitis kronik

Diagnosa Tambahan Abses peri tonsiler

Usulan Pemeriksaan Penunjang Foto rongen leher AP lateral Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan apusan tenggorok

Penatalaksanaan Medikamentosa : Antibiotik Obat kumur yang mengandung disinfektan Antipirektik Operasi : Tonsiloadenoidektomi (TA) Non Medikamentosa 1. Menjaga kebersihan mulut 2. Banyak minum terutama air hangat 3. Hindari minum dingin (es) 4. Kurangi makanan yang berminyak dan pedas 5. Hindari asap rokok dan polutan udara lainnya Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : ad bonam : ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006). Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000). Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang. Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin, R.M. 1993).

Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004). Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak (Firman sriyono, 2006, 2006). Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi (Harnawatiaj, 2006).

B. ETIOLOGI
Penyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan streptokokus (streptokus streptokokus hemolycitus, viridians dan pyogeneses), penyebab yang lain yaitu infeksi virus influenza, serta herpes (Nanda, 2008). Infeksi ini terjadi pada hidung / faring menyebar melalui sistem limpa ke tonsil hiperthropi yang disebabkan oleh infeksi bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat keluar masuk udara. 50% bakteri merupakan penyebabnya. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, dan juga menyebabkan tonsilitis (Reeves, 2001).

C.

ANATOMI FISIOLOGI
Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing masing tonsil mempunyai 10-

30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsil, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada mushulus kontriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.

Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufiensi velofaring atau obstruksi hidung, walau jarang di temukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah kearah

hipofaring, sehingga sering menyebabkan terganggunya saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama: 1. Jaringan ikat / trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf. 2. Jaringan interfolikuler yang terjadi jaringan limfoid dalam berbagai stadium. Abses peri tonsil terjadi setalah serangan akut tonsilitis. Kira-kira seminggu setelah permulaan sakit, penderita mulai merasa tidak sehat dan demam, serta disfagia timbul kembali. Gejala karakteristik abses peri tonsil ialah adanya trimus, tanpa gejala ini diagnosis abses peri tonsil mungkin salah.

Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak lahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas warisan dari ibu mulai menghilang dari tubuh. Tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat memakan kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulan ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).

D.

KLASIFIKASI
1. Tonsilitis Akut a. Tonsilis viral Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.

Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 ) yaitu :

b. Tonsilitis bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,

hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit

polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.

2. Tonsilitis Membranosa a. Tonsilitis difteri Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun. b. Tonsilitis septik Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi.

3. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa) Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkanpada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C dan Penyakit kelainan darah. Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.

Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.

4. Tonsilis Kronik Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

5. Tonsilitis falikulari Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.

6. Tonsilitis Lakunaris Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.

E.

PATOFISIOLOGI
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil

berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan

gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Halhal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.

Patofisiologi Tonsilitis

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

F.

MANIFESTASI KLINIK

1. Gejala tonsilitis antara lain : sakit tenggorokan, demam, dan kesulitan dalam menelan.

2. Gejala tonsilitis akut : gejala tonsilitis akut biasanya disertai rasa gatal / kering ditenggorokan, lesu, nyeri sendi, anoreksia, suara serak, tonsil membangkak. 3. Di mulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit menekan terkadang muntah. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil. 4. Gambaran tonsilitis kronis : nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi telinga bagian tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada akhirnya menyebabkan ketulian permanen (Baughman, 2002).

Peradangan dan pembengkakan pada tonsil (amandel) terkadang cukup besar hingga dapat menyumbat jalan nafas. Pada anak-anak yang masih kecil dan tidak mampu mengatakan apa yang ia rasakan, tanda-tanda tonsilitis dapat berupa :

air ludah menetes keluar karena anak kesulitan atau merasa sakit untuk menelan anak tidak mau makan anak menjadi rewel yang tidak seperti biasanya

G.

PENEGAKAN DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Tonsil tampak

membengkak, merah, dan bisa memiliki bercak-bercak putih. Kelenjar getah bening di rahang bawah dan leher bisa membengkak dan nyeri saat disentuh. Dilakukan pembiakan sediaan apus tenggorokan di laboratorium untuk mengetahui bakteri penyebabnya. Pemeriksaan darah bisa dilakukan untuk membantu menentukan apakah penyebabnya adalah infeksi bakteri atau virus. Dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pengumpulan riwayat kesehatan yang cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan. Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Jika tonsil adenoid ikut terinfeksi maka dapat menyebabkan otitis media supuratif yang mengakibatkan kehilangan pendengaran, pasien harus diberikan pemeriksaan audiometik secara menyeluruh sensitivitas/ resistensi dapat dapat dilakukan jika diperlukan.

H.

KOMPLIKASI
Faringitis merupakan komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat. Demam

rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman streptokokus.

Komplikasi yang lain dapat berupa : 1. Abses pertonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ). 2. Otitis media akut Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ). 3. Mastoiditis akut Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ). 4. Laringitis Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). 5. Sinusitis Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). 6. Rhinitis Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

I.

PENATALAKSANAAN
Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan dan status

nutrisinya. Jika perbesaran tonsil menutupi jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga jika pembesaran tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan penurunan nafsu makan / anoreksia. Pada penderita tonsillitis yang tidak memerlukan tindakan operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk menghindari perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan antibiotic, obat kumur dan vitamin C dan B.

Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu diperlukan karena resiko komplikasi hemorraghi. Posisi yang paling memberikan kenyamanan adalah kepala dipalingkan kesamping untuk memungkinkan drainage dari mulut dan faring untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas oral tidak dilepaskan sampai pasien menunjukkan reflek menelanya telah pulih. Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau berwarna merah terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan untuk memeriksa temapt operasi terhadap perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat lengkung dan basin pembuang. Jika perlu dilakukan tugas, maka pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan anastesi umur untukmenjahit pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi perdarahan berlanjut beri pasien air dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara dan bentuk karena hal ini akan menyebabkan nyeri tengkorak. Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan larutan normal salin hangat sangat berguna dalam mengatasi lender yang kental yang mungkin ada. Diet cairan atau semi cair diberikan selama beberapa hari serbet dan gelatin adalah makanan yang dapat diberikan. Makanan pedas, panas, dingin, asam atau mentah harus dihindari. Susu dan produk lunak (es krim) mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah mucus yang. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan selama masa penyembuhan :

Istirahat yang cukup Minum air yang cukup Minuman yang hangat, seperti teh atau air hangat, bisa membantu meringankan nyeri tenggorokan

Kumur-kumur dengan air garam untuk membantu meringankan nyeri tenggorokan Gunakan pelembab udara agar tidak menambah iritasi pada tenggorokan Hindari bahan-bahan yang bisa mengiritasi tenggorokan, misalnya asap rokok Selama proses penyembuhan dapat diberikan obat-obat untuk mengatasi rasa nyeri

dan demam, misalnya ibuprofen atau acetaminophen. Hindari penggunaan aspirin untuk anak-anak, karena berisiko untuk terjadinya sindroma Reye. Jika penyebabnya adalah bakteri, maka perlu diberikan antibiotik. Tetapi jika penyebabnya adalah virus, maka antibiotik tidak perlu diberikan. Pada infeksi virus, anak cenderung akan membaik dalam waktu 7-10 hari.

Tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus grup A seringkali diberikan antibiotik Penisilin selama 10 hari. Tetapi jika penderita memiliki alergi terhadap penisilin, maka bisa diberikan antibiotik lain sesuai petunjuk dokter. Antibiotik yang diberikan oleh dokter harus dihabiskan meskipun gejala-gejala telah hilang sepenuhnya. Jika antibiotik tidak dihabiskan, maka infeksi bisa memberat atau menyebar ke bagian tubuh lainnya. Penderita juga berisiko untuk mengalami demam rematik dan peradangan ginjal serius. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika : tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih/tahun tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih/tahun dalam kurun waktu 2 tahun tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih/tahun dalam kurun waktu 3 tahun tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik Selain itu, tonsilektomi juga bisa dilakukan jika tonsilitis menyebabkan komplikasi yang sulit diatasi, misalnya :

gangguan tidur karena obstruksi saluran nafas (obstructive sleep apnea) kesulitan bernafas sulit menelan, terutama daging dan makanan padat lainnya adanya abses yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik

J. PENCEGAHAN
Virus atau bakeri yang menyebabkan tonsilitis bersifat menular. Penularan bisa terjadi melalui kontak dengan mulut atau sekret seseorang yang terinfeksi. Oleh karena itu, cara pencegahan yang paling baik adalah dengan menjaga kebersihan, misalnya :

mencuci tangan dengan baik dan sering, terutama setelah menggunakan toilet dan sebelum makan

hindari berbagi makanan, minuman, atau alat-alat makan dengan penderita Seseorang yang mengalami tonsilitis perlu melakukan tindakan pencegahan agar tidak

menular ke orang lain, yaitu dengan cara :


istirahat di rumah hingga sembuh atau telah diijinkan oleh dokter tutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin cuci tangan setelah batuk atau bersin

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, George L. 1997.BOISE Buku Ajar Penyakit THT.Jakarta:EGC. 2. Mansjoer, Arif. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius. 3. Pracy R, dkk.1985.Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan.

Jakarta:Gramedia. 7. Price, Silvia.1995 Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta:EGC. 8. Wilkinson, Judith.2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC Edisi 7. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai