Anda di halaman 1dari 11

Tugas Anestesi Protokol Cardiac Arrest

Oleh Arys Setiawan

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang 2014

1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001). Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (Kabo & Karim, 2002). Gagal jantung kongestif adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer & Bare, 2001) 1.2 Etiologi Gagal Jantung Kongestif Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, konteraktilitas, afterload. Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung. Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium

Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol. Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah jantung berkurang (Brunner and Suddarth 2002).

1.3 Patofisiologi

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner. Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu
2

sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator. Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor : 1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. 2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan b/d perubahan panjang regangan serabut jantung 3. Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.

1.4 Diagnosis Gagal Jantung

a. Pemeriksaan Fisik - Gejala dan tanda sesak nafas - Edema paru - Peningkatan JVP - Hepatomegali - Edema tungkai b. Pemeriksaan Penunjang - Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri. - Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia. - Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan. - Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan. - Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner.

2.1.5. Penatalaksanaan Gagal Jantung

1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.

b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan memperbaiki aliran darah paru.

c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.

d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol

memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.

2. Terapi obat-obatan

a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007). Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005). b. Digoksin c. Vasodilator d. Beta Blocker e. Antikoagolan
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak

juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obatobatan ini juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada (Gibbs, 2000).

1.5 Manajemen Cardiac Arrest Gagal jantung dihasilkan ketika tidak terjadi keefektivas cardiac output. Sebelum melakukan terapi yang spesifik kita mulai dengan terapi basic life support yang dibagi dalam 4 bagian, diantaranya: 1. Asystole 2. Pulse electrical activity 3. Ventricular fibrilasi 4. Pulse ventricular tachycardia 4 bagian akan terbagi menjadi dua grup, diantaranya 2 grup yang tidak memerlukan defibrilasi (disebut non-shockable) dan 2 grup yang memerlukan defibrilasi (shockable). Berikut adalah bagan alogaritma cardiac arrest.

10

Anda mungkin juga menyukai