PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi sekarang ini dimana segala sesuatu dituntut serba cepat,
waktu merupakan suatu hal yang sangat berharga. Penggunaan waktu secara cermat
dan baik akan meningkatkan kinerja. Penggunaan waktu yang cermat dan baik ini
tentunya akan sia-sia jika suatu sistem yang ada tidak menunjang adanya keefektifan
dan keefisienan dari waktu itu sendiri.
PT. Bridgestone Tire Indonesia merupakan suatu perusahaan yang bergerak
dalam industri manufaktur yang bergerak dalam memproduksi produk ban. Ban yang
diproduksi memiliki ukuran dan jenis yang berbeda-beda. Orientasi penjualan
dipasarkan kedalam maupun ke luar negeri. Selama ini belum ada suatu tuntutan dari
pihak konsumen jika order tidak terpenuhi, namun dapat menimbulkan rasa tidak
percaya terhadap pihak PT. Bridgestone Tire Indonesia, serta mempengaruhi
pemasukan atau pendapatan bagi pihak peusahaan sendiri, dalam masalah keuntungan
bagi perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT. Bridgestone Tire Indonesia,
bahwa salah satu hal yang mempengaruhi adalah pada proses produksi. Yang
berpengaruh dalam proses produksi terhadap kecepatan proses produksi berada pada
proses curing. Proses curing berpengaruh kepada keuntungan perusahaan, sebab
2
proses curing merupakan proses pembentukan, pencetakan dan pemasakan green tire
(produk setengah jadi) menjadi produk jadi.
Pada proses curing dituntut untuk selalu terdapatnya stok yang keluar dari proses
sebelumnya yaitu proses pemolesan. Karena mesin curing harus bekerja selama 24
jam dan apabila tidak ada unit yang akan dicetak maka mesin curing akan mengalami
Green Tire Shortage (GTS) yaitu suatu peristiwa dimana mesin curing tidak dapat
melakukan aktifitas karena tidak adanya unit yang akan dicetak. Green Tire Shortage
merupakan salah satu dalam non operation time, non operation time yaitu waktu
produksi yang terbuang yang berpengaruh terhadap waktu siklus produksi dan jumlah
produksi yang dihasilkan.
Salah satu penyebab GTS ini adalah ketidaklancaran produksi pada proses
sebelumnya yaitu proses pemolesan. Yakni terdapatnya antrian akibat kurangnya
jumlah server dan produktifitas pekerja. Untuk menganalisanya penting untuk dapat
menggunakan simulasi antrian.
Dengan adanya simulasi antrian ini maka dapat mengurangi masalah antrian yang
terjadi. Dapat terlihat masalah utama kenapa dapat terjadi antrian adalah karena
pengaturan jumlah mesin poles yang beroperasi tidak tepat jumlahnya, tetapi apabila
jumlah mesin diperbanyak dan waktu pelayanan maksimum akan mengurangi
terjadinya antrian.
Supaya tidak mengeluarkan biaya yang sia-sia dan mengurangi resiko yang terjadi
menggunakan sistem simulasi antrian adalah pilihan yang tepat karena dapat
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan tersebut.
3
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Masalah utama yang menjadi pembahasan penulis pada tugas akhir ini adalah
mengenai ditemukannya masalah pada proses produksi yang menghambat kecepatan
proses produksi yaitu pada proses pemolesan. Masalah yang terjadi yaitu terjadinya
antrian untuk masuk ke proses pemolesan karena keterbatasan mesin poles, yang
mengakibatkan berpengaruh kepada biaya yang dikeluarkan dan waktu yang terbuang
sia-sia dan lebih lanjut dapat mengakibatkan pemborosan dana perusahaan yang
sebenarnya dapat dihindari, sehingga secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut
:
1. Apakah jumlah mesin yang ada sudah mencukupi untuk menangani jumlah unit
yang harus diproduksi setiap harinya ?
2. Apakah dengan menambah jumlah mesin yang ada dapat membantu masalah
antrian yang ada ?
3. Bagaimana pengaruhnya terhadap biaya dan waktu?
1.3. Ruang Lingkup
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas pada penelitian ini, maka
ditentukan ruang lingkup pembahasan yang diangkat pada tugas akhir ini, antara lain :
1. Melakukan penelitian berupa perhitungan jumlah unit yang datang ke proses
pemolesan pada waktu tertentu dan mengetahui waktu pelayanan mesin poles.
2. Menghitung ketercukupan jumlah mesin poles untuk melayani unit yang datang
setiap harinya. Adapun indikator untuk mengukur cukup tidaknya jumlah mesin
4
yang ada dengan mengukur lamanya waktu mengantri dan panjang antrian yang
terjadi.
3. Menghitung kemungkinan ditambahnya jumlah mesin poles guna optimasi
layanan dengan melakukan perbandingan lamanya waktu mengantri sebelum dan
sesudah mesin ditambahkan.
4. Melakukan perhitungan dari segi biaya sebelum dan sesudah mesin ditambah.
1.4. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan tugas akhir yang ingin dicapai dengan memilih topik ini
adalah :
1. Mengetahui sebab terjadinya pemborosan waktu pada proses produksi di PT.
Bridgestone Tire Indonesia.
2. Mengetahui panjangnya antrian pada proses pemolesan.
3. Mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mengantri hingga dilayani.
4. Menentukan jumlah mesin poles yang optimum.
Dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan atau mengoptimalkan tingkat
antrian yang ada menjadi lebih efektif dan efisien, sehingga dengan demikian manfaat
yang didapatkan :
1. Tingkat waktu mengantri yang efektif dan efisien
2. Efektifitas dan efisiensi biaya operasional
3. Melakukan optimisasi terhadap penambahan jumlah mesin yang digunakan dalam
proses pemolesan.
5
1.5. Gambaran Umum Perusahaan
1.5.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan
PT. Bridgestone Tire Indonesia yang berlokasi di Jl. Raya Bekasi KM. 27,
Bekasi, Jawa Barat merupakan perusahaan patungan antara swasta Nasional
Indonesia dengan swasta Jepang. Perusahaan didirikan, berdasarkan Undang-undang
Pemerintah Republik Indonesia, No.1/1967, tentang Penanaman Modal Asing. PT.
Bridgestone Tire Indonesia didirikan pada tanggal 8 September 1973 dengan
landasan hukum Surat Izin Presiden, No. B-84/PRES/8/1973, tanggal 1 Agustus 1973
dan Surat Keputusan Menteri Perindustrian, No. 295/M/SK/8/1973, tanggal 11
Agustus 1973.
Modal dasar untuk mendirikan PT. Bridegstone Tire Indonesia adalah sebesar US
$ 20.800.000 dengan pemegang saham terdiri dari :
- PT. Sinar Bersama Makmur sebesar 50 %
- Bridgestone Corporation sebesar 43 %
- MITSUI & CO., Ltd sebesar 7 %
PT. Bridgestone Tire Indonesia memiliki luas area sebesar 27,6 Ha dan
mempunyai tenaga kerja sebanyak 3000 orang. Produksi pertama PT. Bridgestone
Tire Indonesia dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1975 dengan hasil produksinya
berupa Automotive Tire, tube dan flap.
Pada tanggal 1 Januari 1976, produksi komersial dimulai. Kemudian pada tanggal
5 Pebruari 1976, perusahaan diresmikan oleh Menteri Perindustrian dan Gubernur
Jawa Barat. PT. Bridgestone Tire Indonesia mulai menjual produknya ke perusahaan
6
perakitan kendaraan bermotor pada tahun 1977. Meskipun baru memasuki tahun
pertama, PT. Bridgestone Tire Indonesia telah memiliki pangsa pasar sebesar 43,4 %.
PT. Bridgestone Tire Indonesia mulai memproduksi ban dengan konstruksi radial
pada tahun 1979. Kemudian perluasan pabrik tahap ke-II selesai dilakukan setahun
kemudian yaitu pada tahun 1980. Selain itu, PT. Bridgestone Tire Indonesia juga
memperkenalkan teknologi super filler dalam proses pembuatan ban konstruksi
radial di tahun 1980. Pada bulan Januari 1982, PT. Bridgestone Tire Indonesia
meresmikan Loka Latihan Keterampilan Bridgestone (LLKBS) sebagai sumbangsih
perusahaan kepada masyarakat di bidang pendidikan, untuk membantu para lulusan
STM menjadi tenaga kerja siap pakai. PT. Bridgestone Tire Indonesia juga
meningkatkan modal usahanya menjadi US $ 16.640.000 dengan komposisi saham 50
: 50 pada tahun 1982. Kemudian pada tahun 1983, PT. Bridgestone Tire Indonesia
memperluas jaringan pemasaran sampai ke luar negeri. Ekspor perdana PT.
Bridgestone Tire Indonesia ke New Caledonia dimulai pada bulan Juni. Penanda
tanganan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) antara Serikat Pekerja dengan
Pengusaha, disaksikan oleh Menteri Tenaga Kerja dilakukan pada bulan Jauari 1984.
Selain itu, pada tahun yang sama PT. Bridgestone Tire Indonesia juga
memperkenalkan ban radial dengan konstruksi tubeless yang pertama dengan nama
Turbo 70 S-317. Setahun kemudian PT. Bridgestone Tire Indonesia mulai
memperkenalkan ban radial seri 60, dengan nama Turbo 60 S-316.
Teknologi baru dalam pembuatan ban yang diberi nama RCOT (Rolling Contour
Optimization Theory) diperkenalkan pada tahun 1986. Ban pertama yang dibuat
7
dengan teori ini adalah ban radial seri 70 dengan kembang SF-216 dan konstruksi
steel belt. Pada tahun 1987, ban radial seri 65 mulai diperkenalkan dengan nama
Regno 65 S-315, dengan konstruksi steel belt. Kemudian PT. Bridgestone Tire
Indonesia merubah sistem kerja produksi dari 3 shift dengan 3 grup menjadi 3 shift
dengan 4 grup pada tahun 1988. PT. Bridgestone Tire Indonesia juga
memperkenalkan ban radial high performance dengan type V-speed rating dan
Potenza 60 VR RE-87. Ban dengan V-rated ini merupakan ban yang pertama kali
diperkenalkan di Asia, kecuali Jepang. Tanggal 1 Mei 1989, PT. Bridgestone Tire
Indonesia mengadakan QC promosi. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertahankan
mutu sehubungan dengan meningkatnya produksi sejak tahun 1988. PT. Bridgestone
Tire Indonesia memperkenalkan Total Quality Control System pada tahun 1990.
Dimana kegiatan ini disebut SZD (Small Zero Defect).
Pada tahun 1992, PT. Bridgestone Tire Indonesia menerapkan NPCS (New
Product Control System) yaitu suatu sistem untuk mengontrol ketepatan jumlah,
waktu dan mutu produk. Untuk menanggapi meningkatnya selera konsumen terhadap
kenyamanan berkendaraan, PT. Bridgestone Tire Indonesia memperkenalkan produk
jenis baru dengan Handling Response yang tinggi, yaitu Potenza 50 dan Potenza 55
dengan V-Rate pada tahun 1993. Kemudian mulai bulan April 1994, PT Bridgestone
Tire Indonesia mengadakan persiapan untuk mendapatkan sertifikat ISO 9002 dari
Organisasi Standarisasi Internasional. PT. Bridgetone Tire Indonesia memperoleh
Sertifikat ISO 9002 dari Lloyd Register Quality Assurance Limited di Inggris pada
tahun 1995. Kemudian pada tahun 2001, PT Bridgestone Tire Indonesia memperoleh
8
sertifikat ISO 14001 dari Lloyd Register Quality Assurance Limited, sertifikat ini
mengenai sistem manajemen lingkungan dari perusahaan. Selain itu, PT Bridgestone
Indonesia juga memperoleh sertifikat ISO/TS 16949 dari Lloyd Register Quality
Assurance Limited pada bulan Desember 2003. Dimana ISO/TS 16949 adalah sistem
manajemen mutu khusus untuk industri otomotif.
1.5.2 Jenis Produk Yang Dihasilkan
PT. Bridgestone Tire Indonesia merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak
dalam bidang industri otomotif dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan industri
lokal dan internasional, dengan telah membuat berbagai macam produk dan
memberikan pelayanan profesional. Bermacam-macam jenis ban diproduksi di PT.
Bridgestone Tire Indonesia, baik untuk pemakaian sedan pribadi (Passenger Tire),
ban untuk angkutan umum (Commercial Tire), ban untuk keperluan industri,
pertanian serta pemakaian di medan-medan yang berat untuk jenis kendaraan off the
road.
Khusus untuk jenis kendaraan sedan pribadi dan light truck / minibus PT.
Bridgestone Tire Indonesia selain membuat ban berkonstruksi biasa juga diproduksi
dengan konstruksi radial.
Untuk ban sedan kendaraan pribadi dengan konstruksi radial PT. Bridgestone
Tire Indonesia memproduksi bermacam-macam desain serta seri, mulai dari seri 82,
seri 70, seri 65, dan juga seri 60, disamping itu ada yang diproduksi dengan
konstruksi steel belted dan konstruksi textile belted.
9
1.5.3 Struktur Organisasi
Di bawah ini adalah struktur organisasi pada PT. Bridgestone Tire Indonesia :
Gambar 1.1 Struktur Organisasi PT. Bridgestone Tire Indonesia
10
Tugas dari masing-masing jabatan adalah sebagai berikut :
1. Presiden Direktur
Pemimpin perusahaan dalam menjalankan operasional perusahaan dan
manajemen perusahaan.
Mempertahankan struktur perusahaan dalam jalur yang sudah ditentukan.
2. Marketing Department
Membuat hubungan yang baik dengan pelanggan.
Menawarkan produk ke konsumen.
Membuat suatu persetujuan bisnis dengan konsumen.
Membuat forecasting penjualan di masa depan.
Membuat kebijakan dan keputusan perusahaan.
Mengadakan tukar menukar yang saling menguntungkan antar perusahaan.
3. Accounting Department
Mengawasi anggaran yang keluar dari perusahaan.
Mencatat semua transaksi arus kas.
Bekerja sama dengan manajer untuk menyusun strategi demi kemajuan
perusahaan.
Mempertahankan anggaran perusahaan tetap pada batasnya.
4. Relation Department
Menjalin hubungan yang baik antara klien dengan perusahaan.
5. General Affair Department
Melakukan perekrutan karyawan.
11
Mengadakan training untuk karyawan.
Sebagai penghubung antar karyawan.
6. Product Planning / Delivery Department
Merencanakan kapasitas produksi.
Mengestimasikan waktu produksi.
Mengoptimalkan karyawan di bagian produksi
Mengendalikan jumlah produksi.
Melakukan pembelian material yang dibutuhkan dan berkoordinasi dengan
bagian Accounting Department.
Membuat laporan produksi.
7. Production Department
Mengadakan penelitian dan pengembangan akan produk baru.
Bertanggung jawab atas semua proses produksi perusahaan.
8. Technical Department
Bertanggung jawab atas semua kegiatan proses produksi, compressor, dan
finishing.
9. Technical Service Department
Bertanggung jawab atas semua kegiatan replacement.
10. Engineering Department
Melakukan perawatan terhadap semua mesin-mesin yang terdapat pada PT.
Bridgestone Tire Indonesia.
Melakukan perbaikan-perbaikan mesin jika ada mesin yang rusak.
12
Mendesain alat.
Melaksanakan pekerjaan request konstruksi.
11. Quality Assurance Department
Mengadakan inspeksi akan material yang masuk.
Mengadakan inspeksi terhadap setiap produk yang dihasilkan.
Mengadakan training manajemen sistem.
Memelihara dokumen yang keluar masuk.
Mempertahankan sertifikasi ISO yang diperoleh.
Bekerja dengan bagian lain untuk mempertahankan mutu produksi.
Membuat laporan mutu produksi.
13
1.5.4 Kondisi Bisnis Perusahaan
Gambar 1.2 Diagram Penjualan Tahun 1976-1994 PT. Bridgestone Tire Indonesia
Dapat dilihat pada diagram penjualan tahun 1976-1994 di atas bahwa kondisi
bisnis PT. Bridgestone Tire Indonesia terus mengalami peningkatan sejak tahun 1976
sampai dengan tahun 1994. Walaupun masih terdapat penurunan penjualan yang
cukup berarti yaitu pada tahun 1985 dan tahun 1992. Penurunan penjualan pada tahun
1992 dipengaruhi oleh PT. Bridgestone Tire Indonesia yang menerapkan NPCS (New
Product Control System) yaitu suatu sistem untuk mengontrol ketepatan jumlah,
waktu dan mutu produk, sehingga mempengaruhi penjualan produk.
14
Penjualan produk PT. Bridgestone Tire Indonesia mengalami peningkatan yang
sangat tinggi yaitu pada tahun 1981, tahun 1986, tahun 1988, tahun 1989, tahun 1993
dan pada tahun 1994. Peningkatan penjualan pada tahun 1986 dipengaruhi karena
mulai diterapkannya teknologi baru dalam pembuatan ban yang diberi nama RCOT
(Rolling Contour Optimization Theory). Sedangkan pada tahun 1988, peningkatan
penjualan terjadi karena PT. Bridgestone Tire Indonesia melakukan perubahan sistem
kerja produksi dari 3 shift dengan 3 grup menjadi 3 shift dengan 4 grup, sehingga
tenaga kerja menjadi lebih produktivitas lagi. Peningkatan penjualan pada tahun 1989
dikarenakan PT. Bridgestone Tire Indonesia mengadakan QC promosi untuk
mempertahankan mutu produk sehubungan dengan meningkatnya produksi.
Sedangkan peningkatan penjualan pada tahun 1993, dipengaruhi oleh PT.
Bridgestone Tire Indonesia yang mulai menanggapi keinginan konsumen dalam
kenyamanan berkendaraan sehingga perusahaan memperkenalkan produk jenis baru
dengan Handling Response yang tinggi. Pada tahun 1994 peningkatan penjualan
dipengaruhi oleh perusahaan yang mengadakan persiapan untuk mendapatkan
sertifikat ISO 9002 dari Organisasi Standarisasi Internasional, sehingga peningkatan
penjualan terjadi karena perusahaan mulai memperhatikan sistem manajemen mutu
yang baik guna mencapai kepuasaan pelanggan.
15
1.5.5 Jaringan Pemasaran PT. Bridgestone Tire Indonesia
Pada PT. Bridgestone Tire Indonesia terdapat beberapa jaringan pemasaran untuk
memasarkan produk mereka, diantaranya :
1. Domestic Replacement Sales
Luas jaringan pasar replacement adalah ke seluruh Indonesia, yang didukung oleh 43
Distributor dan Sub-Distributor serta sekitar 1200 toko ban.
2. Original Equipment Sales (OE Sales)
Tingkat mutu seluruh produk Bridgestone, dan pelayanan yang prima merupakan
unsur penting sebagai penunjang keberhasilan dalam memperoleh kepercayaan yang
berkesinambungan dari seluruh produsen mobil di Indonesia, sejak pertama kali hadir
dan beroperasi disini.
3. Ekspor
Bridgestone mengekspor produknya ke Timur Tengah, Oceania dan Asia termasuk
Jepang.
1.5.6 Pengawasan Mutu
Usaha usaha untuk meningkatkan mutu produk dilakukan melalui penelitian dan
pengembangan secara terus-menerus. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini
tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi di Tokyo. Dari tempat ini dilahirkan konsep konsep produk sesuai
dengan permintaan dari pabrik-pabrik di mancanegara.
16
Pengawasan mutu yang sangat ketat dikembangkan melalui konsep Total Quality
Management (TQM) yang salah satunya dengan mengimplementasikan persyaratan
ISO-9002, sehingga hanya produk yang berkualitas terbaik saja yang disajikan
kepada konsumen.