Anda di halaman 1dari 12

ILUSTRASI KASUS

No. Registrasi RSCM : 10827/3887625/VER/XII/2013 Waktu Pemeriksaan : 14 Desember 2013 ( pukul 21:30) Tempat pemeriksaan : Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Identitas Korban Nama Usia Tempat/ Tgl Lahir Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Kewarganegaraan Alamat : Tn. Berlan Kamso Simanjuntak : 37 tahun : Jakarta, 09 September 1976 : Laki-laki : Kristen : Swasta : Indonesia : Jl. Pramuka Bakti II Rt.012/009 Kel.Utan Kayu Utara Kec. Matraman. Jakarta Timur Keterangan : Korban datang ke RS Cipto Mangunkusumo dengan membawa surat permintaan pembuatan visum dari Kepala Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur dengan nomor 926/VER/XII/2013/Res JT

Riwayat Medis a. Anamnesis Korban mengaku empat jam sebelum pemeriksaan dikeroyok oleh tiga orang pelaku yang tidak dikenal. Korban sedang naik angkot arah Kampung Melayu, kemudian pelaku meminta uang dan diberikan uang oleh sopir angkot tetapi pelaku meminta uang yang. Karena pelaku meminta uang lebih banyak lagi. Korban hanya melihat ke arah pelaku tetapi pelaku merasa ia dipelototi oleh korban. Korban ditonjok di kepala dan wajah berkali-kali serta ditendang mengenai paha. Riwayat pingsan, pusing, mual dan muntah tidak ada. Riwayat keluar darah dari mulut, hidung dan telinga tidak ada. Saat pemeriksaan hanya terasa nyeri di wajah. b. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : sadar dan tampak sakit ringan

Tanda vital Tekanan darah Nadi Nafas

: : 120/70 mmHg : 80 kali/menit : 24 kali/menit

c. Luka-luka Pada puncak kepala sisi kiri, dua sentimeter dari garis pertengahan depan, tiga sentimeter di belakang batas tumbuh rambut depan terdapat dua buah luka lecet berbentuk garis masing-masing sepanjang satu koma lima sentimeter dan dua sentimeter, dikelilingi bengkak berukuran tiga sentimeter kali tiga sentimeter. Pada dahi, tepat garis pertengahan depan, satu sentimeter diatas alis terdapat dua buah luka lecet berbentuk garis, masing masing sepanjang nol koma enam sentimeter dan nol koma tujuh sentimeter dikelilingi bengkak berukuran tiga sentimeter kali tiga sentimeter. Pada kelopak bawah mata kiri, tiga sentimeter dari garis pertengahan depan, dua sentimeter dibawah sudut dalam mata, terdapat luka lecet berbentuk garis sepanjang nol koma lima sentimeter dikelilingi memar berwarna biru kemerahan dan bengkak berukuran tiga sentimeter kali dua setengah sentimeter. Pada pangkal hidung sisi kanan satu sentimeter dari garis pertengahan depan, nol koma lima sentimeter diatas sudut dalam mata terdapat luka terbuka dangkal, tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit sepanjang satu koma lima sentimeter, di bawah luka tersebut terdapat luka lecet berbentuk garis berukuran nol koma tiga sentimeter dan nol koma lima sentimeter Pada dahi kiri tiga sentimeter dari garis pertengahan depan, dua sentimeter di atas alis terdapat luka lecet berbentuk garis sepanjang nol koma dua sentimeter Pada puncak hidung tepat garis pertengahan depan terdapat memar berwarna merah dan bengkak dengan ukuran dua sentimeter kali dua sentimeter Pada pipi kiri, dua sentimeter garis pertengahan depan, dua koma lima sentimeter di bawah sudut dalam mata terdapat luka lecet ukuran nol koma satu sentimeter kali nol koma satu sentimeter. Pada pipi kiri, sembilan sentimeter garis pertengahan depan, tiga sentimeter dibawah sudut luar mata terdapat memar berwarna kemerahan dengan ukuran lima sentimeter kali enam sentimeter. Pada kelopak bawah mata kanan terdapat memar berwarna kebiruan dengan ukuran tiga sentimeter kali dua koma lima sentimeter

Pada pipi kanan, tiga koma lima sentimeter garis pertengahan depan, empat sentimeter di bawah sudut luar mata terdapat memar warna merah berukuran satu koma lima sentimeter kali satu sentimeter.

Pada daerah antara hidung dan mulut sisi kanan, tiga sentimeter garis pertengahan depan, satu koma lima sentimeter diatas sudut bibir terdapat memar berwarna merah dengan ukuran satu koma lima sentimeter kali satu sentimeter.

Pada bibir bawah bagian dalam tepat garis pertengahan depan, terdapat dua buah memar berwarna merah dengan ukuran satu koma lima sentimeter kali satu koma lima sentimeter dan nol koma dua sentimeter kali nol koma dua sentimeter

PEMBAHASAN UMUM

I. Prosedur Medikolegal Dalam kehidupan bermasyarakat, sering terjadi peristiwa pelanggaran hokum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia.1 Peristiwa yang dapat terjadi antara lain adalah kecelakaan, pembunuhan, perkosaan, kekerasan, penganiayaan dan lain-lain. Untuk penyidikan dan pengusutan masalah-masalah tersebut pada tingkat hukum yang lebih lanjut, diperlukan berbagai ahli di bidang terkait yang membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Disinilah peran seseorang yang ahli dalam hal tubuh manusia yaitu dokter untuk memeriksa korban baik yang mati maupun yang hidup. Dokter yang membantu proses peradilan ini hendaknya memiliki pengetahuan mengenai kazanah ilmu kedokteran forensik.1 Pada tindak pidana yang menimbulkan korban meninggal, dokter diharapkan dapat menjelaskan penyebab kematiannya, serta membantu dalam perkiraan saat kematian dan perkiraan cara kematian. Penjelasan tersebut biasanya dibuat menjadi suatu keterangan tertulis yang disebut visum et repertum. Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medic terhadap manusi, baik hidup atau mati, ataupun diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah untuk kepentingan peradilan. 1 Kewajiban seorang dokter dalam membantu peradilan diatur dalam pasal 133 KUHAP ayat (1) yang berbunyi : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.2 Dari pasal tersebut dapat diterangkan bahwa semua dokter yang telah mendapat izin praktik dapat melakukan pemeriksaan pada korban, namun apabila pada daerah tersebut terdapat ahli kedokteran kehakiman atau yang dikenal sekarang dengan sebutan dokter spesialis forensic, maka lebih baik diserahkan kepada dokter tersebut. Keterangan yang diberikan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan. Keterangan ahli ini dapat dijadikan

alat bukti yang sah di depan pengadilan sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.

Yang

berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana tertulis dalam pasal 7 ayat (1) butir h dan pasal 11 KUHAP. 2 Dalam hal ini kepangkatan pembuat surat permintaan visum serendah-rendahnya adalah pembantu letnan dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang komandannya adalah seorang bintara (sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut. Penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya sersan dua. Permintaan surat keterangan ahli harus dilakukan tertulis (Pasal 133 ayat (2) KUHAP). 2 Selain itu, penyidik juga harus memberi label pada mayat yang berisi identitas mayat dan diberi cap yang kemudian dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat (Pasal 133 ayat (3) KUHAP). 2 Apabila ada permintaan dari penyidik kepada dokter untuk membuat surat keterangan ahli, maka hal itu wajib dilakukan oleh seorang dokter. Jika dokter tidak melakukannya, maka ia akan terkena sanksi sesuai dalam KUHAP pasal 216 ayat (1). 2 Selain itu, apabila terdapat keluarga atau pihak lain yang berusaha mencegah dilakukannya bedah mayat, maka ia akan terkena sanksi sesuai KUHAP pasal 222. 2 Bila pemeriksaan autopsi yang diinginkan, penyidik wajib memberitahu kepada keluarga korban. Hal ini diatur dalam KUHAP pasal 134 ayat (1).
2

Apabila keluarga

korban menolak dilakukan bedah mayat, maka penyidik wajib menerangkan sejelasjelasnya mengenai maksud dan tujuan pembedahan, seperti diatur dalam KUHAP pasal 134 ayat (2). 2 Autposi dilakukan setelah keluarga korban tidak keberatan, atau bila dalam dua hari tidak ada tanggapan apa pun dari keluarga korban, hal ini diatur dalam KUHAP pasal 134 ayat (3). 2 Pemeriksaan jenazah yang dilakukan meliputi pemeriksaan luar dan dalam. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan dengan teliti dan secara menyeluruh.1 II. Traumatologi Forensik Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah suatu keadaan ketidak sinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan atau trauma. Berdasarkan penyebabnya, kekerasan dapat dibagi menjadi kekerasan yang bersifat : mekanik (kekerasan benda tumpul, tajam, senjata api), fisika (suhu, listrik dan petir, perubahan tekanan udara, akusti, radiasi) dan kimia (asam atau basa kuat).

A. Luka Akibat Kekerasan Tumpul Luka yang terjadi pada kekerasan ini biasanya terjadi akibat benda tumpul. Luka dapat berupa : Memar Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya. Memar dapat terjadi di tempat dimana tubuh mendapat kekerasan dan dapat berpindah ke tempat lain oleh karena mengalirnya darah mencari tempat yang lebih rendah, dan ini dapat terjadi bila kekerasan mekanik itu mengenai tubuh yang mempunyai jaringan yang longgar atau bila korban sudah tua usianya. Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai factor seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah dan penyakit. Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4-5 hari akan berubah menjadi hijau yang kemudian menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Waktu ini dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai factor yang mempengaruhi. Luka lecet Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan yang kasar atau runcing. Pemeriksaan luka lecet yang teliti disertai pemeriksaan di TKP dapat mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Klasifikasi luka lecet adalah sebagai berikut : Luka lecet gores, diakibatkan oleh benda runcing dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan terjadi. Luka lecet serut, adalah luka lecet yang persentuhannya dengan permukaan kulit lebar. Luka lecet tekan, disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Luka lecet geser, disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung diri atau jerat, serta pada korban pecut.

Luka robek Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka terjadi robekan pada kulit. Luka ini memiliki ciri-ciri bentuknya tidak beraturan, tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau memar di sisi luka.

B. Luka Akibat Kekerasan Tajam Gambaran umum luka yang diakibatkan oleh benda tajam adalah tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka akibat kekerasan tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka bacok. Luka iris dan luka bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila sudut luka lancip dan yang lainnya tumpul, berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudit luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya. Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau luka memar kecuali bila gagang turut membentur kulit. Pada luka tsusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh factor elastisitas jaringan dan gerakan korban. 1

III. Penganiayaan Pada tindak pidana kekerasan atau penganiayaan, korban dapat melakukan pengaduan. Hal ini tertulis dalam KUHAP pasal 74, ayat (1) dan (2) yang berisi : 1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu Sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.

2) Jika yang terkena kejahatan menjadi berhak mengadu pada saat tenggang tersebut dalam ayat (1) belum habis, maka setelah itu pengaduan hanya masih boleh diajukan selama sisa yang masih kurang pada tenggat tersebut. Adanya kepentingan untuk delik pengaduan membuat dokter yang membuat catatan medic pada setiap pasien harus lengkap hasil pemeriksaannya, terutama korban yang diduga tindak pidana. Pemeriksaan luka pada korban harus lengkap dan sesuai dengan KUHAP. Harus dibedakan apakah korban mengalami luka ringan, luka sedang atau luka berat. Luka ringan dijelaskan dalam KUHAP pasal 352 yang berisi : 3 1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya. 2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Korban dengan luka berat diatur dalam KUHAP pasal 90, yang berbunyi : 3 Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian; Kehilangan salah satu panca indra; Mendapat cacat berat; Menderita sakit lumpuh; Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; Gugur atau matinya kandungan seorang wanita. Hasil dari tindak penganiayaan yang berakibat luka berat diatur dalam pasal 351 ayat (2) yang berbunyi : jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pasal 353 ayat (2) yaitu Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 353 ayat (2) berbeda dengan pasal 351 ayat (2) dalam hal penganiayaan yang terjadi telah direncanakan lebih dahulu.

Keadaan yang berada di antara luka ringan dan berat dimasukkan ke dalam luka sedang. Pada korban dengan luka sedang merupakan hasil dari tindak penganiayaan, seperti yang disebutkan pada pasal 351 KUHP ayat (1) yang berbunyi penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah. Penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa orang diatur dalam pasal yang berbeda. Pasal yang mengatur tindak pidana tersebut adalah KUHP pasal 170 : 1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Yang bersalah diancam : Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan

mengakibatkan luka-luka. Dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat. Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut 3) Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini. Derajat luka dan ancaman hukuman yang diberikan kepada pelaku memiliki keterkaitan yang sangat erat. Oleh karena itu ilmu kedokteran forensic diperlukan untuk membantu penyelesaian proses penyidikan perkara pidana, khususnya di dalam kasus perlukaan sebagaimana dimaksudkan dengan penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka dalam KUHAP. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh seorang ahli forensic adalah menentukan jenis luka, menentukan jenis kekerasan yang menimbulkan luka dan menentukan kualifikasi luka.

PEMBAHASAN KASUS

I. Prosedur Medikolegal Pada kasus ini, surat permintaan visum disampaikan dalam bentuk tertulis yang sesuai dengan KUHAP pasal 133 ayat (2). Surat ini terdiri atas : 1. Institusi pengirim : Kepolisian Daerah Metro Jaya Resort Metro Jakarta Timur 2. Tujuan surat 3. Identitas : Bertuliskan Yth. Tim Dokter RSCM. : Tercantum nama, tempat/tanggal lahir, agama, pekerjaan, kebangsaan, alamat. 4. Dugaan luka : Penganiayaan (pengeroyokan yang dilakukan oleh 3 orang) 5. Permintaan penyidik 6. Jabatan pengirim : Permintaan visum et repertum luka : An. Kepala Polisi Resort Metro Jakarta Timur Kanit C SPKT Sukiyo (Ajun Komisaris Polisi NRP 62050491) Pada kasus ini, surat permintaan visum telah sesuai dengan prosedur medikolegal. Pada kasus ini, luka yang terdapat pada pasien merupakan akibat dari penganiayaan yang dilakukan bebrapa orang, dalam hal tersebut menurut undang-undang adalah sebagai berikut : Penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa orang diatur dalam pasal yang berbeda. Pasal yang mengatur tindak pidana tersebut adalah KUHP pasal 170 : 4) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 5) Yang bersalah diancam : Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan

mengakibatkan luka-luka.

Dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat. Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut II. Pemeriksaan korban Pada anamnesis, korban mengaku empat jam sebelum pemeriksaan dikeroyok oleh tiga orang pelaku yang tidak dikenal. Korban sedang naik angkot arah Kampung Melayu, kemudian pelaku meminta uang dan diberikan uang oleh sopir angkot tetapi pelaku meminta uang yang. Karena pelaku meminta uang lebih banyak lagi. Korban hanya melihat ke arah pelaku tetapi pelaku merasa ia dipelototi oleh korban. Korban ditonjok di kepala dan wajah berkali-kali serta ditendang mengenai paha. Riwayat pingsan, pusing, mual dan muntah tidak ada. Riwayat keluar darah dari mulut, hidung dan telinga tidak ada. Saat pemeriksaan hanya terasa nyeri di wajah. Pada pemeriksaan fisik korban tampak sadar penuh, dengan kesan sakit ringan. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/menit, frekuensi nafas 24 kali/permenit. III. Luka-luka Pada pemeriksaan luka pada korban laki-laki berusia tiga puluh tujuh tahun ini ditemukan luka terbuka dangkal pada pangkal hidung, luka lecet pada kepala dan wajah serta luka memar pada wajah. Temuan ini menunjukan adanya kekerasan tumpul yang terjadi pada korban. Luka-luka ini diklasifikasikan menjadi luka ringan, yaitu luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian, yang pada kasus ini dilakukan oleh tiga orang pelaku yang tidak dikenal. IV. KESIMPULAN Pada laki-laki berusia tiga puluh tujuh tahun ini ditemukan luka terbuka dangkal pada pangkal hidung, luka lecet pada kepala dan wajah serta luka memar pada wajah yang dimasukan ke dalam katagori luka ringan karena tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan,jabatan atau pencaharian berdasarkan KUHP pasal 352. Pasien hanya mendapat terapi anti nyeri dan keadaan umum pasien baik.

Daftar Pustaka

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997.p.1-43. 2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI;1994. 3. Idries AM. Sistematika Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus pada Korban Perlukaan. In : Idries AM, Tjiptomarnoto AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. 1st ed. Jakarta : Sagung Seto;2011.p.133-40.

Anda mungkin juga menyukai