1.1 Latar Belakang Saat ini peningkatan partisipasi pria dalam KB merupakan salah satu isu penting, sesuai dengan rekomendasi dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) tahun 1994 di Kairo dan Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), saat ini Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang berorientasi pada keadilan dan kesetaraan gender dalam program KB dan kesehatan reproduksi (Israwati dan Rahmadewi, 2003). Sejalan dengan perubahan paradigma kependudukan dan pembangunan program keluarga berencana (KB) di Indonesia juga mengalami perubahan orientasi dari nuansa demografis menjadi nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu pasangan atau perorangan dalam mencapai tujuan reproduksinya. Selanjutnya dengan adanya perubahan orientasi program tersebut membawa konsekuensi terjadinya pergeseran visi program KB Nasional yang selama ini berupa kelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), berkembang menjadi Keluarga Berkualitas 2015. Kemudian visi tersebut dijabarkan kedalam 6 misi program, yaitu : (1) pemberdayaan dan penggerakkan masyarakat untuk membangun keluarga 1
berkualitas (2) Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, ketahanan keluarga serta meningkatkan kualitas pelayanan. (3) Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesejahteraan reproduksi (4) Meningkatkan upaya-upaya promosi, perlindungan, dan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi. (5) Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan program KB nasional (6) Mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia potensial sejak pembuahan dalam kandungan sampai dengan usia lanjut (BKKBN, 2011). Dalam rangka menyukseskan visi dan misi di atas, salah satu masalah yang menonjol adalah rendahnya partisipasi pria dalam pelaksanaan program KB baik dalam praktek KB, mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator atau promotor dan merencanakan jumlah anak. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan KB pria antara lain : sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan yaitu: sosial, budaya, masyarakat dan keluarga/istri, keterbatasan informasi dan aksesabilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria yang hanya ada 2 macam yaitu kondom dan vasektomi, sementara persepsi yang ada di masyarakat masih kurang menguntungkan. Menurut BKKBN Evaluasi Hasil Pelaksanaan Program KKB Bulan AprilJuni Tahun 2012 Provinsi Jawa timur, proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (52,15%), diikuti oleh pil (20,29%), Implan atau susuk KB (11,49%), IUD (9,6%), Kondom (3,07%), MOW (3,03), MOP (0,29%) (BKKBN, 2012).
Jumlah pencapaian Peserta Baru Pria (PB Pria) sampai dengan bulan April 2012 sebanyak 13.676 dari KKP Pria sebesar 60.762 peserta atau 22,51% secara rinci, MOP sebanyak 1.202 peserta atau 43,52% dari KKP MOP sebesar 2.762 peserta dan untuk Kondom sebanyak 12.474 peserta atau 21,51% dari KKP Kondom sebesar 58.000 peserta. Namun bila dilihat pencapaian angka Mix Kontrasepsi Pria (MOP dan Kondom) sebesar 4.051 peserta kontribusinya terhadap total PB SM sebesar 3,63% (BKKBN, 2012). Menurut Profil Kesehatan Surabaya Tahun 2011, di Kabupaten Surabaya jumlah peserta KB aktif (PA) yang ada saat ini 340.177 akseptor, 64.418 akseptor (18,94%) merupakan peserta aktif alat kontrasepsi jangka panjang (IUD, MOW, MOP, Implan/sino/implanon). Dari jumlah tersebut tingkat kesertaan KB pria (yang menggunakan MOP) berjumlah 466 akseptor (0,14% dari total PA) sedang partisipasi pria dengan menggunakan alat kontrasepsi non MKJP (kondom) hanya berjumlah 10.100 akseptor (2,97% dari jumlah PA). Sedangkan di kecamatan Kenjeran tahun 2011, kelurahan Tanah Kali kedinding didapatkan data peserta KB aktif dengan presentase perempuan 99,46% sedangkan untuk pria 0,54% (dengan presentase akseptor MOP 0,08% dari total PA dan akseptor kondom 0,46% dari total PA). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di kelurahan Tanah Kali Kedinding diperoleh data peserta KB pada tahun 2012 presentase peserta KB perempuan 97,74% sedangkan untuk peserta KB Pria adalah sebesar 2,26%. Hal ini merupakan masalah yang menonjol dan diperlukan penanganan yang serius. Karena, dengan meningkatnya partisipasi pria dalam KB diharapkan
memberikan kontribusi terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk dan penanganan masalah kesehatan reproduksi, yang pada akhirnya akan berdampak kepada penurunan angka kematian ibu dan bayi yang saat ini masih sangat tinggi yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup untuk angka kematian ibu (AKI), dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup. Sasaran strategis (2010-2014), Untuk mencapai penurunan laju
pertumbuhan penduduk menjadi 1,1 persen, Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1 dan NRR = 1, maka sasaran yang harus dicapai pada tahun 2012 salah satunya adalah meningkatnya peserta KB Baru pria menjadi 4,3 persen
(www.bkkbn.go.id, 2013). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah untuk diteliti yaitu dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Pria dalam Program Keluarga Berencana (KB).
(faktor pendukung): (akses pelayanan KB pria) Predisposing factor rendahnya (2,26%) partisipasi pria dalam ber KB Reinforcing factor (faktor Pendorong): (sikap istri, praktik istri, sikap teman, praktik teman)
(Faktor Predisposisi): (Tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap, persepsi, nilainilai sosial budaya)
Gambar 1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pria dalam program KB 1. Pengetahuan pria terhadap KB Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. 2. Tingkat pendidikan Pengaruh pendidikan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi dalam KB telah dikemukakan oleh Ekawati. Menurutnya pendidikan pria berpengaruh positif terhadap persepsi pria untuk KB.
3. Persepsi Adanya persepsi bahwa wanita yang menjadi target program KB menjadi salah satu faktor rendahnya partisipasi pria dalam KB. Hasil penelitian
Purwanti (2004) menyimpulkan bahwa suami dengan persepsi positif terhadap alat kontrasepsi pria lebih tinggi pada kelompok suami yang menggunakan alat kontrasepsi pria dari pada kelompok kontrol. 4. Aksesibilitas pelayanan KB pria Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi 5. Aspek Sosial dan budaya Aspek sosial bagi kebanyakan orang, pribadi atau kelompok tertentu, KB pria merupakan hal yang dianggap baru. Dan budaya dimana KB adalah urusan wanita masih sangat kental. 6. Teori sikap (sikap responden, sikap istri, sikap teman) Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam Program Keluarga Berencana (KB)?.
1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya
partisipasi pria dalam ber-KB di Kelurahan Tanah Kalikedinding. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mendiskripsikan faktor predisposisi (tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan, sikap, persepsi) yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam KB di Kelurahan Tanah Kalikedinding 2. Mendiskripsikan faktor pendukung (akses pelayanan KB pria) yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam Kalikedinding 3. Mendiskripsikan faktor pendorong (sikap istri) yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam KB di Kelurahan Tanah Kalikedinding 4. Mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam ber KB KB di Kelurahan Tanah
1.5 Manfaat 1.5.1 Manfaat Teoritis Sebagai bahan referensi, sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB.
1.5.2 1.
Manfaat Praktis Bagi Peneliti Menambah pengalaman dan wawasan dalam penelitian serta bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahaan.
2.
Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai bahan masukan dalam memberikan pelayanan kebidanan untuk meningkatkan partisipasi pria dalam ber-KB.
3.
Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya partisipasi pria dalam ber-KB.