Anda di halaman 1dari 36

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Investasi diartikan sebagai suatu upaya mengelola uang dengan cara menyisihkan sebagian

dari uang tersebut untuk ditanam dalam bidang-bidang tertentu dengan harapan mendapatkan

keuntungan di masa yang akan datang. Orang atau setiap pihak yang melakukan tindakan

demikian disebut investor.

Secara garis besar, investasi dibagi dalam dua golongan, yaitu:

1. Investasi langsung: Menanam uang secara langsung pada jenis bidang usaha tertentu

seperti mendirikan pabrik, mendirikan bank, termasuk juga membeli tanah. Investasi

langsung disebut juga sebagai investasi nyata (real investment).

2. Investasi tidak langsung: Menanam uang secara tidak langsung melalui suatu jenis

usaha tertentu seperti membeli saham, obligasi, menanam uang pada deposito di bank

dan sebagainya. Investasi tidak langsung disebut juga sebagai investasi keuangan

(financial investment).

Setiap bentuk ataupun jenis investasi memberikan tingkat keuntungan dan risiko yang

berbeda-beda. Semakin besar kemungkinan tingkat keuntungan dari suatu investasi maka

semakin besar pula tingkat risikonya.Investasi juga merupakan salah satu komponen dalam

pengeluaran perorangan. Di Indonesia, investasi sendiri masih relatif kecil sumbangsihnya

1
dalam pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan konsumsi karena stuktur keuangan kita

bukan berbasiskan pasar modal dan pengetahuan akan berinvestasi sangat minim terlebih

berinvestasi dalam pasar sekuritas atau produk derivative. Meskipun sumbangsih investasi

masih relatif kecil namun investasi tetap mempunyai peranan yang penting didalam

permintaan aggregate karena biasanya pengeluaran investasi lebih tidak stabil bila

dibandingkan dengan pengeluaran konsumsi sehingga fluktuasi investasi dapat menyebabkan

terjadinya resesi dan boom. Dalam melakukan investasi ataupun melakukan permintaan

terhadap asset terlebih dahulu kita harus melihat variabel-variabel yang mempengaruhi

seseorang untuk menanamkan uang mereka.

Dari sekian banyak asset, salah satu instrument asset yang paling popular pada masa kini

adalah obligasi. Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat

dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan

berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah

ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Berbeda dengan saham, obligasi

merupakan instrument investasi fixed income yaitu instrument yang memberikan imbal hasil

dalam bunga (kecuali obligasi syariah) dengan besar tertentu sehingga hasil investasi dapat

diprediksikan. Untuk lebih mengenal obligasi berikut ini beberapa karakteristik yang terdapat

dalam obligasi diantaranya:

1. Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima

oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.

2. Kupon (The Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara

berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon

obligasi dinyatakan dalam annual prosentase.

3. Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan
pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi yang dimilikinya. Periode

jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun.

Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di

prediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi

yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin

panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi kupon / bunga nya.

4. Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan

faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi Ritel. Mengukur resiko /

kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan

atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat

(rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau

Kasnic Indonesia.

Bagi penerbit obligasi, mendapatkan dana dari obligasi lebih menguntungkan dibandingkan

dengan meminjam dari bank, karena tingkat bunganya yang lebih rendah. Bagi investor, daya

tarik obligasi adalah tingkat kupon bunganya yang lebih tinggi dibandingkan dengan

deposito. Obligasi menawarkan potensi hasil dan tingkat risiko diatas deposito dan dibawah

saham.

Grafik 1.1 Nilai Emisi Obligasi Pemerintah pada pasar modal

3
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, data diolah
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai emisi obligasi dari triwulan I 2003

sampai triwulan IV selalu bertambah. Kenaikan tertingi terjadi pada tahun 2003 triwulan III

menuju tahun 2004 triwulan I dimana terjadi kenaikan emisi obligasi sebesar 12%. Pada

tahun 2006, seperti yang terjadi pada pasar modal lainnya di dunia, membaiknya ekonomi

dunia menyebabkan pasar modal di seluruh dunia kembali bergairah. Pertambahan

permintaan mulai meningkat hingga pada akhir triwulan IV tahun 2007 terhadap obligasi

pemerintah tersebut memberikan kontribusi yang positifterhdap perdagangan obligasi.

(PEKKI, Desember 2007).

Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa orang yang berinvestasi dalam bentuk efek atau

produk derivative di Indonesia masih relatif rendah karena lemahnya fundamental ekonomi

bangsa Indonesia. Keterpurukan Indonesia ini menunjukkan betapa pembangunan ekonomi

selama ini di atas fondasi yang rentan atau rapuh..Salah satu indikator yang menyebabkan

terjadinya keterpurukan bangsa Indonesia adalah Inflasi. Inflasi merupakan proses kenaikan

harga barang-barang umum secara terus menerus (Nopirin, 1987 hal 25). Masalah inflasi

telah menjadi masalah besar dalam perekonomian Indonesia.

Tingkat laju inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan

jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat. Salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi di masa
yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk

mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi asset riil, seperti tanah, rumah, dan

barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah

akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi

pada sektor-sektor produktif seperti melakukan obligasi. Ekspektasi masyarakat terhadap

inflasi di masa yang akan datang antara lain dapat dilihat dari perkembangan suku bunga

nominal. Suku bunga nominal ini mencerminkan suku bunga riil ditambah ekspektasi inflasi

Tabel 1.1. Inflasi Indonesia berdasarkan perhitungan inflasi tahunan periode triwulan I
2003 – triwulan IV 2008

Inflasi %
Tahun (%)

2003.1 7.17
-2.65
2003.2 6.98
-9.31
2
2003.3 6.33
-18.4
8
2003.4 5.16
-0.96
9
2004.1 5.11
33.6
59
2004.2 6.83
-8.19
9
2004.3 6.27
2.07
34
2004.4 6.4
37.6
56
2005.1 8.81
-15.7
8
2005.2 7.42
22.1
02
2005.3 9.06

5
88.8
52
2005.4 17.11
-8.00
7
2006.1 15.74
-1.33
4
2006.2 15.53
-6.31
2006.3 14.55
-54.6
4
2006.4 6.6
-1.21
2
2007.1 6.52
-11.5
2007.2 5.77
20.4
51
2007.3 6.95
-5.18
2007.4 6.59
23.9
76
2008.1 8.17
35.0
06
2008.2 11.03
10.0
63
2008.3 12.14
-8.89
6
2008.4 11.06
Sumber: Bank Indonesia data diolah

Grafik 1.2. Laju Inflasi Indonesia berdasarkan perhitungan inflasi tahunan periode
triwulan I 2003 – triwulan IV 2008
Sumber: Bank Indonesia data diolah

Berdasarkan gambar dan data yang disajikan, kita dapat melihat bahwa tingkat inflasi di

Indonesia sangat berfluktuasi. Terjadi kenaikan yang signifikan dari triwulan ke 3 tahun 2005

menuju triwulan keempat tahun 2005 sebesar 88,85%. Kemudian pada tahun 2006 triwulan

pertama Bank sentral menaikkan tingkat suku bunga atau melakukan kebijakan uang ketat

sebesar 27.5% dari 10% menjadi 12.75 untuk meredam tingginya inflasi dan terbukti secara

perlahan inflasi mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 17.11% menjadi 14.55% di

tahun 2006 triwulan ketiga.

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu instrumen Operasi Pasar Terbuka

(OPT) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menetap-kan tingkat suku

bunga SBI sesuai dengan target yang diinginkan, yaitu target dimana terjadi kestabilan

inflasi, sehingga sekaligus menimbulkan kestabilan ekonomi. Sehingga apabila ekonomi

suatu negara stabil maka investor ingin berinvestasi di sektor keuangan khususnya di pasar

sekuritas.

Tabel 1.2. Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Satu Bulan Triwulan I 2003
-Triwulan IV 2008

7
SBI %
Tahun (%)

2003.1 11.4
-16.4
2003.2 9.53
-9.12
9
2003.3 8.66
-4.04
2
2003.4 8.31
-10.7
1
2004.1 7.42
-1.07
8
2004.2 7.34
0.681
2004.3 7.39
0.541
2004.4 7.43
0.135
2005.1 7.44
10.89
2005.2 8.25
21.21
2005.3 10
27.5
2005.4 12.75
-0.15
7
2006.1 12.73
-1.80
7
2006.2 12.5
-10
2006.3 11.25
-13.3
3
2006.4 9.75
-7.69
2
2007.1 9
-5.55
6
2007.2 8.5
-2.94
1
2007.3 8.25
-3.03
2007.4 8
-0.5
2008.1 7.96
2008.2 8.35 4.899
12.1
2008.3 9.36
17.52
2008.4 11

Sumber: Bank Indonesia data diolah

Grafik 1.3. Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Satu Bulan Triwulan I 2003
-Triwulan IV 2008

Sumber: Bank Indonesia data diolah

Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa pergerakan tingkat suku bunga SBI cenderung

stabil, terjadi kenaikkan dan penurunan tingkat suku bunga, namun dalam pergerakannya

tidak ada perubahan yang signifikan terjadi. Pada tahun 2004 tingkat suku bunga bergerak

secara stabil, namun dalam pergerakannya terjad penurunan. Penurunan laju tingkat suku

bunga SBI ini terus berlangsung hingga Mei 2004. Pada bulan Juni 2004 sampai Januari

2005 terjadi fluktuasi namun cukup kecil, masih dapat dikatan stabil. Pada Februari 2005

mulai terjadi kenaikkan tingkat suku bunga SBI , dan pada September 2005 tingkat suku

9
bunga SBI kembali mencapai kisaran dua digit, yaitu berada pada titik 10,00%. Kisaran dua

digit ini bertahan hingga November 2006. Desember 2006 tingkat suku bunga SBI kembali

pada kisan satu digit. Pada tahun 2007 dari Januari sampai November tingkat suku bunga

SBI tidak mengalami perubahan. Pada akhir tahun 2007 tingkat suku bunga SBI mengalami

penurunan sebesar 0,25 % dari 8,25% menjadi 8,00%. Pada tahun 2008 terjadi fluktuasi

terhadap tingkat suku bunga SBI, namun fluktuasi yang terjadi masih dalam batas normal.

Hal ini terjadi karena pengaruh krisiss financial yang melanda Amerika mulai dirasakan

pengaruhnya pula di Indonesia. Puncaknya pada bulan November 2008 Bank Sentral

Indonesia (BI) melakukan kebijakan moneter uang ketat yaitu menaikkan tingkat suku bunga

SBI menjadi 11, % untuk menekan dan menanggulangi krisis financial global ini. Hal ini

dimaksudkan agar perputaran uang tidak lari semua ke luar negeri atau terjadinya capital

outflow.

PDB adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu Negara dalam suatu tahun

tertentu dengan menggunakan faktor-faktor produksi milik warga negaranya dan milik

penduduk di negara-negara lain. Biasanya dinilai menurut harga pasar dan dapat didasarkan

kepada harga yang berlaku dan harga tetap (Sadono Sukirno,2004:61)

Tabel 1.3 Produk Domestik Bruto Menurut Penggunaan Atas Harga Konstan Tahun
2000 Triwulan I 2003 -Triwulan IV 2008

%
Tahun PDB (Miliar)
2003.
1 386,743.9
2003. 1.996
2 394,620.5
2003. 2.7088
3 405,607.6
2003. -3.949
4 390,199.3
2004. 3.0795
1 402,597.3
2004. 2.2669
2 411,935.5
2004. 2.8115
3 423,852.3
2004. -1.368
4 418,131.7
2005. 1.9878
1 426,612.1
2005. 2.1804
2 436,121.3
2005. 2.7812
3 448,597.7
2005. -2.074
4 439,484.1
2006. 2.007
1 448,485.3
2006. 1.9997
2 457,636.8
2006. 3.6358
3 474,903.5
2006. -1.889
4 466,101.1
2007. 1.9834
1 475,532.9
2007. 2.5598
2 488,025.6
2007. 3.5842
3 506,167.9
2007. -2.595
4 493,365.4
2008. 2.3508
1 505,242.6
2008. 2.7181
2 519,359.3
2008. 3.5664
3 538,566.8
2008. -3.783
4 518,935.0
Sumber: Publikasi Biro Pusat Statistik data diolah

Grafik 1.4. 3 Produk Domestik Bruto Menurut Penggunaan Atas Harga Konstan Tahun
2000 Triwulan I 2003 -Triwulan IV 2008

11
Sumber: Publikasi Biro Pusat Statistik data diolah

Dari gambar grafik di atas dapat kita lihat bahwa PDB Indonesia terus mengalami kenaikkan

atau tren positif, walaupun adanya fluktuasi pada kenyataannya. Apabila kita melihat di tabel

kenaikan PDB tertinggi pada tahun 2006 triwulan ketiga sebesar 3.63%. Hal tersebut

mencerminkan pendapatan yang diterima masyarakat dalam pada periode 2006 triwulan

ketiga meningkat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji

adalah:

1. Bagaimanakah pengaruh pergerakan suku bunga SBI terhadap keputusan


berinvestasi dalam instrumen obligasi?

2. Bagaimanakah pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap keputusan berinvestasi

dalam instrumen obligasi?

3. Bagaimanakah pengaruh laju inflasi terhadap keputusan berinvestasi dalam

instrumen obligasi?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam proposal ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pergerakan suku bunga SBI terhadap keputusan

berinvestasi dalam instrumen obligasi.

2. Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap keputusan

berinvestasi dalam instrumen obligasi.

3. Untuk mengetahui pengaruh laju inflasi terhadap keputusan berinvestasi dalam

instrumen obligasi.

D. Kerangka Pemikiran

Obligasi merupakan instrument hutang yang meminta penerbit membayar kembali kepada

investor sejumlah uang yang dipinjam (pokok utang) ditambah bunga dari periode tertentu

(Fabozzi 2004, 2004,p.l). Obligasi lebih memberikan jaminan pengembalian dan keuntungan

dibanding investasi saham.

Menurut Frederic S. Mishkin (2008) terdapat beberapa faktor yang menentukan jumlah

permintaan suatu asset diantaranya adalah:

13
• Kekayaan, yaitu keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh individu, termasuk

semua asset. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan kekayaan.

Dengan kata lain, dengan asumsi factor lainnya tetap, peningkatan kekayaan

menaikkan jumlah permintaan suatu asset.

• Perkiraan Imbal Hasil merupakan perkiraan imbal hasil pada periode yang akan

datang pada suatu asset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu

asset berhubungan positif dengan perkiraan imbal hasil relatif terhadap asset

alternative. Ringkasnya, meningkatnya perkiraan imbal hasil dari suatu asset relative

terhadap aset alternatif, dengan asumsi lainnya tetap, maka akan meningkatkan

permintaan atas asset tersebut.

• Risiko merupakan derajat ketidakpastian yang terkait dengan imbal hasil pada suatu

aset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan

negatif dengan risiko imbal hasilnya relatif terhadap asset alternative. Oleh karena itu,

dengan asumsi lainnya tetap, kalau resiko suatu aset meningkat relative terhadap aset

alternative, maka jumlah permintaan atas aset tersebut akan turun.

• Likuiditas merupakan kecepatan dan kemudahan suatu asset untuk diubah menjadi

uang relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan

positif dengan likuiditasnya relative terhadap asset alternative. Dengan kata lain,

aemakin likuid suatu aset relative terhadap aset lainnya, dengan asumsi lainnya tetap,

aset tersebut semakin menarik dan semakin besar jumlah aset yang diminta.

Keputusan untuk melakukan investasi dalam instrument Obligasi dipengaruhi oleh besarnya

imbal hasil yang akan diterima oleh investor berdasarkan tingkat suku bunga, kekayaan yang

diproxykan dalam variabel PDB dan laju terhadap inflasi.


E. Hipotesis

Sesuai dengan kerangka pemikiran dan permasalahan yang telah diuraikan maka hipotesis

yang diajukan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. “Diduga tingkat suku bunga

Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Produk Domestik Bruto (PDB), dan Ekspektasi inflasi

berpengaruh nyata terhadap keputusan berinvestasi dalam instrument Obligasi.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari :

Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang penulisan, permasalahan, tujuan

penulisan, kerangka pemikiran, hipotesis, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan pustaka yang terdiri dari landasan teori, , karakteristik obligasi, teori-teori

inflasi, Sertifikat Bank Indonesia, PDB Indonesia, dan.

Bab III Metode Penelitian terdiri dari sumber data, batasan peubah, dan alat analisis.

Bab IV Hasil perhitungan dan pembahasan berisikan hasil perhitungan secara kuantitatif

dan kualitatif.

Bab V Simpulan dan saran yang berisikan simpulan secara keseluruhan mengenai

penelitian yang telah dilakukan, serta saran-saran dari penulis berdasarkan

penelitian.

Daftar Pustaka

15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis

1. Obligasi

• Pengertian obligasi

Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan

suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk

membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo

pembayaran (www.wikipedia.org)

Obligasi merupakan instrument hutang yang meminta penerbit membayar kembali kepada

investor sejumlah uang yang dipinjam (pokok utang) ditambah bunga dari periode tertentu

(Fabozzi 2004,p.l).

• Jenis Obligasi

Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda yaitu:

Dilihat dari sisi penerbit obligasi dibedakan menjadi:

a. Corporate Bonds : Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan baik yang berbentuk BUMN

maupun badan usaha swasta.

b. Government Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.

c. Municipal Bonds : obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai

proyek infrastruktur dan utilitas di daerah tersebut.

Dilihat dari segi nilai nominal obligasi dibedakan menjadi:

a. Retail Bonds: obligasi yang diperdagangkan di lantai bursa dengan nilai nominal yang

lebih kecil.

b. Conventional Bonds: Obligasi yang diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp50 Juta.

Dilihat dari perhitungan imbal hasil:


17
a. Conventional Bonds: obligasi yang diperhitungkan dengan menggunakan sistem kupon

bunga.

a. Sharia Bonds: obligasi yang nilai kuponnya ditentukan berdasarkan prinsip bagi hasil.

• Harga Obligasi

Dalam berinvestasi dalam instrumen obligasi, harga obligasi dinyatakan dalam persentase

(%), yaitu persentase dari nilai nominal, berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam

bentuk mata uang. Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan,

yaitu:

1. Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan

nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah

100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.

2. at premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal:

Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai

obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta.

3. at discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal:

Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari

obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.

• Faktor-faktor yang mempengaruhi harga obligasi

1. Adanya perbedaan karakteristik dari obligasi itu sendiri mempengarui harga obligasi

seperti, obligasi yang menamakan bunga tetap, floating rate, obligasi zero coupon

bond,obligasi konversi dan income bond.

2. Tingkat bunga

3. Jangka waktu tempo obligasi


4. Risiko untuk tidak menerima bunga maupun pokok pinjaman

5. Besarnya coupon rate dari obligasi

6. Faktor pembayaran pajak dari hasil/pendapatan obligasi (pajak obligasi yang dibayar

pemodal).

• Macam-macam Risiko Obligasi

1. Interest Rate Risk, yaitu risiko yang berkaitan dengan tingkat suku bunga. Jika suku

bunga meningkat maka harga obligasi akan turun begitu pula sebaliknya apabila

tingkat suku bunga turun maka harga obligasi akan meningkat naik.

2. Reinvestment Rate, yaitu resiko yang berkaitan dengan perubahan strategi dari tingkat

penanaman kembali investasi dimana hal tersebut sangat dipengaruhi suku bunga

pasar.

3. Call Risk, risiko yang berkaitan dengan penarikan atau seluruh obligasi yang telah

diterbitkan sebelum obligasi tersebut jatuh tempo.

4. Credit Risk, risiko apabila penerbit gagal memenuhi kewajiban keuangan meliputi

pembayaran bunga dan pembayaran kembali jumlah uang yang dipinjam (pokok

utang atau utang nominal). Credit risk biasa disebut juga Default risk. Default risk

atau risiko gagal bayar dapat dilihat dari credit rating atau default rating yang

dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat, seperti: Pemeringkat Efek Indonesia

(PEFINDO), Standard and Poor’s, Moody’s, atau Fitch. Peringkat tertinggi adalah

AAA dan terendah adalah D. Obligasi dengan peringkat AAA sampai dengan BBB

adalah yang dikategorikan sebagai aman dari risiko gagal bayar.

5. Inflation Risk atau purchasing power risk, yaitu risiko yang dapat meningkat karena

variasi dalam nilai arus kas sekuritas yang dipengaruhi oleh inflasi. Risiko ini diukur

dengan kekuatan pembelian.

19
6. Exchange Rate Risk, yaitu risiko yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar.

7. Liquidity Risk, ukuran utama dari likuiditas adalah selisih antara harga jual dan harga

beli yang ditetapkan oleh penjual. Semakkin besar selisih antara harga jual dengan

harga beli maka risiko likuiditasnya juga akan semakin besar.

8. Volatility Risk, salah satu factor yang mempengaruhi adalah ekspektasi tingkat bunga

yang berubah-ubah. Secara spesifik, nilai opsi meningkat apabila ekpektasi perubahan

tingkat bunga juga meningkat. Risiko yang mempengaruhi perubahan dalam

volatilitas akan mempengaruhi harga suatu obligasi.

9. Risk Risk, banyak karakteristik obligasi yang kurang dimengerti atau dipahami oleh

manajer keuangan sehingga risk risk dapat dikatakan ketidaktahuan terhadap risiko

dari sekuritas (Fabozzi, 2004,p.6-9)

2. Tingkat Suku Bunga SBI

Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam bentuk mata uang rupiah yang

diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang jangka pendek dengan

menggunakan sistem diskonto. SBI juga merupakan salah satu instrumen operasi pasar

terbuka yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka mengendalikan jumlah uang

beredar dan tingkat suku bunga.

Menurut Laksmono (2001), nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan

suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap

pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang kurang fleksibel. Ada tiga teori

yang menjelaskan hubungan antara suku bunga yang berbeda jangka waktu.

1. Segmented Market Theory, mengatakan bahwa masing-masing instrumen dengan

jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan

pasokan pasar yang berbeda. Teori ini mengasumsikan peminjam dan pemberi
pinjaman memiliki preferensi terhadap jangka waktu tertentu. Dalam teori ini

diasumsikan bahwa peminjam dan pemberi pinjaman tidak berpindah dari satu pasar

ke pasar lain sehingga instrumen dengan jangka waktu berbeda tidak dapat saling

berganti. Pendapatan di setiap pasar dianggap tercipta dari permintaan dan pasokan di

pasar tersebut.

2. Expectation Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda dapat saling

berganti secara sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga

jangka pendek selama periode instrumen jangka panjang. Teori ini menjelaskan

perbedaan term structure of interest rate dari waktu ke waktu dan juga menerangkan

kecenderungan suku bunga instrumen jangka waktu yang berbeda bergerak searah

karena adanya pergantian,

3. Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan

rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka

panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi

penawaran dan permintaan saat itu.

Teori ini mengasumsikan adanya substitusi antar instrumen dan adanya preferensi investor

atau instrumen tertentu yang disebut juga pergantian tidak sempurna. Dalam preferred habitat

theory ini, suku bunga pada periode n sama dengan rata-rata dari ekspektasi suku bunga

bulan ke depan selama periode n ditambah dengan premium. Adanya liquidity premium

membedakan teori ini dengan lainnya. Umumnya peminjam dana menawarkan liquidity

premium yang positif untuk menarik pembeli instrumen jangka panjang sebagai kompensasi

atas resiko likuiditas yang lebih besar dibandingkan instrumen jangka pendek. Salah satu

faktor penting dalam menganalisa dan meramalkan tingkat suku bunga adalah inflasi.

Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dalam tingkat

21
harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito dalam peredaran

banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan atau bila

karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional, terdapat adanya gejala yang

meluas untuk menukar dengan barang-barang (Winardi, 1995:235).

3. Produk Domestik Bruto

• Definisi PDB

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product merupakan nilai keseluruhan

semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu

(biasanya per tahun). Dalam perhitungan PDB, hasil produksi barang dan jasa yang

dihasilkan perusahaan/ orang asing yang beroperasi di wilayah tersebut masih dimaksukkan.

Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal belum diperhitungkan

penyusutannya, sehingga jumlah yang didapat dari PDB masih bersifat kotor/bruto. Data

dalam perhitungan PDB menjelaskan besarnya kontribusi berbagai sektor perekonomian

terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industry,

perdagangan, jasa dan sebagainya (BPS:2007). Sehingga PDB dapat mencerminkan

pendapatan yang diterima masyarakat dalam suatu periode.

• Pendekatan Perhitungan PDB

PDB dapat dihitung dengan memakai tiga pendekatan, antara lain:

• Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan diantaranya

upah, sewa, bunga, dan laba yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu

negara/wilayah selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor

produksi.

• Pendekatan Produksi, dengan cara menjumlahkan seluruh nilai produk yang


dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstaktif, jasa, dan niaga selama

satu periode tertentu. Nilai produk yang di hitung dengan pendekatan ini adalah nilai

jasa dan barang jadi.

• Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk

membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara/wilayah selama periode

tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung

pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara yaitu:

Rumah Tangga, Pemerintah, Pengeluaran investasi dan selisih antara nilai ekspor

dikurangi impor (X-M). Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh

rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah,

dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri (BPS, 2007).

4. Laju Inflasi

Ada dua teori yang membahas tentang inflasi, yaitu teori kuantitas yang menekankan kepada

peranan jumlah uang yang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan

harga terhadap timbulnya inflasi. Yang kedua, yaitu teori struktural mengatakan bahwa inflasi

bukan semata-mata dikarenakan fenomena moneter, tetapi juga terjadi oleh fenomena

struktural. Hal ini terjadi umumnya di negara-negara sedang berkembang yang umumnya

masih bercorak agraris ataupun mengenai hal yang berhubungan dengan luar negeri, misalnya

term of trade, utang luar negeri dan kurs valuta asing dapat menimbulkan fluktuasi harga di

pasar domestik. Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Nopirin,

1998), pertama, Demand Pull Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya

peningkatan permintaan agregat dari masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi

di pasar barang. Kemudian Cost Push Inflation.

23
1. Demand-pull Inflation

Inflasi ini sering disebut juga sebagai demand-side inflation karena inflasi ini terjadi disisi

permintaannya. Inflasi ini diakibatkan karena adanya kenaikkan permintaan agregat (AD)

yang terlalu besar dibandingkan dengan penawaran agregat (AS)

Gambar. Demand-pull Inflation

Sumber: Nopirin (1998:29)

Dimulai dengan harga P1 dan output Q1, permintaan total naik dari AD1 ke AD2 menyebabkan

ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penawaran yang ada. Akibatnya,

harga naik menjadi P2 dan outputpun naik menjadi QFE. Kemudian dari AD2 naik menjadi

AD3 ini menyebabkan harga ikut naik menjadi P3 sedang output tetap pada QFE. Karena

output tidak ikut bergerak maka muncullah apa itu yang disebut inflationary gap. Proses

kenaikkan harga ini akan berjalan terus sepanjang permintaan total (agregat demand) terus

naik (misalnya menjadi AD4).

2. Cost-push Inflation

Inflasi ini juga sering disebut supply-side inflation karena yang terpengaruh adalah sisi
permintaannya. Karena yang terpengaruh adalah sisi permintaanya maka akan menimbulkan

perbedaan dengan demand-pull inflation, cost-push inflation terjadi karena akibat dari

kenaikkan harga serta dibarengi dengan turunnya produksi. Menurut teorinya bahwa semakin

tinggi harga maka semakin rendah penawaran yang dilakukan dan produksi pun akan

diturunkan.

Gambar 4. Cost-push Inflation

Sumber: Nopirin (1998:31)

Berawal dari P1 dan QFE. Kenaikkan biaya produksi akan menggeser kurva penawaran

agregat dari AS1 ke AS2. Dari pergeseran ini akan menyebabkan harga naik dari P1 ke P2

sedangkan output atau produksi akan turun dari QFE menjadi Q1. Kenaikkan harga

selanjutnya akan mmenyebabkan kurva AS bergeser lagi dari AS2 menjadi AS3, hal ini pun

akan menyebabkan hal yang sama yaitu harga naik dari P2 ke P3 dan output akan kembali

turun dari Q1 menjadi Q2. Proses ini akan berhenti jika kurva AS tidak lagi bergeser ke atas.

Faktor-faktor yang menyebabkan kurva agregat penawaran bergeser adalah meningkatnya

25
harga-harga faktor produksi (baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri) di pasar

faktor produksi, sehingga menaikkan harga komoditi dipasar komoditi.

Penggolongan inflasi menurut asalnya (Boediono, 1996), dibedakan menjadi dua, yaitu,

domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan

pengelolahan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter dalam negeri oleh

para pelaku ekonomi dan masyarakat; serta imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan

oleh karena adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang

memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan).

Faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, adalah jumlah uang

yang beredar. Di Indonesia jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep

narrow money (M1) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian

dari likuiditas perbankan. Faktor kedua adalah defisit anggaran belanja pemerintah yang

banyak sekali menyangkut tentang struktural ekonomi Indonesia karena mendorong

permintaan agregat (Atmaja, 1999). Faktor ketiga adalah penawaran agregat dan luar negeri.

Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada

di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat

inflasi di Indonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi

permintaannya, sehingga menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan

teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maximal (Atmaja, 1999).

Laju inflasi merupakan faktor penting dalam menganalisa dan meramalkan suku bunga.

Selisih antara suku bunga nominal dan inflasi adalah ukuran yang sangat penting mengenai

beban sesungguhnya dari biaya suku bunga yang dihadapi individu dan perusahaan. Suku

bunga riil juga menjadi ukuran yang sangat penting bagi otorisasi moneter. Peningkatan
ekspektasi inflasi akan cenderung meningkatkan suku bunga nominal. Hal ini berarti pada

suku bunga nominal akan cenderung terkandung ekspektasi inflasi untuk memberikan tingkat

kembalian riil atas penggunaan uang.

E. Teori Permintaan Aset

Menurut Frederic S. Mishkin (2008) terdapat beberapa faktor yang menentukan jumlah

permintaan suatu asset diantaranya adalah:

• Kekayaan, yaitu keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh individu, termasuk

semua asset. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan kekayaan.

Dengan kata lain, dengan asumsi factor lainnya tetap, peningkatan kekayaan

menaikkan jumlah permintaan suatu asset.

• Perkiraan Imbal Hasil, merupakan perkiraan imbal hasil pada periode yang akan

datang pada suatu asset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu

asset berhubungan positif dengan perkiraan imbal hasil relatif terhadap asset

alternative. Ringkasnya, meningkatnya perkiraan imbal hasil dari suatu asset relative

terhadap aset alternatif, dengan asumsi lainnya tetap, maka akan meningkatkan

permintaan atas asset tersebut.

• Risiko, merupakan derajat ketidakpastian yang terkait dengan imbal hasil pada suatu

aset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan

negatif dengan risiko imbal hasilnya relatif terhadap asset alternative. Oleh karena itu,

dengan asumsi lainnya tetap, kalau resiko suatu aset meningkat relative terhadap aset

alternative, maka jumlah permintaan atas aset tersebut akan turun.

• Likuiditas, merupakan kecepatan dan kemudahan suatu asset untuk diubah menjadi

uang relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan

positif dengan likuiditasnya relative terhadap asset alternative. Dengan kata lain,

27
semakin likuid suatu aset relative terhadap aset lainnya, dengan asumsi lainnya tetap,

aset tersebut semakin menarik dan semakin besar jumlah aset yang diminta.

F. Teori Portofolio

Lingkup bahasan teori portofolio adalah bagaimana melakukan pemilihan portofolio dari

sekian banyak aset, untuk memaksimalkan return yang diharapkan pada tingkat risiko tertentu

yang bersedia ditanggung oleh investor serta pengembalian portofolio yang diharapkan dan

tingkat resiko portofolio yang dapat diterima serta menunjukan cara pembentukan portofolio

yang optimal. Terdapat 2 Aset yang tersedia dalam pemilihan portofolio, diantaranya berupa

aset yang berisiko dan aset yang bebas risiko.

Aset berisiko adalah aset yang tingkat return aktualnya di masa depan masih mengandung

ketidakpastian.

Aset bebas risiko adalah aset yang tingkat returnnya di masa depan sudah bisa dipastikan

pada saat ini, yang ditunjukkan oleh varians return yang sama dengan nol.

Dalam pemilihan portofolio ada beberapa hal yang perlu diamati antara lain:

1. Return (Imbal hasil) investasi

Return investasi terbagi menjadi 2 diantaranya;

• Expected return (Return ekspetasi) merupakan return yang diharapkan akan didapat

oleh investor di masa depan

• Actual return/ Realized return (Return aktual) merupakan return yang sesungguhnya

terjadi/ didapatkan oleh investor


Capital gain/loss (untung/rugi modal) merupakan keuntungan/kerugian yg diperoleh dari

selisih harga jual dari harga beli sekuritas di pasar sekunder, sehingga (Pt – Pt-1) / Pt-1

Yield (imbal hasil) adalah pendapatan/ aliran kas yang diterima investor secara periodik,

misalnya dividen atau bunga.

Total return = capital gain (loss) + yield

Total return = (Pt – Pt-1) + Dt / Pt-1

2. Risks (risiko)

Risiko adalah besarnya penyimpangan antara return ekspetasi dengan return actual. Ukuran

besaran risiko (dalam ilmu statistik) adalah varians dan deviasi standar dimana semakin besar

penyimpangan (varians) menunjukkan risiko yg semakin tinggi pula. Menurut Prof. Harry

Markowitz : Resiko sebagai varians pengembalian diharapkan aktiva. Terdapat beberapa

sumber risiko investasi obligasi antara lain;

• Risiko bisnis yaitu risiko untuk menjalankan suatu bisnis di industri tertentu.

• Risiko suku bunga merupakan perubahan suku bunga akan mempengaruhi return
obligasi, jika suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun, dengan asumsi ceteris
paribus.

• Risiko pasar merupakan fluktuasi pasar secara keseluruhan yang memengaruhi return
investasi yang terlihat dari perubahan indeks pasar seperti faktor ekonomi, politik,
kerusuhan, dsb
• Risiko inflasi / daya beli merupakan penurunan daya beli yang akan membuat investor
meminta kenaikan return atas investasi
• Risiko likuiditas adalah kecepatan sekuritas untuk diperdagangkan di pasar sekunder
ysng dilihat dari volume perdagangan sekuritas tersebut
• Risiko mata uang merupakan perubahan mata uang suatu negara dengan mata uang
negara lainnya.

29
III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini mengunakan data sekunder berdasarkan runtun waktu (time series) periode

Januari 2006- Desember 2008 yang diperoleh dari publikasi resmi, Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia(SEKI), Laporan Tahunan Bank Indonesia, kepustakaan serta literatur-

literatur yang berkaitan dan mendukung penulisan ini.

B. Variabel dalam Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Obligasi Pemerintah sebagai variabel terikat.

2. Suku Bunga SBI sebagai variabel bebas.

3. Produk Domestik Bruto sebagai variabel bebas

4. Laju Inflasi

C. Batasan Peubah Variabel

Batasan-batasan peubah variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Y (Obligasi Pemerintah).

Sebagai tetapan peubah digunakan jumlah permintaan Obligasi Pemerintah yang

dikeluarkan Pemerintah kepada masyarakat pada triwulan I 2003 -triwulan IV 2008.

Satuan tetapan adalah Miliar Rupiah

2. X1 (Suku Bunga SBI)

Sebagai tetapan peubah digunakan Suku Bunga SBI jangka waktu satu bulan triwulan I

2003 -triwulan IV 2008. Satuan tetapan adalah persen.

3. X2 (Produk Domestik Bruto)

Sebagai tetapan peubah digunakan Produk Domestik Bruto menurut harga konstan tahun

2000. Satuan tetapan adalah Miliar rupiah.

4. X3 (Laju Inflasi)

Sebagai tetapan peubah digunakan Laju Inflasi masyarakat. Satuan tetapan adalah persen

31
D. Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis

kuantitatif yang berguna untuk menunjang penyelesaian permasalahan dalam penelitian ini.

Untuk melihat hubungan antara peubah bebas terhadap peubah terikat dalam melihat

hubungan tentang Pengaruh Pergerakan Suku Bunga SBI, Produk Domestik Bruto dan Laju

Inflasi Terhadap Keputusan Berinvestasi dalam Instrumen Obligasi Pemerintah, maka

diformulasikan suatu model persamaan fungsional berikut:

Bd = f (rSBI, PDB, ρ )

Persamaan tersebut dapat dibuat model regresi linear sebagai berikut:

Bd= α - β1 rSBI+ β2 PDB+ β3 ρ+ e

Dimana:

Bd = Permintaan Obligasi

rSBI = Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia

PDB = Produk Domestik Bruto

ρ = Laju Inflasi

e = Error Term

E. Pengujian Hipotesis

Langkah-langkah pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Uji Keberartian Parsial (uji t)


Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan menggunakan uji t (t

student) untuk menguji keberartian koefisien regresi secara parsial. Uji t ini pada tingkat

kepercayaan 95 persen dengan derajat kebebasan n-k-1.

Ho : bi ≠ 0, berarti berpengaruh positif

Ha : bi = 0, berarti tidak berpengaruh

Apabila:

t hitung ≤ t tabel : Ho diterima

t hitung > t tabel : Ho ditolak

Jika Ho diterima, berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh terhadap variabel

terikat. Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap

variabel terikat.

2. Uji Keberartian Keseluruhan

Pengujian hipotesis secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan uji F (Fisher

Test) pada tingkat keyakinan 95 persen dan derajat kebebasan df1 = (k-1) dan df2 = (n-k).

Ho : bi = 0, bi berarti tidak berpengaruh

Ho : bi ≠ 0, bi berarti berpengaruh

Apabila:

F hitung ≤ F tabel ; Ho diterima

F hitung > F tabel ; Ho ditolak

Jika Ho diterima, berarti variabel bebas yang diuji secara bersama-sama tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, dan sebaliknya.

3. Pengujian Durbin Watson (uji DW)

Pengujian Durbin Watson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara

kesalahan pengganggu atau yang disebut otokorelasi.

33
Ho : d = 0 ; tidak ada otokorelasi

Ha : d ≠ 0 ; ada otokorelasi

4. Pengujian Unit Root (Unit Root Test)

Pada waktu akhir-akhir ini telah timbul perhatian para peneliti ekonomi untuk menguji

data time series yang mereka teliti apakah betul-betul bersifat stationary atau ternyata

bersifat non-stationary. Data yang bersifat stasioner artinya bahwa tidak terdapat variasi

yang terlalu besar selama periode observasi dan memilki kecenderungan untuk mendekati

rat-rata.

Perhatian ini timbul karena jika ternyata data time series yang diteliti bersifat non-

stationary seperti kebanyakan data ekonomi maka hasil regresi yang berkaitan dengan

data time series ini akan mengandung R2 yang relatif tinggi dan Durbin-Watson Statistic

yang rendah seperti yang dibuktikan oleh Granger dan Newbold. Dengan perkataan lain,

kita menghadapi masalah apa yang disebut suprious regression seperti yang dikemukakan

Philips (Sirtua Arief, 1993 : 162).

Akibat yang ditimbulkan dari suprious regression adalah koefisien regresi penaksir

menjadi tidak efisien, peramalan berdasrkan regresi tersebut akan meleset dari uji baku

yang umum dan muncul koefisien regresi yang invalid (Makridakis dalm Dadung, 2002 :

38).

Dalam penelitian ini digunakan pengujian unit root (unit root test) dengan menggunakan

Augmented Dickey-Fuller (ADF). Untuk mengetahui ada tidaknya akar-akar unit dapat

dilihat dengan membandingkan nilai ADF dengan nilai kritisnya. Apabila nilai ADF lebih

besar dari nilai kritisnya, berarti hipotesis yang menyatakan bahwa variabel-variabel yang

dianalisis memiliki akar unit dapat ditolak atau bersifat stasioner.


DAFTAR PUSTAKA

Fabozzi, Frank J.1989. Bonds Markets Analysis and Strategies. 2nd edition. New Jersey:

Prentice-Hall International Edition

Edward, S. dan M.S. Khan. 1985. Interest Rate Determination in Developing Countries. IMF

Staff Paper no. 32. September

Laksmono, R, Didy. 2001. “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi”.

35
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Maret. hal. 130-137.

Boediono. 1996. Ekonomi Moneter. Edisi Ketiga, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.

Miskhin, F.S. 2008. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, terjemahan. 8th

edition. New York: Pearson Education.

Andrew B. Abel, Ben S Bernanke, Dean Croushore.2008. Macroeconomics. Boston: Pearson

Education.

Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi Pertama, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.

www.bei.co.id/bonds/government/bond listed

Markowitz, Harry M. (1999). The early history of portfolio theory: 1600-1960, Financial
Analysts Journal, 55 (4), 5-16.

Anda mungkin juga menyukai