Anda di halaman 1dari 0

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Thypus abdominalis atau demam Thypoid adalah suatu penyakit
infeksi systemic bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella thyposa,
ditandai oleh panas berkepanjangan (Sumarmo, 2002).
Thypus abdominalis (demam Thypoid, enteric fever) ialah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan dan gangguan
kesadaran (Ngastiyah,1997).
Thypus abdominalis atau demam Thypoid merupakan penyakit infeksi
akut pada usus halus dengan gejala demam 1 minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dalam berbagai bentuk dan gangguan
kesadaran dalam berbagai tingkat yang disebabkan oleh salmonella thyposa
(Rampengan, 1993).
Thypus abdominalis (demam Thypoid, enteric fever) ialah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih
dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Arif
Mansjoer, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Thypus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan oleh salmonella thyposa dan biasanya mengenai saluran
1
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran.

B. Etiologi
Thyposa abdominalis disebabkan oleh salmonella thyposa yang
merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak
berspora (Arif Mansjoer, 2000).
Kuman ini dapat hidup denagan baik pada suatu tubuh manusia
maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70
0
C maupun
oleh antiseptik dan sampai saat ini diketahui kuman ini hanya menyerang
manusia.
Salmonella thyposa mempunyai 3 antigen yaitu :
1. Antigen O (Ohne Hauch) : somatic antigen atau tidak menyebar terletak di
membran luar yng mempunyai komponen protein dan lipid
2. Antigen H (Hauch) : menyebar, terdapat pada flaqella dan bersifat
termolabil serta mempunyai kemampuan untuk menahan mekanisme
pembersihan dan gerakan peristaltik usus dan menunjang proses penetrasi
dan penempelan pada mukosa usus halus.
3. Antigen V
1
(kapsul) : merupakan kapsul yng meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositisis.
Ketiga antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan 3 macam
antibodi yang lazim disebut agglutinin.


2
Ada 3 spesies utama yaitu :
a. Salmonella typhi (satu serotipe)
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe)
c. Salmonella Encreditis (lebih dari 1500 serotipe)
(Rampengan,1993)

C. Manifestasi Klinik
Masa tunas berlangsung 10-14 hari. gejala yang timbul sangat
bervariasi, perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia tetapi juga
daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit ringan
yang tidak terdiaganosis sampai yang khas dengan komplikasi dan kematian
hal ini menyebabkan seseorang ahli yang sangat berpengalaman dapat
mengalami kesulitan dalam mendiagnosis demam thyfoid.
Pada minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya yaitu : demam nyeri kepala pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatakan suhu badan
meningkat.
Pada minggu-minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
demam, dradikardi relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung
merah dan tremor), hepatomegali, meteorismus, gangguan mental berupa
sommolen, stupor, koma, delerium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan
pada orang Indonesia (J uwono,1996).

3
D. Patofisiologi
Proses infeksi dari penyakit typhoid diawali dengan masuknya kuman
Salmonella typhosa ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan perantara
makanan dan minuman yang telah tercemar (terdapat kuman Salmonella
typhosa). Setelah sampai di lambung, sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung. Sebagian kuman yang masih bertahan hidup melintasi sawar
lambung mencapai usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertrofi, setelah mengadakan multiplikasi
diusus halus . Kuman Salmonella typhosa dan endotoksinnya yang
merangsang sintese dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
meradang selanjutnya membawa zat pirogen kedalam peredaran darah hal ini
dapat mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang dapat
meningkatkan suhu tubuh.Dari peningkatan suhu tubuh akan terjadi dehidrasi
karena adanya penguapan suhu tubuh dan apabila terus berlanjut maka dapat
terjadi resiko devisit volume cairan.
Setelah menyebabkan peradangan setempat, kuman melewati
pembuluh limfe masuk ke darah (terjadi bakteremia primer). Melalui duktus
thoracitus kuman menuju retikulo endotelial sistem (RES), hati dan limpa. Di
temoat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES. Kuman yang tidak
difagosit berkembang biak dan menyebabkan organ-organ tersebut membesar
disertai nyeri pada perabaan. Organ-organ yang membesar (hati dan limpa)
dapat mendesak lambung sehingga menimbulkan mual dan muntah.

4
Sementara itu Salmonella thyposa yang mengadakan multiplikasi pada
usus halus mengakibatkan inflamasi pada daerah setempat yang dapat
mempengaruhi mekanisme kerja usus dan mengiritasi mukosa usus sehingga
dapat terjadi dua kemungkinan. Apabila terjadi gangguan absorbsi pada usus
dan pristaltik usus menurun akan terjadi konstipasi tetapi apabila terjadi
peningkatan pristaltik usus akan terjadi diare.
Apabila pristaltik usus meningkat terjadi pergerakan isi usus lebih
cepat diruang usus terisi udara yang berakibat pada lambung sehingga terjadi
peningkatan asam lambung (HCL) maka mengakibatkan mual, mintah dan
anoreksia yang berdampak pada penurunan nafsu makan pada klien sehingga
pemasukan nutrisi peroral klien berkurang, maka klien menjadi lemah/lemas
dan aktivitas klien harus dibantu oleh keluarga dan perawat karena klien tidak
toleran untuk memenuhi aktivitas secara mandiri.










5
E. Pathways
Salmonella Typhosa

Masuk ke mulut bersama makanan dan minuman


Sampai ke usus halus
















Metabolisme meningkat

















Peradangan usus halus
Gangguan Kerja aborsi pada usus
Penurunan Peristaltik
Usus
PeningkatanPeristaltik
Usus
Iritasi Mukosa Usus
Gangguan eliminasi :
Diare
Gangguan eliminasi :
Konstipasi
Pelepasan zat pyrogen pada
jaringan yang meradang
Melalui peredaran darah,
sampai ke Hipotalamus
Gangguan fungsi termoregulasi
Menginvasi hati, limpa dan
Pembesaran organ tubuh
(Hati, limpa dan Empedu)
Distensi Abdomen
Gangguan rasa nyaman
nyeri
Mendesak
Lambung
Malalui Duktus toraksitus
Resiko Defisit Volume Cairan
Peningkatan suhu tubuh
Bakteri mengadakan Multiplikasi di usus halus
Ruang usus terisi udara
Output >>
Lambung terisi udara
(Flatulence)
Peningkatan asam
lambung
Mual, Muntah, Anoreksia
Kekurangan Nutrisi kurang
dari yang diperlukan tubuh
Penurunan Nafsu Makan
-Lemes
-Kelemahan


Intoleransi aktivitas



Sumber : Rampengan, 1992, Capernito, 1998
6
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan leukosit
Pada demam Thypoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif.
Lekositosis dapat terjadi pada kasus berat atau komplikasi.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat dan dapat kembali normal setelah
sembuhnya demam thypoid.
3. Biakan darah
Biakan darah positif memastikan demam thypoid, tetapi biakan darah yang
negatif tidak menutup kemungkinan demam thypoid, hal ini karena biakan
darah tergantung beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
J umlah kuman yang berada dalam biakan darah sedikit yaitu kurang
dari 10 kuman/ml darah. Pada pasien dewasa biasanya diambil 5-10 ml
darah dana anak-anak 2-5 ml. Bila darah biakan terlalu sedikit hasil
biakan bisa negatif terutama pada orang yang sudah mendapat
pengobatan spesifik. Dana pada saat pengambilan maka harus segera
ditanam pada media biakan dan harus segera dikirim. Waktu
pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu
bakterimia berlangsung.



7
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella typhi positif pada minggu pertama
dn berkurang pada minggu berikutnya. Pada saat kambuh bisa positif
lagi.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi trend demam thypoid di masa lampau menimbulkan antibodi
dalam darah pasien dan antibodi ini dapat menekan bakterimia
sehingga biakan darah bisa negatif.
d. Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah dapat obat antimikroba
maka pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin bisa negatif.
4. Uji Widal
Untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang di sangka
menderita demam thypoid.
Akibat infeksi oleh salmonella typhi pasien membuat antibodi (agglutinin)
yaitu :
a. Aglutinin O (berasal dari tubuh kuman)
Dibuat karena rangsangan antigen O
b. Aglutinin H (berasal dari flagela kuman)
Karena rangsangan antigen H
c. Aglutinin V
1
(berasal dari simpai kuman)
Karena rangsangan antigen V
1
8
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dn H yang ditentukan
titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titer makin besar kemungkinan
menderita demam typhoid (J uwono, 1996).

G. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Pasien demam thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk diisolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring selama 7-14 hari,
tujuannya adalah untuk mencegah terjadi komplikasi pendarahan usus.
Pada pasien dengan kesadaran menurun posisi tubuhnya harus diubah-
ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia
hipostatik dan dekubitus. Deteksi dan BAK harus diperhatikan karena
kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Pasien demam thypoid diberikan diet lunak dengan tinggi kalori dan tinggi
protein .Tetapi banyak pasien demam thypoid tidak suka makan dengan
bubur karena tidak sesuai dengan selera mereka. Oleh karena itu pasien
biasanya hanya makan sedikit, hal ini menyebabkan keadaan umum dan
gizi pasien semakin mundur dan penyembuhan menjadi lama. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar)
dapat diberikan dengan aman pada pasien demam thypoid.

9
3. Obat
Obat-obatan anti mikroba yng sering digunakan adalah :
a. Kloramfenikol
Masih merupakan obat pilihan utama untuk demam thypoid, karena
lebih cepat menurunkan demam. Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500
mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Demam
rata-rata turun setelah 5 hari.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas sama denagan kloramfenikol, demam rata-rata
turun 5-6 hari.
c. Kotrimoksazol (kombinasi trimetopim dan sulfametosazol)
Efektivitas kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk
orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas
demam. (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg
sulfametosazol). Demam turun rata-rata 506 hari.
d. Amphisilin dan amoksilin
Efektivitas lebih kecil dari kloramfenikol untuk menurunkan demam.
Indikasi penggunaannya adalah pasien demam thypoid dengan
leukopenia. Dosis berkisar antara 75 mg-150 mg/kg BB sehari,
digunakan sampai 7 hari bebas demam. Demam turun rata-rata setelah
7-9 hari.


10
e. Sefalosporin generasi ketiga
Seflosporin generasia ketiga antar lain sefoperazon, seftriakson, dan
sefotaksin efektif untuk demam thypoid. Dosis dan lama pemberian
belum diketahui dengan pasti.
f. Fluorokinolon.
Dosis dan lama pemberian belum diketahui pasti.
(J uwono, 1996)

H. Fokus Pengkajian
Pada pasien dengan demam typhoid pengkajian difokuskan pada :
1. Aktivitas istirahat : Kelemahan, kelelahan, gelisah, pembatasan aktivitas.
2. Eliminasi : konstipasi atau diare
3. Nutrisi / cairan : anoreksia, mual, muntah, penurunan BB, penurunan
lemak subkutan / masa otot, turgor kulit buruk, membrane mukosa pucat.
4. Hygiene : ketidakmampuan perawatan diri, stomatitis, menunjukkan
kekurangan vitamin.
5. Nyeri / kenyamanan : nyeri tekan abdomen / distensi.
6. Psikososial : cemas karena hospitalisasi.
(Doengoes, 1999)








11
I. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus
halus
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi, suhu tubuh normal (36,5-37
0
C)
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam batas normal.
b. Pasien merasa nyaman.
c. Panas pasien berkurang.
d. Kulit tidak terasa kering.
e. Muka tidak merah.
Intervensi :
1). Observasi tanda-tanda vital
2). Kaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh.
3). Beri kompres dengan air kran.
4). Beri minum banyak.(1000-1500CC)
5). Anjurkan memakai pakaian yang mudah menyerap keringat.
6). Anjurkan untuk membatasi aktivitas.
7). Beri penjelasan pada pasien dan keluarga tentang hal-hal untuk
mengatasi demam.
8). Atur posisi pasien senyaman mungkin.
9). Kolaborasi dokter untuk pemberian antipiretik.
(Carpenito, 1998)
12
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hati
dan limpa.
Tujuan : nyeri hilang
Kriteria hasil :
a. Klien nampak rileks dan tenang
b. Klien menunjukkan penggunaan ketrampilan tehnik distraksi dan
relaksasi
c. Klien melaporkan nyeri sudah hilang atau terkontrol
Intervensi :
1). Observasi dan catat lokasi, skala, frekuensi dan karakteristik nyeri.
2). Observasi respon verbal : gelisah, menolak bergerak atau berhati-hati
pada abdomen.
3). Observasi tanda-tanda vital.
4). Berikan tindakan untuk mengurangi nyeri (manajemen nyeri : tehnik
distraksi dan relaksasi ).
5). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
(Doengoes, 2000)
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan masukan
Nutrisi tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi selama perawatan.
Kriteria hasil :
a. Pasien tidak tampak lemah lesu.
b. Pasien makan habis 1 porsi
13
c. Berat badan bertambah sesuai dengan berat badan ideal.
Intervensi :
1). Kaji status nutrisi pasien.
2). Kaji penyebab penurunan masukan nutrisi pasien
3). Pantau masukan makanan tiap hari
4). Timbang berat badan tiap hari.
5). Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
6). Motivasi pasien untuk menghabiskan porsi makannya.
7). Beri pengertian pada pasien atau keluarga tentang pentingnya nutrisi
8). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
9). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit lunak tinggi kalori
tinggi protein.
(Carpenito, 1998 )
4. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kehilangan sekunder akibat demam atau peningkatan laju
metabolik : diare, mual atau muntah.
Tujuan : Gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
a. Meningkatnya masukan cairan (kecuali bila merupakan
kontraindikasi).
b. Menunjukkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi.
Intervensi :
1) Pantau masukan cairan peroral sedikitnya 1000 1500 ml / 24 jam.
14
2) Pantau berat badan, suhu tubuh, kelembaban pada rongga oral, volume
urin, kelopak mata cekung, dan peningkatan nadi (tanda-tanda
dehidrasi).
3) Pantau haluaran sedikitnya 1000 1500 ml / 24 jam.
4) Berikan cairan (minuman) dalam batas diet.
5) Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan obat anti emetic bila
terjadi muntah.
(Carpenito, 2001)
5. Gangguan eliminasi konstipasi berhubungan dengan penurunan absorbsi
dinding usus.
Tujuan : Pola eliminasi terpenuhi setiap hari 1 X.
Kriteria hasil :
a. Pasien BAB 1 X / hari
b. Konsistensi feces lunak/lembek
c. Pasien tidak kembung.
d. Pasien tidak kesulitan saat BAB.
Intervensi :
1). Kaji pola BAB
2). Kaji penyebab gangguan BAB
3). Lakukan mobilisasi secara bertahab.
4). Motivasi klien untuk banyak minum
5). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit tinggi serat rendah
lemak.
15
(Carpenito, 1998)
6. Gangguan eleminasi : diare berhubungan dengan peningkatan pristaltik
usus
Tujuan : kebutuhan eliminasi terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Klien mengtakan frekuensi BAB normal.
b. Intervensi : Klien bab 1 kali sehari
c. Konsistensi lunak dan tidak cair.
Intervensi :
1). Kaji pola BAB klien.
2). Pantau cairan yang keluar dan ganti cairan yang hilang.
3). Beri klien diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein).
4). Kolaborasi pemberian antibiotik
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Klien beraktivitas mandiri secara bertahap.
b. Keadaan umum klien baik.
c. Tidak tampak adanya kelelahan dan kelemahan
Intervensi :
1). Kaji derajat ketergantungan klien
2). Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan
klien.
16
3). Anjurkan klien agar mengkonsumsi makanan yang banyak serat.
4). Ajarkan ROM aktif dan pasif untuk mencegah kekakuan otot.
5). Observasi tanda-tanda vital setelah beraktivitas ringan.
6). Anjurkan peningkatan aktivitas sehari-hari secara bertahap
(Carpenito, 1998)





17

Anda mungkin juga menyukai