Anda di halaman 1dari 10

1

PENGARUH JUS BELIMBING WULUH DAN MENTIMUN TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI TINGKAT RINGAN Muvarichin, Rizka Auliya, Yuning Amaliyanti Mahasiswa Kesehatan Masyarakat ABSTRAK Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia (lanjut usia) penderita hipertensi derajat I (ringan) di Panti Wredha Pucang Gading Semarang. Jenis penelitian ini adalah studi quasi experiment dengan desain nonrandomized pretest-postest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lanjut usia penderita hipertensi yang ada di Panti Wredha Pucang Gading Semarang yang berjumlah 48 orang. Sampel yang diambil sejumlah 32 lansia dengan cara quota sampling. Instument yang digunakan adalah sphygnomanometer air raksa. Teknik pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan statistik uji t test tidak berpasangan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh dapat menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 18,75 point (p value = 0,0001), dan rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 9 point (p value = 0,002). Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia (lanjut usia) penderita hipertensi derajat I (ringan) di Panti Wredha Pucang Gading Semarang. Oleh karena itu saran bagi lanjut usia agar selalu memeriksakan tekanan darah secara teratur, mengatur berat badan, dan melakukan diet nutrisi. Bagi Panti Wredha Pucang Gading Semarang agar melakukan pengontrolan kondisi kesehatan agar selalu terpantau dengan baik, dan menggunakan bahan-bahan alami untuk menurunkan tekanan darah tinggi sebelum melakukan terapi farmakologis. Kata kunci: Hipertensi, tekanan darah sistolik dan diastolik, jus belimbing wuluh dan mentimun ABSTRACT Issues that were examined in this study is there any effect of cucumber juice and strar fruit to decrease blood pressure in elderly (elderly) patients with hypertension degree of I (light) at the Wredha Residence of Pucang Gading Semarang. This research is a quasi experimental study design with a non-randomized pretest-posttest control group design. The population in this study were all elderly hypertensive patients who are at the Wredha Residence of Pucang Gading Semarang in 2010 which amounted to 48 people. Samples taken some 32 elderly

by quota sampling. The instruments used in this research is mercury sphygnomanometer. The data collection technique used observation, interviews, documentation, and test. The taken data was processed by statistical test unpaired t test. Based on the research result showed that giving of cucumber juice and star fruit can lower the average systolic blood pressure amounting to 18.75 points (p value = 0.0001), and the average diastolic blood pressure amounting to 9 points (p value = 0.002). Based on this study result it can be concluded that there is the effect of cucumber juice and star fruit to decrease blood pressure in elderly (elderly) patients with hypertension, the degree of I (light) at the Wredha Residence of Pucang Gading Semarang. Therefore, suggestions for the elderly to keep blood pressure checked regularly, manage weight, and diet nutrition. For Nursing Home Wredha Pucang Gading Semarang to health controlling conditions in order to always be monitored properly, and using natural ingredients to lower high blood pressure before pharmacological therapy. Key Words : Cucumber, Star Fruit, Blood Pressure, Hypertension, Elderly.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hipertensi atau sering disebut dengan tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan naiknya tekanan pada pembuluh darah arteri dengan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia (1). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Seiring bertambahnya usia maka seseorang akan semakin berisiko mengidap hipertensi terutama pada lansia (1,2). Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu wilyah dengan pennduduk yang memiliki potensi hipertensi yang cukup besar. Berdasarkan laporan dari seluruh rumah sakit dan puskesmas yang ada dijawa tengah, prevalensi kasus hipertensi mengalami peningkatan dari 1,80% pada tahun 2005 menjadi 1,87% pada tahun 2006, dan meningkat menjadi 2,02% pada tahun 2007. Untuk Kota Semarang kasus hipertensi pada tahun 2004 mencapai 39.399 kasus yang melakukan pemeriksaan di rumah sakit, dan 27.702 kasus yang melakukan pemeriksaan di puskesmas (3). Dari hasil data 10 besar penyakit di Panti Wredha pucang Gading Semarang tahun 2010, bahwa penyakit hipertensi menempati peringkat pertama dengan prosentase 49% (4). Peningkatan kasus ini disebabkan antara lain karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan tekanan darah secara dini tanpa menunggu adanya gejala. Selain itu paparan faktor risiko pola makan yang tidak sehat dan kurangnya olahraga juga dapat memicu peningkatan kasus tersebut (5).

Penyakit ini ditandai dengan tingginya tekanan darah pada pembuluh arteri. Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7), seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya di atas 140-159/90-99 mmHg. Tekanan darah tinggi yang terus-menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja ekstra keras, sehingga kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak, dan mata (6). Kelompok yang berisiko tinggi dalam tipe ini adalah gaya hidup yang tidak sehat, pola makan yang salah, dan berat badan yang berlebih. Selain itu semakin bertambahnya usia juga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi, dan sebagian besar penderita hipertensi adalah orang yang berusia 35 tahun ke atas (7). Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menurunkan tekanan darah adalah dengan melakukan terapi antihipertensi. Terapi dilakukan pada pasien yang mempunyai tekanan darah lebih dari 160/90 mmHg setelah dilakukan pemeriksaan berulang-ulang. Adapun bagi pasien dengan hipertensi derajat I direkomendasikan untuk modifikasi gaya hidup bila tidak ada faktor risiko dan kerusakan organ target (8). Lebih dari 80% pasien hipertensi berada pada tingkat bordeline hingga ringan, sehingga dapat dikendalikan melalui berbagai perubahan aturan makanan dan gaya hidup, hal ini terbukti lebih baik daripada terapi dengan obat. Hampir setiap otoritas medis termasuk Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7), telah merekomendasikan penggunaan terapi non-obat untuk merawat tekanan darah tinggi pada tingkat Bordeline.. Berdasarkan uji Australian and Medical Research Council, dan Multiple Risk Factor Intervention Trial (MRFIT), telah menunjukan bahwa obat tidak memberikan manfaat apapun dalam melindungi pasien dari penyakit jantung pada hipertensi tingkat Bordeline hingga ringan (9). Pada prinsipnya ada dua macam terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati penyakit hipertensi, yaitu terapi farmakologi dengan menggunakan obat, dan terapi nonfarmakologi yaitu dengan modifikasi pola hidup sehari-hari dan kembali ke produk alami ( back to nature). Konsep Back to nature, yaitu dengan menggunakan bahan lokal yang banyak terdapat di masyarakat dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan hipertensi pada tingkat ringan dengan metode tanpa menggunakan obat, karena banyak bahan alami yang kaya akan antioksidan dan kalium dalam bentuk jus buah sebagai upaya penurunan tekanan darah penderita hipertensi (10). Dari jenis produk yang ada, mentimun dan belimbing wuluh merupakan tanaman herba yang banyak terdapat di masyarakat. Buah blimbing sudah sejak dahulu digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Buah ini mengandung kadar kalium yang tinggi, sehingga sesuai dikonsumsi oleh penderita hipertensi (11). Karena kandungan kimiawinya yang bersifat sebagai peluruh kencing dan dapat menyeimbangkan cairan dalam darah, sehingga dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah (11,12). Menurut hasil penelitin Lalilatul Muniroh dkk, dari bagian Gizi dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Airlangga, pemberian jus belimbing wuluh dan mentimun sebanyak 300 gr (210 gr belimbing wuluh: 90 gr mentimun) terbukti dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 14,21 poin dan 11,36 poin pada tekanan darah diastoliknya pada orang dewasa

(35-55 th) penderita hipertensi stadium I (140-159/90-99 mmHg) (13). Menurut hasil penelitian Yulius dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung, pemberian 600 gr jus mentimun terbukti dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 6,6 poin dan 4,2 poin pada tekanan darah diastoliknya pada wanita dewasa (21-29 th) bertekanan darah normal (14). Dari penjelasan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji aapakah ada pengaruh pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi tingkat ringan?. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi eksperimet kuasi atau eksperimen semu dengan memberikan perlakuan pada kelompok penelitian dengan melibatkan kelompok kontrol tanpa menggunakan teknik acak atau randomisasi (15). Desain pada penelitian ini adalah non-randomized pretest-postest control group design. Untuk memperoleh subyek maka dilakukan skrining dan penjaringan sampel meliputi usia antara 65-74 dari jenis kelamin perempuan, jenis hipertensi primer tingkat ringan (140-159/90-99 mmHg), penderita baru dan tidak menjalani terapi obat hipertensi kurang lebih selama satu bulan sebelumnya, tidak sedang menderita penyakit lain atau komplikasi serta menjalani terapi dengan obat apapun. Dari populasi inilah kemudian diambil sampel dengan teknik quota sampling sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 32 orang. Kemudian dilakukan pretest dengan mengukur tekanan darah sistolik dan diastolik sebagai data awal sebelum perlakuan. Subyek yang masuk dalam kategori dalam penjaringan sampel kemudian subyek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok treatment dan kelompok kontrol dengan satu kelompok 16 orang. Pada kelompok treatment diberi jus mentimun dan belimbing wuluh 2 kali selama seminggu, sedangkan pada kelompok kontrol hanya dilakukan kontrol tekanan darah. Setelah 2 minggu kemudian masing-masing kelompok dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik, kemudian dilihat perbedaan rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan. Untuk mengetahui signifikansi adanya perbedaan rata-rata tekanan darah sebelum maupun sesudah perlakuan dilakukan uji t sampel berpasangan ( pired ttest ). Sedangkan untuk mengetahui perbedaan penurunan tekanan darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan uji t sampel bebas (independent t-test ). HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Karakterisitik yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah umur responden dan body mast index dikarenakan secara umum kondisi responden sama diantaranya; responden berada dalam satu hunian, tingkat aktivitas sama karena sesuai dengan jadwal yang berlaku di panti, pola makan sama sehingga tingkat kecukupan gizi sama.

Tabel 1. Karakteristik Responden Secara Umum. Variabel Usia (tahun) 64-65 66-67 68-69 70-71 72-73 74-75 Jumlah BMI Kurus Normal Gemuk Obesitas Jumlah Tekanan Darah Sistolik Tabel 2. Rata-rata Tekanan Darah Sistolik antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Tekanan Darah Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol (mmHg) (mmHg) 148,69 150,50 Sistolik sebelum 129,94 140,81 Sistolik sesudah 18,75 9,69 Selisih p Value 0,400 0,0001 Kelompok Perlakuan n (16) % 3 2 3 1 4 3 16 0 11 3 2 16 18,8 12,5 18,8 6,3 25,0 18,8 100,0 0,00 68,75 18,75 12,50 100,00 Kelompok Perlakuan n (16) % 1 3 2 6 2 2 16 1 8 5 2 16 6,3 18,8 12,5 37,5 12,5 12,5 100,0 6,25 50,00 31,25 12,50 100,00

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada kelompok eksperimen rata-rata tekanan darah sistolik sebelum perlakuan dari 16 sampel adalah 148,69 mmHg, dan rata-rata tekanan darah sistolik sesudah perlakuan adalah 129,94 mmHg. Kondisi ini menunjukkan adanya rata-rata penurunan tekanan darah sistolik setelah menjalani perlakuan sebesar 18,75 mmHg. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata tekanan darah sistolik sebelum perlakuan dari 16 sampel adalah 150,50 mmHg, dan rata-rata tekanan darah sistolik sesudah perlakuan adalah 140,81 mmHg. Kondisi ini menunjukkan adanya rata-rata penurunan tekanan darah diastolik setelah menjalani perlakuan sebesar 9,69 mmHg. Berdasarkan analisis menggunakan uji t tes tidak berpasangan (independent samples test) tekanan darah sistolik sebelum perlakuan diperoleh nilai p=0,400 < 0,05, sedangkan tekanan darah sistolik sesudah perlakuan diperoleh nilai p=0,0001 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakana tekanan darah sistolik sebelum perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sedangkan tekanan darah sistolik sesudah perlakuan ada perbedaan yang bermakna tekanan darah sistolik sesudah perlakuan

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:

Tekanan Darah Diasolik Table 3. Rata-rata Tekanan Darah Diastolik antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kelompok Kelompok Kontrol p Value Perlakuan (mmHg) (mmHg) 96,19 97,13 0,671 Diastolik sebelum 87,19 92,69 0,002 Diastolik sesudah 9,00 4,44 Selisih Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada kelompok eksperimen rata-rata tekanan darah diastolik sebelum perlakuan dari 16 sampel adalah 96,19 mmHg, dan rata-rata tekanan darah diastolik sesudah perlakuan adalah 87,19 mmHg. Kondisi ini menunjukkan adanya rata-rata penurunan tekanan darah diastolik setelah menjalani perlakuan sebesar 9,00 mmHg. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata tekanan darah diastolik sebelum perlakuan dari 16 sampel adalah 97,13 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sesudah perlakuan adalah 92,69 mmHg. Kondisi ini menunjukkan adanya rata-rata penurunan tekanan darah diastolik setelah menjalani perlakuan sebesar 4,44 mmHg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:
110

Tekanan Darah

Grafik 4.4 Tekanan Darah Diastolik pada Kelompok Kontrol

Tekanan Darah

105

100 95 90 85
80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Sebelum Perlakuan Responden Sesudah Perlakuan

Berdasarkan analisis menggunakan uji t tes tidak berpasangan (independent samples test) diperoleh nilai p=0,671 < 0,05, sedangkan tekanan darah diastolik sesudah perlakuan diperoleh nilai p=0,002 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakana tekanan darah diastolik sebelum perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Sedangkan tekanan darah diastolik sesudah perlakuan ada perbedaan yang bermakana tekanan darah diastolik sesudah perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. PEMBAHASAN Penurunan Tekanan Darah Sistolik Rata-rata tekanan darah sistolik pada responden sebelum menjalani perlakuan (pre test) pada kelompok eksperimen sebesar 148,69 mmHg dan setelah menjalani perlakuan (post test) menjadi 129,94 mmHg dengan rata-rata penurunan sebesar 18,75 mmHg. Sedangkan tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol saat pre test sebesar 150,50 mmHg dan saat post test menjadi 140,81 mmHg dengan rata-rata penurunan sebesar 9,69 mmHg. Dari hasil uji t sampel bebas atau uji t tidak berpasangan ( independen sample t-test ) diketahui bahwa tidak ada beda tekanan darah sistolik awal yaitu sebelum menjalani perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan p=0,400. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal penelitian responden dalam keadaan homogen yaitu dalam kondisi tekanan darah yang hampir sama dan tidak ada perbedaan yang berarti antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Sedangkan setelah menjalani perlakuan selama 2 minggu, berdasarkan uji t tidak berpasangan diketahui bahwa ada perbedaan tekanan darah sistolik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,0001. Berdasarkan hasil uji tersebut menggambarkan bahwa dengan pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh pada kelompok eksperimen selama 2 minggu menujukkan adanya penurunan tekanan darah sistolik yang signifikan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulius dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung bahwa dengan pemberian jus mentimun sebanyak 600 gr selama satu minggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 6,6 point pada wanita dengan tekanan darah normal (14). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lailatul Muniroh, dkk (13), Bagian Gizi dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Airlangga, pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh selama 2 mingggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik 14,21 pada penderita hipertensi stadium I wilayah kerja Puskesmas Grati Kabupaten Pasuruhan. Jika dilihat penurunan tekanan darah sistolik kelompok eksperimen pada awal perlakuan belum menujukan adanya penurunan tekanan darah. Pada awal penelitian masih menunjukkan kondisi tekanan darah yang masih labil. Hal ini dikarenakan terapi tradisional dengan jus mentimun dan blimbing wuluh tidak memberikan efek langsung terhadap penurunan darah dengan cepat. Akan tetapi terapi jus mentimun dan blimbing wuluh akan memberikan efek yang signifikan setelah menjalani terapi secara teratur dalam waktu yang lama. Selain mengalami penurunan, ada beberapa sampel yang mengalami kenaikan tekanan darah pada pertengahan pengukuran. Hal ini dikarenakan kondisi lansia (lanjut usia) yang semakin menurunnya kondisi kesehatan serta berbagai fungsi organ vitalnya. Selain itu kondisi stres emosional yang tidak bisa dikontrol pada lansia menimbulkan ketegangan jiwa yang dapat menyebabkan

tekanan darah meningkat. Menurut dr.Hans Selye, jika stres emosional berlangsung cukup lama maka tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis (18). Kurang aktivitas juga mempengaruhi kenaikan tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik menaikkan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Semakin keras dan sering jantung harus memompa, semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri. Kondisi ini sejalan dengan kondisi lansia dimana kondisi fisik lansia yang semakin menurun menyebabkan keterbatasan dan penurunan dalam beraktivitas, sehingga banyak para lansia yang menghabiskan waktunya di tempat ranjang. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat menyerap dan mengilangkan kolesterol dalam pembuluh darah (18). Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung, atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan. Riset di Oregon Health Science kelompok lakilaki dengan wanita yang kurang aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik dapat menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang merupakan faktor penting penyebab pergeseran arteri (19). Penurunan Tekanan Darah Diastolik Rata-rata tekanan darah diastolik sebelum menjalani perlakuan (pre test) pada kelompok eksperimen sebesar 96,19 mmHg dan setelah menjalani perlakuan (post test) menjadi 87,19 mmHg dengan rata-rata penurunan sebesar 9,00 mmHg. Sedangkan tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol saat pre test sebesar 97,13 mmHg dan pada saat post test menjadi 92,69 mmHg dengan rata-rata penurunan sebesar 4,44 mmHg. Dari hasil uji t sampel bebas atau uji t tidak berpasangan ( independen sample test ) diketahui bahwa tidak ada beda antara tekanan darah diastolik awal yaitu sebelum menjalani perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan p=0,438. Hal ini menunjukkan bahwa pada awal penelitian responden dalam keadaan homogen yaitu dalam kondisi tekanan darah yang hampir sama dan tidak ada perbedaan yang berarti antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Sedangkan setelah menjalani perlakuan selama 2 minggu berdasarkan uji t tidak berpasangan diketahui bahwa ada perbedaan tekanan darah sistolik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,002. Berdasarkan hasil uji tersebut menggambarkan bahwa dengan pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh pada kelompok eksperimen selama 2 minggu menunjukkan adanya penurunan tekanan darah diastolik yang signifikan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Hal ini menujukkan bahwa pemberian jus buah mentimun dan belimbing wuluh berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah diastolik pada lansia (lanjut usia) penderita hipertensi stadium I ( hipertensi ringan ) di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulius dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung bahwa dengan pemberian jus mentimun sebanyak 600 gr selama satu minggu dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 4,2 pint pada wanita dengan tekanan darah normal (14). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lailatul Muniroh, dkk (13), Bagian Gizi dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Airlangga bahwa pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh selama 2 mingggu dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 11,36 point pada penderita hipertensi stadium I wilayah kerja Puskesmas Grati Kabupaten Pasuruhan. Penurunan tekanan darah diastolik ini disebabkan mentimun dan belimbing wuluh memiliki efek diuretik sehingga menurunkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar ptuitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urine. Dengan menurunya ADH, akan menyebabkan banyaknya urine yang diekskresikan keluar tubuh (antidiuresis) bersama garam. Karena efek diuretik yang terkandung dalam mentimun dan blimbing wuluh akan memperbanyak keluarnya air kencing yang akan mempertinggi keluaran garam dalam ginjal. Hal ini akan menurunkan volume plasma, sehingga volume sekuncup (volume pada saat jantung istirahat) tidak akan menigkat. Hormon antidiuretik berpengaruh pada bekerjanya diastolik, sehingga terjadi penurunan tekanan darah diastolik (17). Menurut Elizabet J Corwin (20), gangguan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan dapat meningkatkan volume plasma yang berkepanjangan sehingga akan mempengaruhi volume sekuncup yang berlangsung lama. Dalam hal ini dapat mengakibatkan pelepasan renin atau aldosteron atau penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah gangguan penanganan air oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, dapat diambil simpulan bahwa ada pengaruh pemberian jus mentimun dan belimbing wuluh dalam menurunkan tekanan darah pada pada lansia (lanjut usia) penderita hipertensi tingkat ringan di Panti Wredha Pucang Gading Semarang Saran Berdasarkan pembahasan diatas, saran bagi lanjut usia agar selalu memeriksakan tekanan darah secara teratur, mengatur berat badan, dan melakukan diet nutrisi. Bagi Panti Wredha Pucang Gading Semarang agar melakukan pengontrolan kondisi kesehatan agar selalu terpantau dengan baik, dan menggunakan bahan-bahan alami untuk menurunkan tekanan darah tinggi sebelum melakukan terapi farmakologis.

10

DAFTAR PUSTAKA (1) Karnadi. J. 2007. Medical Dictionary Definition of Hypertension. (http://www.CerminDuniaKedokteran.com/index.php?option=com_content& task=view&id=38&ltemid=12). Diakses Tanggal 14 Februari 2008. (2) Alison Hul. Penyakit Jantung. Hipertensi dan Nutrisi. Terjemahan oleh Wendra Ali. Jakarta: Bumi Aksara; 1996. Hlm 31. (3) Dinkes Kabupaten Kota Semarang. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang. Semarang; 2004. hlm 82 (4) Dinsos Panti Wredha Pucang Gading Semarang. Data 10 Besar Penyakit di Panti Wredha Pucang Gading Semarang Tahun 2010. Semarang; 2010. (5) Dinkes Propinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang; 2007. hlm 34. (6) NIH. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention. Detection. Evaluation. and Treatment of High Blood Pressure. US. Department of Health and Human Services; 2004. hlm 4. (7) Lanny Sustrani. dkk. Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka; 2005. hlm 25-34. (8) Lawrence MT. et al. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Medika; 2002. hlm 382-426. (9) Kohlmeier Lovastatin. Penyakit Jantung dan Tekanan Darah Tinggi (Pengenalan Gejala. Pencegahan dan Penanganan dengan Metode Alami). Jakarta: Preastasi Pustakakarya; 2005. hlm 66-67. (10) M. Hembing Wijayakusuma dan Setiawan Dalimartha. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya; 2006. hlm 153. (11) Emma Wirakusumah S. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa Swara; 2001. hlm 48 (12) Edy Smith. Terapi Sayuran. Jakarta: Prestasi Pustaka; 2002. hlm 168. (13) Lailatul Muniroh. et al. Pengaruh Pemberian Jus Buah Belimbing dan Mentimun Terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Penderita Hipertensi. The Indonesian Journal of Public Health. Volume 4. No 4. Juli 2007. hlm 25-34. (14) Yulius. Pengaruh Mentimun (Cucumis sativus Lin.) terhadap Tekanan Darah Normal pada Wanita Dewasa. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha; 2003. hlm 21. (15) Bisma Murti. MPH. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 1997. hlm 133. (16) Herke J.O Sigarlaki. Hypertension Management Model at UKI General Hospital. Jakarta. Journal Kedokteran YARSI. Volume 9. No 1. JanuariApril 2001. Hlm 28-38. (17) Wiguno Prodjosudjadi. Hipertensi: Mekanisme dan Penatalaksanaan. Berkala Neuro Sains. Volume 1. No 3. Juni 2000. hlm 133-139. (18) Lany Gunawan. HIPERTENSI. Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius; 2001. hlm 19-24. (19) Emma Wirakusumah S. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa Swara; 2001. hlm. 37. (20) Elizabelth J. Crowin. Patofisiologi. Penerjemah Brahm U Pendit. Jakarta: EGC; 1997. hlm. 357.

Anda mungkin juga menyukai