PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Investasi diartikan sebagai suatu upaya mengelola uang dengan cara menyisihkan sebagian
dari uang tersebut untuk ditanam dalam bidang-bidang tertentu dengan harapan mendapatkan
keuntungan di masa yang akan datang. Orang atau setiap pihak yang melakukan tindakan
1. Investasi langsung: Menanam uang secara langsung pada jenis bidang usaha tertentu
seperti mendirikan pabrik, mendirikan bank, termasuk juga membeli tanah. Investasi
2. Investasi tidak langsung: Menanam uang secara tidak langsung melalui suatu jenis
usaha tertentu seperti membeli saham, obligasi, menanam uang pada deposito di bank
dan sebagainya. Investasi tidak langsung disebut juga sebagai investasi keuangan
(financial investment).
Setiap bentuk ataupun jenis investasi memberikan tingkat keuntungan dan risiko yang
berbeda-beda. Semakin besar kemungkinan tingkat keuntungan dari suatu investasi maka
semakin besar pula tingkat risikonya.Investasi juga merupakan salah satu komponen dalam
1
dalam pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan konsumsi karena stuktur keuangan kita
bukan berbasiskan pasar modal dan pengetahuan akan berinvestasi sangat minim terlebih
berinvestasi dalam pasar sekuritas atau produk derivative. Meskipun sumbangsih investasi
masih relatif kecil namun investasi tetap mempunyai peranan yang penting didalam
permintaan aggregate karena biasanya pengeluaran investasi lebih tidak stabil bila
terjadinya resesi dan boom. Dalam melakukan investasi ataupun melakukan permintaan
terhadap asset terlebih dahulu kita harus melihat variabel-variabel yang mempengaruhi
Dari sekian banyak asset, salah satu instrument asset yang paling popular pada masa kini
adalah obligasi. Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat
dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan
berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah
ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Berbeda dengan saham, obligasi
merupakan instrument investasi fixed income yaitu instrument yang memberikan imbal hasil
dalam bunga (kecuali obligasi syariah) dengan besar tertentu sehingga hasil investasi dapat
diprediksikan. Untuk lebih mengenal obligasi berikut ini beberapa karakteristik yang terdapat
1. Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima
2. Kupon (The Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara
berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon
3. Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan
pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi yang dimilikinya. Periode
jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun.
Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di
prediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi
yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin
panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi kupon / bunga nya.
faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi Ritel. Mengukur resiko /
kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan
atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat
(rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau
Kasnic Indonesia.
Bagi penerbit obligasi, mendapatkan dana dari obligasi lebih menguntungkan dibandingkan
dengan meminjam dari bank, karena tingkat bunganya yang lebih rendah. Bagi investor, daya
tarik obligasi adalah tingkat kupon bunganya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
deposito. Obligasi menawarkan potensi hasil dan tingkat risiko diatas deposito dan dibawah
saham.
3
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai emisi obligasi dari triwulan I 2003
sampai triwulan IV selalu bertambah. Kenaikan tertingi terjadi pada tahun 2003 triwulan III
menuju tahun 2004 triwulan I dimana terjadi kenaikan emisi obligasi sebesar 12%. Pada
tahun 2006, seperti yang terjadi pada pasar modal lainnya di dunia, membaiknya ekonomi
permintaan mulai meningkat hingga pada akhir triwulan IV tahun 2007 terhadap obligasi
Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa orang yang berinvestasi dalam bentuk efek atau
produk derivative di Indonesia masih relatif rendah karena lemahnya fundamental ekonomi
selama ini di atas fondasi yang rentan atau rapuh..Salah satu indikator yang menyebabkan
terjadinya keterpurukan bangsa Indonesia adalah Inflasi. Inflasi merupakan proses kenaikan
harga barang-barang umum secara terus menerus (Nopirin, 1987 hal 25). Masalah inflasi
Tingkat laju inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan
jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi di masa
yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk
mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi asset riil, seperti tanah, rumah, dan
barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah
akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi
inflasi di masa yang akan datang antara lain dapat dilihat dari perkembangan suku bunga
nominal. Suku bunga nominal ini mencerminkan suku bunga riil ditambah ekspektasi inflasi
Tabel 1.1. Inflasi Indonesia berdasarkan perhitungan inflasi tahunan periode triwulan I
2003 – triwulan IV 2008
Inflasi %
Tahun (%)
2003.1 7.17
-2.65
2003.2 6.98
-9.31
2
2003.3 6.33
-18.4
8
2003.4 5.16
-0.96
9
2004.1 5.11
33.6
59
2004.2 6.83
-8.19
9
2004.3 6.27
2.07
34
2004.4 6.4
37.6
56
2005.1 8.81
-15.7
8
2005.2 7.42
22.1
02
2005.3 9.06
5
88.8
52
2005.4 17.11
-8.00
7
2006.1 15.74
-1.33
4
2006.2 15.53
-6.31
2006.3 14.55
-54.6
4
2006.4 6.6
-1.21
2
2007.1 6.52
-11.5
2007.2 5.77
20.4
51
2007.3 6.95
-5.18
2007.4 6.59
23.9
76
2008.1 8.17
35.0
06
2008.2 11.03
10.0
63
2008.3 12.14
-8.89
6
2008.4 11.06
Sumber: Bank Indonesia data diolah
Grafik 1.2. Laju Inflasi Indonesia berdasarkan perhitungan inflasi tahunan periode
triwulan I 2003 – triwulan IV 2008
Sumber: Bank Indonesia data diolah
Berdasarkan gambar dan data yang disajikan, kita dapat melihat bahwa tingkat inflasi di
Indonesia sangat berfluktuasi. Terjadi kenaikan yang signifikan dari triwulan ke 3 tahun 2005
menuju triwulan keempat tahun 2005 sebesar 88,85%. Kemudian pada tahun 2006 triwulan
pertama Bank sentral menaikkan tingkat suku bunga atau melakukan kebijakan uang ketat
sebesar 27.5% dari 10% menjadi 12.75 untuk meredam tingginya inflasi dan terbukti secara
perlahan inflasi mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 17.11% menjadi 14.55% di
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu instrumen Operasi Pasar Terbuka
(OPT) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menetap-kan tingkat suku
bunga SBI sesuai dengan target yang diinginkan, yaitu target dimana terjadi kestabilan
suatu negara stabil maka investor ingin berinvestasi di sektor keuangan khususnya di pasar
sekuritas.
Tabel 1.2. Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Satu Bulan Triwulan I 2003
-Triwulan IV 2008
7
SBI %
Tahun (%)
2003.1 11.4
-16.4
2003.2 9.53
-9.12
9
2003.3 8.66
-4.04
2
2003.4 8.31
-10.7
1
2004.1 7.42
-1.07
8
2004.2 7.34
0.681
2004.3 7.39
0.541
2004.4 7.43
0.135
2005.1 7.44
10.89
2005.2 8.25
21.21
2005.3 10
27.5
2005.4 12.75
-0.15
7
2006.1 12.73
-1.80
7
2006.2 12.5
-10
2006.3 11.25
-13.3
3
2006.4 9.75
-7.69
2
2007.1 9
-5.55
6
2007.2 8.5
-2.94
1
2007.3 8.25
-3.03
2007.4 8
-0.5
2008.1 7.96
2008.2 8.35 4.899
12.1
2008.3 9.36
17.52
2008.4 11
Grafik 1.3. Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Satu Bulan Triwulan I 2003
-Triwulan IV 2008
Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa pergerakan tingkat suku bunga SBI cenderung
stabil, terjadi kenaikkan dan penurunan tingkat suku bunga, namun dalam pergerakannya
tidak ada perubahan yang signifikan terjadi. Pada tahun 2004 tingkat suku bunga bergerak
secara stabil, namun dalam pergerakannya terjad penurunan. Penurunan laju tingkat suku
bunga SBI ini terus berlangsung hingga Mei 2004. Pada bulan Juni 2004 sampai Januari
2005 terjadi fluktuasi namun cukup kecil, masih dapat dikatan stabil. Pada Februari 2005
mulai terjadi kenaikkan tingkat suku bunga SBI , dan pada September 2005 tingkat suku
9
bunga SBI kembali mencapai kisaran dua digit, yaitu berada pada titik 10,00%. Kisaran dua
digit ini bertahan hingga November 2006. Desember 2006 tingkat suku bunga SBI kembali
pada kisan satu digit. Pada tahun 2007 dari Januari sampai November tingkat suku bunga
SBI tidak mengalami perubahan. Pada akhir tahun 2007 tingkat suku bunga SBI mengalami
penurunan sebesar 0,25 % dari 8,25% menjadi 8,00%. Pada tahun 2008 terjadi fluktuasi
terhadap tingkat suku bunga SBI, namun fluktuasi yang terjadi masih dalam batas normal.
Hal ini terjadi karena pengaruh krisiss financial yang melanda Amerika mulai dirasakan
pengaruhnya pula di Indonesia. Puncaknya pada bulan November 2008 Bank Sentral
Indonesia (BI) melakukan kebijakan moneter uang ketat yaitu menaikkan tingkat suku bunga
SBI menjadi 11, % untuk menekan dan menanggulangi krisis financial global ini. Hal ini
dimaksudkan agar perputaran uang tidak lari semua ke luar negeri atau terjadinya capital
outflow.
PDB adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu Negara dalam suatu tahun
tertentu dengan menggunakan faktor-faktor produksi milik warga negaranya dan milik
penduduk di negara-negara lain. Biasanya dinilai menurut harga pasar dan dapat didasarkan
Tabel 1.3 Produk Domestik Bruto Menurut Penggunaan Atas Harga Konstan Tahun
2000 Triwulan I 2003 -Triwulan IV 2008
%
Tahun PDB (Miliar)
2003.
1 386,743.9
2003. 1.996
2 394,620.5
2003. 2.7088
3 405,607.6
2003. -3.949
4 390,199.3
2004. 3.0795
1 402,597.3
2004. 2.2669
2 411,935.5
2004. 2.8115
3 423,852.3
2004. -1.368
4 418,131.7
2005. 1.9878
1 426,612.1
2005. 2.1804
2 436,121.3
2005. 2.7812
3 448,597.7
2005. -2.074
4 439,484.1
2006. 2.007
1 448,485.3
2006. 1.9997
2 457,636.8
2006. 3.6358
3 474,903.5
2006. -1.889
4 466,101.1
2007. 1.9834
1 475,532.9
2007. 2.5598
2 488,025.6
2007. 3.5842
3 506,167.9
2007. -2.595
4 493,365.4
2008. 2.3508
1 505,242.6
2008. 2.7181
2 519,359.3
2008. 3.5664
3 538,566.8
2008. -3.783
4 518,935.0
Sumber: Publikasi Biro Pusat Statistik data diolah
Grafik 1.4. 3 Produk Domestik Bruto Menurut Penggunaan Atas Harga Konstan Tahun
2000 Triwulan I 2003 -Triwulan IV 2008
11
Sumber: Publikasi Biro Pusat Statistik data diolah
Dari gambar grafik di atas dapat kita lihat bahwa PDB Indonesia terus mengalami kenaikkan
atau tren positif, walaupun adanya fluktuasi pada kenyataannya. Apabila kita melihat di tabel
kenaikan PDB tertinggi pada tahun 2006 triwulan ketiga sebesar 3.63%. Hal tersebut
mencerminkan pendapatan yang diterima masyarakat dalam pada periode 2006 triwulan
ketiga meningkat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji
adalah:
instrumen obligasi?
C. Tujuan Penulisan
instrumen obligasi.
D. Kerangka Pemikiran
Obligasi merupakan instrument hutang yang meminta penerbit membayar kembali kepada
investor sejumlah uang yang dipinjam (pokok utang) ditambah bunga dari periode tertentu
(Fabozzi 2004, 2004,p.l). Obligasi lebih memberikan jaminan pengembalian dan keuntungan
Menurut Frederic S. Mishkin (2008) terdapat beberapa faktor yang menentukan jumlah
13
• Kekayaan, yaitu keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh individu, termasuk
semua asset. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan kekayaan.
Dengan kata lain, dengan asumsi factor lainnya tetap, peningkatan kekayaan
• Perkiraan Imbal Hasil merupakan perkiraan imbal hasil pada periode yang akan
datang pada suatu asset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu
asset berhubungan positif dengan perkiraan imbal hasil relatif terhadap asset
alternative. Ringkasnya, meningkatnya perkiraan imbal hasil dari suatu asset relative
terhadap aset alternatif, dengan asumsi lainnya tetap, maka akan meningkatkan
• Risiko merupakan derajat ketidakpastian yang terkait dengan imbal hasil pada suatu
aset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan
negatif dengan risiko imbal hasilnya relatif terhadap asset alternative. Oleh karena itu,
dengan asumsi lainnya tetap, kalau resiko suatu aset meningkat relative terhadap aset
• Likuiditas merupakan kecepatan dan kemudahan suatu asset untuk diubah menjadi
uang relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan
positif dengan likuiditasnya relative terhadap asset alternative. Dengan kata lain,
aemakin likuid suatu aset relative terhadap aset lainnya, dengan asumsi lainnya tetap,
aset tersebut semakin menarik dan semakin besar jumlah aset yang diminta.
Keputusan untuk melakukan investasi dalam instrument Obligasi dipengaruhi oleh besarnya
imbal hasil yang akan diterima oleh investor berdasarkan tingkat suku bunga, kekayaan yang
Sesuai dengan kerangka pemikiran dan permasalahan yang telah diuraikan maka hipotesis
yang diajukan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. “Diduga tingkat suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Produk Domestik Bruto (PDB), dan Ekspektasi inflasi
F. Sistematika Penulisan
Bab II Tinjauan pustaka yang terdiri dari landasan teori, , karakteristik obligasi, teori-teori
Bab III Metode Penelitian terdiri dari sumber data, batasan peubah, dan alat analisis.
Bab IV Hasil perhitungan dan pembahasan berisikan hasil perhitungan secara kuantitatif
dan kualitatif.
Bab V Simpulan dan saran yang berisikan simpulan secara keseluruhan mengenai
penelitian.
Daftar Pustaka
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Obligasi
• Pengertian obligasi
Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan
suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk
membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo
pembayaran (www.wikipedia.org)
Obligasi merupakan instrument hutang yang meminta penerbit membayar kembali kepada
investor sejumlah uang yang dipinjam (pokok utang) ditambah bunga dari periode tertentu
(Fabozzi 2004,p.l).
• Jenis Obligasi
a. Corporate Bonds : Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan baik yang berbentuk BUMN
c. Municipal Bonds : obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai
a. Retail Bonds: obligasi yang diperdagangkan di lantai bursa dengan nilai nominal yang
lebih kecil.
b. Conventional Bonds: Obligasi yang diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp50 Juta.
bunga.
a. Sharia Bonds: obligasi yang nilai kuponnya ditentukan berdasarkan prinsip bagi hasil.
• Harga Obligasi
Dalam berinvestasi dalam instrumen obligasi, harga obligasi dinyatakan dalam persentase
(%), yaitu persentase dari nilai nominal, berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam
bentuk mata uang. Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan,
yaitu:
1. Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan
nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah
2. at premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal:
Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai
3. at discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal:
Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari
1. Adanya perbedaan karakteristik dari obligasi itu sendiri mempengarui harga obligasi
seperti, obligasi yang menamakan bunga tetap, floating rate, obligasi zero coupon
2. Tingkat bunga
6. Faktor pembayaran pajak dari hasil/pendapatan obligasi (pajak obligasi yang dibayar
pemodal).
1. Interest Rate Risk, yaitu risiko yang berkaitan dengan tingkat suku bunga. Jika suku
bunga meningkat maka harga obligasi akan turun begitu pula sebaliknya apabila
tingkat suku bunga turun maka harga obligasi akan meningkat naik.
2. Reinvestment Rate, yaitu resiko yang berkaitan dengan perubahan strategi dari tingkat
penanaman kembali investasi dimana hal tersebut sangat dipengaruhi suku bunga
pasar.
3. Call Risk, risiko yang berkaitan dengan penarikan atau seluruh obligasi yang telah
4. Credit Risk, risiko apabila penerbit gagal memenuhi kewajiban keuangan meliputi
pembayaran bunga dan pembayaran kembali jumlah uang yang dipinjam (pokok
utang atau utang nominal). Credit risk biasa disebut juga Default risk. Default risk
atau risiko gagal bayar dapat dilihat dari credit rating atau default rating yang
(PEFINDO), Standard and Poor’s, Moody’s, atau Fitch. Peringkat tertinggi adalah
AAA dan terendah adalah D. Obligasi dengan peringkat AAA sampai dengan BBB
5. Inflation Risk atau purchasing power risk, yaitu risiko yang dapat meningkat karena
variasi dalam nilai arus kas sekuritas yang dipengaruhi oleh inflasi. Risiko ini diukur
19
6. Exchange Rate Risk, yaitu risiko yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar.
7. Liquidity Risk, ukuran utama dari likuiditas adalah selisih antara harga jual dan harga
beli yang ditetapkan oleh penjual. Semakkin besar selisih antara harga jual dengan
8. Volatility Risk, salah satu factor yang mempengaruhi adalah ekspektasi tingkat bunga
yang berubah-ubah. Secara spesifik, nilai opsi meningkat apabila ekpektasi perubahan
9. Risk Risk, banyak karakteristik obligasi yang kurang dimengerti atau dipahami oleh
manajer keuangan sehingga risk risk dapat dikatakan ketidaktahuan terhadap risiko
Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam bentuk mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang jangka pendek dengan
menggunakan sistem diskonto. SBI juga merupakan salah satu instrumen operasi pasar
terbuka yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka mengendalikan jumlah uang
Menurut Laksmono (2001), nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan
suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap
pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang kurang fleksibel. Ada tiga teori
yang menjelaskan hubungan antara suku bunga yang berbeda jangka waktu.
jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan
pasokan pasar yang berbeda. Teori ini mengasumsikan peminjam dan pemberi
pinjaman memiliki preferensi terhadap jangka waktu tertentu. Dalam teori ini
diasumsikan bahwa peminjam dan pemberi pinjaman tidak berpindah dari satu pasar
ke pasar lain sehingga instrumen dengan jangka waktu berbeda tidak dapat saling
berganti. Pendapatan di setiap pasar dianggap tercipta dari permintaan dan pasokan di
pasar tersebut.
berganti secara sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga
jangka pendek selama periode instrumen jangka panjang. Teori ini menjelaskan
perbedaan term structure of interest rate dari waktu ke waktu dan juga menerangkan
kecenderungan suku bunga instrumen jangka waktu yang berbeda bergerak searah
3. Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan
rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka
panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi
Teori ini mengasumsikan adanya substitusi antar instrumen dan adanya preferensi investor
atau instrumen tertentu yang disebut juga pergantian tidak sempurna. Dalam preferred habitat
theory ini, suku bunga pada periode n sama dengan rata-rata dari ekspektasi suku bunga
bulan ke depan selama periode n ditambah dengan premium. Adanya liquidity premium
membedakan teori ini dengan lainnya. Umumnya peminjam dana menawarkan liquidity
premium yang positif untuk menarik pembeli instrumen jangka panjang sebagai kompensasi
atas resiko likuiditas yang lebih besar dibandingkan instrumen jangka pendek. Salah satu
faktor penting dalam menganalisa dan meramalkan tingkat suku bunga adalah inflasi.
Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dalam tingkat
21
harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito dalam peredaran
banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan atau bila
karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional, terdapat adanya gejala yang
• Definisi PDB
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product merupakan nilai keseluruhan
semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu
(biasanya per tahun). Dalam perhitungan PDB, hasil produksi barang dan jasa yang
dihasilkan perusahaan/ orang asing yang beroperasi di wilayah tersebut masih dimaksukkan.
penyusutannya, sehingga jumlah yang didapat dari PDB masih bersifat kotor/bruto. Data
upah, sewa, bunga, dan laba yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu
produksi.
satu periode tertentu. Nilai produk yang di hitung dengan pendekatan ini adalah nilai
membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara/wilayah selama periode
pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara yaitu:
Rumah Tangga, Pemerintah, Pengeluaran investasi dan selisih antara nilai ekspor
dikurangi impor (X-M). Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh
rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah,
dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri (BPS, 2007).
4. Laju Inflasi
Ada dua teori yang membahas tentang inflasi, yaitu teori kuantitas yang menekankan kepada
peranan jumlah uang yang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan
harga terhadap timbulnya inflasi. Yang kedua, yaitu teori struktural mengatakan bahwa inflasi
bukan semata-mata dikarenakan fenomena moneter, tetapi juga terjadi oleh fenomena
struktural. Hal ini terjadi umumnya di negara-negara sedang berkembang yang umumnya
masih bercorak agraris ataupun mengenai hal yang berhubungan dengan luar negeri, misalnya
term of trade, utang luar negeri dan kurs valuta asing dapat menimbulkan fluktuasi harga di
pasar domestik. Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Nopirin,
1998), pertama, Demand Pull Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya
23
1. Demand-pull Inflation
Inflasi ini sering disebut juga sebagai demand-side inflation karena inflasi ini terjadi disisi
permintaannya. Inflasi ini diakibatkan karena adanya kenaikkan permintaan agregat (AD)
Dimulai dengan harga P1 dan output Q1, permintaan total naik dari AD1 ke AD2 menyebabkan
ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penawaran yang ada. Akibatnya,
harga naik menjadi P2 dan outputpun naik menjadi QFE. Kemudian dari AD2 naik menjadi
AD3 ini menyebabkan harga ikut naik menjadi P3 sedang output tetap pada QFE. Karena
output tidak ikut bergerak maka muncullah apa itu yang disebut inflationary gap. Proses
kenaikkan harga ini akan berjalan terus sepanjang permintaan total (agregat demand) terus
2. Cost-push Inflation
Inflasi ini juga sering disebut supply-side inflation karena yang terpengaruh adalah sisi
permintaannya. Karena yang terpengaruh adalah sisi permintaanya maka akan menimbulkan
perbedaan dengan demand-pull inflation, cost-push inflation terjadi karena akibat dari
kenaikkan harga serta dibarengi dengan turunnya produksi. Menurut teorinya bahwa semakin
tinggi harga maka semakin rendah penawaran yang dilakukan dan produksi pun akan
diturunkan.
Berawal dari P1 dan QFE. Kenaikkan biaya produksi akan menggeser kurva penawaran
agregat dari AS1 ke AS2. Dari pergeseran ini akan menyebabkan harga naik dari P1 ke P2
sedangkan output atau produksi akan turun dari QFE menjadi Q1. Kenaikkan harga
selanjutnya akan mmenyebabkan kurva AS bergeser lagi dari AS2 menjadi AS3, hal ini pun
akan menyebabkan hal yang sama yaitu harga naik dari P2 ke P3 dan output akan kembali
turun dari Q1 menjadi Q2. Proses ini akan berhenti jika kurva AS tidak lagi bergeser ke atas.
25
harga-harga faktor produksi (baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri) di pasar
Penggolongan inflasi menurut asalnya (Boediono, 1996), dibedakan menjadi dua, yaitu,
pengelolahan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter dalam negeri oleh
para pelaku ekonomi dan masyarakat; serta imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan
oleh karena adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang
Faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, adalah jumlah uang
yang beredar. Di Indonesia jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep
narrow money (M1) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian
dari likuiditas perbankan. Faktor kedua adalah defisit anggaran belanja pemerintah yang
permintaan agregat (Atmaja, 1999). Faktor ketiga adalah penawaran agregat dan luar negeri.
Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada
di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat
inflasi di Indonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi
permintaannya, sehingga menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan
teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maximal (Atmaja, 1999).
Laju inflasi merupakan faktor penting dalam menganalisa dan meramalkan suku bunga.
Selisih antara suku bunga nominal dan inflasi adalah ukuran yang sangat penting mengenai
beban sesungguhnya dari biaya suku bunga yang dihadapi individu dan perusahaan. Suku
bunga riil juga menjadi ukuran yang sangat penting bagi otorisasi moneter. Peningkatan
ekspektasi inflasi akan cenderung meningkatkan suku bunga nominal. Hal ini berarti pada
suku bunga nominal akan cenderung terkandung ekspektasi inflasi untuk memberikan tingkat
Menurut Frederic S. Mishkin (2008) terdapat beberapa faktor yang menentukan jumlah
• Kekayaan, yaitu keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh individu, termasuk
semua asset. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan kekayaan.
Dengan kata lain, dengan asumsi factor lainnya tetap, peningkatan kekayaan
• Perkiraan Imbal Hasil, merupakan perkiraan imbal hasil pada periode yang akan
datang pada suatu asset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu
asset berhubungan positif dengan perkiraan imbal hasil relatif terhadap asset
alternative. Ringkasnya, meningkatnya perkiraan imbal hasil dari suatu asset relative
terhadap aset alternatif, dengan asumsi lainnya tetap, maka akan meningkatkan
• Risiko, merupakan derajat ketidakpastian yang terkait dengan imbal hasil pada suatu
aset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan
negatif dengan risiko imbal hasilnya relatif terhadap asset alternative. Oleh karena itu,
dengan asumsi lainnya tetap, kalau resiko suatu aset meningkat relative terhadap aset
• Likuiditas, merupakan kecepatan dan kemudahan suatu asset untuk diubah menjadi
uang relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan
positif dengan likuiditasnya relative terhadap asset alternative. Dengan kata lain,
27
semakin likuid suatu aset relative terhadap aset lainnya, dengan asumsi lainnya tetap,
aset tersebut semakin menarik dan semakin besar jumlah aset yang diminta.
F. Teori Portofolio
Lingkup bahasan teori portofolio adalah bagaimana melakukan pemilihan portofolio dari
sekian banyak aset, untuk memaksimalkan return yang diharapkan pada tingkat risiko tertentu
yang bersedia ditanggung oleh investor serta pengembalian portofolio yang diharapkan dan
tingkat resiko portofolio yang dapat diterima serta menunjukan cara pembentukan portofolio
yang optimal. Terdapat 2 Aset yang tersedia dalam pemilihan portofolio, diantaranya berupa
Aset berisiko adalah aset yang tingkat return aktualnya di masa depan masih mengandung
ketidakpastian.
Aset bebas risiko adalah aset yang tingkat returnnya di masa depan sudah bisa dipastikan
pada saat ini, yang ditunjukkan oleh varians return yang sama dengan nol.
Dalam pemilihan portofolio ada beberapa hal yang perlu diamati antara lain:
• Expected return (Return ekspetasi) merupakan return yang diharapkan akan didapat
• Actual return/ Realized return (Return aktual) merupakan return yang sesungguhnya
selisih harga jual dari harga beli sekuritas di pasar sekunder, sehingga (Pt – Pt-1) / Pt-1
Yield (imbal hasil) adalah pendapatan/ aliran kas yang diterima investor secara periodik,
2. Risks (risiko)
Risiko adalah besarnya penyimpangan antara return ekspetasi dengan return actual. Ukuran
besaran risiko (dalam ilmu statistik) adalah varians dan deviasi standar dimana semakin besar
penyimpangan (varians) menunjukkan risiko yg semakin tinggi pula. Menurut Prof. Harry
• Risiko bisnis yaitu risiko untuk menjalankan suatu bisnis di industri tertentu.
• Risiko suku bunga merupakan perubahan suku bunga akan mempengaruhi return
obligasi, jika suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun, dengan asumsi ceteris
paribus.
• Risiko pasar merupakan fluktuasi pasar secara keseluruhan yang memengaruhi return
investasi yang terlihat dari perubahan indeks pasar seperti faktor ekonomi, politik,
kerusuhan, dsb
• Risiko inflasi / daya beli merupakan penurunan daya beli yang akan membuat investor
meminta kenaikan return atas investasi
• Risiko likuiditas adalah kecepatan sekuritas untuk diperdagangkan di pasar sekunder
ysng dilihat dari volume perdagangan sekuritas tersebut
• Risiko mata uang merupakan perubahan mata uang suatu negara dengan mata uang
negara lainnya.
29
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan data sekunder berdasarkan runtun waktu (time series) periode
Januari 2006- Desember 2008 yang diperoleh dari publikasi resmi, Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia(SEKI), Laporan Tahunan Bank Indonesia, kepustakaan serta literatur-
4. Laju Inflasi
1. Y (Obligasi Pemerintah).
Sebagai tetapan peubah digunakan Suku Bunga SBI jangka waktu satu bulan triwulan I
Sebagai tetapan peubah digunakan Produk Domestik Bruto menurut harga konstan tahun
4. X3 (Laju Inflasi)
Sebagai tetapan peubah digunakan Laju Inflasi masyarakat. Satuan tetapan adalah persen
31
D. Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif yang berguna untuk menunjang penyelesaian permasalahan dalam penelitian ini.
Untuk melihat hubungan antara peubah bebas terhadap peubah terikat dalam melihat
hubungan tentang Pengaruh Pergerakan Suku Bunga SBI, Produk Domestik Bruto dan Laju
Bd = f (rSBI, PDB, ρ )
Dimana:
Bd = Permintaan Obligasi
ρ = Laju Inflasi
e = Error Term
E. Pengujian Hipotesis
student) untuk menguji keberartian koefisien regresi secara parsial. Uji t ini pada tingkat
Apabila:
Jika Ho diterima, berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh terhadap variabel
terikat. Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat.
Test) pada tingkat keyakinan 95 persen dan derajat kebebasan df1 = (k-1) dan df2 = (n-k).
Ho : bi ≠ 0, bi berarti berpengaruh
Apabila:
Jika Ho diterima, berarti variabel bebas yang diuji secara bersama-sama tidak
Pengujian Durbin Watson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara
33
Ho : d = 0 ; tidak ada otokorelasi
Ha : d ≠ 0 ; ada otokorelasi
Pada waktu akhir-akhir ini telah timbul perhatian para peneliti ekonomi untuk menguji
data time series yang mereka teliti apakah betul-betul bersifat stationary atau ternyata
bersifat non-stationary. Data yang bersifat stasioner artinya bahwa tidak terdapat variasi
yang terlalu besar selama periode observasi dan memilki kecenderungan untuk mendekati
rat-rata.
Perhatian ini timbul karena jika ternyata data time series yang diteliti bersifat non-
stationary seperti kebanyakan data ekonomi maka hasil regresi yang berkaitan dengan
data time series ini akan mengandung R2 yang relatif tinggi dan Durbin-Watson Statistic
yang rendah seperti yang dibuktikan oleh Granger dan Newbold. Dengan perkataan lain,
kita menghadapi masalah apa yang disebut suprious regression seperti yang dikemukakan
Akibat yang ditimbulkan dari suprious regression adalah koefisien regresi penaksir
menjadi tidak efisien, peramalan berdasrkan regresi tersebut akan meleset dari uji baku
yang umum dan muncul koefisien regresi yang invalid (Makridakis dalm Dadung, 2002 :
38).
Dalam penelitian ini digunakan pengujian unit root (unit root test) dengan menggunakan
Augmented Dickey-Fuller (ADF). Untuk mengetahui ada tidaknya akar-akar unit dapat
dilihat dengan membandingkan nilai ADF dengan nilai kritisnya. Apabila nilai ADF lebih
besar dari nilai kritisnya, berarti hipotesis yang menyatakan bahwa variabel-variabel yang
Fabozzi, Frank J.1989. Bonds Markets Analysis and Strategies. 2nd edition. New Jersey:
Edward, S. dan M.S. Khan. 1985. Interest Rate Determination in Developing Countries. IMF
Laksmono, R, Didy. 2001. “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi”.
35
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Maret. hal. 130-137.
Miskhin, F.S. 2008. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, terjemahan. 8th
Education.
www.bei.co.id/bonds/government/bond listed
Markowitz, Harry M. (1999). The early history of portfolio theory: 1600-1960, Financial
Analysts Journal, 55 (4), 5-16.