Ny.Marzuki, perempuan, 58 tahun, datang ke praktek dr.Beny dengan keluhan lemas dan cepat lelah sejak 1 bulan yang lalu. Pada anamnesis, didapat keluhan lain yaitu sering nyeri didaerah ulu hati yang bertambah nyeri setelah makan, tidak nafsu makan, mual, sering bersendawa, rasa asam dan pahit pada mulut, dada terasa terbakar, dan perut terasa cepat kenyang padahal makan hanya sedikit. Sejak dua minggu yg lalu tinja Ny.Marzuki berwarna kehitaman. Pada pemeriksaan fisik Wajah terlihat pucat, didapatkan TD 110/80 mmHg, nadi 115x/menit, pernapasan 26x/menit, dan suhu tubuh normal. Konjungtiva dan telapak tangan pucat, nyeri tekan didaerah epigastrium. Didapatkan Hb 9 g/dl, dan ditemukan darah samar pada tinja. Setelah memastikan diagnosis klinis, dr.Beny lalu memberikan obat sementara dan merujuk Ny.Marzuki ke dr.Ibrahim, spPD .
Step 2
1. Apa sajakah DD berdasarkan gejala dan tanda pada kasus? 2. Etiologi apa sajakah yang mungkin menjadi penyebab patogenesis pada kasus? 3. Patogenesis dan interpretasi ditemukannya darah samar? 4. Apa yang menyebabkan tinja berwarna kehitaman? 5. Menandakan apa vital sign pada pasien? 6. Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan? 7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien?
Step 3
1. Berdasarkan tanda dan gejala klinis didapatkan bahwa pasien mengalami dispepsia yang merupakan kumpulan gejala/syndrome klinik yang didasari pada suatu penyakit tertentu misalnya : Gastritis Ulkus peptik GERD Syndroma zollinger-ellison
2. Etiologi yang mungkin bisa menyebebkan patogenesis penyakit pada kasus antara lain: Helicobacter pylori Obat-obatan (NSAID, Narkotika) Trauma Stress Autoimun
Perusakan mukosa
Mukosa perdarahan
4. Tinja berwarna kehitaman menandakan terdapat zat besi berlebih pada tinja hal ini dapat menunjukan berbagai hal salah satunya terdapat perdarahan pada saluran pencernaan atas.
5. Vital sign pada pasien menunjukan rujukan normal sedangkan ketidaknormalan terdapat pada keadaan umum dan Hb yang menunjukan pasien mengalami anemia. Anemia bisa disebabkan oleh berbagai hal, jika di rujuk dengan gejala klinik maka bisa disimpulkan ada hubungan anemia bisa saja disebabkan adanya perdarahan saluran cerna.
6. Pemeriksaan penunjang
Endoskopi Radiografi/ rongent barrium UBT (untuk infeksi H.pylori) Biopsi mukosa Analisis cairan lambung Pemeriksaan darah samar
7. Penatalaksanaan Non-Medikamentosa : Istirahat Makan yang cukup Menghindari stressor Stop alkohol Hindari pemakaian NSAID Medikamentosa ARH2 : Ranitidin Sukralfat Antasida Omeprazole Amoxicilin/klaritromisin/metronidazole
5
Step 4
1. Dyspepsia syndrome
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit , dan (Pepse), berarti pencernaan Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.
Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1. Dispepsia organik Bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU) Bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).
Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung 3. Iritasi lambung (gastritis) 4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis 5. Kanker lambung 6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis) 7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya) 8. Kelainan gerakan usus 9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi 10. Infeksi Helicobacter pylory
Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala: a. Nyeri epigastrium terlokalisasi b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodik Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala: a. Mudah kenyang b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual d. Muntah e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) .
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa
7
mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
Pemeriksaan Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu: 1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.
2. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9
3. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
4. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu: 1. Antasid 20-150 ml/hari Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat dalam antasid adalah Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg trisiikat. Sifatnya hanya simptomatis,
8
untuk mengurangi rasa nyeri. 2. Antikolinergik Kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 2843%.Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. 3. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Contoh obatnya adalah simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. 4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor =PPI) Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Contoh obatnya adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol. 5. Sitoprotektif Prostaglandin sintetik seperti misoprotol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus, dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif yang bersenyawa denganprotein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas. 6. Golongan Prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) 7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat antidepresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.
2. Gastritis
Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis terbagi dua menjadi: 1. Gastritis akut Merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel radang akut dan neutrofil. 2. Gastritis kronik Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan infeksi H. Pylori.
Patofisiologi Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. 1. Faktor Agresif pada Gastritis Asam lambung Pepsin AINS Empedu Infeksi virus Infeksi bakteri: H. Pylori Bahan korosif: asam dan kuat
1. Gastritis Akut Gastritis akut adalah proses peradangan mukosa akut yang biasanya bersifat transien (sementara). Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam mukosa dan, pada kasus
10
yang lebih parah, terlepasnya mukosa epitelial (erosi). Bentuk erosive yang parah ini merupakan penyebab penting pedarahan saluran cerna akut.
Patogenesis. Patogenesis belum sepenuhnya dipahami, sebagian karena mekanisme normal untuk proteksi mukosa lambung belum semuanya jelas. Gastritis akut sering berkaitan dengan hal berikut: Pemakaian NSAID (terutama aspirin) dalam jumlah besar, konsumsi alkohol berlebihan, merokok, pemakaian obat kemoterapi antikanker, uremia, infeksi sistemik (misal, salmonelosis), stress berat (misal, trauma, luka bakar, pembedahan), iskemia dan syok, upaya bunuh diri dengan cairan asam dan basa, trauma mekanis (misal, NGT), pasca gastrektomi distal disertai refluks bahan yang mengandung empedu.
Diperkirakan terjadi satu atau lebih pengaruh berikut: gangguan lapisan mukus lekat, rangsangan sekresi asam disertai difusi balik ion hidrogen ke dalam epitel superfisial, berkurangnya pembentukan bikarbonat oleh sel epitel superfisial, berkurangnya aliran darah ke mukosa, kerusakan epitel lambung. H.pylori juga dapat menyebabkan infeksi akut tetapi proses ini biasanya lolos dari perhatian pasien.
Gambaran Klinis. Gastritis akut mungkin sama sekali tidak bergejala, dapat menyebabkan nyeri epigastrium dengan keparahan bervariasi disertai mual dan muntah, atau bermanifestasi sebagai hematemesis, melena, dan pengeluaran darah yang dapat mematikan bergantung pada keparahan kelainan anatomic yang dicapai. Secara keseluruhan, gastritis adalah salah satu penyebab utama hematemesis, terutama pada pecandu alkohol.
2. Gastritis Kronis Gastritis kronis didefinisikan sebagai peradangan mukosa kronis yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyakit ini memiliki subkelompok
11
kausal yang tersendiri dan pola kelainan histologik yang berbeda-beda di berbagai tempat di dunia. Di dunia Barat, prevalensi perubahan histologik yang menunjukkan gastritis kronis melebihi 50 % untuk semua populasi usia lanjut.
Patogenesis. Sejauh ini, keterkaitan etiologic terpenting adalah dengan infeksi kronis oleh Helicobacter pylori. Organisme ini adalah patogen yang memiliki angka infeksi tertinggi di negara yang sedang berkembang. Di daerah yang endemic, infeksi ini tampaknya berjangkit pada masa anak dan menetap selama berpuluh tahun. Sebagian besar orang terinfeksi juga mengalami gastritis, tetapi asimtomatik.
H. pylori adalah bakteri batang gram negatif, berbentuk S, tidak invasive, tidak membentuk spora, dan berukuran + 3,5 x 0,5 m. Gastritis terjadi karena kombinasi pengaruh enzim dan toksin bakteri serta pengeluaran zat kimia merugikan oleh respon imun tubuh. Pasien dengan gastritis kronis dan H. pylori biasanya memperlihatkan perbaikan gejala bila mendapatkan terapi antimikroba, akan tetapi perbaikan pada gastritis kroniknya memerlukan waktu lebih lama dan dapat terjadi kekambuhan.
Bentuk lain gastritis kronis adalah gastritis autoimun yang terjadi akibat autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung, khususnya terhadap enzim penghasil asam H+, K+-ATPase. Cedera autoimun menyebabkan kerusakan kelenjar dan atrofi mukosa sehingga faktor intrinsic dan asam berkurang. Defisiensi faktor intrinsik menyebabkan anemia pernisiosa terkait dengan penyerapan vitamin B12. Bentuk gastritis ini paling sering ditemukan di Skandinavia, berkaitan dengan penyakit autoimun lain, seperti tiroiditis Hashimoto dan penyakit Addison.
Gambaran Klinis. Gastritis kronis biasanya tidak atau sedikit menimbulkan gejala; dapat timbul rasa tidak enak di abdomen atas serta mual dan muntah. Apabila pada gastritis autoimun terjadi banyak kehilangan sel parietal, biasanya terdapat hipoklorhidria atau aklorhidria (mengacu pada kadar asam klorida di lumen lambung) dan hipergastrinemia. Kadar gastrin serum biasanya dalam kisaran normal atau sedikit meningkat. Yang terpenting adalah hubungan gastritis kronis dan terjadinya ulkus peptik dan karsinoma
12
lambung. Sebagian besar pasien dengan ulkus peptik mengalami infeksi H. pylori. Resiko karsinoma lambung pada penderita gastritis kronis dengan H.pylori meningkat sekitar lima kali lipat. Sementara penderita gastritis kronis autoimun memiliki resiko karsinoma sekitar 2%-4%.
Perjalanan Alamiah Gastritis Gastritis kronik akibat H.pylori secara garis besar dibagi menjadi gastritis kronik non atropi predominasi antrum dan gastritis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik non atropi predominasi antrum adalah inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamsi di korpus ringan atau tidak ada sama sekali. Pasien-pasien ini biasanya asimptopatik tetapi memiliki resiko menjadi tukak duodent. Gastritis kronik atropi multifokal mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut: terjadi inflamasi pada hampir seluruh mukosa, seringkali snagat berat berupa atropi atau metaplasia setempat pada daerah antrum dan korpus. Gastritis kronik multifokal merupakan faktor resiko penting displasia epitel mukosa dan karsinoma gaster. Gastritis kronik atrofik predominasi korpus atau sering disebut gastritis kronik autoimun. Setelah beberapa tahun kemudian akan diikuti anemia pernisiosa dan defisiensi besi.
3. GERD
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), merupakan gerakan membaliknya isi lambung (mengandung asam dan pepsin) menuju esophagus. GERD juga mengacu pada berbagai kondisi gejala klinik atau perubahan histology yang terjadi akibat refluks gastroesofagus. Ketika esophagus berulangkali kontak dengan material refluk untuk waktu yang lama, dapat terjadi inflamasi esofagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang menjadi erosi esofagus (esofagitis erosi). Etiologi dan faktor resiko Umur dapat mempengaruhi terjadinya GERD, karena seiring dengan pertambahan umur maka produksi saliva, yang dapat membantu penetralan pH pada esofagus, berkurang sehingga tingkat keparahan GERD dapat meningkat. Jenis kelamin dan genetik tidak
13
berpengaruh signifikan terhadap GERD. Faktor resiko GERD adalah kondisi fisiologis/penyakit tertentu, seperti tukak lambung, hiatal hernia, obesitas, kanker, asma, alergi terhadap makanan tertentu, dan luka pada dada (chest trauma). Sebagai contoh, pada pasien tukak lambung terjadi peningkatan jumlah asam lambung maka semakin besar kemungkinan asam lambung untuk mengiritasi mukosa esofagus dan LES. Patofisiologi Faktor kunci pada perkembangan GERD adalah aliran balik asam atau substansi berbahaya lainnya dari perut ke esofagus. Pada beberapa kasus, refluks gastroesofageal dikaitkan dengan cacat tekanan atau fungsi dari sfinkter esofageal bawah (lower esophageal sphincter/LES). Sfinkter secara normal berada pada kondisi tonik (berkontraksi) untuk mencegah refluks materi lambung dari perut, dan berelaksasi saat menelan untuk membuka jalan makanan ke dalam perut. Penurunan tekanan LES dapat disebabkan oleh (a) relaksasi sementara LES secara spontan, (b) peningkatan sementara tekanan intraabdominal, atau (c) LES atonik. Masalah dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya, seperti faktor anatomik, klirens esofageal (waktu kontak asam dengan mukosa esofageal yang terlalu lama), resistensi mukosa, pengosongan lambung, epidermal growth factor, dan pendaparan saliva, juga dapat berkontribusi pada perkembangan GERD. Faktor agresif yang dapat mendukung kerusakan esofageal saat refluks ke esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pankreas. Dengan demikian komposisi, pH dan volume refluksat serta durasi pemaparan adalah faktor yang paling penting pada penentuan konsekuensi refluks gastroesofageal. Tanda dan gejala Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala tipikal, gejala atipikal, dan gejala alarm. 1. Gejala tipikal (typical symptom)
14
Adalah gejala yang umum diderita oleh pasien GERD, yaitu: heart burn, belching (sendawa), dan regurgitasi (muntah)
2. Gejala atipikal (atypical symptom) Adalah gejala yang terjadi di luar esophagus dan cenderung mirip dengan gejala penyakit lain. Contohnya separuh dari kelompok pasien yang sakit dada dengan elektrokardiogram normal ternyata mengidap GERD, dan separuh dari penderita asma ternyata mengidap GERD. Kadang hanya gejala ini yang muncul sehingga sulit untuk mendeteksi GERD dari gejala ini. Contoh gejala atipikal: asma nonalergi, batuk kronis, faringitis, sakit dada, dan erosi gigi. 3. Gejala alarm (alarm symptom) Adalah gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang tidak ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal ini disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala alarm: sakit berkelanjutan, disfagia (kehilangan nafsu makan), penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tersedak. Penting untuk diperhatikan bahwa keparahan gejala tidak selalu berkaitan dengan keparahan esofagitis, tetapi berkaitan dengan durasi reflux. Pasien dengan penyakit yang nonerosif dapat menunjukkan gejala yang sama dengan pasien yang secara endoskopi menunjukkan adanya erosi esophagus. Diagnosis Cara yang paling baik dalam diagnosa adalah dengan melihat sejarah klinis, termasuk gejala yang sedang terjadi dan faktor resiko yang berhubungan. Endoskopi tidak perlu dilakukan pada pasien yang mengalami gejala tipikal, terutama jika pasien merespon baik terhadap pengobatan GERD. Endoskopi dilakukan pada pasien yang tidak merespon terapi, pasien yang mengalami gejala alarm, atau pasien yang mengalami gejala GERD terus menerus. Selain endoskopi, tes yang sering digunakan untuk diagnosa adalah pengamatan refluksat ambulatori, dan manometri.
15
1. Endoskopi dilakukan untuk melihat lapisan mukosa pada esophagus, sehingga dapat diketahui tingkat keparahan penyakit (erosif atau nonerosif) dan kemungkinan komplikasi yang telah terjadi, karena memungkinkan visualisasi dan biopsi mukosa esofagus. 2. Pengamatan refluksat ambulatori meliputi pengamatan pH refluksat. Pengamatan ini berguna untuk mengetahui paparan asam yang berlebih pada mukosa esofagus dan menentukan hubungan gejala yang dialami dengan paparan asam tersebut. Pasien diminta untuk mencatat gejala-gejala yang dialami selama pengamatan pH sehingga dapat diketahui hubungan gejala dengan pH dan efektivitas
pengobatannya. 3. Manometri esophageal digunakan untuk penempatan probe yang tepat dalam pengukuran pH dan untuk mengevaluasi peristaltik serta pergerakan esofagus sebelum operasi antirefluks. Metode ini mengukur tekanan pada lambung, LES, esofagus, dan faring. Terapi Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan / atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa. Secara spesifik, yaitu: 1. Mengurangi keasaman dari refluksat. 2. Menurunkan volume lambung yang tersedia untuk direfluks. 3. Meningkatkan pengosongan lambung. 4. Meningkatkan tekanan LES. 5. Meningkatkan bersihan asam esofagus. 6. Melindungi mukosa esophagus. Terapi GERD dikategorikan dalam beberapa fase, yaitu:
16
Fase I: mengubah gaya hidup dan dianjurkan terapi dengan menggunakan antasida dan/atau OTC antagonis reseptor H2 (H2RA) atau penghambat pompa proton (PPI). Fase II: intervensi farmakologi terutama dengan obat penekan dosis tinggi. Fase III: terpai intervensional (pembedahan antirefluks atau terapi endoluminal).
4. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori tinggal menempel pada permukaan dalam lambung melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida yang spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel lambung. Mekanisme utama dari bakteri ini dalam menginisiasi pembentukan luka adalah melalui produksi racun VacA. Racun VacA akan
menghancurkan keutuhan sel-sel tepi lambung melalui berbagai cara, diantaranya adalah melalui pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan permeabilitas parasel,
pembentukan pori dalam membran plasma, atau apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel). Lokasi infeksi Helicobacter pylori di bagian bawah lambung dan mengakibatkan peradangan hebat, yang sering kali disertai dengan komplikasi pendarahan dan pembentukan lubang-lubang. Peradangan kronis pada bagian distal lambung
meningkatkan produksi asam lambung dari bagian badan atas lambung yang tidak terinfeksi. Ini menambah perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari. Pada beberapa individu, Helicobacter pylori juga menginfeksi bagian badan lambung. Bila kondisi ini sering terjadi, menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya mempengaruhi borok di daerah badan lambung tetapi juga kanker lambung. Kanker lambung merupakan kanker penyebab kematian kedua di dunia. Peradangan di lendir lambung juga merupakan faktor risiko tipe khusus tumor limfa (lymphatic neoplasm) di lambung, atau disebut dengan limfoma MALT (mucosa associated lymphoid tissue, jaringan limfoid yang terkait dengan lendir). Infeksi
17
Helicobacter pylori berperan penting dalam menjaga kelangsungan tumor. Limfomalimfoma dapat merosot saat bakteri-bakteri itu dibasmi dengan antibiotik. Helicobacter pylori hanya terdapat pada manusia dan telah menyesuaikan diri di lingkungan lambung. Hanya sebagian kecil individu terinfeksi berkembang menjadi penyakit lambung. Bakteri Helicobacter pylori sendiri sangat beragam dan galur-galurnya berbeda dalam banyak hal, seperti perekatan ke lendir lambung dan kemampuan menimbulkan peradangan. Walau pada satu individu terinfeksi, semua bakteri Helicobacter pylori (HP) tidak identik, dan selama jalur infeksi kronis, bakteri
menyesuaikan diri terhadap perubahankondisi-kondisi di lambung. Sifat HP sangat kompleks, dan boleh dikatakan mempunyai berbagai senjata, sehingga bisa survive didalam lingkungan yang sangat asam dari lambung/ gaster/ maag. 1. HP dapat merubah lingkungan mikro disekitarnya menjadi bersifat agak basa, sehingga dia bisa tinggal dan berkoloni dilapisan lendir mukosa lambung. 2. HP mempunyai alat flagella, untuk membor mukosa lambung, sehingga bisa lebih mudah masuk kedalam dasar kripta/ cekungan mukosa dan menetap ditempat itu. 3. HP mempengaruhi sistem imunitas tubuh kita untuk tidak mengenali dirinya sebagai benda asing/non-self, melainkan sebagai bagian organ jaringan lambung/self sehingga tidak dapat dikenali sebagai invader atau penyusup yang harus diberantas oleh sel limfosit-T. Maka luputlah bakteri HP dari penyisiran sistem imun kita, karena HP tidak terdeteksi sebagai benda asing/non-self. 4. HP bisa resisten terhadap terapi yang diberikan, dengan cara bakteri tersebut membuat zat anti terhadap bahan aktif anti-mikroba yang diberikan. Dan banyak lagi senjata yang dimiliki HP, sehingga dampak yang ditimbulkan oleh peradangan lambung oleh HP menjadi semakin kompleks. Terutama bila HP tidak terdeteksi, maka bakteri akan terus berkembang-biak meluas membentuk tukak lambung, displasia, adenoma dan akhirnya kanker lambung yang sangat ditakuti. Dan semenjak ditemukan bakteri HP, maka paradigma bahwa sakit maag disebabkan oleh asam lambung berlebih telah bergeser menjadi sakit maag disebabkan oleh infeksi/peradangan lambung oleh kuman HP. Sudah tentu akibat perubahan paradigma tersebut akan juga pasti
18
mempengaruhi pengobatan sakit maag. Maka tidak mengherankan saat ini pasien gastritis akan diberikan antibiotika yang sesuai untuk HP, bila ternyata pada pemeriksaan biopsi endoskopi lambung pasien ditemukan HP positif. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran Gastrointestinal atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi Gastrointestinal atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap adanya darah. Pemeriksaan sekretori gaster merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah gaster) dan sindrom zollingerellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.
19
Step 5
1. Ulkus peptik 2. Terapi pilihan pada infeksi H.pylori 3. Indikasi rujuk dan rawat inap
20
21
Step 7
1. Ulkus Peptik
Ulkus peptikum adalah kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, submukosa sampai lapisan otot (muskularis propia) dari saluran cerna bagian atas yang berkaitan dengan asam, pepsin dalam patogenesisnya. Lokasi ulkus peptikum yang paling sering adalah di bulbus duodenalis (90%) dan kurvatura minor lambung. Namun ulkus peptikum juga dapat terjadi di daerah esofagus bagian distal, lengkung duodenum, jejunum atau sisi jejunum dari gastrojejunostomi, pilorus, dan divertikulum Meckel. Dewasa ini tukak lambung dan tukak duodenum dianggap sebagai dua penyakit yang berlainan dalam patogenesisnya. Namun secara patologi anatomis, gejala klinis, perjalanan penyakit dan komplikasi kedua kelainan tersebut serupa, sehingga dikelompokkan sebagai satu penyakit, ulkus peptikum. Ulkus peptikum merupakan suatu penyakit yang sering diderita oleh umat manusia di seluruh dunia pada semua kelompok umur. Di negara-negara Barat, angka kejadian ulkus peptikum cukup tinggi dan menurut catatan angka statistik yang didasarkan atas pemeriksaan radiologi dan otopsi, sekitar 10% dari jumlah penduduk s.epanjang hidupnya pernah mengalami ulserasi peptik. Ulkus peptikum bertanggung jawab atas 7.500 kematian per tahun dan 400.000 individu yang cacat, dengan kerugian ekonomi sebanyak 4 mil yar dollar per tahun di Amerika saja. Di Indonesia insidensi penyakit ini masih relatif rendah bila dibandingkan dengan negara-negara Barat. Kaum laki-laki lebih banyak menderita ulkus peptikum dari pada kaum wanita dengan perbandingan 34 : 1
Ulkus duodenum Tukak duodenum merupakan suatu penyakit yang kronis dan sering kambuh. Sekitar 60% tukak duodenum yang telah sembuh, kumat kembali dalam waktu 1 tahun dan 8090% kambuh dalam waktu 2 tahun.
22
1. Etiologi dan patogenesis Meskipun dewasa ini telah banyak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya tukak duodenum, namun pathogenesis penyakit ini belum diketahui seluruhnya. Sekresi asam lambung bertanggung jawab atas timbulnya tukak duodenum, namun faktor-faktor yang menyebabkan individu peka terhadap ulserasi duodenum masih belum diketahui. Timbulnya tukak duodenum dianggap sebagai akibat ketidakseimbangan .antara sekresi asam lambung-pepsin dengan resistensi mukosa lambung atau duodenum.
2. Gambaran Klinis Gejala tukak duodenum yang paling sering adalah nyeri di daerah epigastrium. Rasa nyeri ini sering kali diutarakan seperti terbakar atau perih, namun kemungkinan batasnya tidak jelas, boring atau aching atau perasaan tertekan atau penuh di perut atau sebagai sensasi lapar. Sekitar 10% penderita mengeluh rasa nyeri di sebelah kanan dari pertengahan epigastrium. Rasa nyeri khas terjadi antara 90 menit sampai 3 jam setelah makan. Akibat rasa nyeri ini, penderita sering terbangun pada malam hari. Rasa nyeri biasanya menghilang dalam waktu beberapa menit setelah makan atau minum antasida. Hal ini sesuai dengan pola: painfood- relief: nyeri timbul bila lambung kosong dan menghilang setelah diberi makanan atau alkali.
3. Diagnosis Nyeri di daerah epigastrium yang berkurang setelah diberi makanan atau antasida memberi kesan ke arah tukak duodenum. Namun banyak penderita yang memperlihatkan gejalagejala seperti ulkus, pada pemeriksaan radiografi dan endoskopi tidak terlihat tandatanda adanya ulkus. Pemeriksaan barium meal saluran cerna bagian atas bermanfaat untuk mcngidcntifikasi adanya tukak duodenum dan mcrupakan metode yang lazim untuk menegakkan diagnosis. Pada pemcriksaan sinar X, tukak duodenum terlihat sebagai suatu kawah yang terpisah (diskret) di bagian proksimal bulbus duodenum. Pada kasus-kasus dengan deformitas yang berat, yang sering dijumpai pada pendcrita tukak duodenum kronis berulang, dapat timbul kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi adanyanya ulkus(3). Bagaimanapun, pemeriksaan endoskopi pada kasus ini mempunyai keuntungankeuntungan, yaitu:
23
1). Dapat mendeteksi tukak duodenum yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi dan penderita dengan deformitas yang berat serta ulkus yang samar-samar 2). Dapat mengidentifikasi ulkus yang sangat kecil atau superfisial 3). Bila ada perdarahan, dapat ditentukan sumbernya 4). Padakasus dengan kecurigaan adanya keganasan dapat dilakukan biopsi 5). Brushing secara terarah dapat dikerjakan untuk pemeriksaan sitologi bila ada kemungkinan keganasan.
4. Pengobatan Tujuan utama pengobatan adalah : 1) Mengurangi rasa sakit 2) Menyembuhkan tukak 3) Mencegah residif dan komplikasi
Obat-obat spesifik yang dewasa ini tersedia dan dianjurkan dalam pengobatan tukak duodenum adalah :
1) Antasida Antasida yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu: mampu menetralkan asam, tidak diadsorbsi oleh saluran cerna, sedikit atau tidak mengandung natrium, dengan pemberiandosis berulang dapat ditoleransi oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping. Kalsium karbonat merupakan antasida yang kuat dan murah. Pada proses penetralan asam, kalsium karbonat diubah menjadi kalsium klorida dalam lambung. Kalsium karbonat dapat menyebabkan acid rebound, konstipasi, mual, muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal. Keadaan gawat sekali yang dapat terjadi akibat pemberian kalsium karbonat adalah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi pada penggunaan yang kronik dari kalsium karbonat bersama susu dan antasida lain (milk alkali syndrome ). Karena efek samping yang sangat merugikan ini, kalsium karbonat tidak.dianjurkan untuk pengobatan ulkus peptikum. Natrium bikarbonat dapat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi dan reaksi kimianya sebagai berikut :
24
NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2 Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan efek karminatif yang menyebabkan sendawa. Dapat terjadidistensi lambung dan perforasi. Selain itu natrium bikarbonat cenderung meneetuskan timbulnya alkalosis sistemik, sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai antasida dalam pengobatan ulkus peptikum. Aluminium hidroksida; reaksi yang terjadi di lambung adalah : Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H20 Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang. Efck samping yang utama adalah konstipasi. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan antasida garam Mg. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia. Magnesium hidroksida merupakan antasida yang kuat yang menetralkan asam klorida dengan menghasilkan magnesium kloridadan air. Magnesium hidroksida menyebabkan pelunakan tinja. Efek laksatif magnesium hidroksida dan efek konstipasi aluminium hidroksida dapat diatasi dengan menggunakan preparat kombinasi kedua antasida tersebut.
2) Antagonis reseptor H2 Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sckresi asam lambung dapat dihambat. Walaupun tidak lengkap, simetidin dan ranitidin dapat menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan muskarinik atau gastrin. Efek samping kedua obat ini kira-kira sama, terutama nyeri kepala, mual, muntah dan reaksi-reaksi kulit. Simetidin dapat menimbulkan ginekomastia, sedangkan ranitidin tidak karena tidak berefek antiadrogenik.
3) Obat-obat antikolinergik Obat-obatan tikolinergik seperti sulfasatrofin, bekerja dengan menghambat efek asetilkolin pada reseptor muskarinik. Obatobat ini menurunkan sekresi asam lambung, namun tidak seefektif antagonis reseptor H2. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat-obat antikolinergik ini memperlambat penyembuhan atau memperberat gejala-gejala tukak duodenum; oleh karena itu tidak dianjurkan untuk pengobatan tukak duodenum. Pirenzepin
25
merupakan derivat benzodiazepin yang memiliki khasiat antikolinergik yang lebih kurang selektif. Reseptorreseptor muskarin di sel-sel lambung yang memegang peran pada sekresi HCI dan pepsin dirintangi, sehingga produksinya dikurangi. Produksi lendir tidak dikurangi. Pirenzepin mempunyai kemampuan menghambat sekresi asam lambung lebih besar dibanding obat-obat antikolinergik yang lain. Selain itu pirenzepin memiliki daya protektif, yaitu melindungi mukosa lambung terhadap HCI.
4) Obat pelapis mukosa (coating agent) Yang termasuk jenis obat ini adalah sukralfat dan senyawa bismut koloid. Obat-obat ini bekerja dengan cara meningkatkan produksi prostaglandin endogen dan meningkatkan sekresi mukus, sehingga dapat meningkatkan daya sitoprotektif mukosa. Sukralfat juga dapat membentuk suatu kompleks dengan protein dari dasar ulkus, yang melindunginya terhadap HC1, pepsin dan empedu. Efek samping sukralfat adalah konstipasi. Senyawa bismut koloid juga bekerja dengan membentuk suatu koagulan bismut-protein yang dapat melindungi ulkus terhadap proses digesti asam-pepsin
5) Prostaglandin Berbagai prostaglandin, terutama prostaglandin E (PGE1dan PGE2) mempunyai sifat selain sitoprotektif juga anti-sekretoris. Prostaglandin akan merangsang sekresi bikarbonat dan memproduksi lendir dari mukosa gastro-duodenal, dan akan mcningkatkan aliran darah di mukosa, serta memperbaharui sel epitel yang rusak. Pada dosis terapeutis yang diberikan dapat mengurangi sekresi asam lambung baik basal maupun, setelah rangsangan. Efek samping obat ini yaitu diare pada 10% penderita. Mengingat bahwa obat ini juga mempengaruhi kontraksi uterus, maka merupakan kontraindikasi pada wanita hamil.
6) Diet Berbagai macam diet dianjurkan dalam pengobatan tukak duodenum. Namun tidak ada bukti bahwa bland diet (diet yang digunakan untuk menetralkan keasaman cairan lambung) seperti susu, krim, gelatin, sup, nasi, mentega, telur, daging lunak, ikan, keju dan tapioka
26
cukup bermanfaat. Diet susu dan krim tidak memperlihatkan perbaikan tukak duodenum; bahkan diet tersebut berkaitan dengan timbulnya milk-alkali syndrome.
Ulkus Gaster Sekitar 55% tukak lambung terjadi pada laki-laki. Secara khas, tukak lambung dalam dan meluas sampai di sebelah atas mukosa lambung. Hampir semua tukak lambung jinak terletak di antrum, pada suatu zona tepat di sebelah distal dari sambungan mukosa antrum dengan mukosa korpus ventrikuli yang mensekresi asam. Lokasi sambungan ini bermacam-macam, terutama pada kurvatura minor lambung. Tukak lambung jarang terjadi pada kurvatura mayor lambung. Tukak lambung hampir selalu disertai gastritis dan berbagai atrofi mukosa yang mengenai antrum.
1. Etiologi dan patogenesis Asam-pepsin tampaknya memegang peranan penting dalam patogenesis tukak lambung. Sekitar 10% sampai 20% penderita tukak lambung juga menderita tukak duodenum. Penderita dengan kedua jenis tukak tersebut mempunyai pola sekresi asam seperti penderita tukak duodenum. Patogenesis tukak lambung dipengaruhi oleh banyak faktor. Sebagian besar peneilitian menunjukkan bahwa resistensi mukosa lambung dan/atau trauma mukosa lambung merupakan factor yang paling renting. Kadar gastrin serum meningkat pada beberapa penderita tukak lambung, namun peningkatan ini terbatas pada penderita hiposekresi asam lambung. Juga dijumpai keterlambatan pengosongan lambung. Diperkirakan bahwa regurgitasi isi duodenum, terutama yang mengandung empedu, dapat mencetuskan trauma mukosa lambung dan kemudian berlanjut dengan ulserasi lambung.
2. Gambaran klinis Seperti pada tukak duodenum, gejala yang paling sering dijumpai pada tukak lambung adalah nyeri di daerah epigastrium. Rasa nyeri ini dapat menyerupai tukak duodenum, namun beberapa penderita tukak lambung mengalami rasa nyeri yang tidak menghilang dengan pemberian makanan dan bahkan dapat dicetuskan atau diperberat dengan pemberian makanan. Tukak yang letaknya di kurvatura minor lambung bagian
27
atas dapat menimbulkan rasa nyeri dada depan. Kadang-kadang rasa nyeri ulkus peptikum hanya dirasakan di punggung setinggiruas tulang punggung VIII X, terutama pada tukak yang mengalami penetrasi ke pankreas. Nausea dan muntah yang timbul pada tukak duodenum hampir selalu menunjukkan adanya obstruksi saluran keluar dari lambung (gastric outlet), sedangkan pada tukak lambung gejala ini dapat terjadi tanpa adanya obstruksi mekanik.
3. Diagnosis Riwayat penyakit dapat bermanfaat untuk memperkirakan adanya tukak lambung, namun tidak begitu khas seperti tukak duodenum. Dua cara utama untuk menegakkan wkak lambung adalah pemeriksaan barium meal dan endoskopi. Secara radiologis pada tukak lambung ditemukan suatu kawah dari ulkus yang disebut niche. Bila ditemukan gambaran tersebutperlu dibedakan antara jinak dan ganas. Bentuk tukak yang jinak umumnya bulat atau oval dengan dinding yang teratur; sedangkan bentuk yang ganas mempunyai tepi yang ireguler, dasar yang kasar ireguler, mukosa di sekitar tukak tidak licin dengan lipatan mukosa yang seperti terpotong di jalan dan berbentuk seperti tabuh genderang. Untuk memastikan diagnosis serta untuk membedakan antara bentuk jinak dengan ganas, perlu dilakukan biopsi secara endoskopi. Pada tukak yang jinak, secara mikroskopis di bawah tukak akan tampak lapisan eksudat inflamasi akut, sebelah dalamnya terdapat lapisan nekrosis fibrinoid, jaringan granulasi dan jaringan parut. Tepi tukak tampak edema yang berisi sel eritrosit dari sel inflamasi. Muskularis mukosa di sekitar kawah ulkus biasanya menebal.
4. Pengobatan Antasida efektif untuk pengobatan tukak lambung; karena hipersekresi asam lambung tidak khas pada tukak lambung, maka diperlukan dosis antasida yang lebih kecil dibanding pada tukak duodenum. Antagonis reseptor H2 dan sukralfat kira-kira sama efektifnya dengan antasida untuk pengobatan tukak lambung. Dosis yang dianjurkan sama pada penderita tukak duodenum. Beberapa ahli menganjurkan penggunaan obat antikolinergik untuk pengobatan tukak lambung, tetapi obat tersebut mempunyai banyak efek samping,
28
cenderung menurunkan kecepatan pengosongan lambung yang telah terganggu; dan kenyataannya penderita wkak lambung yang mendapatkan pengobatan ini, proses kesembuhannya lebih lama. Oleh karena itu obat tersebut tampaknya tidak dianjurkan untuk pengobatan tukak lambung. Karena salisilat berkaitan dengan timbulnya tukak lambung, maka penderita dilarang untuk minum salisilat. Alkohol juga sebaiknya dicegah, karena memberikan efek trauma terhadap mukosa lambung. Diet susu dan krim tidak memperlihatkan manfaat yang bermakna dalam pengobatan tukak lambung. Natrium karbenoksolon banyak digunakan untuk pengobatan tukak lambung di berbagai negara. Obat ini dapat menurunkan gejala-gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Karbenoksolon tidak menurunkan sekresi asam lambung namun meningkatkan sekresi dan viskositas mukus lambung serta meningkatkan daya hidup sel epitel mukosa lambung: Sayangnya obat ini mempunyai efek seperti aldosteron, sehingga
dapatmenyebabkan retensi natrium dan air dan pengeluaran kalium. Obat ini belum beredar di Indonesia.
Jika terdapat infeksi H.pylori, pada saat ini indiikasi yang telah disetujui secara universal untuk melakukan eradikasi yang ada hubungannya dengan tukak peptik. Dan yang berhubungan dengan low grade B cell lymphoma. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara berbagi antibiotik dan proton pump inhibitor (PPI). Antibiotika yang dianjurkan adalah klaritomisin, amoksisilin, metronidazol, dan tetrasiklin. Bila PPI dan kombinasi dua antibiotika gagal dianjurkan menambahkan bismuth subsalisilat/subsitral.
3. Semua masalah ulkus peptik dan gastritis diperbolehkan rawat jalan dengan catatan pasien melakukan semua yang disarankan dokter dan mengikuti terapi medikamentosa. Namun jika ada tanda-tanda komplikasi maka diharuskan pasien melakukan rawat inap. Komplikasi diantaranya : 1. Tanda-tanda perdarahan saluran cerna 2. Adanya penetrasi/perforasi 3. Adanya stenosis pylorik
29
Indikasi rujik, apabila penanganan yang dilakukan mengalami kegagalan atau terjadi perburukan klinis.
30
KESIMPULAN
1. Ny.Marzuki mengalami sindrome dyspepsia yg merupakan menisfestasi klinis dr suatu pnykit saluran cerna : Gastritis, ulkus peptikum, GERD 2. Penyebab utama penyakit Ny.Marzuki dikarenakan terjadinya peningkatan as.lambung yg diakibatkan beberapa faktor misalnya infeksi H.pylori, stress, Trauma, konsumsi alkohol dan obat-obatan yg bersifat iritan bagi saluran cerna 3. Pemeriksaan dpt berupa endoskopi, analisis darah samar, radiologi, UBT (Jika etiologi H.Pylori) 4. Pengobatan yg dpt diberikan jk sudah terjd ulkus: Ranitidin, omenazole, antasida, sukralfat, antibiotik (Amoxicilin/metronidazole)
31
DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar IPD UI edisi V Farmakologi ulasan bergambar, edisi 2. widya medika G.Katzung, Betram. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. EGC Jawetz. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC Repisatory FK USU 2010 medicaNet.com
32