Anda di halaman 1dari 16

Anestesi Umum (General Anestesi)

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. 1 Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. 1 I. TEORI ANESTESI UMUM Ada beberapa teori yang membicarakan tentang kerja anestesi umum, diantaranya : 1 a. Meyer dan Overton (1989) mengemukakan teori kelarutan lipid ( Lipid Solubity Theory). Obat anestetika larut dalam lemak. Efeknya berhubungan langsung dengan kelarutan dalam lemak. Makin mudah larut di dalam lemak, makin kuat daya anestesinya. Ini hanya berlaku pada obat inhalasi (volatile anaesthetics), tidak pada obat anestetika parenteral. b. Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert (The Inert Gas Effect). Potensi analgesia gas gas yang lembab dan menguap terbalik terhadap tekanan gas gas dengan syarat tidak ada reaksi secara kimia. Jadi tergantung dari konsentrasi molekul molekul bebas aktif. c. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikrohidrat (The Hidrat Micro-crystal Theory). Obat anestetika berpengaruh terutama terhadap interaksi molekul molekul obatnya dengan molekul molekul di otak. d. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat anestetika mengadakan interaksi dengan membrana lipid meningkatkan keenceran (mengganggu membran).

Obat anestesi yang diberikan akan masuk ke dalam sirkulasi darah yang selanjutnya menyebar ke jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah jaringan yang banyak vaskularisasinya seperti otak, yang mengakibatkan kesadaran dan rasa sakit hilang. Kecepatan dan kekuatan anestesi dipengaruhi oleh faktor respirasi, sirkulasi, dan sifat fisik obat itu sendiri.

II. TUJUAN ANESTESI UMUM

Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom.

III. SYARAT, KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI ANESTESI UMUM

Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah : a. Memberi induksi yang halus dan cepat. b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons c. Timbulkan keadaan amnesia d. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan. e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tindakan operasi. f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang berlangsung lama.

Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis derajat III IV, AV blok derajat II total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA. Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan. Pada pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik. Pada pasien dengan gangguan jantung, obat obatan yang mendepresi miokard atau menurunkan aliran koroner harus dihindari atau dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat obatan yang diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada penyakit diabetes basedow karena dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Sedangkan komplikasi kadang kadang tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah dilakukan dengan sebaik baiknya. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh. 1 IV. PERSIAPAN UNTUK ANESTESI UMUM

Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara (anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya, adakah penyakit penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, ukuran

lidah, leher kaku dan pendek. Perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa pembekuan), radiologi, EKG.

Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA). 1 ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.

ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan febris.

ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.

ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.

ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik karena ruptur hepatik.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE 5

Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 6 jam, bayi 3 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent). 1 Premedikasi sendiri ialah pemberian obat - 1 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva dan saluran napas. Obat obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain : 1

Gol. Antikolinergik

Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 0,6 mg IM bekerja setelah 10 15 menit. Gol. Hipnotik sedatif

Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan mengurangi kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau IM. Dosis dewasa 100 200 mg, pada bayi dan anak 3 5 mg/kgBB. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.

Gol. Analgetik narkotik

Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang operasi. Dosis premedikasi dewasa 10 20 mg. Kerugian penggunaan morfin ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma, mual dan muntah pasca bedah ada. Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25 100 mg IV. Diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca bedah.

Gol. Transquilizer

Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB IM

V. METODE PEMBERIAN ANESTESI UMUM

Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui parenteral (Intravena, Intramuscular), perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau anak-anak dalam bentuk suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke anus. Perinhalasi melalui isapan, pasien disuruh tarik nafas dalam kemudian berikan anestesi perinhalasi secara perlahan.

VI. STADIUM ANESTESI

Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4 sampai henti napas dan henti jantung. 1

Stadium I Stadium I (St. Analgesia/ St. Disorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan

terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).

Stadium II Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.

Stadium III Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.

Stadium IV Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.

TANDA REFLEKS PADA MATA 2

Refleks pupil Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien mati.

Refleks bulu mata Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila saat dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.

Refleks kelopak mata Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk stadium 1 ataupun 2.

Refleks cahaya Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri rangsangan cahaya.

VII. TEKNIK ANESTESI UMUM 2 a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

Indikasi : Tindakan singkat ( - 1 jam) Keadaan umum baik (ASA I II) Lambung harus kosong

Prosedur : Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

Premedikasi + / - sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

Induksi Pemeliharaan

b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan

Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala) Prosedur : 1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat) 2. Intubasi setelah induksi dan suksinil 3. Pemeliharaan

Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS: 1 S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope T = Tubes. Pipa trakea. Usia > 5 tahun dengan balon (cuffed) A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia S = Suction. Penyedot lendir dan ludah

Teknik Intubasi 1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap 2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin fasikulasi (+) 3. Bila fasikulasi (-) ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt 4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit ekstensi mulut membuka 5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri.
6. Cari epiglottis tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat

epiglotis ( pada bilah lurus ) 7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar ) 8. Temukan pita suara warnanya putih dan sekitarnya merah 9. Masukan ET melalui rima glottis 10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas ( alat resusitasi )

Klasifikasi Mallampati : Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati.

c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)

Pasien sengaja dilumpuhkan/benar-benar tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya. Teknik sama dengan diatas Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama) Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

VIII. OBAT OBAT DALAM ANESTESI UMUM

Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau inhalasi. 3 1. Anestesi intravena Penggunaan :Untuk induksi Obat tunggal pada operasi singkat Tambahan pada obat inhalasi lemah Tambahan pada regional anestesi Sedasi Cara pemberian : Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat Suntikan berulang (intermiten) Diteteskan perinfus

Obat anestetik intravena meliputi : 3 a. Benzodiazepine Sifat : hipnotik sedative, amnesia anterograd, atropine like effect, pelemas otot ringan, cepat melewati barier plasenta. Kontraindikasi : porfiria dan hamil. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 0,45 mg/kg IV.

b. Propofol Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian barbiturat secara inutravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Dosis : 2 2,5 mg/kg IV.

c. Ketamin Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 10 mg/kgBB.

d. Thiopentone Sodium Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi anestesi umum, operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang. Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.

2. Anestetik inhalasi

a. N2O Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50 atmosfir. N 2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N 2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan

dan pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain. b. Halotan Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesik halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.

c. Isofluran Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. Isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intrakranial.

d. Sevofluran Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi.

IX. SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTESI


Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR). 3 A. Aldrete Score

Nilai Warna Merah muda, 2 Pucat, 1 Sianosis, 0

Pernapasan Dapat bernapas dalam dan batuk, 2 Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1 Apnoea atau obstruksi, 0

Sirkulasi Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2 Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1 Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Kesadaran Sadar, siaga dan orientasi, 2 Bangun namun cepat kembali tertidur, 1 Tidak berespons, 0

Aktivitas Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2 Dua ekstremitas dapat digerakkan,1 Tidak bergerak, 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

B. Steward Score (anak-anak)

Pergerakan Gerak bertujuan 2 Gerak tak bertujuan 1 Tidak bergerak 0

Pernafasan Batuk, menangis 2 Pertahankan jalan nafas 1 Perlu bantuan 0

Kesadaran Menangis 2 Bereaksi terhadap rangsangan 1 Tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

Daftar Pustaka

1. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009. 2. Omuigui . The Anaesthesia Drugs Handbook, 2nd ed, Mosby year Book Inc, 1995. 3. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi FK UI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai