Anda di halaman 1dari 598
: ey UT | | PRINSIP-PRINSIP Ul ILMU BEDAH | | Schwartz Shires * Spencer bg W133) 1 Oe) Ge fi EGC a i { i | i \ : BUKU ASLI BERSTIKER HOLOGRAM eee re ——— PRINCIPLES OF SURGERY. COMPANION HANDBOOK. 6/E. Copyright © 1994 by McGraw-Hill Inc. INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH. E/6 Alih bahasa: dr. Laniyati et al. Editor: dr. Linda Chandranata Hak cipta terjemahan Indonesia © 1995 Penerbit Buku Kedokteran EGC Anggota IKAPI Kerjasama penerjemahan dengan Badan Pertimbangan Pengembangan Buku Nasional, Pusat Perbukuan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Desain kulit muka: Samson P. Barus Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Cetakan I: 2000 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah / Seymour I. Schwartz ; editor, G. Tom Shires, Frank C, Spenser, Wendy Cowles Husser ; alin bahasa, Laniyati jet al.} ; editor edisi bahasa Indonesia, Linda Chandranata. — Jakarta ; EGC, 2000. ix, 709 him. ; 14x 21 cm. Judul asli: Principles of surgery. Companion handbook. 6/e ISBN 979-448-397-4 1. Bedah, IImu. I. Judul. IT. Shires, G. Tom. III. Spencer, Frank C. IV. Husser, Wendy Cowles. V. Laniyati. VI. Chandranata, Linda. 617 Daftar Isi Kontributor vii Kata Pengantar ix 1._Respons Endokrin dan Metabolik Terhadap Luka 1 - 2. Cairan, Elektrolit, dan Pemberian Makanan 15 3._Hemostasis 25 4. Syok Be 5. Infeksi 47 6. Trauma 65 1_Luka Bakar 97 8._Perawatan dan Penyembuhan Luka 133 9. Onkologi 147 10. Transplantasi 167 1. Komplikasi 195 12, Pemantauan Fisiologis Pasien Bedah 209 13. Jaringan Kulit dan Subkutaneus 217 14. Payudara 227 15: Tumor-tumor Kepala dan Leher 237 16. Dinding Toraks, Pleura, Paru, dan Mediastinum 261 17. Penyakit Jantung Kongenital 285 18. Penyakit Jantung Didapat 309 19. Penyakit pada Pembuluh Darah Besar 323 20. Penyakit Arteri Perifer 331 21, Penyakit Limfatik dan Vena 339 22. Manifestasi Penyakit Gastrointestinal 345, 23. Esofagus dan Hernia Diafragmatika 361 24. Lambung 399 25. Usus Kecil 409 26. Kolon, Rektum, dan Anus 419 27. Apendiks 437 28. Hati 443 29. Kandung Empedu dan Sistem Biliaris Ekstrahepatik 455 30. Pankreas 471 31. Limpa 481 32. Peritonitis dan Abses Intraabdomen 489 33. Dinding Abdomen, Omentum, Mesenterium, dan Retroperitoneum 495 vi DAFTAR ISI 34. Hernia Dinding Abdomen 509 35. Hipofise dan Adrenal 519 36. Tiroid dan Paratiroid $35 37. Bedah Pediatrik 553 38. Urologi 3577 39. Ginckologi 599 40. Bedah Saraf 621 41. Ortopedi 643 42. Amputasi 673 43. Tangan 675 44, Bedah Plastik dan Rekonstruktif 685 Indeks. 693 vii Kontributor James T. Adams, M.D., Professor of Surgery, Department of Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York George M, Alfieris, M.D., Chief Resident, Division of Cardiothoracic Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Carl H. Andrus, M.D., Clinical Associate Professor, Department of Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York James Cerilli, M.D., Professor of Surgery and Director of Transplantation, Depart- ment of Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Brent Dubeshter, M.D., Associate Professor, Director of Gynecologic Oncology, Department of Oncology in Obstetrics and Gynecology, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Robert W. Emmens, M.D., Clinical Associate Professor of Surgery and Pediatrics, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Erdal Erturk, M.D., Assistant Professor, Department of Urology, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Andrew H. Foster, M.D., Assistant Professor of Surgery, Division of Thoracic and Cardiovascular Surgery, Department of Surgery, University of Maryland School of Medicine, Baltimore, Maryland George L. Hicks, Jr., M.D., Associate Professor of Surgery, Chair, Division of Cardiothoracic Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York David A. Krusch, M.D., Assistant Professor of Surgery, Department of Surgery, University of Rochester Schoo! of Medicine and Dentistry, Roehester, New York Patrick C. Lee, M.D., Assistant Professor of Surgery, Director, Surgical Intensive Care Unit, Associate Direcor, Trauma, Associate Director, Burn Unit, Uni- versity of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York viii. KONTRIBUTOR Paul K. Maurer, M.D., Assistant Professor of Surgery. Neurological Division. University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Mark S, Orloff, M.D., Assistant Professor of Surgery, Section of Transplantation, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Kenneth Ouriel, M.D., Associate Professor of Surgery, Department of Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Peter J. Papadakos, M.D., Co-Director, Critical Care Medicine, Senior Instructor of Anesthesiology. University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York James L. Peacock, M.D., Assistant Professor of Surgery and Oncology, Depart- ment of Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Clay E. Phillips, M.D., Clinical Associate Professor of Surgery, Department of Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Webster H. Pilcher, M.D., Assistant Professor of Surgery, Neurological Division, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Alan I. Reed, M.D., Assistant Professor of Surgery, Director, Liver and Pancreas Transplantation, Department of Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Randy N. Rosier, M.D., Professor of Orthopaedics, Oncology, and Biophysics, Department of Orthopaedics, University of Rochester School of Medicine and Dentisiry, Rochester, New York Harry C, Sax, M.D., Assistant Professor of Surgery and Director, Adult Nutrition- al Support, Department of Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York David B. Schwartz, M.D., Ph.D., Instructor in Medicine, Cardiovascular Division, Vascular Medicine Unit, Brigham and Women's Hospital, Harvard University Medical School, Cambridge, Massachusetts Seymour I. Schwartz, M.D., Professor and Chair, Department of ‘Surgery, University of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York Joseph M. Serletti, M.D., Assistant Professor, Division of Plastic Surgery, Univer- sity of Rochester School of Medicine and Dentistry, Rochester, New York aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 1 Respons Endokrin dan Metabolik Terhadap Luka - Respons dari sistem neuroendokrin, pelepasan substansi mediator, dan perubahan dalam sel dan metabolisme intermediari dihubungkan dengan besar, lama dan sifat dari luka. Meskipun hingga kini cara kerja respons-respons tersebut belum di- ketahui dengan lengkap, namun pola yang diduga sebagai cara kerjanya telah di- observasi. Pola ini muncul dalam sistem jaringan yang melibatkan aksis hipofisis- hipotalamus, sistem saraf otonom, hormon-hormon klasik, substansi mediator de- ngan kerja kelenjar lokal (parakrin) dan sistemik (endokrin), hasil produk endotelial pembuluh darah dan molekul interselular pendampingnya. Cuthbertson dan rekan-rekan melukiskan suatu kerangka kerja yang berguna tentang respons metabolik terhadap luka pada pasicn yang dibagi menjadi fase pasang dan fase surut (lihat Gambar 1-1). Fase surut berhubungan dengan akibat segera pada luka yang menurunkan pengeluaran energi sisa. Pada fase surut ada penurunan volume darah (misalnya perdarahan), volume plasma (misalnya luka bakar), dan/atau kehilangan volume sirkulasi yang efektif (misalnya kehilangan ruang ketiga akibat trauma pada jaringan). Perubahan-perubahan ini dapat meng- hasilkan pembentukan sekuestrum sel atau syok. Kehilangan ketahanan pembuluh darah diindera oleh baroreseptor dan reseptor teregang, lalu merangsang aliran saraf melalui sistem saraf simpatik dan mengaktifkan katekolamin, vasopresin arginin dan melepas angiotensin II. Pelepasan hormon dimodulasi (Tabel 1-1). Fase pasang berhubungan dengan periode kompensasi, yang meningkat pada laju meta- bolik, aktivasi enzim ‘yang dihubungkan dengan produksi glukosa, dan akibat pemulihan volume darah, rangsangan sistem imun dan produksi reaktan fase akut hepatik dan molekul intraselular pendamping yang disebut protein syok panas. Lebih lanjut, jika sistem kompensasi unggul, pelepasan energi dikurangi dan meta- bolisme berpindah labih jauh ke lintasan anabolik. Luka menyembuh, kapiler dibangun, jaringan dibentuk lagi dan penyembuhan secara fungsional terjadi dalam waku yang lebih lama. RANGSANGAN Ada beberapa rangsangan primer umum terhadap refleks neuroendokrin, antara lain perubahan volumé sirkulasi'yang efektif, perubahan oksigen, karbon dioksida, atau konsentrasi ion hidrogen, nyeri, rangsangan emosional seperti takut dan khawatir, substrat energi, temperatur dan bahkan luka itu sendiri. Tanda utama yang mengawali respons neuroendokrin terhadap luka adalah hipovolemia dan nyeri. Respons hormon menyebar dan tergantung pada refleks- refleks yang dengan tepat diaktifkan oleh saraf aferen. Meskipun inisiasi refleks aktivitas simpatis yang meningkat mungkin timbul pada tingkat medulla atau saraf aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. RESPONS ENDOKRIN DAN METABOLIK TERHADAP LUKA 5 (y qeq z661 ines am ‘erydjep -enlig Po “ABojoussopuz jo yOOgNeL SWIM ‘MC 19180.4 ‘GP YOSIAA WEJEp ‘oULOY seULiO} depeWial snaUeb josIUOy ‘4 JeUEgeH “UEP UIzies UeBVEC) © Ulajoid yoo ueyBuesedip yedep GueA uol uesnjes 6ueqies njuid je\6ued ynseue} soIdeses soAew sejex eONIaD “epeqieg GuBA eseUy Ule|o1d LENNIE -Guew yedep eAuueini6 eped vep ‘enpay uesad emequied UemseyGuaw Buek wizue ipefuew redep 1042) ujaidid Yat0 (3) Jopyay9 jnyelow LexYestU ew yun Buesedy {) s0\daser eped jeyue) Bued enpey sejey “Wje}oud IsejU0js0) BUEsGuBJEW eseuP ud eBeqes yepujieq Bued jos ueeyNuEd joxdesa1 eped Jesu ‘uljnsu meds ‘ueunquinued 101ye} NeAUER “eIIWSUELIOINEU UR UOUNOY yniUN epe EUBA Jo}dese. UBIquIaW JOKeW Seay BBL. “E1°ED ISEIN0}S0} UOU IseIPEYY SEHADIY ISeIU0}80,4 |SEIPOW SELAIAY. a ASU UIC ounuy wesy uep urpue|Beysoig uep ueynquinued 207783 JoyWSUENOINEN —-_-seywSUBNOINEN ‘epnded ‘uynsut yeqBusd vol ueinyes ye"Buod 9 UPId Sueqo6 mua uebuesey soidesoy «SUN JOWdosoy SION aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. RESPONS ENDOKRIN DAN METABOLIK TERHADAP LUKA 9 Kinin-kalikrein adalah suatu vasodilator kuat yang meningkatkan permeabilitas kapiler, menyebabkan edema, membangkitkan nyeri, meningkatkan resistensi bron- kial, menaikkan clearence glukosa, dan terlibat dalam regulasi cairan dan elcktrolit. Serotonin, atau S-hidroksitriptamin, yang ditemukan dalam trombosit, menyebab- kan vasokonstriksi dan agregasi trombosit, dan dilepaskan pada jaringan yang ter- luka. Histamin, yang dilepaskan dari saraf, sel-sel mukosa gaster, sel mast, basofil dan trombosit, menimbulkan perubahan pada sekresi gaster, frekuensi denyut jantung dan fungsi imunologik tergantung tipe sel reseptor. Pelepasan histamin ter- jadi bersamaan dengan sepsis, endotoksemia dan sesudah syok hemoragik. Peranan zat ini sesungguhnya dalam respons sistemik terhadap luka belum dapat dipastikan. Produk Sel Endotelial Zat-zat yang diuraikan oleh sel-sel endotelial memiliki waktu paruh yang sangat singkat. Hal ini terutama memberi kesan adanya peranan parakrin. Peranan utama zat-zat derivat endotelial diyakini dapat mengendalikan vasomotor Jokal. Zat-zat ini termasuk nitrit oksida, endotelin, prostaglandin, fakior pengaktif trombosit, dan peptida natriuretik atrial. (Gambar 1-4 dan 1-5). Nitrit Oksida (NO) bertanggung jawab terhadap efek vasodilator dari faktor relaksing derivat endotelial (EDRF). Bentuk NO tergantung pada keadaan arginin- L dan dilepaskan oleh banyak tipe sel di samping endotel. Aksi vasodilator NO di- tanggapi oleh vasokonstriksi endotelin yang kuat. Sebagai respons terhadap luka, endotel vaskular meningkatkan sekelompok peptida asam amino yang disebut endotelin. ET-1, yang mungkin merupakan ben- tuk paling aktif secara biologi, adalah sepuluh kali lebih kuat daripada angiotensin Il. Peningkatan endotelin serum ditemukan berkorelasi dengan parahnya luka pada pasien setelah mengalami trauma besar, operasi, syok kardiogenik, dan sepsis. Aktivitas primer yang bersifat lokal. Sel endotelial secara dominan mensintesis prostasiklin dan prostaglandin E2 yang meningkatkan vasodilatasi dan agregasi trombosit. Faktor Aktivating Trom- bosit (PAF), suatu unsur fosfolipid membran sel, yang merupakan suatu mediator yang memungkinkan hemodinamik dan efek metabolik endotoksin. Pemberian antagonis reseptor PAF spesifik pada sepsis dan syok hemoragik memperbaiki harapan hidup pada percobaan di laboratorium. Peptida natiu-retik atrial atau faktor-faktomya dilepaskan oleh SSP (susunan saraf pusat) dan atrium sebagai respons terhadap distensi bilik dan menghambat sekresi aldosteron. Peranan ANP pada respons setelah luka masih belum jelas. Produk-Produk Intraselular Protein syok panas (HSP) merupakan suatu kelompok protein yang sangat sering digunakan dan dianggap sebagai pendamping molekul. Dinamakan demikian sebab eks-presi yang ditimbulkan sesudah rangsangan panas pada penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa protein-protein ini memainkan suatu peranan yang kritis dalam mempertahankan se! terhadap dampak stres. Sifat alamiah dan signifikan secara keseluruhan dari HSP dalam berespons terhadap luka belum diketahui. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. RESPONS ENDOKRIN DAN METABOLIK TERHADAP LUKA 13 Oleh karena itu peningkatan ekskresi nitrogen dalam urin sesuai dengan katabo- lisme otot rangka. Nitrogen dalam urin yang keluar setelah luka sebanding dengan parahnya luka. Secara normal, nitrogen diekskresikan dalam urin kurang lebih 13 g per hari; namun setelah luka jumlah ini dapat meningkat sampai 50 g/hari. Hal ini berhubungan dengan kehilangan kira-kira 300 g/hari pada otot rangka. Glutamin yang terutama digunakan selama keadaan katabolik. Kegagalan dalam memenuhi peningkatan kebutuhan glutamin selama kondisi ini berpengaruh pada patogenesis translokasi bakterial dan sindrom gagal organ multipel. Keseiinbangan antara asupan nitrogen dan pengeluaran nitrogen secara normal sedikit positif pada orga- nisme yang tidak stres. Pemberian kalori dan protein eksogen miempercepat per- ubahan fase pada luka. Penyembuhan |uka membutuhkan lebih banyak vitamin A dan C, juga seng, thiamin, dan riboflavin. Cairan dan elektrolit diatur oleh mekanisme ginjal. Penurunan awal pada aliran darah ginjal menimbulkan resorpsi garam dan air. Perubahan aldosteron dan sekresi renin menyebabkan air dan garam diresorbsi dalam suatu kcadaan isotonik. Ter- jadinya hiponatremia sesudah operasi biasanya berhubungan dengan pemberian cairan hipotonik. Volume darah diperbaiki oleh cairan isotonik eksogen dan perpindahan endo- gen cairan interstitial ke dalam volume efektif sirkulasi. Turunnya tekanan kapiler OTOT RANGKA Protein otot ‘Asam-asam amino 3 “on 38.1-6. Pada keadan katabolik. Peningkatan proteolisis oto! rangka menyebabkan pengeluaran terutama alanin dan glutamin. Konsumsi asam amino ini oleh organ-organ viseral menghasilkan urea dan amonia dan melepaskan nitrogen (Dengan izin dari: Souba WW, Smith RJ, Wilmore DW: JPEN 9:612, 1985) aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. CAIRAN, ELEKTROLIT, DAN PEMBERIAN MAKANAN 17 yang bisa terjadi setiap saat. Terapi segera pasien hiperkalemia akut membutuhkan pemberian 1 ampul natrium bikarbonat (55 meq), 10 unit insulin regular, dan 1 ampul DsW (25 g) secara intravena, hal ini untuk sementara akan mendorong kalium ke dalam sel. Kalsium glukonat intravena (1 g) tidak akan merendahkan ‘kadar kalium secara langsung, tetapi menurunkan pengaruhnya terhadap jantung, dan dapat mencegah terjadinya aritmia. Pada situasi akut yang jarang, Kayexalate, suatu pengikat resin, dapat diberikan secara oral atau enema. Jika tindakan yang lain gagal juga, maka dialisis merupakan jalan terakhir pengobatan. Peranan utama kalsium adalah kontraksi otot dan transmisi neurologik melalui retikulum sarkoplasmik. Penyebab hipokalsemia antara lain hipoparatiroidisme, biasanya merupakan sekuele operasi leher atau tiroid; alkalosis akut, yang menu- runkan ionisasi atau porsi aktif kalsium; pankreatitis, akibat sekuestrasi kalsium dengan nekrosis lemak; dan gangguan gastrointestinal yang parah, terutama pada pasien dengan sindrom short-gut dan diare. Pada kasus syok hipovolemia akut, tranéfusi darah dapat mengikat kalsium bila EDTA digunakan sebagai pengawet, tetapi di sini darah harus diberikan dengan sangat cepat, lebih dari 500 ml dalam 10 menit, supaya bisa jelas terlihat secara klinis. Pada umumnya tanda hipokalsemia berupa kelainan neurologik, yaitu rasa baal di sekitar mulut, spasme karpopedal (tanda Trousseau), dan adanya iritabilitas pada otot masseter bila diketuk pada nervus fasialis (tanda Chovstek). Gambaran EKG pasien hipokalsemia akan menunjukkan perpanjangan lambat interval QT. Pada keadaan ekstrim kekurangan kalsium, dapat timbul kejang. Pasien dengan gejala yang jelas diberikan 1 g kalsium glukonat secara perlahan-lahan. Tergantung pada penyebabnya, terapi jangka panjang terdiri atas pemberian vitamin D dan kalsium secara oral. Tidak jarang terjadi defisiensi magnesium pada pasien-pasien yang menderita hipokalsemia; hal ini harus juga diperiksa. Karena tersedianya pemeriksaan penyaring yang luas, maka semakin banyak kasus hiper- kalsemia dapat terdeteksi pada pasien-pasien asimptomatis. Penyebab primer hiperkalsemia adalah hiperparatiroidisme dan metastasis tulang, terutama dari payudara, paru-paru dan kanker prostat. Sindrom alkali-susu disebabkan oleh iatrogenik. Kebanyakan pasien yang menderita hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme tidak menimbulkan gejala atau hanya terdapat sedikit perubahan status mental yang tidak Khas, seperti kelelahan dan sakit kepala. Gangguan gastrointestinal terdiri atas nausea, muntah, kehilangan berat badan, dan haus. Pasien-pasien dengan metastasis tulang sering menderita nyeri tulang. Ada- nya batu ginjal sering ditemukan pada pasien dengan hiperparatiroidisme primer. Ungkapan “batu, tulang, gangguan gastrointestinalisme dan keluhan mental” merupakan alat mnemonik untuk mengumpulkan secara akurat gejala-gejala pasien hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme. Bila terjadi hiperkalsemia akut,.terapi segera dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium mclalui pemberian diuretika seperti furosemid, Sesudah suatu jangka waktu yang panjang, mitramisin dan ste- roid bisa bermanfaat, meskipun efeknya belum terlihat sampai beberapa hari. Pada pasien-pasien yang terbukti hiperparatiroidisme, baik primer maupun sekunder dari gagal ginjal, paratiroidektomi harus dipertimbangkan. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. CAIRAN, ELEKTROLIT, DAN PEMBERIAN MAKANAN 21 terutama dengan alat selang nasogastrik kecil yang canggih. Dengan memasukkan selang ini melalui pilorus ke dalam duodenum, masalah atonia lambung dapat ter- atasi, Berdasarkan pengalaman kami, dengan pemberian 10 mg metaklopromid sebagai suatu bolus IV sebelum insersi selang berukuran kecil (8Fr) maka intubasi pilorik secara spontan dapat berhasil baik pada lebih dari 80% pasien. Pemberian makanan secara enteral melindungi mukosa usus. Makanan enteral sangat tepat bagi penderita luka bakar, dimana pemanfaatan usus dengan segera dapat menu- runkan laju metabolisme, juga bagi pasien dengan trauma kepala atau katastrofi neurologik mayor, penyakit paru-paru dan fraktur tulang panjang multipel. Risiko terbesar dari pemberian makanan enteral adalah adanya aspirasi makanan. Pasien- pasien dengan saluran napas yang tidak terlindungi harus diberi makan langsung ke pilorus atau melalui suatu gastrostomi atau jejunostomi. Ringkasan jenis-jenis dasar makanan yang diberikan melalui selang tertera dalam Tabel 2-4. Salah satu kemajuan dalam perawatan pasien-pasien bedah pada 20 tahun ter- akhir ini adalah kemajuan dalam makanan parenteral total (TPN). Hal ini merupa- kan penyelamat dari banyak kondisi yang sebelumnya fatal. Khasiat TPN telah di- perlihatkan khususnya pada sindrom short-gut, akibat kecelakaan yang mengenai pembuluh darah atau defek kongenital; penyakit usus halus intrinsik; sklerosis sis- temik (skleroderma) dengan melibatkan traktus gastrointestinal; dan pemanjangan ileus yang merupakan akibat sekunder trauma dimana pemberian makanan secara enteral tidak berhasil. Penggunaan TPN pada pasien dengan kakheksia akibat kanker merupakan kontroversi. Tanpa terapi lain dalam bentuk radiasi, kemoterapi, atau pembedahan, TPN hanya dapat melayani kebutuhan makanan tumor dan bukan pejamunya. Formulasi khusus asam amino yang menggunakan rasio asam amino yang berbeda telah menunjukkan khasiatnya pada penyakit gagal ginjal akut dan ensefalopati hepatik, meskipun biaya untuk formula khusus ini menyebabkan penggunaannya jadi terbatas. TPN tidak harus segera diberikan pada pasien-pasien yang mengalami gangguan cairan maupun elektrolit yang berat sampai hal tersebut dapat diatasi malalui pertolongan yang biasa dilakukan. ABEL 2-3, Komposisi Cairan Parenteral (Kadar Elektrolit, meq/L) Baton —Aricn __ Osmotatitas, mo Larutan Na K Ca Mg Cl HCO; Cairan ekstraselular 42004 5 3 1037 280-310 Ringer laktat 130 4 3 _- 10928" 273 Natriumklorida9% = 154 — SH 308 NatiumkloridaDs4S% 77 — — — 7 — 407 Dsw = - = = = = 253 M(6 natrium laktat 67 — = = = 167 334 Natrium chlorida 3% 33 0- - SSB 1026 “Tersedia dalam larutan laktat yang dikonversi menjadi bikarbonat. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 24 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH insulin paling baik diberikan melalui tetesan yang kontinu karena kalori yang diberikan juga dalam basis: yang kontinu, mengingat absorpsi subkutaneus' tidak menentu. Meningkatnya intoleransi glukosa pada pasien-pasien yang sebelumnya euglikemia dan menerima TPN untuk waktu cukup lama menandakan adanya perkembangan sepsis. Vitamin-vitamin dan elemen mineral ditambahkan setiap hari untuk mencegah terjadinya defisiensi. Elektrolit dalam bentuk natrium, kalium, magnesium, kalsi- um, dan fosfor, ditambahkarr dan disesuaikan berdasarkan kadarnya dalam serum dan kehilangan yang akan diantisipasi. Sejumlah pasien tidak memiliki daerah permukaan absorpsi enteral yang dapat menyokong kebutuhan mereka. Dalam keadaan ini penggunaan infus TPN pada malam hari di rumah merupokan usaha penyelamatan hidupnya dan kebanyakan pasien-pasien ini dijjinkan untuk menggunakannya sebagai gaya hidup yang normal. Kateter yang dimasukkan ke dalam vena subklavia dan dikeluarkan jauh dari vena tersebut memungkinkan jalan masuk ke vena sentral untuk periode yang cukup lama dengan komplikasi infeksi yang lebih sedikit. Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Shires GT, Shires GT, III, Lowry SF: Fluid, + Electrolyte, and Nutritional Management of the Surgical Patient, Bab 2, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6, 25 3 Hemostasis BIOLOGI HEMOSTASIS Hemostasis adalah suatu proses kompleks yang mencegah atau membatasi kehi- langan darah dari ruang intravaskular, menyusun kerangka kerja fibrin untuk mem- perbaiki jaringan dan akhirnya mengenyahkan fibrin bila tidak dibutuhkan lagi. Empat kejadian fisiologis mayor berpartisipasi dalam proses ini. Konstriksi vaskular. Hal ini merupakan respons awal terhadap luka, bahkan pada tingkat kapiler sekalipun. Vasokonstriksi mendahului perlekatan trombosit, sebagai suatu respons refleks terhadap berbagai rangsangan. Sesudah itu membehtuk platelet plug (penyumbat tombosit) dan fibrin. Vasokonstriktor tromboksan A (Tx Az) dan serotonin dilepaskan selama agregasi trombosit. Faktor-faktor fisik lokal, termasuk luas dan orientasi luka terhadap pembuluh darah, dapat pula mem- pengaruhi derajat perdarahan, Fungsi Trombosit. Jumlah normal trombosit adalah 150.000-400,000/mm*, dengan lama hidup rata-rata 10 hari. Peranannya dalam hemostasis melalui dua proses. Hemostasis primer merupakan suatu proses reversibel yang tidak terpengaruh pada pemberian heparin. Trombosit melekat ke kolagen subendotelial jaringan pembuluh darah yang rusak. Proses ini membutuhkan faktor von Willebrand (vWF), suatu protein yang secara kongenital tidak diturunkan pada penyakit von Willebrand. ‘Trombosit menyebar dan mulai bereaksi, menangkap trombosit-trombosit tam- bahan. Hasil agregasi membentuk suatu plug (penyumbat), menutup pembuluh darah yang rusak. ADP, TxAz, dan serotonin merupakan mediator yang utama dalam proses ini. Lawan dari mediator tersebut adalah prostasiklin, EDRF, dan PGE2, yang merupakan vasodilator dan menghambat agregasi. Proses kedua yang merupakan reaksi trombosit yang ireversibel, melibatkan degranulasi fibrinogen- dependent. Trombosit faktor 3 (PF) dilepaskan, bereaksi di beberapa titik dalam proses koagulasi. Mediator dalam trombosit, lebih lanjut juga mempengaruhi proses fibrinolitik. Koagulasi. Koagulasi mengarah pada suatu rentetan aktivasi zimogen yang pada akhirnya menghasilkan pembelahan fibrinogen menjadi fibrin tidak larut yang menstabilkan plug trombosit. Jalur intrinsik dimulai dengan pelepasan faktor-faktor koagulasi ke kolagen subendotelial pada bagian pembuluh darah yang rusak. Jalur ekstrinsik diaktivasi oleh faktor jaringan (glikoprotein). Kedua jalur bertemu pada faktor X aktif (Xa), yang bekerja menguraikan protrombin menjadi trombin. Semua faktor-faktor koagulasi kecuali tromboplastin, faktor VII] dan Ca disintesis di hati. Faktor Il, VII, IX dan X tergantung pada vitamin K. Fibrinolisis. Kekuatan pembuluh darah dipertahankan oleh lisis deposit fibrin dan oleh antitrombin III (yang menetralisir beberapa protease dalam komponen kecil- kecil). Fibrinolisis tergantung pada plasmin, yang berasal dari prekursor protein 26 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH plasma plasminogen. Plasmin melisis fibrin, fragmen yang turut berperan dalam agregasi trombosit. PEMERIKSAAN TERHADAP HEMOSTASIS DAN KOAGULASI DARAH Bagian yang terpenting dari penilaian ini adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pertanyaan-pertanyaan yang spesifik harus ditanyakan untuk memasti- kan jika ada: Riwayat transfusi sebelumnya. Perdarahan yang buruk selama suatu prosedur pembedahan besar. Terjadi perdarahan sesudah suatu operasi minor. © Terjadi perdarahan spontan. e Ada riwayat keluarga dengan kelainan perdarahan. Anamnesis harus pula meliputi daftar obat-obatan dan gangguan keschatan yang mendasar (keganasan, penyakit hati atau ginjal) yang mungkin berpengaruh pada hemostasis normal. Penelitian laboratorium juga memberikan petunjuk pen- ting akan kemampuan hemostasis. ‘Hitung trombosit Perdarahan spontan jarang terjadi bila jumlah trombosit lebih dari 50.000/mm3. Jumlah trombosit ‘dalam batas ini biasanya cukup adekuat untuk mengadakan hemostasis setelah terjadi trauma atau proscdur pembedahan jika faktor hemostasis yang lain normal. Masa perdarahan Penilaian ini untuk mengetahui interaksi antara trombosit dan pembuluh darah yang rusak dan pembentukan plug trombosit. Defisiensi jumlah trombosit, fungsi trombosit, atau beberapa faktor koagulasi akan menyebabkan masa perdarahan yang panjang. Masa protrombin (PT) Pemeriksaan ini untuk menilai jalur ekstrinsik koagulasi darah. Tromboplastin, suatu prokoagulan, ditambahkan bersama kalsium ke dalam suatu aliquot plasma sitrat lalu masa pembekuan dihitung. Pemeriksaan ini akan mendeteksi adanya defisiensi faktor II, V, VII, atau X, atau fibrinogen. Masa tromboplastin parsial (PTT) Merupakan saringan terhadap jalur pembekuan intrinsik, pemeriksaan PTT ini akan menunjukkan abnormalitas pada faktor VIII, IX, XI, atau XII. Pemeriksaan ini memiliki suatu sensitivitas yang tinggi; hanya defisinsi’ yang sangat ringan dari faktor VIII atau IX saja yang bisa luput. PTT di- lakukan bersama dengan PT dapat membantu mengetahui adanya kelainan pem- bekuan pada stadium pertama atau kedua dari proses pembekuan. Masa trombin Pemeriksaan saringan ini mendeteksi kelainan fibrinogen dan akan mendeteksi pula antikoagulan dalam sirkulasi dan penghambat antikoagulan. Pemeriksaan fibrinolisis Hasil degradasi fibrin dapat diukur secara imunologik. Hasil positif palsu (lebih besar daripada 10 mg/mL) dapat ditemukan pada penyakit hati, ginjal, gangguan tromboemboli, dan kehamilan. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. HEMOSTASIS 29 hari pertama dan kemudian mempertahankan jumlah 20% dalam plasma selama kurang lebih 10 hari. Aktivitas plasma harus dimonitor selama waktu terapi. Peningkatan antibodi tampak pada kira-kira 10% pasien. Penyakit von Willebrand Penyakit von Willebrand terdapat pada 1 dari 1000 orang. Bentuk parah penyakit ini secara klinis lebih jarang ditemukan. Kelainan ini biasanya diturunkan sebagai suatu kelainan autosom dominan, tetapi ada juga yang resesif. Ciri khas penyakit ini adalah adanya abnormalitas vWF dan penurunan jumlah faktor VIII:C (pro- koagulan) aktif, yang bertugas memperbaiki kelainan pembekuan pada hemofilia A. Ciri khas pasien dengan penyakit ini mempunyai masa perdarahan yang pan- jang, namun kurang konsisten dibandingkan dengan berkurangnya faktor VIII:C. Pasien tertentu dapat mempunyai masa perdarahan yang abnormal pada suatu keadaan dan masa perdarahan normal pada keadaan yang lain. Ristocetin gagal me- nyebabkan agregasi trombosit pada kurang lebih 70% pasien dengan penyakit ini. Manifestasi klinis Manifestasi klinis biasanya minimal, sampai terjadi trauma atau pembedahan yang memunculkan gejalanya. Perdarahan spontan sering terbatas pada kulit atau membran mukosa. Epistaksis dan menorhagia relatif sering terjadi. Perdarahan serius setelah operasi minor tidak jarang terjadi. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ditujukan pada perbaikan masa perdarahan dan faktor VIII R:WF (faktor von Willebrand). Hanya kriopresipitat yang efektif (10-40 unit/kg setiap 12 jam). Pemberian terapi pengganti ini harus dimulai | hari sebelum operasi dilakukan, dan lamanya terapi harus sama dengan yang diuraikan pada hemofilia klasik. KELAINAN HEMOSTASIS YANG DIDAPAT Abnormalitas Trombosit Trombositopenia, merupakan kelainan trombosit yang paling umum terjadi pada pasien pembedahan, mungkin akibat kehilangan darah secara masif, pemberian obat-obatan, atau suatu variasi dari proses penyakit. Trombositopenia yang diin- duksi oleh heparin dilaporkan terdapat pada 0,6% pasien-pasien yang menerima heparin dan diperkirakan akibat reaksi imun. Jumlah. trombosit paling rendah muncul sesudah 4-15 hari terapi inisial dan sesudah 2-9 hari pada pasien yang men- dapat terapi lanjutan. Kelainan pada jumlah trombosit bisa juga disertai olch kelainan fungsinya. Uremia mempengaruhi masa perdarahan dan agregasi trombosit. Kelainan pada agregasi dan sekresi trombosit terlihat pada pasien-pasien dengan trombositopenia, polisitemia, atau mielofibrosis. Penatalaksanaan Jumlah trombosit yang lebih besar daripada 50,000/mm’ tidak membutuhkan terapi yang khusus. Trombositopenia yang berhubungan dengan alkoholisme, efck obat, atau infeksi virus umumnya, akan dapat dikoreksi dalam aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. HEMOSTASIS 33 dari 48 jam sebelum reaksi silang boleh digunakan. Transfusi darurat dapat dilaku- kan dengan menggunakan darah golongan O. Jika telah diketahui bahwa golongan darah calon resepien adalah AB, maka golongan darah A lebih diutamakan. Darah lengkap yang segar (fresh whole blood) Istilah ini menunjukkan pada darah yang diberikan dalam 24 jam setelah pengambilannya. Sel darah merah biasa dan sel darah merah beku Sel darah merah mengandung kira-kira 70% volume darah lengkap. Penggunaan sel darah merah beku secara nyata menurunkan risiko pemasukan antigen kepada pasien yang sebelumnya telah tersensitisasi. Viabilitas sel darah merah ditingkatkan dan ATP maupun konsentrasi 2,3-DPG dipertahankan. Konsentrat trombosit Transfusi trombosit sebaiknya digunakan untuk: © Trombositopenia akibat kehilangan darah masif yang digantikan dengan darah simpanan ‘© Trombositopenia akibat produksi yang tidak adekuat @ Gangguan kualitatif trombosit. Isoantibodi tampak dalam kira-kira 5% pasien sesudah 1-10 kali transfusi, 20% sesudah 10-20 kali transfusi, dan 80% segudah lebih dari 100 kali transfusi. Trom- bosit yang sesuai HLA mengurangi masalah ini. Plasma beku segar (FFP) dan volume expanders Faktor V dan VIII membutuhkan plasma supaya tetap segar atau plasma beku yang segar untuk mempertahankan aktivitasnya. Risiko terhadap hepatitis sama dengan transfusi darah lengkap atau- pun sel darah merah. Pada situasi darurat, larutan Ringer laktat dapat diberikan dalam jumlah dua atau tiga kali lipat darah yang diperkirakan hilang. Larutan dekstran atau Ringer laktat dengan albumin dapat digunakan untuk penggantian plasma secara cepat. Konsentrat Konsentrat antihemofilia dibuat dalam plasma dengan kekuatan 20 sampai 30 kali dibandingkan dalam plasma beku segar. Konsentrat faktor VIII yang paling sederhana adalah kriopresipitat plasma. Albumin dapat juga digunakan sebagai konsentrat (25 g mempunyai kescimbangan osmotik 500 ml), dengan keun- tungan bebas dari hepatitis. ‘TABEL 3-1, Petunjuk Penggantian Darah Persentasi total kehilangan volume darah Penggantian 20 Larutankristaloid 20-50 Kristaloid dan konsentrat sel darah merah (RBCs) Di atas 50 Kristaloid, RBCs, dan albumin atau plasma Perdarahan lanjut di atas 50 Kristaloid, RBCs, plasma beku segar (FFP), dan albumin atau plasma aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 37 4 Syok Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhinya berupa lemahnya aliran darah yang rherupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir (afterload)), dan kapasitas vena (beban awal preload). Tanda dan gejala klinis syok, yang paling banyak berkaitan dengan pasien yang menjalani pembedahan adalah hipovolemia. Pada pasien muda dan sehat, awal syok terlihat berupa suatu kegelisahan dan kekhawatiran akibat pelepasan kate- kolamin. Tanda klasik syok hipovolemia belum tampak sampai kehilangan 30% volume darah. Pada situasi ini, pasien umumnya mengalami hipotensi, takikardi, dan diaforetik. Pada bentuk syok yang lebih ringan, tekanan darah arterial dipertahankan oleh peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan takikardi ringan dalam usahanya untuk meningkatkan curah jantung. Hal ini menimbulkan pengecilan tekanan pulsasi. Karena jantung bekerja lebih keras, maka ia mengkonsumsi lebih banyak oksigen pula, schingga darah dipompa dari perifer menuju jantung dan otak. Bentuk hipovolemia yang ringan dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh melalui perpindahan cairan ekstraselular ke dalam ruang intravaskular dan menyebabkan hemodilusi. Proses ini berlangsung agak lambat. Sclama syok hemoragik yang cepat, hematokrit tidak akan berubah, karena begitu banyak darah yang keluar dan tubuh tidak mempunyai cukup waktu untuk memindahkan cairan ke tekanan os- motik yang lebih tinggi untuk menghasilkan hemodilusi. Perubahan biokimia yang secara jelas terjadi selama syok antara lain: reaksi hipofisis-adrenal terhadap stres; respons organ untuk menurunkan perfusinya; dan kegagalan fungsi organ. -Efek segera dari hipofisis adalah peningkatan simpatis dan hormonal melalui pelepasan katekolamin dan kortisol. Hal ini menyebabkan respons terhadap kese- imbangan negatif nitrogen yang terkenal dan retensi natrium dan air, Sesudah waktu yang lebih lama, keadaan laju aliran yang lambat menghantarkan volume darah dan oksigen yang tidak adekuat ke jaringan perifer. Dengan demikian ter- jadilah metabolisme anaerob mutlak yang menghasilkan asam laktat, dan_per- geseran pH intraselular. Pada kenyataannya, pH perifer, yang dapat dimonitor lewat gas darah, tidak merefleksikan derajat asidosis selular pada awal syok. Meluasnya kegagalan organ tergantung pada lama dan parahnya syok. Bisa saja hanya sederhana seperti gagal ginjal ringan akibat hipovolemia transien, atau dapat berat seperti gagal organ multipel yang mengarah pada kematian. Penyebabnya secara keseluruhan masih tidak jelas, meskipun hubungannya tampak seperti di- besar-besarkan, kenyataannya hanyalah kehilangan mekanisme hemostasis nor- mal terhadap respons peradangan selama tubuh berusaha mengkompensasi pengu- rangan volume sirkulasi. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. syoK 39 FAKTOR KONTRIBUSI \ PERTUKARAN GAS PARU-PARU I Ya Normal YQ Normal CAMPURAN ARTERIAL Poe (Pao2) GB. 4-1. Diagram yang menunjukkan rasio ventilas/pertus| (W/Q) yang abnormal. mulanya akan memperlihatkan suatu penurunan Pcoz dimana mereka mengalami hiperventilasi dalam usahanya untuk memperbaiki oksigenasinya. Patofisiologi ARDS berupa terdapatnya kegagalan dalam menyediakan volume residu paru-paru yang efektif. Hanya sedikit udara yang tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi normal karena diganti oleh cairan. Tidak adanya peningkatan oksigenasi perifer walaupun tersedia 100% oksigen inspirasi tidak hanya meng- ungkapkan bahwa ini merupakan masalah difusi tetapi juga memastikan adanya anastomosis. Hal ini memperlihatkan adanya suatu kegagalan dalam mekanisme respons normal. Pada paru-paru normal, bila alveolus tersumbat oleh lendir, penu- runan tekanan oksigen sisa menyebabkan vasokonstriksi pada kapiler yang mela- yani alveolus tersebut, dengan demikian akan menghindari terjadinya perfusi pada alveoli yang tidak berventilasi. Tetapi pada ARDS terbentuk anastomosis yang berpengaruh. (Gambar 4-1 dan 4-2). Penyebab ARDS merupakan hal yang menarik dalam penelitian. Ada berbagai penyebab (Tabel 4-1); namun, semuanya mempunyai titik akhir yang sama: sin- drom kebocoran kapiler terhadap tekanan pengisian normal dengan ventilasi/per- fusi yang tidak sebanding. Penatalaksanaan sindrom ini ditujukan pada usaha membantu pasien dalam mengatasi gejalanya. Intubasi dan ventilasi mckanik harus dipertimbangkan scjak awal, terutama jika Pag turun menjadi kurang dari 65 mmHg. Efek ventilasi mekanik bertujuan meningkatkan kapasitas residu fungsional melalui peningkatan 40 INTISAR! PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH il Vo" ! Va® not o nome! W280 ae y @ «nol noma} %o* "0! GB. 4-2, Diagram yang menunjukkan ventilasi dain perfusi yang tidak sebanding, ‘TABEL 4-1. Gangguan yang berhubungan dengan (Penyebab) ARDS ‘Sumber luka melalui darah atau pembutuh darah Trauma(jaringan lunakatau tulang)’ Overdosis obat: Sepsis Heroin, metadon, Emboli lemak ethchlorvynol, asam Pankreatitis asetisaiisilat, propoksifen Syok Reaksiidiosinkrasi obat Transtusi muttipe!: Purpura trombotik ‘Mikroemboli trombositopenia Reaksi leukoaglutinin Leukemia Koaguiasi intravaskular diseminata (DIC) Emboli udara dalam vena Luka bakar pada permukaan kulit ‘Trauma kepata Tuberkolosis miliar Paraquat PintasKardiopulmonarhemodialisis Sumber melalui udara atau inhalasi ‘Sumber langsung atau fisik Aspirasiisi lambung" Kontusio paru-paru Premonia infeksi yang difus: Radiasi Virus, mikoplasma Berada pada ‘tempat yang sangat tinggi Legionnaires, pnemos' Nyaris tanggelam tritasi gas inhalasi: NO2, Clz, Sz, NH Inhalasi asap KeracunanO2 * Penyebab ARDS umumnya syok 41 volume tidal dan pengadaan tekanan ekspirasi akhir yang positif (positif end expi- ratory pressure (PEEP). Hal ini akan menyebabkan alveoli kolaps atau kolaps sebagian dan dapat memperbaiki ketidakseimbangan ventilasi atau perfusi. PEEP bukanlah sama sekali tidak berbahaya. Kadar diatas 20 cm H2O mengakibatkan tension pneumotoraks. Pasien juga harus memaksimalkan kapasitas penghantar oksigennya dengan mempertahankan hemoglobinnya mendekati 10 g%. Tidak ada bukti bahwa diuretik akan membantu memperbaiki oksigenasi kecuali jika pasien itu juga mengalami kelebihan cairan. Antibiotik tidak diperlukan kecuali bila ada organisme yang berhasil dikultur dan pasien menunjukkan tanda-tanda sepsis pneu- monia. Pada akhimya, penyebab dasar ARDS, yang menimbulkan syok hipovole- mia atau sepsis yang tidak terobati, harus disembuhkan. TRANSPORT OKSIGEN Diskusi mengenai syok tidak lengkap tanpa membicarakan tentang pemeriksaan singkat transpor oksigen. Molekul hemoglobin menangkap oksigen dalam suatu konfigurasi sigmoid sepanjang kurva disosiasi oksigen-hemoglobin. Pada pasien normal kurva ini adalah 50% jenuh (Pso) pada tekanan oksigen 27 mmHg. Pening- katan terjadi dengan cepat diluar itu dan perpindahan ke arah kejenuhan penuh berlangsung diantara 70-80 mmHg. Kurva ini dapat bergeser ke kanan, pada kasus dimana oksigen lebih mudah dilepaskan dari darah. Pergeseran ke kiri pada kurva, menyebabkan oksigen terikat lebih kuat (Gambar 4-3). Pergeseran ke kiri berkaitan dengan penurunan P59. Peningkatan Pso atau pergeseran ke kanan lebih meng- untungkan. Bermacam-macam faktor mengubah afinitas hemoglobin oksigen. (Hal ini terlihat dalam Tabel 4-2). Senyawa 2,3-DPG berada dalam sel darah merah. Darah yang sudah disimpan lama dan diberikan pada waktu transfusi sering kali mengan- dung 2,3-DPG dalam jumlah sangat sedikit, disertai pula dengan penurunan Pso. TERAPI Terapi syok bertujuan untuk mengganti de larutan cairan isotonik dan darah. Terapi inisial sebaiknya menggunakan larutan Ringer laktat yang dialirkan melalui dua jalur intravena dengan jarum infus berdia- meter besar. Jika syok berlangsung lama, maka darah harus diinfuskan sementara sumber perdarahannya ditentukan. Asidosis yang timbul selama resusitasi syok merupakan indikasi tidak adekuatnya resusitasi dan harus diterapi dengan penam- bahan cairan, bukan bikarbonat. Tampaknya penggunaan larutan “koloid” seperti albumin tidak lebih menguntungkan daripada larutan kristaloid. Hipotensi diterapi dengan pemberian cairan terus menerus. Vasopresor tidak berperan dalam terapi syok hipovolemia, vasopresor berperan bila terjadi konstriksi lebih lanjut pada suatu keadaan vasokonstriksi yang sudah sangat parah dan perfusi perifer yang membutuk. Tampaknya penggunaan vasodilator merupakan pendukung awal untuk memperbaiki perfusi perifer selama syok berlangsung; meskipun demikian, kegu- naannya secara klinis belum terbukti bagi pasien. Walaupun penelitian terdahulu i yang terjadi melalui infus cepat dari 42 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH 100 (0-¥)0,, SATURASI OKSIGEN (%) 100 TEKANAN OKSIGEN (mm Hg) GB. 4-3. Kurva disosiasi oksigen-hemogiobin pada (A) normal, (B) posisi bergeser ke kanan, dan (C) posisi bergeser ke kiri. Nilai Pso menunjukkan posis! kurva sepanjang aksis horisonial dan me- -nyatakan besamya tekanan oksigen (dalam mmHg) yang dipertukan untuk menjenuhkan 50 per- ‘sen hemoglobin yang tersedia, dengan oksigen. Lihat sebagaimana kurva yang bergeser ke kiri. Perbedaan oksigen arteri-vena, (a-v)O3, hanya dapat dipertahankan oleh penurunan tekanan ok- sigen vena. (Diambil dengan izin dari: Shappell SO, Lenfant CJM. Anesthesiology 37:127, 1972) memperkirakan adanya pengurangan adenokortikoid selama syok hemoragik, namun pada pasien normal steroid tidak berpengaruh selama resusitasi. JENIS-JENIS SYOK YANG LAIN Membedakan syok hemoragik dari jenis syok yang lain seperti kardiogenik, neuro- genik ataupun sepsis merupakan hal yang penting. Dengan adanya pengukuran lang- sung terhadap curah jantung dan tekanan pengisian, perbedaan ini semakin jelas. Syok Kardiogenik Kebalikan dari syok hipovolemia, syok kardiogenik diakibatkan oleh kelebihan cairan yang masih dapat diatasi oleh jantung. Hal ini biasanya disebabkan oleh - gagalnya pompa primer dari kontraktilitas dinding otot yang hilang akibat iskemia kardiomiopati. Perbandingan tekanan pengisian pada pasien ini berbeda dengan pasien yang mengalami syok hemoragik, sangat tinggi. Meskipun demikian curah jantungnya tetap rendah. Tubuh akan berusaha mengkompensasi seperti yang terjadi pula pada syok hemoragik. Tahanan pembuluh darah perifer ditingkatkan. Pada kenyataannya, hal ini mungkin malah mempersulit karena memaksa jantung bekerja lebih keras. untuk memompakan isinya. Takikardi dapat terjadi, namun syok 43 TABEL 4-2. Faktor-faktor yang Mengubah Afinitas Hemoglobin/Oksigen Meningkatkan P59 Menurunkan P50 Melaluietek langsung Melalui efek langsung Peningkatan[H"} Penurunan[H?) suhu suhu Poo2 Pcoz 2,3-DPG, ATP 2,3-DPG, ATP kons Hb kons Hb Kekuatan lon Kekuatan fon Hemogfobin abnormal Hemoglobin abnormal Aidosteron Karboksihemoglobin Methemogiobin Melalui peningkatan 2,3-DPG Melatui penurunan 2,3-DPG Penurunan[H?} Peningkatan (HP) Hormon tiroid Penurunan hormon tiroid Delisiensi piruvat kinase Delisiensiheksokinase Peningkatan fostat inorganik Penurunan fosfat inorganik Umur sel (tua) Kortisol ‘Umur sel (muda) SUMBER: Diambil dari Shappell SD, Lenfant CJM: Adaptive, genetic andiatrogenic alterations of the oxyhemoglobin dissociation curve disosiasi. Anesthesiology37:127, 1971. jantung yang telah sakit tidak dapat selalu memberi respons. Pengiriman oksigen ke jaringan berkurang, dan ekstraksi meningkat. Pasien-pasien ini memberikan res- pons terhadap pemberian diuretika dan obat-obat inotropik yang meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan afterload (tahanan pembuluh darah sistemik), seperti dobutamin. Digitalis akan memperbaiki kontraktilitas dan dapat menurun- kan denyut ventrikel yang sangat cepat akibat fibrilasi atrium, sehingga dapat mem- perbaiki pengisian pada saat diastolik. Syok Septik Apa yang dinamakan syok panas adalah respons terhadap mediator, toksin yang dilepaskan oleh se! darah putih, selama sepsis. Berlawanan dengan syok hemo- ragik dan kardiogenik, maka pada syok septik, curah jantung meningkat bahkan sering sampai pada tingkat hiperdinamik. Tahanan pembuluh darah sistemik menu- run, mengakibatkan tekanan darah yang rendah. Ekstremitas pasien tampak hangat dan perfusinya baik. Karena disfungsi pada tingkat selular, bagaimanapun juga, ekstraksi oksigen terganggu, menyebabkan perbedaan oksigen arteri-vena menjadi kecil. Tanda-tanda lain infeksi termasuk hiperpireksia dan leukositosis membantu dalam menegakkan diagnosis. Terapi meliputi penemuan dan koreksi infeksi yang mendasarinya. Ekspansi volume dan obat-obat inotropik yang meningkatkan tahanan pembuluh darah sistemik membantu dalam terapi penyebab primer. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. syok 45 TABEL 4-3. Ciri-Ciri Perpedaan Jenis-Jenis Syok’t co SVR cvp PCWP A-VDO2 Homoragik 4 1 L L 1 Kardiogenik 4 T t tT t Septik tt 4 NLataus = NLataul L Spinal NL atau + db L Neataul | T atauNL Tension pneumotoraks + - t + t Embolisme pulmonal 4 7 tT t T Tamponade 4 t Tekanannya seimbang t “co, Curah jantung; SVR, Tahanan pembuluh darah sistemik; CVP, Tekanan vena sentral; PCWP, Tekanan desak kapiler pulmonal; A-VDO2, Petbedaan Ozarteri-vena (ekstraksi). + J, menurun; T, meningkat; NL normal. Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Shires GT III, Shires GT, Cartico CJ: Shock, Bab 4, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. INFEKSI 49 melancarkan aliran vena dan limfa, menghilangkan bengkak dan nyeri. Uap panas diberikan untuk meningKatkan aliran darah lokal dan mempercepat terbentuknya eksudat. . INFEKSI BEDAH YANG UMUM Selulitis adalah peradangan pada kulit dan jaringan subkutan yang biasanya di- sebabkan oleh Streptokokus hemolitikus Jenis infeksi ini umumnya nonsupuratif. Kulit tampak kemerahan, panas, dan indurasi. Limfangitis adalah variasi dari selulitis yang menunjukkan peradangan dari pembuluh limfatik dan secara klinis tampak garis-garis kemerahan sepanjang ektre- mitas. Streptokokus hemolitikus adalah organisme penyebabnya. Limfangitis d’ terapi dengan istirahat, imobilisasi, elevasi ektremitas dan pemberian antibiotik. Erisipelas merupakan penyebaran selulitis dan limfangitis dengan batas antara jaringan terinfeksi dan normal yang tidak jelas. Infeksi jenis ini diatasi dengan cara yang sama dengan limfangitis. Abses adalah pengumpulan nanah (pus) yang terlokalisir. Terapinya memerlu- kan insisi dan drainase cairan purulen. Antibiotik. dapat sebagai tambahan tapi bukan terapi primer. Impetigo ialah suatu abses kecil intraepitel yang multipel. Bakteri yang merupa- kan penyebab terseringnya adalah streptokokus dan stafilokokus. Furunkel adalah jenis abses yang lain. Abses ini terjadi pada kelenjar keringat atau sepanjang folikel rambut, dan umumnya lebih besar dari abscs impetigo. Karbunkel adalah pembesaran furunkel ke jaringan subkutan dibawahnya. Hal ini umumnya disebabkan Staphylococcus aureus, walaupun begitu organisma batang gram negatif dan streptokokus dapat juga ditemukan secara kebetulan. Bakteremia definisinya adalah terdapatnya bakteri dalam peredaran darah tanpa disertai tanda-tanda toksemia dan manifestasi klinis. Bakteremia biasanya transien dan kadang-kadang menghilang untuk beberapa saat. Sistem retiku- loendotelial melokalisir dan menghancurkan organisme ini dalam kondisi yang sesuai. Septikemia adalah suatu infeksi difus dimana bakteri dan toksinnya beracte dalam darah. Septikemia bisa langsung berasal dari invasi organisme ke dalar sirkulasi darah tapi, seperti peraturannya, itu adalah akibat sekunder dari adanya fokus infeksi dalam tubuh. Mekanisme masuknya bakteri ke dalam aliran darah ialah; (1) secara langsung melalui pembuluh darah yang terbuka, (2) terlepasnya emboli yang mengalami infeksi, dan (3) sekret limfatik yang terinfeksi ke dalam aliran darah. Toksemia definisinya adalah terdapatnya sirkulasi toksin dalam darah, walau pun mikrorganisme yang menghasilkan toksin mungkin tidak dijumpai. Toksemia biasanya berhubungan dengan infeksi oleh bakteri penghasil toksin seperti klostridia. Terserapnya toksin botulinum dan enterotoksin stafilokokus dapat menyebabkan toksemia berat tanpa infeksi apapun. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. INFEKS| 53 Aminoglikosida adalah bakterisida yang mempunyai kemampuan melawan bakteri gram-negatif dan positif. Cara kerjanya menghambat sintesis protein dengan mengganggu RNA messenger. Aminoglikosida bersifat nefrotoksik dan ototoksik. Selama pemberian sediaan ini kadar serum kreatinin dan bersihan kreatinin harus dimonitor secara teliti. Aminoglikosida bekerja sinergis terhadap antibiotik beta-laktam, seperti sefa- losporin dan karbenisilin, melawan Klebsiella dan Pseudomonas. Aminoglikosida merupakan obat yang terpilih diantara sediaan yang paling bernilai untuk infeksi yang mengancam kelangsungan hidup disebabkan bakteri enterik gram-negatif. Bermacam-macam strain bakteri gram-negatif telah berkembang. Umumnya, ami- kasin dan netilmisin dicadangkan untuk mengobati infeksi nosokomial yang berat yang disebabkan bakteri patogen gram-negatif. Polimiksin adalah polipeptida dasar yang cfcktif melawan Pseudomonas aeru- ginosa. Pemberiannya harus secara parenteral. Karena sifat toksiknya, yang terdiri dari parestesia, pusing, nefrotoksik, kesukaran bernapas, maka preparat ini umum- nya jarang digunakan sekarang. Linkosamida, khususnya klindamisin, terutama berguna untuk melawan infeksi anaerob. Infeksi gram-positif pada paru-paru dapat secara adekuat diterapi dengan klindamisin. Efek samping utama adalah kolitis pseudomembran, yang manifestasi klinisnya berupa diare berdarah yang merupakan akibat sekunder toksin nekrotizing yang dihasilkan oleh Closiridium difficile. C. difficile resisten terhadap klindamisin dan menjadi flora klostridrial yang predominan selama pemberian oral maupun parenteral. Vankomisin bersifat bakterisidal terhadap mikroorganisme gram-positif, ter- masuk stafilokokus, streptokokus, dan klostridia. Sediaan ini sangat berguna untuk mikroorganisme gram-positif yang multiresisten. Sediaan vankomisin oral baik un- tuk mengobati pertumbuhan Clostridium difficile yang berlebihan. Efek samping- nya utamanya adalah ototoksik. Disamping itu, waktu paruh serum vankomisin lebih panjang pada gagal ginjal. Metronidazol adalah antibiotik yang efektif melawan amuba, trikomonas, dan giardiasis. Cakupannya juga baik untuk organisme anaerob. Sediaan ini dapat mele- wati sawar darah-otak dan efekif mengobati abses otak. Metronidazol merupakan alternatif lain dari vankomisin untuk pengobatan C. difficile. Imipenem adalah karbapenem, yang merupakan antibiotik berspektrum terluas dari seluruh antibiotik beta-laktam yang ada. Dalam pemberiannya, sediaan ini dikombinasikan dengan kilastatin, yang menghambat metabolisme imipenem di tubulus ginjal, dan mencegah pembentukan senyawa nefrotoksik. Imipenem dapat digunakan sebagai pengobatan tunggal infeksi bermacam-macam bakteri, semen- tara itu antibiotik lainnya akan memerlukan kombinasi beberapa macam antibiotik. Quinolon adalah keluarga antibiotik bakterisidal dan bekerja dengan men; hambat sintesis DNA hanya dalam sel bakteri saja. Kerjanya aktif melawan bakte:i batang gram-negatif dan bakteri gram-positif. Tapi aktivitasnya buruk dalam mela- wan bakteri anaerob. Dari sekian banyak jenisnya, Ciprofloksin adalah yang paling sering digunakan. Terutama digunakan dalam infeksi saluran napas bawah, saluran kemih, dan jaringan subkutaneus kulit. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. INFEKS| 57 disebut juga enterokolitis pscudomembranosa. Kultur tinja memperlihatkan kultur mumi dari S. aureus. Penanggulangannya berupa penghentian antibiotik oral, pemberian vankomisin oral dengan pengawasan, dan tindakan penunjang. Penyele- saian penyakit ini tergantung dari tumbuhnya kembali bakteri flora normal. Peptokokus Peptokokus adalah stafilokokus anaerob yang ditemukan ditempat yang sama dengan bakteroides, Klostridia, dan basilus aerobik gram-negatif. Kelompok ini umumnya merupakan flora normal dan relatif nonpatogen. Dapat ditemukan pada luka infeksi, abses, dan septikemia karena sebab lain. INFEKS!I KLOSTRIDIUM Klostridia adalah mikroorganisme berbadan besar, gram-positif, berbentuk batang. Bersifat anaerob dan umumnya hidup di tanah dan traktus intestinal manusia serta binatang. Organisme ini menghasilkan eksotoksin yang menyebabkan pembusukan dan jaringan nekrosis, ciri yang klasik adalah adanya gas gangren. Clostridium per- fringens bersifat paling patogen dari kelompok ini. Bermacam toksin dihasilka oleh C. perfringens. Toksin paling penting yang dihasilkannya adalah lesitinase yang menyebabkan nekrosis dan hemolisis. Toksin lain yang turut meningkatkan pato- genitas C. perfringens, terdiri dari kolagenase, hialuronidase, dan deoksiribo- nuklease. Selulitis klostridial Selulitis ini bermanifestasi sebagai infeksi yang menyebab- kan gas dan krepitasi dalam kulit dan jaringan-jaringan subkutan. Selulitis ini berbau busuk dan mengeluarkan cairan seropurulen dari dalam dan celah luka. Biasanya, infeksi berkembang sepanjang bidang fasia tetapi tidak mengenai jaringan otot yang utuh dan sehat. Mionekrosis klostridial Infeksi ini bersifat sangat progresif, umumnya dikenal sebagai gas gangren. Ditandai dengan krepitasi dan edema jaringan lunak. Infeksi ini timbul sebagai Juka pada otot yang luas dan terkontaminasi oleh C. perfringens. Luka dengan perluasan yang sangat cepat merupakan ciri dari infeksi ini. Konta- minasi oleh tanah, pakaian, atau benda asing adalah faktor pencetus dari mio- nekrosis klostridia. Perjalanan infeksi_ memasuki jaringan yang tidak terluka di- timbulkan oleh hasil metabolisme bakteri itu. Ditemukannya gas gangren klostridia yang terjadi dari keseluruhan kejadian kurang dari 2%, meskipun 4% sampai 40% tuka mungkin terkontaminasi oleh klostridia. C. septicum adalah organisme lain yang dapat menyebabkan mionekrosis. tetapi terutama berhubungan dengan keganasan dan imunosupresi. Pada pasi¢ dengan mionekrosis klostridial atau sepsis dan tidak ada sumber infeksi dari lua sekum dan ileum bagian distal dapat dipertimbangkan sebagai tempat timbulnya keganasan. Penanggulangan infeksi klostridium meliputi tindakan debridemen dan drai- nase dini. Bila terjadi penundaan tindakan sedikitnya selama 24 jam, fatal akibat- nya. Insisi longitudinal yang multipel sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. INFEKSI 61 nyata bahwa infeksi tersebut bersifat anaerob. Lebih dari 90% abses intraabdominal atau infeksi pelvis pada wanita berhubungan dengan organisme anaerob. Bacteroides Organisme ini bersifat gram negatif dan anaerob. Bacteroides dapat menembus jaringan dan aliran darah. Serangan seperti diatas dapat terjadi pada pasien dengan penyakit kronis atau penyakit keganasan, atau tindakan yang berhubungan dengan sistoskopi dan pembedahan. Infeksi Bacteroides ditandai dengan demam yang meningkat tajam, ikterik, dan leukositosis. Pasien tua dan yang daya imunnya ditekan memiliki tingkat kematian yang tinggi bila terkena infeksi Bacteroides. Cirinya, terdapat bau busuk, eksudat purulenta yang merypa- kan indikasi sepsis anaerob. Pewarnaan Gram akan memperlihatkan organisme gram negatif dan sering tidak tumbuh pada sediaan kultur standar, Penatalaksanaan infeksi Bacteroides pada prinsipnya sama dengan infeksi pembedahan lain. Drainase dan eksisi jaringan nekrosis merupakan syarat utama. Pemberian antibiotik yang sesuai, termasuk penisilin G, jika sumber utama berasal dari orofaring. Klindamisin atau metronidasol adalah obat terpilih jika diperkirakan infeksi berasal dari gastrointestinal. INFEKSI PSEUDOMIKOSIS Aktinomikosis Penyakit ini disebabkan oleh organisme anaerob yaitu sejenis bakteri dan menyerupai jamur. Karena alasan ini mereka disebut pseudomikosis. Aktino- mikosis hidup di rongga mulut dan jika menimbulkan infeksi akan menyebabkan teaksi fibroblastik yang tebal. Hifa yang menyerupai granula sulfur sering terlihat pada pemeriksaan pus secara mikroskopis yang berasal dari infeksi ini. Penanganan termasuk pemberian penisilin G atau tetrasiklin sebagai tambahan dari tindakan drainase. Nokardiosis Nocardia merupakan penghuni tanah yang bersifat aerobik dan walau pun jarang, dapat menyebabkan, penyakit progresif yang dimanifestasi oleh infeksi paru. Penatalaksanaannya dengan pemberian sulfadiasin selama 4-6 bulan atau sebagai alternatif, diberikan ampisilin. INFEKSI JAMUR (MIKOSIS) Mikosis adalah infeksi jamur yang pada umumnya merupakan hasil kerja dari pato- gen oportunistik. Bagaimanapun, beberapa infeksi mikotik timbul sebagai penyakit kedua setelah kuman patogen itu sendiri. Termasuk didalammya adalah Blasto- myces, Paracoccidioides, Histoplasma, dan Cryptococcus. Jamur yang bersifat patogen oportunistik Mucor, Rhizopus, Aspergillus, dan Candida. Pada umumnya, penyakit jamur dicurigai terjadi pada penyakit yang kronis di- mana tidak ditemukan adanya penyebab lain. Gejala infeksi jamur termasuk lesi kulit, demam yang tidak tinggi, berat badan menurun, atau infeksi paru kronis. Sering, tes serologis dapat menolong untuk mengkonfirmasi infeksi jamur yang di- curigai. Sendi bengkak dan lunak, abses subkutaneus yang mengering, dan lesi ulkus orofaring merupakan contoh klinis infeksi jamur. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 65 6 Trauma PENJELASAN UMUM Trauma menduduki tingkat keempat sebagai penycbab kematian di Amerika Scrikat sekarang ini. Lebih dari 140.000 kematian terjadi setiap tahun diakibatkan karena kecelakaan, dan diperkirakan terdapat 140 juta kelumpuhan setiap tahun- nya. Pusat pemantauan penyakit menemukan bahwa lebih dari 4 juta tahun masa produktif hilang setiap tahunnya akibat cedera dibanding dengan 2,1 juta akibat penyakit jantung dan 1,7 juta diakibatkan kanker. Penggolongan Pasien Pasien digolongkan menjadi tiga bagian, menurut kedaruratan cederanya. Pasien yang termasuk golongan pertama adalah pasien dengan cedera fungsi fisiologis vital. Sebagai contoh, pasien dengan obstruksi saluran napas, yaitu pasien yang menderita hemotoraks atau pneumotoraks, atau pasien dengan perdarahan di dalam. Pasien yang termasuk dua kelompok pertama dari gangguan di atas memerlukan penanganan mendesak di unit gawat darurat, sedangkan pasien yang termasuk kelompok berikutnya membutuhkan tindakan torakotomi atau laparatomi men- desak dalam kamar bedah untuk mengatasi perdarahanmnya. Penggolongan kedua dari pasien dengan trauma termasuk pasien yang mem- butuhkan tindakan pembedahan dalam waktu 1-2 jam setelah masuk rumah sakit. Pasien ini acapkali menderita trauma trunkal seperti cedera tumpul atau tembus, tetapi tanda vital baik pada pemeriksaan pertama. Persiapan pembedahan ter- misuk tes golongan darah dan dilakukan “cross match", pengambilan foto rontgen yang sesuai, dan pengamatan terus menerus oleh dokter sampai pasien dipindahkan kekamar operasi. Pasien golongan ketiga adalah mereka yang mengalami cedera berat tetapi pada pemeriksaan pertama di unit gawat darurat terlewatkan. Sebagai contoh, pasien dengan pneumotoraks ringan, laserasi perdarahan kecil pada limpa atau hati, robekan tumpul pada usus kecil, dan sebagainya. Meskipun sudah dilakukan foto rontgen yang tepat dan telah dilakukan evaluasi klinik terus menerus, beberapa cedera seperti ini bisa tidak terdeteksi selama berjam-jam ataupun berhari-hari. Pertolongan Pertama Bagi Pasien dengan Cedera Berat Jalan napas Hal pertama dan terpenting dalam keadaan gawat darurat pada penatalaksanaan pasien dengan cedera berat adalah mengusahakan jalan napas yang efektif. Intubasi endotrakeal adalah metode terbaik dalam mendapatkan jalan napas yang adekuat. Segera setelah jalan napas bebas, alat-alat bantu pernapasan seperti ambu atau alat perlengkapan anestesi harus sudah tersedia, dan diperlukan manset selang-endo- trakeal, sehingga tekanan positif pada pernapasan dapat dibuat jika diperlukan aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRAUMA 69. Pengamatan Selanjutnya Segera setelah pasien stabil, dilakukan pemeriksaan yang lebih cermat mulai dari kepala sampai kaki. Jika dicurigai masih terjadi perdarahan, bilas peritoneum diag- nostik pada abdomen dan beberapa kali pengambilan foto rontgen dada dapat men- deteksi tempat perdarahan. Pada pasien dengan luka tembus, pengambilan foto rontgen selanjutnya merupakan indikasi untuk membantu memperkirakan arah jejas luka. CT scan abdomen adalah metode terbaik untuk mengevaluasi trauma tumpul pau. pasien yang hemodinamikanya stabil. Antibiotik Profilaksis dan Profilaksis Tetanus Antibiotik profilaksis diberikan sebelum operasi pada semua pasien untuk menga- tami luka tembus abdomen, Pemberian antibiotik profilaksis ini harus dihentikan apabila pada eksplorasi seliotomi tidak ditemukan cedera traktus gastrvintestinal. Cakupan antibiotik harus mencapai kedua organisme, aerob dan anacrub, dan sclalu dibérikan sebelum dan selama operasi berlangsung. Setiap pasien dengan luka tembus harus diberikan reimunisasi terhadap tetanus dengan injeksi booster toksoid tetanus. Pada pasien yang belum mendapat innu- nisasi, lukanya didebridemen, dan diberikan suntikan 250 unit tetanus imun glo- bulin. Pasien yang sebelumnya diimunisasi (etapi menggunakan steroid atau sedang dalam terapi imunosupresif seperti kemoterapi, harus juga mencrima human imun globulin. Luka terkontaminasi yang parah, harus dibiarkan terbuka atau dibuat menjadi luka terbuka bila memungkinkan. PRINSIP PENATALAKSANAAN LUKA Perawatan Luka Setempat Pada tubuh, luka tikam jaringan lunak dieksplorasi pada unit gawat darurat dengan tangan bersarung dan dibawah pengaruh anestesi lokal dengan memperluas pan- jang laserasi untuk dapat menentukan arah dan luas luka. Kemudian luka diirigasi dengan larutan salin dalam jumlah sangat banyak. Jika luka tidak menembus ruang peritoneum, suatu karet kecil lunak drain Penrose dimasukkan dan luka dibiarkan terbuka untuk drainase. Pada luka tembak, dilakukan debridemen eksternal dan juga dibiarkan terbuka untuk drainase. Pada ekstremitas, perdarahan pembuluh darah besar harus dih n dengan menggunakan pembalut tekan siesil yang kering. Foto rontgen diindikasikan untuk memastikan apakah terdapat benda asing, tetapi pembedahan segera tetap diperlukan untuk mengonirol perdarahan di ruang operasi. Jika tidak terdapat perdarahan hebat, irigasi besar-besaran, eksplorasi dengan jari, dan penutupan luka dilakukan di ruang gawat darurat. Sabun anti- bakteri atau bahan deterjen tidak digunakan untuk irigasi luka pada ektremitas, jika otot, tendon, atau pembuluh darah ikut terlihat, karena dapat incogakibatkan iritasi kimia yang berat pada struktur tersebut. Pada sermua'laka’Jaringan' lunak, jaringan yang nai atau, kekurinn’suplal darah, atau jaringan tersebut sangat terkontaminasi, maka jaringan tersebut harus aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRAUMA 73 Jika pasien yang menerima sediaan imunosupresif seperti kortikosteroid harus mendapatkan profilaksis sctelah terpapar, penting juga untuk melakukan penge- tesan antibodi serum untuk mengetahui apakah terjadi respons yang adekuat atau tidak. Juga perlu diingat bahwa kehamilan bukan kontraindikasi terhadap profi- laksis setelah terpapar. Pada pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap HDCV, maka antihistamin dan epinefrin harus tersedia kalau timbul reaksi anafilaksis. .Penatalaksanaan Jika pasien menjadi rabies, dalam 2-4 hari timbul manifestasi pertama berupa gejala prodromal sebelum pasien mencapai apa yang disebut seba- gai fase kegélisahan, Rasa kesemutan pada daerah sekitar gigitan merupakan gejala penting pertama. Gejala lain yang tercatat sebagai tanda klinis rabies yaitu sakit kepala, vertigo, leher kaku, malaise, dan gejala paru yang parah. Pasien juga akan mengalami spasme otot leher disertai disfagia, hipersalivasi (ngiler), tingkah laku maniakal, dan kejang diikuti dengan koma, paralisis, dan kematian. Penatalak- sanaan pertamanya berupa memberi bantuan pernapasan secara intensif, seperti pembuatan jalan napas, perawatan paru, dan penatalaksanaan aritmia jantung serta kejang. Perawatan intensif seperti penatalaksanaan komplikasi kardiopulmoner dan neurologi temnyata dapat menyelamatkan beberapa penderita di A.S. Gigitan ular Insidens Kira-kita 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di Amerika Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ckstremitas, Sejak tahun 1960, rata-rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena gigitan ular, dengan 70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia, Florida, Alabama, dan California Selatan. Di Amerika Utara ular beracun merupakan anggota keluarga Crotalidae, atau pit viper, atau dari keluarga Elapidae, atau ular karang. Keluarga ular Ratile ber- tanggung jawab atas kira-kira 70% kematian karena gigitan ular, sementara kemati- an karena gigitan ular jenis kepala kuning tembaga (copperhead) sangat jarang. Ular berbisa dibanding ular tak berbisa Pit viper dinamakan demikian karena memi ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata dan lubang hidung pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuk elips, ber- lainan dengan pupil bulat yang dimiliki ular jenis tak berbahaya. Sebaliknya, ular karang memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring panjang dan sederet gigi subkaudal. Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding dengan taring dan mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk mem- bedakan ular karang berbisa dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang memiliki hidung berwama hitam dan memiliki juga guratan cincin warna merah yang berdampingan dengan warna kuning. Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa dapat menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisial. Toksin lain yang terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik:dan trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan. Manifestasi ktinis Rasa sakit dari gigitan ular berbisa sangat menyiksa dan mungkin ini adalah gejala termudah untuk dapat membedakan gigitan berbisa atau aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRAUMA 77 Karena racunnya tidak aktif bila terkena panas maka daerah yang terkena sengat- an harus diletakkan pada air panas dimana pasien masih sanggup menahannya tanpa terjadi cedera selama 30-60 menit. Setelah direndam, selanjutnya luka di- debridemen dan diberi pengobatan yang sesuai. Portuguese Man-of-War Tentakel spesies dari ordo coelenterate ini ditutupi oleh ribuan sel penyengat yang dikenal sebagai nematosit. Sengatan ini mengakibatkan nyeri hebat dan sering timbul tanda-tanda syok; walaupun belum pernah ada laporan kematian akibat sengatan binatang ini. Gejala-gejala termasuk mual yang hebat, kram lambung, konstriksi dan sesak pada tenggorokan dan dada, dan sensasi rasa terbakar yang hebat. Pada pasien yang terkena sengatan ini segera diberikan bahan yang mengan- dung alkohol cukup tinggi seperti rubbing alcohol pada tempat yang terkena. Lalu diikuti dengan zat pengering seperti tepung, baking soda, bedak talk, krem cukur. Kemudian tentakel dapat dikeluarkan dengan mencukur. Zat alkalis seperti baking soda dioleskan di tempat yang terkena untuk menetralisir toksinnya, yang bersifat asam. Demerol dan Benadryl secera menakjubkan dapat menghilangkan nyeri dan gejala-gejalanya. Balsem acrosol kortikosteroid-analgesik juga membantu. Laba-laba Janda Hitam (Black Widow Spider) Laba-laba Janda Hitam (Latrodectus mactans) merupakan laba-laba penyengat yang paling scring ditemukan di Amerika. Laba-laba ini warnanya hitam berbentuk globuler dan terdapat tanda hourglass berwarna merah pada bagian perutnya. Racunnya terutama bersifat neurotoksik, dan bekerja di pusat sekitar saraf spinal. Sengatannya menyebabkan nyeri otot dan kekakuan yang hebat, mual, muntah dan sakit kepala. Gejala yang paling parah berlangsung 24-48 jam dan ditandai oleh spasme otot generalisata pada tubuh dan tungkai. Sangat jarang pasien yang meng- alami hipertensi, hiperrefleksia, dan retensio urin. Penatalaksanaannya terdiri dari golongan narkotik untuk menghilangkan nyeri dan relaksan otot seperti metokar- bamol atau kalsium glukonat intravena. Walaupun sekarang telah tersedia anti- venin, tapi ini jarang diperlukan. North American Loxoscelism Laba-laba petapa coklat (Loxosceles reclusa) mempunyai tanda berupa pita berwar- na gelap berbentuk biola pada bagian dorsal sefalotoraks. Laba-laba ini berasal dari Amerika Selatan bagian tengah dan dapat ditemukan di dalam dan di luar rumah. Sengatan awalnya bisa tidak disadari atau dikaitkan dengan sensasi sengatan dengan nyeri yang baru timbu! setelah 6-8 jam. Gambaran khas sengatan laba-lab: ini ialah adanya daerah hemoragik dan indurasi yang dikelilingi halo-eritematosa. Iskemia sentral berubah warna menjadi febih gelap, keropeng terbentuk mulai hari ke-7 dan daerah itu mengelupas pada hari ke-14. Penyembuhan lesi ini mebutuhkan waktu lebih kurang 3 minggu. Pasicn menampakkan gejala-gejala sistemik sepert: demam, mual, muntah dan artralgia, hal ini pada anak-anak khususnya akan lebih aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRAUMA 81 Luka pada trakea umumnya tampak jelas saat operasi eksplorasi dilaksanakan; tapi jika cedera ini tidak dapat diidentifikasikan, maka cuff pipa endotrakeal harus dikembangkan untuk meningkatkan tekanan intratrakea dan memperbaiki kebo- coran udara. Laserasi yang bersih baik laring maupun trakea umumnya ditutup dengan benang sintetis yang dapat diabsorbsi. Ketika perbaikan lateral moderat dilakukan, trakeostomi jarang diindikasikan; tapi mungkin diperlukan jika ada defek yang besar atau ketika diperlukan anastomosis end-to-end, Dan bila dilaku- kan trakeostomi, hal ini akan terus dipertahankan sampai sembuh sempurna serta edema laring dan trakea sudah hilang. Umumnya hal ini akan berlangsung selama 4 sampai 8 hari. Faring dan Esofagus Tanda-tanda klinis yang menunjukkan pada adanya cedera faring atau esofagus ialah hematemesis, disfagia, dan emfisema subkutan. Untuk mengkonfirmasi ada- nya perforasi esofagus dilakukan foto rontgen rutin, barium enema, atau endoskopi. Perbaikan dilakukan dengan cara penjahitan 2 lapis. Umumnya drainase di- kerjakan bila ada kebocoran kecil. Ketika terjadi kehilangan jaringan esofagus yang luas, mungkin perlu dikerjakan esofagotomi kutaneus untuk tujuan pemberian makanan, dan faringotomi kutaneus untuk drainase air liur. Cedera Saraf Cedera pada pleksus brakialis, nervus frenikus, dan nervus kranialis dapat terjadi akibat luka tembus pada leher. Bila memungkinkan pada cedera atau laserasi saraf dilakukan debridemen dan diperbaiki secara primer menggunakan jahitan ber- selang-seling dengan benang sutra pada perineuriumnya. Kelenjar Air Liur Debridemen, hemostasis, dan drainase terbukti merupakan terapi yang efektif pada hampir seluruh cedera tembus pada struktur ini. Bila duktus mayor kelenjar parotis cedera, diperbaiki dengan benang sutra halus dan disangga kateter uretra. Bila perbaikan tidak dapat dilakukan berhubung kondisi pasien atau karena hal-hal lain, maka duktus tersebut dapat diligasi dan kelenjar dibiarkan atrofi atau duktus bisa diimplantasi kembali pada mukosa di kemudian hari. Fistula saluran air liur per- sisten dapat terjadi pasca operasi dan pada orang dewasa dapat memberi respons terhadap radiasi. Cedera lain-lainnya Cedera pada kelenjar tiroid hanya membutuhkan debridemen dan pembuangan jaringan mati, hemostasis, dan drainase yang adekuat. Jika duktus toraksikus mengalami perforasi biasanya dilakukan ligasi. Bila terjadi kebocoran pasca operasi perlu dilakukan insisi dan drainase dengan pemberian tekanan cukup besar untuk beberapa hari, biasanya hal ini akan menyebabkan penutupan fistula limfatik. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRAUMA 85 yang akan menjalani seliotomi setelah trauma abdomen. Hal itu akan memberi jalan masuk ke seluruh bagian abdomen dan dapat dilebarkan sampai sisi yang lain dari torak atau dilanjutkan ke arah atas sebagai sternotomi median. Dan cara ini juga bisa ditutup secara cepat, bila sangat penting untuk mengurangi waktu anestesi dan operasi pada pasien dengari cedera yang parah. Pada kebanyakan kasus perdarahan saja, untuk sementara waktu dapat dikendalikan melalui tindakan tamponade dengan mengguanakan tampon Lambung Cedera tembus pada lambung sering terjadi, sementara ruptur tumpul jarang terjadi kecuali terjadinya segera setelah pasien makan. Diagnosis Diagnosis cedera lambung umumnya dibuat dari observasi adanya luka tembus atau keluamya cairan yang bercampur darah dari selang nasogastrik. Dalam ruang operasi, kebanyakan perforasi lambung akibat trauma tumpul, besat dan disertai dengan kontaminasi luas dari abdomen bagian atas. Hematoma sepanjang kurvatura mayor dan minor harus dibuka pada setiap pasien dengan luka tembus, karena ada kemungkinan menutupi perforasi tersembunyi. Penatalaksanaan Luka pada lambung direparasi dengan membuat jahitan sim- pul kontinyu yang dapat diserap melalui seluruh lapisan dinding lambung karena pasokan darah yang luas. Lalu dipasang jahitan matras melingkar terputus yang tidak dapat diserap. Kemudian dilakukan irigasi yang deras yang mengeluarkan pertikel-partikel makanan dari rongga peritoneal untuk mencegah terbentuknya abses pasca operasi intra abdominal Setelah operasi, suction selang nasogastrik harus tetap dipertahankan untuk beberapa hari sampai bahaya dilatasi lambung pasca operasi berkurang. Komplikasi utama setelah perbaikan cedera lambung ini adalah perdarahan, kebocoran, dan terbentuknya abses intra abdominal. Duodenum Dahulu banyak kasus ruptur tumpul sering tidak terdiagnosis, dan ini meningkatkan mortalitas dari 40% pasien yang dalam 24 jam pertama setelah cedera tidak di- operasi. Cedera organ ini sukar didiagnosis karena umumnya retroperitoneal dan cairan duodenum bisa menyebabkan iritasi ringan. Adanya cedera ini patut di- curigai pada pasien-pasien yang mendapat hentakan atau tendangan keras langsung seperti kena kemudi, pada abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Nyeri pada testis seharusnya membangkitkan kecurigaan adanya ruptur duodenum. Demikian pula adanya nyeri alih ke bahu, dada, punggung bisa dihubungkan dengan perforasi duodenum dan usus halus. Diagnosis Foto polos abdomen dapat memperlihatkan udara di sepanjang gin- jal kanan atau sepanjang tepi muskulus psoas kanan. Jika udara tidak tampak pada retroperitoneum, sedangkan masih ada kecurigaan adanya ruptur, maka injeksi udara dalam selang nasogastrik untuk menghasilkan banyak udara mungkin akan membantu deteksi ruptur. Langkah berikutnya ialah memberi zat kontras radio- opak yang larut dalam air pada pasien untuk mengetahui adanya ekstravasasi yang aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRAUMA 89 serupa. Bila pasien telah sembuh dan tidak memiliki cedera kolon distal, maka diindikasikan penutupan kolon lebih dini. Hepar Lebih kurang 80% cedera pada hepar disebabkan trauma tembus, sementara 15-20% terjadi karena trauma tumpul. Beberapa tahun terakhir ini seluruh angka kematian pasien dengan trauma hepar sekitar 10-15-%. Hal ini banyak dipengaruhi oleh penyebab luka pada hepar, seperti luka bacok angka kematiannya hanya 1%, sementara cedera hepar yang besar yang melibatkan vena hepatika angka kema- tiannya berkisar 45-50%. Ruptur hepar diketahui dengan CT scan, dan dapat ditangani tanpa operasi jika tidak terjadi hipotensi yang bermakna. Penatalaksanaan Tindakan Pringle dan kompresi dilakukan pada pasien dengan cedera hepar yang besar. Ada persetujuan bersama bahwa pada hepar normotermis, aliran darah ke hati dapat ditutup sementara dengan aman untuk waktu kurang dari 60 menit tanpa menyebabkan kerusakan hepatoselular. Tindakan ini tidak mengendalikan perdarahan dari vena hepatika mayor yang terganggu. Drainase saja Drainase dengan drain suction tertutup digunakan pada pasien yang perdarahan heparnya secara spontan berhenti ketika abdomen dibuka. Drain Penrose dibiarkan pada tempatnya selama 5-10 hari lalu perlahan-lahan dikeluar- kan dalam waktu 3 hari. Penjahitan, teknik hemostasis dan drainase Ligasi langsung pada pembuluh darah itu tersendiri lebih disenangi. Luka yang melibatkan parenkim 2-3 cm dari sisi luar bisa ditutup dengan jahitan terputus dengan benang kromik 2-0 atau 0 pada "jarum hepar" yang tumpul dikedua sisinya. Jahitan ini ditempatkan 2 cm di bela- kang tepi dari pada luka. Jika jahitan robek melalui tempat pengikatan, maka di- pilih tindakan penyokong dari omentum yang divaskularisasi. Pada pasien tertentu dengan luka lebih superfisial dapat digunakan bubuk mikrokristal kolagen atau Avitene. Perdarahan parenkim dapat dikendalikan dengan koagulator argon. Penggunaan jahitan hepar untuk mendapatkan hemostasis pada pintu masuk dan keluar dari saluran luka tembak yang panjang pada hepar saat ini masih kon- troversial. Penempatan jahitan pada kedua ujung saluran menghentikan per- darahan yang berasal dari sumber yang biasa terjadi yaitu dari daerah subkapsular, Jika darah masih saja mengalir di antara jahitan atau terjadi pembesaran hepar dalam 10 menit setelah penempatan jahitan, maka saluran harus langsung dibuka. Ligasi ekstra hepatik digunakan jika tindakan Pringle mengontrol perdarahan intra hepatik, tetapi pencarian langsung laserasi hepar secara cermat, menghilang- kan kemungkinan adanya perdarahan arterial yang nyata, Lascrasi besar pada hepar dimana ligasi selcktif telah dapat mengontrol per- darahan, paling baik ditutup dengan sepotong omentum: yang bervakularisasi sabagai pembungkus autogenus. Reseksi Reseksi debridemen dikerjakan untuk cedera hepar yang tidak rata yang disebabkan luka tembak senjata angin, senjata api atau trauma tumpul yang hebat. Tepi debridemen harus 2-3 cm melewati pusat luka, dan perdarahan selama debridemen dikontrol dengan penekanan jari pada parenkim dan/atau oklusi aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRAUMA 93 pankreas distal, ujung potongannya dibentuk seperti mulut ikan. Transeksi duktus Wirsungi dalam mempertahankan kelenjar proksimal, diligasi dengan jahitan trans- fixion dengan bahan monofilamen yang tak dapat diserap seperti Prolene. Peng- gunaan autostaples saat pembuluh darah telah diligasi merupakan alternatif pen- dekatan yang lain. Dari seluruh pasien yang menjalani pankreatektomi distal, sekitar 25% mengalami pembentukan abses intraabdominal. Transeksi pankreas sebaiknya dilakukan disebelah kanan dari pembuluh darah mesenterium, sehingga dapat digunakan anastomosis Roux en Y ke distal pankreas dengan penjahitan sampai melewati ujung segmen proksimal. Anantomosis ini di- selesaikan dengan jahitan permanen dengan jarak | cm dari jahitan | lapis. Dasar pemikiran melakukan operasi tersebut ialah bahwa setengah dari pasien yang memerlukan reseksi pankreas setelah trauma, 80%-nya menjadi hiperglikemia dan setengahnya lagi memerlukan insulin. Pada cedera pankreas dan duodenum ringan ditangani dengan cara yang sesuai dengan organ tersebut; namun demikian, sering kali ditambahkan teknik diversi proksimal seperti divertikulisasi duodenum Berne atau cksklusi pilorus dengan gastrojejunostomi. Pankreatikoduodenektomi jarang diindikasikan kecuali jika kaput pankreas rugak dan seluruh segmen duodenum mengalami devaskularisasi Komplikasi Komplikasi yang paling umum jalah fistula pankreas dan hampir semua menutup dalam | bulan. Hiperalimentasi secara intravena berguna untuk mempertahankan nutrisi dan keseimbangan nitrogen tanpa merangsang penkreas. Somatostatin mengurangi sekresi pankreas. Pseudokista .akreas relatif jarang ter- jadi jika pankreas dieksplorasi dan ditangani sesuai dengan prosedur. Fistula pan- kreas bisa menimbulkan terjadinya abses pada sakus-sakus dibawahnya dan daerah subfrenikus. Pada kebanyakan pasien timbulnya abses ini mempunyai hubungan dengan cedera gastrointestinal dan limpa. Mortalitas Angka mortalitas setelah luka tembus pada pankreas adalah 5%, luka tembak 22%, dan trauma tumpul 19%. Limpa Limpa merupakan organ abdomen yang paling sering mengalami cedera akibat trauma tumpul; cedera limpa terjadi pada seperempat dari trauma tumpul organ visera. Lebih’ kurang 30 sampai 40 persen pasien dengan cedera limpa menunjuk- kan tekanan sistolik dibawah 100 mmHg. Tanda-tanda lain yang sangat meyakin- kan adanya cedera limpa yaitu: riwayat cedera yang walaupun ringan, diikuti oleh nyeri abdomen terutama kuadran kiri atas; nyeri bahu kiri; dan sinkop. Elevasi ditempat tidur atau tekanan pada regio subkostal kiri kadang kala menimbulkan nyeri pada puncak bahu kiri, Ciri diagnostik termasuk: peningkatan atau penurunan hematokrit, lcukositosis lebih dari 15.000, foto rontgen yang memperlihatkan fraktur iga kiri bawah, letak lambung bergeser, gambaran tepi limpa menghilang. Pada kasus meragukan dilakukan parasentesis abdominal dan bilasan peritoneum diagnostik yang sangat membantu menegakkan diagnosis. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 97 7 | Luka Bakar Luka bakar dan cedera yang berhubungan dengannya masih merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di. Amerika Serikat. Wawasan klinis dari pera- watan luka bakar mengacu pada fisiologi cairan dan elektrolit, infeksi bedah, peme- liharaan nutrisi, pemantauan kardiopulmonar, dan perawatan luka, dimana tak satu- pun dapat diatasi sebagai kondisi-kondisi yang terpisah tanpa pemahaman proses penyakit secara keseluruhan. Pusat-pusat perawatan luka bakar sebaiknya dileng- kapi dengan peralatan yang dapat memberikan pelayanan pendukung jangka panjang, untuk pasien-pasien dengan luka bakar yang lebih kecil dan yang tidak memerlukan rawat inap. EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, 500.000 orang dirawat di unit gawat darurat, sementara 74.000 pasien perlu perawatan inap di rumah sakit akibat luka bakar. Lebih dari 20.000 pasien mengalami luka bakar yang sangat hebat sehingga memerlukan perawatan pada suatu pusat perawatan khusus luka bakar. Duabelas ribu korban luka bakar akan meninggal akibat luka-lukanya. Demografi Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak kelompok usia di bawah 6 tahun; bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2 tahun. Puncak insidens kedua adalah Iuka bakar akibat kerja, yaitu pada usia 25-35 tahun. Kendatipun jumlah pasien lanjut usia dengan luka bakar cukup kecil, tetapi kelompok ini sering kali memerlukan perawatan pada fasilitas khusus luka bakar. Dalam tahun-tahun terakhir ini, daya tahan hidup dimana penderita dapat kembali pada keadaan scbe- lum cedera pada penderita lanjut usia, mengalami perbaikan yang lebih cepat di- bandingkan dengan populasi umum luka bakar lainnya. Insidens luka bakar terutama terjadi pada pria, oleh karena dominasi pekerja pria pada industri berat dan kehidupan pria yang berisiko lebih tinggi Cedera luka bakar lebih sering melibatkan kelompok sosio ekonomi yang kurang beruntung. Pemakaian alat-alat pemanas terbuka yang dapat dipindah- pindah, sistem listrik dan pemanasan yang tidak benar, kondisi hidup yang penuh sesak, dan tidak adanya alat pendeteksi asap, merupakan penyebab-penyebab dari luka bakar. Meskipun sebagian besar dari pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit menyalahgunakan obat-obat terlarang dan etanol, tidaklah diketahui apakah kebiasaan ini memudahkan terbentuknya cedera termal. Peralatan minum rumah tangga yang mengandung etanol merupakan risiko tinggi untuk terjadinya cederz luka bakar, oleh karena alat demikian cenderung lebih mudah terbakar. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. LUKA BAKAR 101 PENILAIAN PASIEN Anamnesis Pengambilan suatu anamnesis yang menyeluruh merupakan suatu tugas yang paling penting dan sering kali paling sulit untuk dilakukan dalam merawat pasien luka bakar. Petugas pertolongan darurat, pemadam kebakaran, dan staf unit gawat darurat merupakan sumber informasi yang sangat baik pada saat pasien datang ke rumah sakit. Tanggal, jam dan lokasi geografis dari cedera sangat penting dalam penatalaksanaan pengobatan awal. Pengobatan yang harus dilakukan di tempat kejadian, terutama bila pasien tidak sadar atau dalam keadaan henti jantung-paru, perlu dicatat. Anak-anak yang ditemukan dalam keadaan henti jantung dan di- resusitasi pada tempat kejadian memiliki kesempatan yang lebih baik untuk harapan hidupnya. Penyakit kronis yang sudah ada sebelumnya, termasuk penya- kit pembuluh koroner, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit sere- brovaskular, dan AIDS, memperburuk prognosis dan perlu dicatat. Kemungkinan kasus penyiksaan anak perlu pula dipertimbangkan dalam merawat luka bakar pa- da anak. Penentuan Derajat Luka Bakar Luasnya daerah permukaan tubuh total yang terbakar menentukan kebutuhan cairan, dosis obat, dan prognosis. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan mudah dan dengan ketepatan yang lumayan akurat mempergunakan “hukum sembilan” (Tabel 7-2). Diagram luka bakar dapat membantu menentukan derajat luka bakar secara lebih akurat. Lokasi luka bakar digambarkan pada diagram tubuh; jika mungkin, daerah-daerah luka bakar derajat dua harus dibedakan dengan dacrah-daerah luka bakar derajat tiga. Luasnya cedera lebih penting daripada dalamnya luka dalam penentuan perawatan pada hari-hari pertama dirawat, Dalam- nya luka menjadi penting belakangan, yaitu saat evaluasi pasien untuk melakukan prosedur pembedahan dan perawatan rehabilitasi jangka panjang. TABEL 7-2. “Hukum sembilan” untuk Menghitung Persentase Tubuh yang Terbakar (% LPTT) ‘Anak Dewasa Kepala/lener 18 9 Lengan 9 9 Tubuh anterior 18 18 Tubuh posterior 18 18 | Tungkai (pangkal paha sampai jari kaki) 14 18 LPTT, Luas permukaan tubuh total Luka bakar derajat pertama terutama mengenai epidermis, dan paling sering diakibatkan oleh paparan yang lama terhadap sinar ultraviolet atau paparan panas yang sangat singkat. Luka bakar ini biasanya sccara fisiologis tidak penting, dan karenanya tidak dipertimbangkan dalam perhitungan LPTT yang terbakar. Kulit aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. LUKA BAKAR 105 bakar. Baxter mendemonstrasikan bahwa perubahan volume plasma tidak ber- gantung pada kandungan koloid plasma dalam 24 jam pertama pasca luka bakar, dan dengan demikian resusitasi dengan cairan yang mengandung koloid hanya sedikit bermanfaat pada periode ini. Perhatian utama pada pemberian koloid pada periode ini adalah kehilangan cairan secara cepat ke dalam ruang ekstravaskular. Hubungan kegunaan pemberian larutan koloid dan kristaloid pada resusitasi awal pasien luka bakar dievaluasi dalam suatu penelitian acak dengan mengguna- kan kontrol. Kendatipun pasien yang mendapat larutan koloid memerlukan volume yang lebih rendah untuk mencapai resusitasi yang memadai dibandingkan pasien yang hanya mendapat larutan kristaloid, namun pada akhir hari kedua pasca luka bakar tidak ada perbedaan bermakna di antara-kedua kelompok pengobatan dalam hal banyaknya cairan yang diberikan, curah jantung, kontraktilitas ventrikel kiri, dan volume intravaskular. Cairan paru ekstravaskular meningkat nyata di atas nilai normal pada pasien yang diresusitasi dengan cairan koloid, demikian pula kom- plikasi paru-paru dan mortalitas lebih tinggi pada kelompok ini. Dengan demikian, pemberian larutan koloid perlu dihindari pada kebanyakan kasus luka bakar sebe- lum integritas vaskular pulih kembali. Larutan garam hipertonik yang mengandung 250 meq natrium klorida per liter telah digunakan dengan berhasil dalam resusitasi pasien dengan luka bakar yang luas. Manfaat utama dari suatu larutan natrium hipertonik adalah volume yang di- perlukan akan lebih kecil dalam 24 jam pertama pasca luka bakar, Pembentukan edema akan lebih sedikit dibandingkan dengan resusitasi memakai larutan isotonik, dan pasien-pasien dengan luka bakar derajat tiga yang melingkar akan lebih jarang memerlukan nekrotomi. Namun demikian, meskipun resusitasi dengan volume yang lebih sedikit ini mungkin menguntungkan pada pasien dengan cedera inhalasi, prognosis yang lebih baik belum pernah dibuktikan Resusitasi dengan larutan garam hipertonik menjadi terbatas dengan perkem- bangan hipernatremia, oleh karena kadar natrium yang melampaui 165 meq/liter akan menyebabkan gagal ginjal akut. Resusitasi dengan larutan garam hipertonik berhasil paling baik pada pusat-pusat perawatan yang menggunakan kompres dengan larutan perak nitrat sebagai terapi antimikroba topikal. Resusitasi dalam 24 Jam Pertama Kebutuhan cairan selama 24 jam pertama pasca luka bakar berkaitan langsung dengan ukuran tubuh pasien (berat badan) dan luasnya cedera (% LPTT). Larutan Ringer laktat merupakan larutan elektrolit yang paling sering digunakan dalam resusitasi luka bakar (Tabel 7-3). Perhitungan-perhitungan resusitasi hanyalah ber- fungsi sebagai suatu alat perencana dalam memulai resusitasi. Setelah resusitasi cairan dimulai, maka terapi selanjutnya didasarkan pada respons fisiologik pasien terhadap pemasukan cairan pada jam-jam sebelumnya. Biasanya pada pasien luka bakar yang luas, diperlukan volume cairan yang besar, sehingga kandungan deks- trosa 5% dalam larutan Ringer laktat akan menyebabkan tingginya dosis dekstrosa dalam tubuh pasien. Suatu pengecualian untuk menghindari pemberian dekstrosa, adalah pada kasus luka bakar pada anak yang masih sangat kecil, yang biasanya 106 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH hanya memiliki sedikit cadangan glikogen hati. Pada kasus demikian, maka kadar glukosa serum perlu dipantau lebih sering dan merupakan indikasi pemberian suplemen glukosa. TABEL 7-3. Perkiraan Kebutuhan Cairan Resusitasi pada Pasien Luka Bakar, menurut Metode New York Hospital Dewasa Anak-anak 24 jam pertama Lautan Ringer laktat * Lanutan Ringer laktat pasca luka bakar 4 mL/kg/% luka bakar 4 mL/kg/% luka bakar ditambah 10 kg pertama—100 mL/kg 10kg kedua—50 mukg 10 kg ketiga—20 mUkg 24 jam kedua DSIW ditambah Dé/saline 0.45% ditambah pasca lukabakar Lautan yangmengandung ——_Larutan yang mengandung koloidt kololdt 0,5 mU/kg!% lukabakar_0,5 mU/kg!% luka bakar “Anak dengan berat badan kurang dari 30 kg + Diberikan cairan yang setara dengan plasma (misalnya, albumin 5% dalam larutan natrium klorida 0,9%) Resusitasi pada 24 Jam Kedua Pemberian cairan mengalami perubahan-perubahan dalam 24 jam kedua pasca luka bakar. Peningkatan permeabilitas endotel mikrovaskular pada hari sebelumnya telah kembali pulih, dan pemberian larutan koloid kini dapat bertahan dalam kom- partemen intravaskular. Koloid harus diberikan sedini mungkin pada hari kedua pasca luka bakar, biasanya dalam 4-8 jam. Komponen cairan utama untuk resu- sitasi pada hari kedua adalah air yang cukup untuk menghasilkan keluaran urin yang adekuat dan penggantian evaporasi dan kehilangan air tak disadari lainnya yang makin bertambah, Pengukuran kadar natrium yang sering, akan menuntun dalam mencapai komposisi cairan optimal. Pemantauan Resusitasi Keluaran urin merupakan pemantau keadekuatan resusitasi yang paling mudah dan efektif. Pulihnya perfusi ginjal hanya akan terjadi bila aliran darah ke organ-organ lain telah pulih, dan suatu keluaran urin yang adekuat, menunjukkan telah tercapainya stabilitas hemodinamik. Volume urin yang diharapkan adalah antara 40-60 mL/jam pada orang dewasa dan 1 mL/kg berat badan/jam pada anak dengan berat badan kurang dari 30 kg. Petunjuk ini berlaku kecuali pada pasien dengan cedera akibat sengatan listrik langsung, dan mioglobinuria. Mioglobin bebas bersifat toksik terhadap tubulus gin- jal dan dapat menyebabkan nekrosis tubulus dan anuria. Jika urin pada pasien yang mengalami sengatan listrik berwarna merah muda, merah, atau coklat, maka kece- patan infus intravena perlu ditingkatkan guna meningkatkan keluaran urin hingga 100 sampai 150 mL/jam. Jika urin berwama gelap, natrium bikarbonat harus diberi- kan agar urin menjadi basa dan mencapai pH di atas 5,6 serta meningkatkan kela- rutan mioglobin, Di samping itu, berikan pula manitol untuk merangsang diuresis. LUKA BAKAR 107 Denyut jantung, pH darah, dan tckanan darah sistemik merupakan indikator non spesifik yang berhubungan dengan keadaan perfusi, schingga ketepatannya dalam mencerminkan keberhasilan usaha resusitasi sangat bervariasi. Mungkin saja suatu tekanan arterial yang mengatur autoregulasi pada malfungsi organ tertentu (misalnya, ginjal, otak) mengalami kegagalan; oleh sebab itu, pada sebagian besar kasus, tekanan arterial sistolik di bawah 80-85 mmHg harus diatasi. Pada kasus luka bakar atau edema pada ekstremitas, tekanan darah sulit diukur, sehingga perlu dipandu oleh pemantau yang invasif. Suatu indikasi untuk menjalankan pemantauan invasif adalah kebutuhan cairan yang melampaui 150% hingga 200% dari rumus perhitungan luka bakar. Tekanan perifer kapiler paru merupakan acuan yang paling bermanfaat untuk mengukur kapasitas volume intravaskular dan kemampuan untuk menerima cairan tambahan. Curah jantung merupakan acuan yang besar manfaatnya dalam menentukan inter- vensi farmakologik. Sebab-Sebab Kegagalan Resusitasi Resusitasi yang terlambat, memperlama iskemia jaringan, mempermudah terjadi- nya asidosis jaringan, dan menimbulkan produk- produk toksik yang merusak in- tegritas membran kapiler; kondisi demikian akan mengarah pada nekrosis total dari jaringan-jaringan yang berpotensi untuk diselamatkan dan meningkatkan pro- babilitas mortalitas. Kebanyakan kasus resusitasi yang tidak adekuat terjadi akibat salah memperkirakan keparahan cedera atau kelengahan untuk segera membawa pasien ke fasilitas perawatan, atau tindakan resusitasi terlambat dijalankan. Cedera sengatan listrik memerlukan jumlah cairan yang lebih banyak diban- dingkan hasil perkiraan kebutuhan cairan dari luas luka bakar yang dialami pen- derita. Luasnya jaringan yang mengalami cedera dan tersembunyi di bawah kulit yang lolos dari pengamatan pada perhitungan kebutuhan cairan, di samping itu, cairan tambahan diperlukan pula untuk memulai diuresis agar dapat mengekskresi hemokromogen yang terlepas dari otot yang rusak. Cedera inhalasi merupakan cedera utama yang paling sering menyertai penderi- taluka bakar. Penyebab utama dari kebutuhan cairan ekstra pada kasus cedera inha- lasi adalah derajat cedera jaringan yang tak dapat diramalkan di paru-paru. Adanya cedera inhalasi yang menyertai luka bakar meningkatkan kebutuhan cairan sebesar 40% hingga 50%. Usaha-usaha untuk membatasi pemberian cairan dan memper- tahankan hipovolemia dengan sengaja hanya akan berakibat resusitasi yang kurang. Nekrotomi sering kali perlu dilakukan pada pasien-pasien dengan luka bakar derajat tiga yang melingkar pada ekstremitas. Setelah nekrotomi, jaringan di ba- wahnya dapat meluas dan menghasilkan volume yang lebih besar, sehingga cairan edema dapat berakumulasi. Setelah nekrotomi biasanya terjadi oliguria dan taki- kardi sehingga pemberian cairan infus harus ditingkatkan. Keracunan karbon monoksida menyebabkan gagal jantung. Disfungsi jantung dapat terus berlanjut lama setelah kadar karboksihemoglobin turun hingga men- capai nol. Pasien seperti ini berespons buruk terhadap pemberian cairan dan zat-zat farmakologik untuk membantu fungsi jantung. Pada pasien seperti ini, untuk aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. LUKA BAKAR 109 kan pada pasien-pasien yang memang telah menggunakan obat itu selama ber- tahun-tahun. Verapamil dapat digunakan untuk memperlambat takikardi supra: ventrikular sehingga suatu diagnosis yang akurat dapat ditegakkan. Takikardi sinus yang berlebihan pada pasien luka bakar, hampir selalu memerlukan infus cairan yang lebih banyak, dan bukan zat-zat farmakologik. Vasokonstriktor tidak berperan dalam penatalaksanaan syok pada luka bakar. Diuretik jarang diindikasikan pada tahap resusitasi; oliguria dianggap men- cerminkan hipovolemia sampai dibuktikan lain. Pasien lanjut usia yang mendapat terapi diuretik kronik mungkin memerlukan pemberian diuretik namun, bahkan pada pasien-pasien ini pun, penggantian volume dan pemberian inotropik perlu dicoba terlebih dahulu. Jalan Masuk ke dalam Pembuluh Darah Jalan masuk ke dalam pembuluh darah yang dapat diandalkan merupakan hal yang sangat penting. Sedikitnya perlu didapatkan suatu jalan masuk melalui kanula intra- vena yang besar (no. 16), dan lebih baik bila dilengkapi dengan dua jalan masuk lain, Memasukkan kateter pada arteri pulmonalis merupakan hal yang ideal untuk aliran volume yang besar dan untuk mengukur tekanan pengisian jantung jika diperlukan. Vena subklavia dan jugularis interna merupakan lokasi yang paling aman untuk jalan masuk ke sentral. Vena femoralis juga dapat digunakan untuk jalan masuk ke vena yang besar. Venaseksi sebenarnya tidak diperlukan dan dapat menjadi penyebab morbiditas akibat infeksi dan bahkan mortalitas pada perjalanan klinis luka bakar selanjutnya. Pemantauan kateter arteri penting dalam penata- laksanaan pasien dengan ventilasi mekanis dan pasien luka bakar yang dalam keadaan kritis. Hanya terdapat sedikit perbedaan apakah suatu kanula dimasukkan melalui kulit yang mengalami luka bakar atau yang tidak. Dengan selalu menerapkan jadwal penggantian kanula dengan ketat setiap 72 jam, maka kemungkinan kom- plikasi infeksi dapat diperkecil. Pada pasien pediatrik digunakan kateter yang lebih kecil dengan proporsi yang sesuai. Penatalaksanaan Cairan Setelah 48 Jam Setelah 48 jam, pasien luka bakar menunjukkan perubahan fisiologi sehubungan dengan respons hipermetabolik pasca luka bakar, yang akan mencapai puncaknya sekitar 1 minggu setelah terjadinya cedera, dan akan menetap hingga luka bakar menutup, Curah jantung akan meningkat dua kali lipat pada pasien dengan luka bakar yang melampaui 40% LPTT. Ventilasi semenit meningkat, bersama dengan konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida. Kehilangan cairan melalui eva- porasi luka bakar menjadi besar jumlahnya. Mobilisasi edema dan keluaran urin meningkat pada periode ini, dan diuresis dapat cukup besar karena meningkatnya beban Jarutan ginjal yang dihasilkan oleh peningkatan proses-proses katabolik. Kegagalan mobilisasi cairan edema pada periode ini merupakan suatu ramalan mortalitas yang akurat. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. LUKA BAKAR 113 Luka Bakar Jalan Napas Atas Luka bakar pada jalan napas atas termasuk di antaranya luka bakar yang melibat- kan rongga hidung, faring, laring, glotis, trakea, dan bronkus besar. Cedera jalan napas ini jarang timbul sebagai akibat langsung dari panas, karena kapasitas peng- angkutan panas dari udara kering terbatas. Akan tetapi, kapasitas pengangkutan panas, uap air dapat 4.000 kali lebih besar daripada udara kering, dan inhalasi uap dapat menimbulkan cedera panas ynag langsung hingga ke tingkat alveoli. Inhalasi uap biasanya dengan cepat menjadi fatal, dengan terjadinya kematian dalam waktu 24 jam. Kasus cedera inhalasi mayoritas merupakan akibat cedera kimiawi yang ditimbulkan oleh inhalasi gas. Produk-produk sisa pembakaran yang tak lengkap antara lain sianida, akrolein, aldehida, dan hidrokarbon. Adanya luka bakar pada wajah merupakan peringatan bagi ahli bedah akan kemungkinan cedera inhalasi. ‘Tanda dan gejala lain termasuk suara serak, stridor, bronkore, mengi, sputum kehi- taman, rambut hidung dan alis mata terbakar. Bronkoskopi serat optik merupakan modalitas yang paling dapat diandalkan dalam mendiagnosis dan merawat cedera inhalasi. Bronkoskopi harus dilakukan setelah resusitasi cairan dimulai dan hipo- volemia dikoreksi. Hasil pemeriksaan cedera yang positif dapat dibagi atas lesi mukosa dan eks- tramukosa. Kelainan pada mukosa termasuk edema, eritema, bleb, dan terkelupas- nya mukosa. Debris karbon dan bronkore merupakan kelainan ckstramukosa. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan, dan scbaiknya dilakukan oleh pemeriksa yang sama, Edema maksimal akan mencapai puncaknya dalam 24 hingga 48 jam setelah gangguan awal, dan selang endotrakea tidak boleh dilepas hingga setelah hari ketiga pasca luka bakar, dan resolusi edema. Cedera Jalan Napas Bawah Sekitar 85% pasien dengan cedera jalan napas besar akan mengalami cedera paren- kim paru yang memiliki dampak klinis. Cedera jalan napas bawah terutama meli- batkan bronkiolus terminalis dan alveoli. Sel-sel basal struktural mengalami keru- sakan dan biasanya terkelupas, menimbulkan obstruksi jalan napas kecil. Dalam alveoli, sel-sel endotel vaskular di dekatnya dapat mengalami cedera dan dapat mengakibatkan keluamya cairan intravaskular. Bila tidak ada komplikasi, maka cedera parenkim paru akan menyembuh dalam 7-10 hari. Komplikasi yang mung- kin terjadi antara lain, pneumonia, atelektasis, edema paru, dan sindrom distres pernapasan pada dewasa. Rontgen dada dan PO? arteri, biasanya normal pada saat pasien datang ke rumah sakit. Pasien-pasien dengan cedera inhalasi pada parenkim baru akan mem- perlihatkan kelainan rontgen dada, sekitar 4 hari setelah terjadinya luka bakar. Suatu PO2 yang kurang dari 60 mmHg dalam udara ruangan, atau kurang dari 300 mmHg pada suatu fraksi oksigen inspirasi (Fio2) 100%, merupakan suatu petunjuk cedera inhalasi yang dapat diandalkan. Penatalaksanaan pasien dengan cedera inhalasi pada parenkim terutama ber- sifat simtomatik, antara lain tindakan mengisap, spirometri insentif, dan pemberian 114 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH udara kaya oksigen yang dilembabkan. Antibiotik profilaksis, baik dalam bentuk aerosol atau pemberian sistemik, tidak ada gunanya, Demikian pula pemberian steroid profilaktik tidak memiliki efek dalam perjalanan cedera inhalasi, bahkan meningkatkan risiko komplikasi infeksi. Pemberian antibiotik didasarkan pada hasil pemeriksaan infeksi melalui sputum, dan isolasi organisme penyebab. Kegagalan pernapasan akut sering terjadi pada pasien cedera inhalasi, terutama bila pasien menjadi pneumonia. PERAWATAN LUKA Debridemen awal Setelah stabilitas jalan napas dicapai dan resusitasi cairan dimulai, maka perawatan luka bakar itu sendiri dapat dimulai. Kecuali pada luka bakar kimiawi yang harus segera‘dilakukan irigasi, maka luka bakar pada pasien yang baru saja datang ke rumah sakit tidak mengharuskan prioritas utama untuk, perawatannya. Debridemen inisial sebaiknya dilakukan pada fasilitas perawatan luka yang dirancang khusus, sehingga mampu memelihara suatu lingkungan yang hangat dan menyediakan pemantauan elektronik. Merendam pasien dalam bak yang besar sekarang jarang dilakukan oleh karena sering terjadi perpindahan cairan dalam jumlah besar, dan gangguan komposisi elektrolit yang timbulnya mendadak, serta dekompensasi hemodinamik pada tindakan tersebut. Bula dapat dibiarkan utuh pada pasien luka bakar ringan yang dirawat jalan, tetapi pada pasien rawat inap, semua bula harus didebridemen. Jaringan yang mele- kat dieksisi secara tajam. Debridemen total terhadap semua jaringan nekrotik daat dilakukan dalam beberapa hari. Diagram luka bakar harus dibuat, karena luas dan dalamnya jaringan yang cedera paling baik dievaluasi pada saat ini. Luka bakar harus dicuci dengan suatu deterjen antibakteri: klorheksidin merupakan obat yang paling efcktif untuk membersihkan dan dekontaminasi. Suatu krim antimikroba topikal dioleskan pada luka dengan mengenakan sarung tangan steril. Perawatan Sehari-Hari Luka bakar yang belum menyembuh harus dilakukan debridemen dan dibersihkan sedikitnya dua kali sehari, Jaringan nekrotik yang dibuang pada saat membersihkan adalah jaringan yang mati dan tampak seperti keju pada permukaan luka bakar. Hanya jaringan yang dapat dipisahkan secara spontan yang harus diangkat. Ter- kadang di bawah suatu luka bakar dengan ketebalan penuh terkumpul material purulen di bawah keropeng dan memerlukan pengangkatan secara bedah. Jadwal perawatan luka dua kali sehari memungkinkan pemakaian beberapa agen kemo- terapeutik secara bergantian. Setiap perubahan yang menyolok dari penampilan luka bakar menunjukkan adanya infeksi. Perabahan warna luka menjadi coklat tua atau ungu dan perdarahan ke dalam jaringan di bawah keropeng merupakan tanda-tanda infeksi luka bakar yang paling sering ditemukan. LUKA BAKAR 115 Infeksi Luka Cedera panas menyebabkan nekrosis koagulasi dari jaringan epidermis serta dermis dan subkutis dalam tingkat yang bervariasi. Kulit yang berpotensi untuk diselamat- kan dapat mengalami nekrosis ketebalan penuh jika terganggu oleh perfusi jaringan yang buruk atau infeksi bakteri. , Sebelum ditemukannya penisilin, streptokokus dan stafilokokus merupakan organisme penycbab infeksi yang paling dominan. Menjclang akhir tahun 1950-an, bakteri gram negatif, terutama spesies Pseudomonas muncul sebagai organisme dominan. Secara umum, semua luka bakar akan segera mengalami kontaminasi setelah cedera, baik oleh flora endogen atau organisme residen dari fasilitas perawatan. Proliferasi bakteri dapat terjadi di bawah lapisan keropeng, pada batas jaringan dapat hidup dan tak dapat hidup, menimbulkan supurasi. Mikroorganisme dapat pula menginvasi jaringan hidup di bawahnya, menimbulkan sepsis sistemik. Setiap organise yang mampu menginvasi jaringan dapat menimbulkan sepsis luka bakar. Organisme yang dominan dalam menyebabkan infeksi luka bakar, berbeda-beda pada tiap fasilitas perawatan. Kemungkinan terjadinya septikemia semakin mening- kat sejalan dengan makin luasnya luka bakar. Sejak diperkenalkannya kemoterapi topikal yang efektif, maka infeksi jamur pada luka bakar semakin meningkat dan, melibatkan spesies Phycomycetes dan Aspergillus yang sangat invasif, Infeksi virus biasanya oleh virus herpes, menye- rang luka bakar ketebalan parsial dan hanya bermakna secara klinis jika menimbul- kan lesi-lesi viseral. Pemantauan Infeksi Luka Bakar Diagnosis pasti dari infeksi luka bakar hanya dapat dibuat melalui biopsi luka. Kultur apusan permukaan, secara kuantitatif tidak akurat dan menyesatkan. Biopsi perlu dibuat cukup lebar sehingga bagian-bagiannya dapat dievaluasi secara histologi dan mikrobiologi. Jenis bakteria dikenali melalui pulasan Gram atau hematoksilin-eosin, dan jamur dengan pulasan periodic acid-Schiff. Sisa-sisa Jaringan biopsi dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk biakan kuantitatif dan tes kepekaan antimikroba. Kepadatan bakteri yang melampaui 10° organisme per gram jaringan dengan suatu kultur darah yang positif dari organisme yang sama, merupakan indikator adanya sepsis luka bakar yang dapat diandalkan. Kemoterapi Antimikroba Topikal Masing-masing dari tiga obat yang sudah terbukti efektivitasnya yaitu mafenid asetat, perak sulfadiazin, dan perak nitrat, memiliki spektrum aktivitas yang luas jika diberikan secara topikal pada luka bakar, dan memiliki kelebihan dan keku- tangannya sendiri-sendiri. Semua sama efektifnya dalam mengontrol infeksi luka bakar, bila dioleskan sebelum terjadi kolonisasi yang besar. Mafenid asetat merupa- kan satu-satunya obat yang dapat menembus keropeng dan dapat menekan proli- ferasi bakteri yang padat di bawah permukaan keropeng. Mafenid terutama efektif 116 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH terhadap klostridia. Hal yang kurang menguntungkan dari mafenid ini adalah sifat- nya yang menghambat anhidrase karbonat secara kuat, sehingga mengangkibatkan hilangnya bikarbonat, retensi klorida, dan asidosis metabolik. Obat topikal yang paling tidak nyeri adalah perak sulfadiazin. Kekurangan utamanya adalah ketidakmampuan menembus keropeng dan timbulnya resistensi bakteri. Modus resistensi dapat dipindah-pindahkah, resistensi plasmid terhadap ba- nyak antibiotik, dengan suatu resistensi selektif terhadap sulfonamid. Perak nitrat harus diberikan sebelum bakteri berproliferasi pada luka. Keku- rangannya yang paling serius adalah ketidakseimbangan elektrolit yang sering kali terjadi pada pemakaiannya, dan kadang-kadang menimbulkan methemoglobinemia. Klisma dan Pembedahan dibawah Keropeng Sepsis luka bakar masih menjadi penyebab utama mortalitas pada pasien dengan luka bakar yang luas. Dengan terjadinya sepsis luka bakar, maka probabilitas kelangsungan hidup menjadi kurang dari 10%. Infus antibiotik di bawah keropeng telah diajukan untuk dapat mencegah atau mengobati invasi organisme yang terlewat dari kontrol kemoterapeutik topikal. Dalam suatu rangkaian klinis dari 19 pasien yang secara berturutan mengalami infeksi luka bakar, maka tindakan klisma di bawah keropeng dengan karbenisilin dapat membasmi invasi luka bakar pada 53% pasien yang diobati. Klisma di bawah keropeng, paling berguna sebagai terapi pelengkap dalam persiapan pasien yang menjalani eksisi keropeng. Setelah diagnosis invasi bakteri pada luka bakar dapat dipastikan, maka terapi topikal diganti dengan mafenid asctat. Antibiotik sistemik yang sesuai juga diberikan, termasuk aminoglikosida untuk mengatasi baktcri gram negatif dan suatu antibiotik yang efektif terhadap bakteri gram positif. Terlibatnya luka secara menyeluruh pada pasien yang stabil, harus diatasi dengan eksisi bedah dan ditutup dengan kasa pembalut biologik. PENUTUPAN LUKA Eksisi Bedah Pada luka bakar eksisi merupakan pada luka tipe ketebalan penuh dan luka dalam tipe ketebalan parsial, khususnya pada lokasi-lokasi fungsional yang penting. Penu- tupan secara tepat akan mengurangi risiko infeksi, mengurangi nyeri, dan memung- kinkan terapi fisik yang agresif dan efektif. Eksisi dapat segera dimulai setelah pasien dalam keadaan stabil, resusitasi lengkap, dan mobilisasi cairan dalam per- kembangan. Eksisi total dari suatu luka bakar luas yang dilakukan sekaligus sering kali disertai kehilangan darah yang banyak, dan tidak ada keuntungannya. Dua teknik nekrotomi dini yang paling sering dilakukan adalah eksisi tangen- sial dan eksisi fasia. Eksisi tangensial meliputi eksisi keropeng secara berurutan ke arah bawah hingga mencapai jaringan hidup yang berdarah dengan suatu der- matom penjaga. Eksisi diakhiri jika telah dijumpai dermis yang hidup atau jaringan subkutan yang sehat. Perdarahan intraoperatif dapat hebat pada teknik ini, namun kehilangan darah dapat dikurangi dengan pemakaian tomiket pada luka bakar LUKA BAKAR 117 ekstremitas. Suatu dasar luka yang schat ditunjukkan olch adanya dermis yang basah, berwarna putih atau jaringan lemak kuning terang pada jaringan subkutis. Eksisi fasia dilakukan dengan menggunakan kauter listrik dan torniket guna mem- batasi kehilangan darah. Hilangnya kontur tubuh tidak dapat dielakkan pada eksisi fasia. Setelah eksisi dan hemostasis, maka cangkok kulit ketebalan parsial dapat diambil dengan menggunakan berbagai dermatom. Tebal kulit donor berkisar antara 0,010 sampai 0,012 inci. Cangkokan ini dapat diperluas dengan mengguna- kan alat berlubang bila daerah permukaan yang perlu ditutup cukup luas, atau bila diharapkan drainase luka yang cukup besar. Jika autograf terbatas, maka cangkokan dapat dibuat berlubang-lubang 1-1, 2-1, 3-1, atau 6-1, bergantung pada kebu- tuhan pasien. Lembar cangkokan dapat digunakan untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik pada daerah-daerah yang penting secara kosmetis. Cangkokan di- lekatkan pada posisinya menggunakan penjepit pada ujungnya. Jika semua kulit yang ada telah digunakan, maka suatu homograf dapat ditempelkan pada daerah yang telah dieksisi sampai lokasi kulit donor semula dapat dipanen kembali, biasa- nya dalam waktu 2-3 minggu. Penutup Luka Biologis Pada luka bakar yang luas, penutupan luka dibatasi oleh autograf yang tersedia, sehingga penutup biologis dapat diterima sebagai penggantinya. Penutup biologis ini membatasi proliferasi bakteri, mencegah berkeraknya luka, dan mengurangi penguapan air dan kehilangan panas melalui luka. Selain itu dapat juga mengurangi kehilangan protein cksudat, meringankan nyeri, membantu gerakan sendi dan angiogenesis jaringan. Homograf dari kadaver (juga disebut alograf) akan memperoleh suplai darah dari dasar luka di bawahnya dan merupakan penutup biologis yang paling sering digunakan dan efektif bila tidak ada autograf. Amnion merupakan pilihan lain yang dapat diperoleh dari kamar bersalin dan relatif tidak mahal. Amnion dapat merang- sang angiogenesis dan membuat pasien lebih nyaman, namun kini jarang diguna- kan. Xenograf kulit dapat diperoleh dari berbagai spesies, terutama dari babi, baik dalam bentuk sediaan beku segar atau liofilisasi. Penutup biologis yang dijelaskan di sini juga dapat digunakan untuk menentukan kesiapan dari luka bakar untuk menerima cangkok autograf, Kulit Pengganti Kulit pengganti dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan dari suatu penutup biologis, antara lain berupa kemungkinan penyebaran penyakit, persyaratan penyimpanan yang rumit, masa hidup yang terbatas, serta masalah suplai dan permintaan. Jaringan Derivat Epidermis Kemajuan-kemajuan teknik kultur jaringan telah memungkinkan peneliti menanam lembaran-lembaran epidermis konfluens in vitro yang cocok untuk pencangkokan. Suatu cangkokan epitelial autolog yang ditumbuhkan dalam waktu 3 minggu, 118 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH mampu menutupi luka bakar ketebalan penuh tanpa adanya lapisan dermis di bawahnya. Pemakaian lembaran epidermis autolog ini, hanya dibatasi oleh masa penantian tumbuhnya jaringan selama tiga minggu untuk dapat memperoleh materi yang cukup. Substitusi Kulit Suatu lembar matriks dermis terdiri dari matriks kolagen yang diperkaya dengan kondroitin-6-sulfat dan suatu analog epidermis silatik telah digunakan sebagai pengganti kulit bilaminer. Pada kebanyakan kasus, matriks dermis ditutupi oleh suatu autograf tipis yang sama efektifnya dengan autograf tradisional. Namun materi ini belum tersedia untuk evaluasi lanjut ataupun pemakaian klinis. Tujuan perawatan luka bakar adalah penutupan luka dengan kombinasi suatu penutup epitel dan dermis untuk dapat mencegah terjadinya kontraktur jaringan parut. Lokasi Donor Lokasi donor adalah luka ketebalan parsial superfisial yang sengaja dibuat melalui pembedahan, dan biasanya akan menyembuh dalam waktu 2 minggu. Penutup lokasi donor yang dapat menciptakan suatu lingkungan lembab biasanya dapat mengoptimalkan penyembuhan luka. Ada bermacam-macam jenis penutup yang dapat memberikan hasil yang sebanding, yaitu dengan menciptakan suasanan lembab yang sama pula. Faktor Pertumbuhan Faktor pertumbuhan tengah diselidiki secara aktif sebagai suatu pemacu penyem- buhan luka yang potensial. Faktor pertumbuhan epidermis, dilaporkan dapat meningkatkan epitelisasi pada lokasi donor. cangkokan manusia; namun demikian, jika dibandingkan dengan lokasi donor yang ditutup, tidak memperlihatkan kele- bihan dalam hal waktu penyembuhan. Hormon pertumbuhan manusia yang diberikan secara sistemik pada kasus luka bakar anak, tampaknya juga dapat me- ningkatkan penyembuhan dari lokasi donor, dan memperpendek masa rawat inap. PEMBERIAN NUTRISI Karena efek nutrisional dari respons hipermetabolik berwujud sebagai penge- luaran energi yang berlebihan dan kehilangan nitrogen dalam jumlah besar, maka pertolongan gizi harus dapat memberikan kalori untuk mengimbangi pengeluaran energi dan nitrogen guna menggantikan cadangan protein tubuh. Karbohidrat dalam bentuk glukosa merupakan sumber kalori nonprotein yang terbaik pada pasien-pasien luka bakar. Jaringan-jaringan tertentu, termasuk jaringan yang mengalami luka bakar, jaringan saraf, dan elemen-elemen darah mengguna- kan hanya glukosa saja. Dengan demikian, jika nutrisi yang adekuat tidak tersedia, maka suplai glukosa untuk jaringan-jaringan ini akan diambil dari massa tubuh sendiri. LUKA BAKAR 119 Perkiraan Kebutuhan Kalori Tujuan dari pemeliharaan cnergi adalah penyediaan kalori dalam bentuk karbohidrat, Sejumlah metode telah dikembangkan untuk memperkirakan kebu- tuhan kalori, termasuk persamaan Harrison-Benedict, yang dapat meramalkan pengeluaran energi basal. Dengan multiplikasi persamaan ini, akan dapat di- perkirakan kebutuhan energi dari pasien-pasien luka bakar. Kalorimetri indirek dapat dilakukan pada beberapa pasien dengan problem penatalaksanaan_ gizi yang sulit. Nitrogen. Kombinasi glukosa dengan zat gizi yang mengandung nitrogen akan memperbaiki keseimbangan nitrogen. Dengan demikian, energi dan protein secara bersama-sama berperanan dalam mengembangkan penghematan protein. Akhir-akhir ini diketahui bahwa peranan unik dari glutamin sebagai sumber energi. Saluran cerna menggunakan glutamin sebagai sumber energi pernapasan dan akan membuangnya dalam bentuk amonia, urea dan sitrulin. Pada keadaan sakit yang kritis, kadar glutamin dalam sirkulasi menurun, dan diperlukan suple- men glutamin untuk dapat memenuhi kebutuhan energi bagi saluran cerna. Lemak Peranan lemak sebagai sumber kalori non-protein tergantung pada keparahan cedera dan respons hipermetabolisme yang menyertai cedera tersebut. Pada pasien dengan luka bakar ringan dan peningkatan ekskresi metabolisme sedang, maka lemak dan karbohidrat yang bila digabung dengan protein, dapat memperbaiki keseimbangan protein dalam kapasitas yang sama. Namun pada pasien dengan luka bakar yang luas, karbohidrat akan mengurangi pemakaian nitrogen, sedangkan lemak dalam porsi kalori yang sama, tidak memperlihatkan efek demikian. Lemak merupakan sumber kalori yang buruk untuk pemeliharaan keseimbangan nitrogen dan massa tubuh pada pasien-pasien dengan hipermetabolisme. Bila kandungan lemak dihilangkan dari larutan-larutan parenteral, maka dapat timbul defisiensi asam lemak esensial dalam jangka panjang. Vitamin dan Mineral Kebutuhan vitamin pada pasien luka bakar dengan hipermetabolisme yang dalam keadaan kritis, belum jelas. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K) disimpan pada depot lemak dan biasanya tidak cepat habis. Vitamin-vitamin yang larut dalam air, (B-kompleks dan C) tidak disimpan dalam jumlah yang cukup dan akan segera habis, Perlu diperhatikan agar semua vitamin memperolch tam- bahan yang cukup. Keseimbangan mineral berperan penting dalam pemberian nutrisi dan pemakai- annya untuk proses-proses metabolisme. Kadar natrium, klorida, kalsium, magne- sium, dan fosfor serum merupakan petunjuk klinis terbaik untuk terapi substitusi. Seng merupakan kofaktor penting dalam penyembuhan luka. Pengukuran kadar aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. LUKA BAKAR 121 Pengawasan Infeksi Pasien dengan luka bakar yang sudah berlangsung 2 atau 3 hari dan yang telah ditangani oleh fasilitas medis ditempat lain, harus menjalani pemeriksaan biopsi dari luka tersebut pada saat datang pada suatu pusat perawatan luka bakar. Dua atau tiga kali seminggu setelah masuk ke pusat perawatan tersebut, semua pasien dengan luka bakar yang luas, harus menyerahkan kultur sputum, kemih, luka (biop- si), darah dan feses (jika ada diare) untuk tujuan pengawasan. Kecuali spesimen darah, maka suatu kultur yang positif tidaklah menunjukkan adanya infeksi, namun lebih mencerminkan organisme yang mungkin bertanggung jawab jika terdapat infeksi. Diagnosis dan pemilihan terapi antibiotik yang tepat, dipermudah dengan meninjau kembali data-data kultur pengawasan dan sensitivitas. Kontrol Infeksi pada Pusat Perawatan Luka Bakar Pasien dengan luka bakar yang hebat, harus dirawat dalam suatu ruangan terpisah dari pasien-pasien lain. Ruangan tersebut memiliki ventilasi dengan sistem per- tukaran udara ultrafiltrasi tanpa sirkulasi ulang. Perhatian secara menyeluruh ter- hadap teknik sawar, kini menjadi persyaratan dari peraturan pemerintah. Mencuci tangan merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah infeksi nosokomial. Klorheksidin glukonat tampaknya merupakan zat pembersih yang efektif untuk mengurangi infeksi nosokomial pada unit-unit perawatan kritis. Pasien-pasien dalam masa konvalesens merupakan reservoir utama dari infeksi nosokomial yang dapat mengancam jiwa. KOMPLIKASI Komplikasi Saluran Cerna Komplikasi pada saluran cera yang menyertai luka bakar yang luas, antara lain ulserasi lambung dan duodenum akibat stres (tukak Curling), kolesistitis akalkulus, pankreatitis akut, sindrom arteri mesenterika superior, enterokolitis iskemik non- oklusif, dan disfungsi hati. Tukak Curling Ulserasi akibat stres pada lambung dan dyodenum dapat berupa suatu spektrum lesi mulai dari erosi superfisial, hingga tukak menggaung dan perforasi. Diperlukan asam lambung, untuk perkembangan erosi dini menjadi tukak yang lebih luas, na- mun konsentrasi asam tambung dan gastrin sering kali masih dalam batas normal. Penelitian acak terkontrol dari antasid dan plasebo telah membuktikan efek- tivitas antasid dalam pencegahan terjadinya ulkus. Antagonis histamin Hz merupa- kan zat profilaktik alternatif. Penelitian klinis akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pemberian nutrisi enteral sama efektifnya dengan antasid atau antagonis histamin Ho. Pembedahan perlu dilakukan pada kasus perdarahan tukak Curling yang tak dapat dikendalikan, namun harapan hidup untuk gejala pada penyakit kritis ini, biasanya buruk. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. LUKA BAKAR 125 Beberapa sarana diagnostik dapat menunjukkan jaringan yang dapat hidup dan tak dapat hidup pada luka bakar, yang permukaannya mungkin tidak men- cerminkan keadaan jaringan yang lebih dalam. Skintigrafi dengan Technetium-99m pirofosfat merupakan teknik diagnostik yang paling sering digunakan untuk meng- evaluasi ekstremitas yang cedera, dan dapat memberikan hasil dalam waktu 24 jam. Scanning serial dapat bermanfaat dalam menentukan perlunya dilakukan debri- demen. Pada ekstremitas yang aliran darahnya tidak terganggu, maka arteriografi mungkin dapat membantu. Mempersingkat aliran ke cabang nutrisi otot menunjuk- kan suatu kerusakan yang ireversibel. Akhirnya, eksplorasi bedah secara serial pada ekstremitas yang cedera merupakan teknik yang paling akurat. Bagian distal ekstremitas yang mengalami elektrokusi, mengering dan menga- lami mumifikasi, serta perlu diamputasi. Semua kelompok otot perlu diperiksa, khususnya yang menempel pada tulang. Jaringan nckrotik jelas perlu diangkat, dan segala daya perlu dilakukan untuk menyelamatkan jaringan yang masih dapat hidup. Pemeriksaan luka setiap hari, dan tindakan debridemen lanjutan perlu dilakukan sampai semua jaringan nekrotik dibuang. Penutupan luka dini pasca amputasi untuk melanjutkan tindakan ini, biasanya tidak dianjurkan. Eksisi atau pencangkokan pada luka bakar ketebalan penuh perlu ditunda sampai semua jaringan nekrotik sudah dibuang. Komplikasi Pasien cedera listrik dapat mengalami sejumlah komplikasi lanjut yang tampaknya tidak berkaitan, yang dapat timbul dalam beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah terjadinya cedera, Lebih dari separuh kasus cedera listrik mengalami gang- guan stres pasca trauma. Gejala psikiatrik penyerta berespons baik dengan psiko- terapi dan obat-obatan. Kontraktur memerlukan perawatan rehabilitasi yang ekstensif dan bedah rekonstruksi. Kolelitiasis meningkat frekuensinya pada pasien dengan luka bakar sengatan listrik. Katarak khususnya sangat mengganggu dan terjadi pada hampir 6% kasus cedera listrik. Sambaran Petir Cedera akibat sambaran petir merupakan bentuk cedera listrik yang relatif tidak lazim terjadi, namun makin sering dijumpai dengan semakin banyaknya aktivitas santai di luar rumah, Sambaran petir juga dapat terjadi di dalam rumah, di dekat jendela, atau dekat saluran air di kamar mandi atau dapur. Energi listrik yang di- timbulkan oleh petir memiliki ampere yang sangat tinggi dalam waktu yang sangat singkat, dan cedera panas yang ditimbulkannya mirip dengan bentuk cedera listrik lainnya. Kebanyakan korban mengalami henti kardiopulmoner akibat apnea yang ditimbulkan oleh paralisis pusat pernapasan di batang otak. Cedera pada kulit bersifat unik, karena pola serpiginosa dan corak pohon dari luka bakarnya biasanya merupakan luka bakar derajat dua. Manifestasi gangguan neurologisnya berupa cedera saraf perifer tunggal atau majemuk. Ruptur membran timpani juga sering terjadi dan menyebabkan ketulian. Pengobatan mengikuti aturan umum dari cedera sengatan listrik. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. LUKA BAKAR 129 regresi. Reaksi menarik diri dan regresi khususnya sering diperlihatkan anak-anak. Mereka menolak untuk ikut serta dan bekerja sama dalam perawatan cedera. Terapi bermain akan memberikan suatu forum untuk berinteraksi antar sesama anak yang sering kali mengalami cedera melalui mekanisme yang sama dan dapat menderita cacat kosmetik atau fungsional yang sama pula. Hampir separuh dari anak yang lebih besar dan orang dewasa akan mengalami stres pasca trauma setelah suatu cedera panas. Gangguan ini ditandai oleh bayang- bayang ingatan saat terjadinya cedera yang timbul berulang-ulang dan sangat mengganggu, sikap menghindari kejadian-kejadian yang membangkitkan kenangan atas cedera, hilangnya minat terhadap aktivitas sehari-hari, perasaan diasingkan, sikap terlalu awas, gangguan memori, dan gangguan tidur. Ketidakpatuhan dalam menjalankan pengobatan merupakan suatu manifestasi keluar yang serius dari usaha pasien untuk mengelakkan diri dari bayang-bayang ingatan terhadap kejadian traumatik. Gejala-gejala ini tidak ada kaitannya dengan beratnya cedera. Suatu bantuan psikoterapi jangka pendck ataupun panjang diperlukan pada perawatan pasien luka bakar, dan seorang psikiater purna waktu haruslah menjadi anggota utama dari tim medis luka bakar. MASALAH REKONSTRUKSI Parut Hipertrofik dan Pembentukan Keloid Parut luka bakar yang hipertrofik biasanya timbul pada luka bakar ketebalan parsial dan luka bakar derajat tiga yang dapat sembuh secara primer. Hipertrofi dari daerah . cangkokan luka bakar yang dicksisi, lebih jarang terjadi, dan tergantung pada bagian yang terkena, lamanya waktu dari cedera hingga eksisi dilakukan, bagian anatomi yang terlibat, serta teknik bedah yang digunakan. Pada eksisi tangensial, jaringan nekrotik dari luka bakar ketebalan parsial, dilepaskan lapis demi lapis hingga mencapai dermis yang masih dapat hidup; pada sebagian besar kasus, luka tersebut segera dilakukan pencangkokan. Fksisi tangensial yang tertunda, kemung- kinan timbulnya sisa hipertrofi parut pada luka bakar yang mendapat cangkokan, lebih besar. Karena hanya sedikit unsur epitelial, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang tersisa pada suatu luka bakar ketebalan parsial, maka penyembuhan dari sisa-sisa ini membutuhkan waktu kira-kira 3 sampai 6 minggu. Epitel jaringan parut yang terbentuk, kualitasnya buruk dan cenderung membentuk hipertrofi parut. Suatu hipertrofi parut perlu dibedakan dari keloid, meskipun keduanya memperlihatkan suatu pertumbuhan kolagen yang berlebihan. Pada keloid, pertumbuhan dari jaringan parut melampaui batas-batas dari cedera semula. Hipertrofi parut tumbuh pada dasar jaringan yang cedera dan terbatas pada batas-batas anatomisnya semula. Dengan berjalannya waktu dan dengan pemberian tekanan, hipertrofi parut sering kali akan menipis, sementara tidak demikian dengan keloid. Bebat tekan dengan cepat dapat memperkecil massa jaringan parut yang belum matang, dan menum- buhkan kesadaran pasien akan manfaat dari kunjungan tindak lanjut setelah cedera. Teknik pendekatan yang dinilai paling berhasil pada jaringan parut luka bakar yang aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 133 8 | Perawatan dan Penyembuhan Luka Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perawatan luka telah mengalami banyak kemajuan: (1) mekanisme biologik dari perbaikan luka kini telah dapat dijelaskan dalam tingkat anatomis, biokimia, dan molekular; (2) kerugian baik dari segi sosial dan finansial dari luka kronik kini telah disetujui oleh badan-badan pembiayaan perawatan kesehatan; (3) kompleks industri medis dapat melihat keuntungan dalam penemuan teknik-teknik efektif pada perawatan luka, dengan demikian mendukung kelanjutan riset dalam penyembuhan luka; (4) pengembangan obat-obat baru melalui terobosan-terobosan dalam biologi molekular akan memperbaiki penyem- buhan luka akut maupun kronik; dan (5) teknik bedah rekonstruktif telah semakin maju dengan ditemukannya flap otot dan kulit-otot serta teknik pengalihan jaringan bebas mikrovaskular. Bab ini akan membahas sifat-sifat umum dari luka, jenis-jenis penyembuhan luka, dan pengobatan dari luka-luka yang bersifat khusus. JENIS-JENIS PENYEMBUHAN LUKA. Penutupan luka primer akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan benang, klip, dan perban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis, penem- patan, dan pengerutan jaringan kolagen akan memberikan kekuatan dan integritas pada jaringan terscbut. Pertumbuhan kolagen tersebut sangat penting pada tipe penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan ditunda beberapa hari setelah luka dibuat atau terjadi. Penundaan penutupan Iuka ini bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas terkontaminasi oleh bakteri, benda asing, atau mengalami trauma jaringan yang hebat. Pada penutupan luka sekunder batas-batas luka dibiarkan terbuka dan akhir- nya akan saling mendekat oleh proses biologis kontraksi luka. Kegagalan penu- tupan sekunder dari luka terbuka berakibat térbentuknya luka terbuka kronis. MEKANISME PENYEMBUHAN LUKA Tiga mekanisme biologis terlibat dalam proses penyembuhan luka. Epitelialisasi adalah proses dimana keratinosit bermigrasi dan membelah diri untuk melapisi kembali kulit atau mukosa yang kehilangan ketebalan parsial. Contoh-contoh dari proses ini, misalnya pada lokasi donor cangkok kulit ketebalan parsial, abrasi, lepuh, dan luka bakar tingkat satu dan dua. Kontraksi adalah proses di mana terjadi penutupan spontan dari luka kulit dengan ketebalan penuh atau konstriksi dari organ-organ tubular seperti saluran empedu atau esofagus setelah cedera. Deposisi kolagen adalah proses di mana fibroblas direkrut pada tempat cedera dan meng- hasilkan matriks jaringan ikat yang baru. Kolagen yang mengkerut dalam jaringan ikat ini memberikan kekuatan dan integritas pada semua luka yang menyembuh dengan baik. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. PERAWATAN DAN PENYEMBUHAN LUKA 137 DEGRADASI KOLAGEN Agar penyembuhan luka berjalan normal, selain diproduksi kolagen perlu didegra- dasi. Penguraian kolagen diawali oleh enzim-enzim yang sangat spesifik, yang di- sebut kolagenase jaringan yang dihasilkan oleh berbagai sel, termasuk sel radang, fibroblas, dan sel epitel. Kolagenase masih dalam bentuk tidak aktif dan harus diak- tifkan oleh protease lain seperti plasmin. Setelah kolagenase menjadi aktif, enzim dapat dihambat dengan menggabungkannya dengan protein plasma dan jaringan, yaitu makroglobulin alfa-2. SUBSTANSI DASAR Substansi dasar ini terdiri dari proteoglikan dan glikosaminoglikan. Bukti-bukti ter- akhir menunjukkan bahwa substansi dasar ini peranannya lebih penting dalam proses penyembuhan, daripada yang telah diketahui sebelumnya. Kombinasi karti- lago dan proteoglikan berfungsi sebagai peredam “syok” molekular. Keduanya juga menjaga kelembaban dan mengeluarkan sitokin. Asam hialuronat merupakan gli- kosaminoglikan spesifik yang paling aneh, karena tidak mengandung sulfat dan tidak terikat pada protein. Asam hialuronat mempunyai berat molekul yang besar dan memberikan lingkungan yang cair, dengan demikian mempermudah gerakan sel yang cepat dan diferensiasi sel. Asam ini timbul dini dan bertahan untuk semen- tara waktu setelah cedera pada orang dewasa, namun bertahan lebih lama pada kulit dan luka di janin. KONTRAKSI LUKA Kontraksi merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang paling kuat. Masih ter- dapat kontroversi mengenai mekanisme biologi yang pasti dari proses ini, Abli bedah juga mendukung bahwa proses kontraksi luka ini masih kontroversial. Bah- kan orang-orang di jaman dahulupun sudah mengetahui bahwa luka kulit terbuka akan menutup jika dijaga tetap bersih dan dilindungi dengan suatu bahan penutup. Selama proses penyembuhan, pinggir-pinggir kulit akan saling mendekat hingga bertemu dan luka menyembuh. Pada banyak keadaan, kontraksi (proses biologis aktif, yang normal) menim- bulkan kontraktur, suatu kecacatan permanen yang menyebabkan gangguan estetis dan kegagalan fungsional pada pasien. Yang paling dramatis adalah kontraksi luka pada kulit dan organ berongga. Hilangnya kulit sekunder dari luka bakar atau trauma dapat menyebabkan kontraklur karena pinggir-pinggir kulit saling men- dekat untuk mengisi celah luka. Jika tidak ada kulit lain maka akan terjadi kontrak- tur, Hal ini terutama terjadi pada permukaan sendi fleksor, misalnya pada leher atau permukaan volar dari jari-jari. Namun proses ini tidak terbatas pada kulit. Tiap cedera pada organ berongga seperti esofagus atau saluran empedu dapat memicu proses kontraktil, menyebabkan kontraktur yang secara mekanis menghambat fungsi dari organ berongga. Para peneliti mengamati adanya sel-sel mirip fibroblas pada luika terbuka yang berkontraksi. Sel-sel ini memiliki komponen-komponen aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. PERAWATAN DAN PENYEMBUHAN LUKA 147 anastomosis terjadi pada 2% hingga 18% pasien, hampir 50% dari lokasi anasto- mosis mengalami kebocoran dini seperti yang terlihat dari penelitian radiografik kontras. Submukosa akhirnya memberikan kekuatan utama pada penutupan anas- tomosis karena jaringan ini paling banyak mengandung jaringan ikat, terutama kolagen. Pada hari-hari pertama setelah anastomosis, pertukaran kolagen cukup bermakna, tidak hanya pada tempat anastomosis tetapi juga pada dinding usus di dekatnya. Meskipun kebanyakan penelitian mengenai kebocoran anastomosis ber- pusat pada kekuatan dari penutupan luka, sebagian besar masalah itu mungkin berkaitan dengan tidak adanya suatu lapisan mukosa baru pada awal penyembuhan. Isi usus dapat menembus dinding usus yang tidak memiliki parut mukosa. Keloid dan Hipertrofi jaringan parut Keloid dan hipertrofi jaringan parut merupakan proses penyembuhan abnormal yang terjadi setelah cedera pasca trauma atau pembedahan. Keduanya berbeda secara klinis dan biokimiawi. Hipertrofi jaringan_parut masih dalam batas-batas luka semula, dan hampir selalu beregresi setelah beberapa waktu. Keloid meluas melampaui batas-batas luka semula, dan biasanya tidak beregresi. Keloid biasanya berulang setelah eksisi, kecuali bila dilakukan pengobatan tambahan. Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara sintesis kolagen dan de- gradasinya dalam jaringan parut. Keloid dan hipertrofi jaringan parut memiliki ciri histologis deposisi kolagen yang berlebihan, menandakan laju sintesis kolagen yang lebih tinggi. Jaringan keloid mengandung kolagen yang lebih larut air dan memiliki kadar air yang lebih tinggi. Fibroblas keloid diketahui memproduksi lebih banyak kolagen pada biakan sel dibandingkan pada hipertrofi jaringan parut ataupun kulit normal. Sel-sel ini juga menghasilkan lebih banyak sitokin dibandingkan fibroblas normal. Antibodi terhadap TGF-beta, salah satu faktor pertumbuhan yang dihasil- kan fibroblas, diketahui dapat menghambat besarnya deposisi jaringan parut dan agaknya berperan dalam kontrol klinis dari keloid dan jaringan parut hipertrofik. Hipertrofi jaringan parut, seperti dijelaskan di atas, biasanya dapat mengalami regresi tanpa perlu pembedahan. Scbaliknya keloid, cenderung kambuh sctelah ck: Oleh sebab itu, eksisi keloid haruslah disertai bentuk terapi lain, misalnya pemberian obat-obatan untuk mengontrol kekambuhan parut abnormal. Salah satu pengobatan potensial adalah injeksi triamsinolon lokal, 40 mg/cc tiap 6 sampai & minggu. Obat-obat sistemik seperti dipenisilimin dan beta-aminoproprionitril tam- paknya efektif dalam mengontrol keloid. Terapi radiasi belum terbukti efektif dalam mengontrol keloid dan menghadirkan perkembangan risiko kanker kulit. Ulkus Marjolin Setiap luka yang tidak menyembuh pada daerah yang sebelumnya mengalami trauma dan mungkin merupakan karsinoma sel skuamosa disebut sebagai wkus Marjolin. Keganasan yang virulen ini berasal dari daerah-dacrah bekas trauma. Meskipun penyebabnya dapat bersifat multifaktorial, tampaknya ulkus ini disebab- kan oleh padatnya jaringan parut pada lesi yang tidak memungkinkan pengawasan aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. PERAWATAN DAN PENYEMBUHAN LUKA 145, Luka pada janin memperlihatkan kontraksi yang kurang jika dibandingkan dengan luka pada dewasa. Terdapat bukti-bukti logis bahwa cairan amnion dapat menghambat kontraksi luka janin, namun mengenai mekanisme dan komponen- komponen yang terlibat masih belum jelas. Informasi mengenai luka janin yang tidak berkontraksi ini tampaknya menjanjikan untuk pengendalian kontraksi pada luka dewasa. Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Cohen IK, Diegelmann RF, Crossland MC: Wound Care and Wound Healing, Bab 8, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. ONKOLOGI 149 Onkogen merupakan segmen DNA yang menycbabkan scl meningkatkan atau menurunkan produk-produk penting yang berkaitan dengan pertumbuhan dan diferensiasi sel. Akibatnya, sel memperlihatkan pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkendali; semua sifat-sifat kanker. Fragmen-fragmen genetik ini dapat me- rupakan bagian dari virus-virus tumor. Teori yang berlaku umum adalah onkogen selular merupakan gen normal yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi Perubahan dari onkogen selular ataupun pengaturannya menimbulkan pertumbuhan dan diferensiasi sel abnormal. Virus-virus yang berubah dapat berintegrasi di dekat onkogen sel dan menyebabkan perubahan molekular yang bertanggung jawab atas pertumbuhan abnormal. Contoh-contoh onkogen yang berkaitan dengan kanker adalah onkogen ras, src, dan myc. Onkogen ini telah dihubungkan dengan kanker paru, limfoma Burkitt, neuroblastoma, dan retinoblastoma. Pemeriksaan laboratorium terhadap gen myc menunjukkan korelasi yang erat dengan perkembangan tumor dan telah digunakan sebagai faktor penentu respons terapi tumor. Agaknya sebagian besar kanker merupakan akibat dari multifaktor. Karsinoma paru-paru, misalnya, selain banyak merokok, juga memiliki latar belakang genetik spesifik, serta adanya faktor-faktor hormonal pria dan suatu virus. Karena alasan- alasan inilah, usaha-usaha untuk mengidentifikasi semua faktor penyebab kanker dan mendidik masyarakat mengenai faktor-faktor ini perlu dilanjutkan. BIOLOGI Suatu sel kanker adalah progeni dari suatu sel normal yang telah kehilangan meka- nisme selular untuk mengontrol proliferasi. Hampir semua neoplasma ganas tam- paknya berasal dari satu sel tunggal yang mengalami transformasi maligna mem- bentuk klonus yang ganas. Sel kanker umumnya berproliferasi lebih cepat daripada sel normal kecuali leukosit atau sel mukosa usus. Dengan bertumbuhnya massa tumor, laju proliferatif menjadi menurun. Dengan demikian, proporsi sel yang ber- mitosis akan jauh lebih besar bila hanya ada sedikit sel kanker dibandingkan dengan massa tumor yang besar. Kenyataan ini mungkin dapat menjelaskan resis- tensi relatif dari massa tumor yang besar terhadap terapi yang bekerja melalui mekanisme proliferasi, Sel-sel ganas cenderung kembali ke tipe-tipe sel yang lebih primitif, yaitu mengalami dediferensiasi. Pola pertumbuhan jaringan dengan susunan normal men- jadi hilang dan digantikan oleh penumpukan sel-sel ganas secara acak. Perubahan morfologik ini merupakan dasar diagnosis histopatologi dan sitologi dari kanker. Perubahan dalam arsitektur kimiawi dari membran sel ganas dikaitkan dengan hilangnya hambatan kontak melalui proliferasi dan perlekatan intraselular. Tidak satupun perubahan biokimiawi dilaporkan bersifat karakteristik untuk transformasi ke arah keganasan ini. Kembalinya fungsi sel ke keadaan embrional menghasilkan substansi-substansi embrional yang keberadaannya pada orang dewasa dapat dipakai untuk men- diagnosis kanker. Antigen karsinoembrionik dihubungkan dengan kanker saluran cema, dan a-fetoglobulin dihubungkan dengan hepatoma merupakan contoh dari aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 152 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Faktor nekrosis tumor (Twmor Necrosis Factor = TNF) adalah suatu hormon polipeptida yang ditemukan dalam serum tikus yang disensitisasi dengan basil Calmette-Guerin (BCG) dan selanjutnya ditantang dengan endotoksin bakteri. Faktor ini dapat menyebabkan nekrosis hemoragik dari beberapa tumor eksperi- mental. Juga telah dilaporkan memiliki_aktivitas biologik lainnya. Sifat-sifat dari TNF antara lain efek sitotoksik langsung terhadap sel-sel tertentu, aktivasi per- lekatan neutrofil dan fagositosis, serta induksi demam melalui efek langsung pada pusat pengaturan panas di hipotalamus, TNF merupakan salah satu molekul utama dalam sitotoksisitas perantara makrofag. Faktor ini memegang peranan penting dalam patogenesis syok yang diinduksi oleh endotoksin, dan agen ini mungkin ber- tanggung jawab atas keadaan katabolik dan penyusutan yang terjadi pada penyakit kronis dan kanker. Interferon (IFNs) mula-mula ditemukan sebagai obat antivirus. Terdapat tiga kelas IFN: at, B, y, IFNo dihasilkan oleh monosit dan disebut interferon leukosit. IFNf disebut interferon fibroblas. IFNy dihasilkan melalui sel T imun dan disebut interferon imun. Efek antitumor dari interferon berkaitan dengan ekspresi dari reseptor interferon melalui sel tumor, IFNo telah digunakan untuk mengatasi Icukemia, sarkoma Kaposi, limfoma, dan melanoma maligna. IFNB telah memper- lihatkan aktivitas terhadap mieloma multipel dan limfoma. Pengawasan imun Konsep pengawasan imunologis berdasarkan atas pernyataan bahwa karsinogenesis sering terjadi dengan mutasi spontan. Tujuan dari sistem imun adalah mengenali keasingan dari antigen spesifik tumor dan mencapai suatu respons imun yang dapat mengeliminasi antigen tersebut. Telah dijelaskan berbagai cara yang memung- kinkan sel kanker dapat mengelakkan sistem pengawasan ini. Antigenisitas yang tidak memadai untuk merangsang suatu respons imun mungkin bertanggung jawab atas pertumbuhan dari beberapa neoplasma. Sel-sel tumor dengan antigen tumor yang kuat dapat dikenali dan dibasmi, sementara sel-sel dengan antigen yang lemah dapat lolos dari deteksi dan pembasmian. Modulasi antigen dapat terjadi pada permukaan sel tumor yang agaknya menyebabkan heterogenitas dari beberapa neoplasma. Sebagai contoh, suatu metastasis ke paru-paru dari tumor dengan imunogenik kuat, mungkin secara antigenik berbeda dari tumor primemya dan resisten terhadap terapi. Imunosupresi dengan radiasi, timektomi neonatal, kemoterapi, atau pemberian steroid biasanya meningkatkan frekuensi dan laju pertumbuhan neoplasma pada hewan percobaan. Demikian juga pada manusia, insidens kanker meningkat secara bermakna dengan bertambahnya usia, yaitu dengan menurunnya respons imun. Pasien-pasien dengan penyakit imunodefisiensi kongenital memiliki insidens kan- ker spontan 10,000 kali lebih tinggi daripada kelompok usia yang sama. Pengamatan klinis yang menunjukkan adanya aktivitas imun tethadap kanker antara lain adalah: (1) Regresi spontan dari tumor merupakan fenomena yang langka namun terjadi. Regresi lebih sering terjadi pada neuroblastoma, melanoma maligna, dan adcnokarsinoma ginjal. Demikian pula telah diamati regresi spontan ONKOLOGI 153 dari metastasis paru yang masih kecil setelah pembedahan dari tumor primernya. (2) Kambuhnya tumor 10 tahun setelah pengobatan yang berhasil dari tumor primernya sering kali bermanifestasi sebagai pertumbuhan tumor yang cepat dan kematian. Perjalanan klinis seperti ini memberi kesan adanya daya tahan tubuh yang dapat menghambat pertumbuhan tumor selama periode bebas penyakit. (3) Bukti-bukti mikroskopik adanya infiltrasi histiosit, plasmosit, dan limfosit pada tu- mor, menyerupai gambaran yang terlihat pada organ cangkokan yang mengalami reaksi penolakan. Antigen Fetal Antigen fetal diproduksi oleh organ janin normal selama per- kembangan embrionik. Produksi antigen ini segera ditekan setelah lahir. Terdapat- nya antigen ini pada pasien tumor diduga timbul sekunder dari perubahan pola pengaturan gen sebagai akibat dediferensiasi dan kembalinya scl ke bentuk embrionik primitif. a-Fetoglobulin merupakan suatu antigen janin yang terdapat dalam sirkulasi pada sekitar 70% pasicn dengan hepatoma primer. Antigen ini juga ditemukan pada pasicn dengan kanker lambung, kanker prostat, dan tumor testis primitif. Pengujian fetoprotein telah sangat membantu dalam diagnosis hepatoma. Antigen karsinoembrionik (Carcinoembryonic antigen = CEA) merupakan suatu antigen yang berhubungan dengan tumor yang ditemukan dalam usus janin, hati, dan pankreas. Antigen ini telah ditemukan pada berbagai adenokarsinoma dari saluran cera dan pankreas, demikian pula pada sarkoma dan limfoma dengan tipe-tipe histologis yang berbeda. Peningkatan kadar CEA juga dijumpai pada pasien-pasien dengan bermacam-macam kondisi tak ganas, misalnya sirosis alko- holik, pankreatitis, kolesistitis, divertikulitis, dan kolitis ulseratif. Karena alasan- alasan inilah tes tersebut tidak dipakai sebagai metode serologis penyaring untuk mendiagnosis tumor ganas. Namun demikian, kadar CEA mungkin cukup bernilai untuk mengikuti perjalanan klinis pasien-pasien dengan keganasan untuk men- deteksi bukti-bukti kekambuhan sebelum dapat dideteksi secara klinis. Kompetensi Imun Tidak ada bukti-bukti yang mendukung pernyataan adanya kerusakan dalam pem- bentukan antibodi humoral pada kebanyakan pasien kanker. Sebaliknya, reaksi imun dengan perantaraan sel jelas terganggu pada pasien-pasien dari beberapa jenis neoplasma. Kanker dari sistem retikuloendotelial khususnya, telah diketahui meng- alami gangguan dalam reaksi imun dengan perantaraan scl. Pada pasien-pasien dengan tumor padat, derajat gangguan imunologis tampaknya bervariasi sesuai derajat keparahan penyakit. Kebanyakan pasien dengan penyakit yang sudah lanjut sering kali anergis. Antibodi Monoklonal Metode-metode teknis untuk menghasilkan antibodi monoklonal telah berkembang pesat. Pengembangan hibridoma yang dapat menghasilkan antibodi terhadap antigen tunggal, membuat penelitian mengenai imunologi tumor dan antigen tumor spesifik menjadi jauh lebih jelas. Hibridoma dapat menghasilkan suatu antibodi 154 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH monoklonal yang tampaknya bereaksi dengan ahtigen tumor spesifik dari sel target. Antibodi ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknik imunodiagnostik dan juga teknik terapeutik. Juga telah dilakukan usaha-usaha untuk menghubungkan ‘antibodi monoklonal spesifik dengan antigen sitotoksik seperti doksorubisin atau risin agar dapat menghantarkan obat yang letal pada suatu tumor tanpa meng- ganggu jaringan normal. Aplikasi imunobiologi lainnya dalam terapi kanker termasuk imunoprevensi lewat vaksin yang disiapkan dari antigen tumor yang umum atau antigen virus tumor. Di samping itu, pemantauan imunologis pada pasien-pasien kanker yang menjalani pengobatan dapat sangat bermanfaat untuk menentukan pilihan terapi. Yang terakhir, tampaknya mungkin untuk menjalankan rekayasa imunologik pada pasien-pasien dengan gangguan respons imun. PATOLOGI Bila dihadapkan dengan kasus adanya massa, maka seorang klinikus harus melaku- kan biopsi sebelum membuat suatu diagnosis spesifik. Untuk membedakan proses keganasan dari inflamasi, ahli patologi menggunakan gambaran-gambaran ter- tentu, misalnya penataan sel, hubungannya dengan jaringan sekitar, dan tampilan nukleus dan nukleoli. Beberapa istilah digunakan untuk menggambarkan temuan mikroskopik ini antara lain, anaplasia, berarti hilangnya diferensiasi; polaritas, mengacu pada penataan normal dari sel-sel epitel; dan perubahan nuklear termasuk pembesaran dan pemadatan nukleus. Karsinoma in situ merupakan lesi yang mem- perlihatkan sebagian dari perubahan ini tetapi tanpa bukti- bukti invasi ke lapisan- lapisan histologik yang lebih dalam. Klasifikasi Terdapat beberapa sistem klasifikasi tumor, namun yang paling sering dipakai adalah sistem yang berdasarkan tipe sel jaringan asalnya. Neoplasma dari jaringan epitel dikenal sebagai karsinoma. Sarkoma berasal dari jaringan ikat, dan sel-sel yang berasal dari mesenkim seperti otot, rangka, dan jaringan vaskular. Teratoma merupakan neoplasma anaplastik dan didominasi oleh sel-sel somatik imatur. Tumor-tumor ini menyerang testis, ovarium, dan mediastinum, Stadium Empat stadium keganasan dipakai untuk membagi derajat diferensiasi dari suatu tumor. Bentuk sel, inti sel, dan jumlah figur-figur mitotik adalah ciri khas yang menentukan tingkat keganasan. Tumor yang. paling kurang ganas dikelom- pokkan sebagai stadium 1, dan yang paling ganas sebagai stadium 4. Cara Penyebaran Secara umum, suatu tumor ganas dapat menyebar melalui empat cara: secara langsung menginfiltrasi jaringan sekitarnya, melalui saluran limfe, invasi vaskular, atau dengan implantasi pada rongga-rongga serosa. Sebagian kanker dapat menyebar melalui lebih dari satu cara, dan tidak ada urutan spesifik dalam perjalanan metastasis. Pengetahuan mengenai pola penyebaran keganasan penting dalam merencanakan terapi definitif. Metastasis pada kelenjar limfe mula- mula hanya terbatas pada ruang subkapsular dari kelenjar. Perlahan-lahan tumor akan menembus sinusoid, dan menggantikan jaringan parenkim. Pada mulanya kelenjar mungkin belum membesar dan tampak normal dengan mata telanjang meskipun sudah terlibat sel-sel tumor. Keterlibatan limfatik sangat umum pada ONKOLOG] 155 semua tipe neoplasma epitelial, kecuali karsinoma sel basal pada kulit. Sarkoma yang bermetastasis ke kelenjar limfe kurang dari 10%. Penyebaran vaskular dari sel-sel kanker terjadi melalui invasi langsung pada kapiler-kapiler, atau melalui duktus torasikus dan masuk ke dalam aliran darah. Selain itu, tidak jarang pula tumor menginvasi atau berkembang di sepanjang vena. Akan tetapi arteri jarang terinvasi. Bila endotel vaskular dirusak oleh tumor, akan terbentuk trombus yang akan diinvasi juga oleh tumor. Kombinasi trombus dan tumor dapat terlepas dan membentuk suatu embolus tumor yang besar. Berdasarkan alasan inilah invasi vaskular oleh karsinoma dan sarkoma dikaitkan dengan prog- nosis yang buruk. Pertumbuhan tumor secara langsung menembus dinding suatu organ memung- kinkan akses sel tumor ke rongga-rongga serosa. Banyak sel tumor mampu ber- tahan hidup dalam suspensi tanpa adanya matriks penyokong, karenanya sel-sel tersebut dapat menyebar dalam rongga peritoneum atau pleura. MANIFESTASI KLINIS DARI KANKER Kelainan klinis yang ditimbulkan oleh neoplasma yang sudah lanjut dapat dikelom- pokkan ke dalam dua kategori: kelainan yang disebabkan langsung oleh adanya massa tumor, dan kelainan fisiologis yang timbu! secara tidak langsung. Tanda- tanda peringatan yang berhubungan dengan efek langsung dari tumor termasuk pe- rubahan kebiasaan buang air besar ataupun kecil, ulkus yang tidak kunjung me- nyembuh, perdarahan atau pengeluaran sekret abnormal, penebalan atau benjolan pada payudara atau tempat lainnya, kesulitan mencerna atau menelan, perubahan nyata pada kutil atau nevus, dan batuk atau suara serak yang sangat mengganggu. Tumor dapat menyebabkan efek sistemik maupun efek yang jauh lokasinya, dan ikut meningkatkan morbiditas. Pasien kanker sering kali mengalami gejala- gejala yang tidak lazim dan perubahan fisiologis yang tak dapat dijelaskan dengan keberadaan dari tumor primer. Contohnya, kakeksia pada karsinomatosis agaknya akibat kompetisi antara tumor dan tubuh dalam meperebutkan komponen dasar dari cadangan metabolik yang sama. Demikian pula, produksi hormon cktopik atau sekresi dari bahan tak dikenal yang aktif secara faali, merupakan manifestasi dari tumor ganas. Bahan-bahan toksik yang dihasilkan oleh tumor, diduga merupakan cara lain terjadinya kakeksia. Diagnosis Kanker Diagnosis kanker harus dilakukan dalam urutan sebagai berikut: anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik secara menyeluruh, pemeriksaan darah dan urin, dan peme- riksan radiologis yang sesuai. Anamnesis Berkurangnya berat badan, hilangnya nafsu makan, dan atau per- ubahan dalam kebiasaan buang air besar merupakan gejala-gejala spesifik dalam riwayat penderita yang dapat menjadi petunjuk ke arah keganasan. Petunjuk lain yang bersifat spesifik untuk keganasan tertentu, misalnya sekret dari puting susu, perubahan warna dari nevus, atau kesulitan menelan. 156 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Pemeriksaan Fisik Termasuk pencarian terhadap lesi-lesi yang mencurigakan di seluruh permukaan tubuh, Palpasi dilakukan untuk menemukan pembesaran kelenjar limfe. Pemeriksaan payudara haruslah dilakukan dengan cermat. Apusan Papanicolaou dari serviks juga perlu dibuat. Pemeriksaan rektal dan proktoskopi harus pula dilakukan dalam rangkaian pemeriksaan fisik ini. Laringoskopi indirek perlu dilakukan pada pasien-pasien dengan suara serak. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium termasuk hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses terhadap darah samar, dan radiogram dada. Diagnosis dari suatu tumor padat bergantung pada penentuan batas-batas tu- mor dan hasil biopsi dari lesi. Kanker dari organ-organ viseral lebih sulit didiag- nosis dan dibiopsi. Informasi dari pemeriksaan CT scan dapat sangat bermanfaat. Pembedahan eksplorasi sering kali perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis dan memperoleh biopsi. Pemeriksaan Penyaring Pemeriksaan penyaring umumnya hanya bermanfaat untuk dilakukan pada kelompok risiko tinggi. Mamografi untuk kanker payudara, sigmoidoskopi fieksibel untuk kanker kolorektal, dan antigen serum prostat adalah contoh-contoh dari pemeriksaan penyaring yang telah terbukti dapat mengurangi mortalitas kanker. Biopsi jarum merupakan cara paling sederhana untuk mendapatkan jaringan untuk pemeriksaan histologik. Cara ini hanya sedikit mengganggu jaringan sekitar- nya. Risiko menyebabkan implantasi sel tumor melalu jarum saat diaspirasi sangat kecil. Namun demikian, interpretasi dari spesimen biopsi jarum memerlukan orang yarig cukup berpengalaman. Biopsi insisional, termasuk pengangkatan hanya scbagian dari massa tumor untuk pemeriksaan patologik. Tindakan ini sebaiknya dilakukan pada keadaan- keadaan di mana luka insisi dapat dilingkari dan dieksisi total pada saat prosedur pembedahan akhir. Teknik ini dilakukan bila biopsi jarum gagal dalam menegak- kan diagnosis, yaitu pada massa tumor yang biasanya terletak lebih dalam pada jaringan subkutan atau jaringan dalam otot. Keburukan dari biopsi insisional adalah bagian yang dipotong mungkin tidak dapat mewakili semua jaringan yang terlibat dan ahli bedah dapat menyebarkan sel-sel kanker ke dalam luka oper: Biopsi eksisional mengangkat seluruh massa tumor lokal. Teknik ini dipakai untuk massa tumor diskret yang kecil, berdiameter 2-3 cm, yaitu bila pengangkatan lokal ini tidak akan mengganggu eksisi yang lebih lebar untuk kontrol lokal per- manen. Biopsi eksisional biasanya dikontraindikasikan pada sarkoma tulang dan: jaringan lunak. Biopsi ini memerlukan hemostasis yang teliti, oleh karena kum- pulan hematoma akan memperluas kontaminasi sel tumor melalu infiltrasi pada bidang-bidang jaringan. Adakalanya, kelenjar limfe merupakan satu-satunya massa tumor yang tersedia untuk biopsi. Kelenjar limfe servikal sebaiknya tidak dibiopsi sebelum pencarian yang cermat dari tumor primernya dilakukan. Pencarian ini antara lain dengan ban- tuan laringoskopi indirek, faringoskopi, esofagoskopi, bronkoskopi, dan scanning tiroid, Kelenjar supraklavikular lebih scring membesar akibat metastasis dari ONKOLOG! 157 rongga toraks atau abdominal. Akan tetapi, pembesaran kelenjar servikalis superior biasanya karena metastasis dari neoplasma laring, orofaring, atau nasofaring. Stadium Kanker Keparahan dari tumor pasien melalui evaluasi klinis pada saat pertamakali di- periksa disebut sebagai stadium klinis, Stadium klinis ini sangat penting sebelum membuat keputusan terapi. Stadium I menunjukkan neoplasma yang masih terbatas pada lokasi asalnya. Stadium II menunjukkan penyakit lokal yang lanjut, stadium HI menunjukkan metastasis ke kelenjar limfe regional, dan stadium IV menunjuk- kan penyebaran metastasis yang jauh. Telah ditetapkan suatu standarisasi sistem penentuan stadium yang berlaku di seluruh dunia, yaitu sistem TNM. T menunjuk- kan tumor primer, N menunjukkan ada tidaknya metastasis kelenjar limfe, dan M menunjukkan ada tidaknya metastasis jauh. Untuk setiap kategori digunakan angka 1‘4 untuk klasifikasi sesuai dengan prognosis yang makin buruk. Pentingnya penentuan stadium yang akurat dan perencanaan program terapi pada pasien kanker tidak boleh terlalu dilebih-lebihkan. Jika hasil-hasil terapi dari berbagai pusat kesehatan dibandingkan, maka validitas dari evaluasi bergantung pada penentuan stadium yang cermat. TERAPI Jenis-jenis terapi kanker termasuk reseksi secara bedah, terapi radiasi, dan kemo- terapi. Kebanyakan pasien dengan tumor padat yang berpotensi dapat disembuh- kan, ditangani melalui pembedahan. Terapi radiasi dan kemoterapi ditambahkan dalam usaha memperbaiki angka kesembuhan secara keseluruhan. Kemoterapi dan imunoterapi merupakan bentuk pengobatan sistemik yang efektif terhaadap sel-sel tumor yang telah bermetastasis ke organ-organ yang jauh. Pengobatan yang menggabungkan pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi akan meningkatkan angka kesembuhan secara bermakna dibandingkan dengan apa yang dapat dicapai dengan bentuk terapi tunggal pada berbagai jenis kanker. Paliatif Setelah diagnosis keganasan ditegakkan dan luasnya penyakit ditentukan, harus diambil keputusan apakah kasus ini memiliki kemungkinan sembuh. Jika kanker bersifat lokal tanpa bukti-bukti penyebaran, maka tujuan terapi adalah membasmi kanker dan menyembuhkan pasien. Jika kanker telah menyebar melampaui kemam- puan terapi lokal, maka terapi ditujukan untuk paliasi, yaitu mengontrol gejala- gejala yang dialami pasien dan mempertahankan aktivitas maksimum selma mungkin. Kriteria terpenting dari kasus yang tak dapat disembuhkan adalah metas- tasis jauh. Terkadang perlu dilakukan seliotomi atau torakotomi eksploratif untuk menentukan sifat-sifat lesi meragukan, yang mungkin mcrupakan suatu metastasis jauh. Suatu perluasan lokal dapat pula memenuhi kriteria tidak dapat disembuhkan. Pada situasi-situasi yang meragukan, dimana pemeriksaan-pemeriksaan ekstensif gagal memperlihatkan adanya penyebaran metastasis ataupun lokal, maka pasien 158 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH harus mendapatkan keuntungan dari sikap ragu-ragu, dan harus diterapi untuk mendapat kesembuhan. Pilihan Terapi Pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi merupakan bentuk-bentuk peng- obatan kanker yang umum. Imunoterapi merupakan bentuk terapi yang baru dan kini memiliki peranan terbatas dalam terapi kanker. Beberapa faktor perlu diper- timbangkan dalam memilih bentuk pengobatan. Keadaan umum pasien, dan adanya penyakit penyerta lain periu dipertimbangkan. Demikian pula, kompensasi psiko- logis dan situasi hidup pasien juga harus dipertimbangkan. Terapi Pelengkap Sekitar 60% dari kasus tumor ganas akhimya akan mengalami kekambuhan, oleh sebab itu pencarian bentuk pengobatan yang dapat mengatasi metastasis subklinis pada saat diagnosis masih terus berlanjut. Pendekatan ini dikenal sebagai terapi pelengkap dan biasanya berupa kemoterapi atau imunoterapi. Pemikiran dasar dari terapi pelengkap ini adalah adanya kemungkinan sembuh pada stadium awal penyakit atau segera setelah pembedahan dimana beban tumor masih minimal. Contohnya, kemoterapi pelengkap pada pasien pramenopause dengan karsinoma payudara stadium II. Tumor-tumor lain yang tampaknya berespons dengan kemoterapi pelengkap adalah tumor Wilm, kanker kolorektal, dan karsinoma ovarium. Terapi Pembedahan Merupakan bentuk terapi kanker yang paling sering dilakukan dan merupakan metode terapi tunggal yang paling berhasil saat ini. Lebih banyak pasien yang dapat disembuhkan dengan pembedahan dibandingkan dengan modalitas terapi lainnya. Kemajuan-kemajuan dalam teknik pembedahan, anestesi, dan terapi suportif telah memungkinkan perkembangan prosedur-prosedur operasi yang lebih radikal dan lebih luas. Sayangnya, prosedur-prosedur yang lebih radikal ini sering kali gagal memperbaiki angka kesembuhan. Tampaknya, kemajuan-kemajuan dalam peng- obatan kanker akan timbu! dari kombinasi pembedahan dengan modalitas terapi kanker lainnya. . Persiapan scbclum operasi sangat penting pada pasicn-pasicn kanker. Status gizi pasien mungkin buruk, terdapat anemia, gangguan clektrolit, atau gangguan koagulasi, yang ikut memperburuk morbiditas dan mortalitas pasien-pasien ini. Segala usaha perlu dilakukan untuk memperbaiki gangguan ini sebelum men- jalankan pembedahan. Setelah diputuskan untuk menjalani pembedahan, maka tindakan operasi perlu direncanakan dengan cermat. Kesempatan terbaik dan sering kali juga merupakan kesempatan satu-satunya bagi pasien untuk sembuh adalah pada operasi yang pertama. Enukleasi ataupun eksisi massa tumor yang tidak lengkap tidak pernah di- indikasikan sebagai tindakan terapi. ONKOLOG! 159 Kekambuhan lokal dari kanker setelah pembedahan mungkin ditimbulkan oleh pengangkatan yang tidak lengkap, atau tercecemya sel-sel kanker ke dalam daerah operasi. Setelah biopsi pendahuluan dilakukan, maka seluruh lapangan operasi harus diperiksa lagi setelah insisi biopsi ditutup. Alat-alat dan sarung tangan yang digunakan pada biopsi tidak boleh digunakan lagi. Angka rekuren lokal pada bekas jahitan pasca reseksi karsinoma kolon, seki- tar 10%. Ligasi usus dengan pita umbilikus proksimal dan distal dari tumor, irigasi dari ujung-ujung kolon yang terpotong dengan larutan merkuri biklorida, dan eksisi dari tepi-tepi dari kedua ujung usus merupakan cara-cara yang dapat mengurangi angka kekambuhan hingga kurang dari 2%. Suatu rekuren lokal biasanya berkaitan dengan penyakit sistemik dan merupakan faktor prognostik yang tidak dikehendaki. Metastasis melalui darah merupakan faktor utama kematian penderita tumor. Terdapat korelasi antara prognosis dan keberadaan sel-sel tumor dalam darah pada tindakan operasi. Selain itu, manipulasi tumor selama pembedahan dapat sangat meningkatkan jumlah sel kanker yang ditemukan dalam darah. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran sel tumor antara lain menghindari manipulasi pada tumor (teknik tanpa sentuhan), ligasi dini pada semua cabang vaskular, dan pemakaian torniket pada oprasi tumor-tumor di ekstremitas. JENIS-JENIS OPERAS] KANKER Reseksi luas pada lokasi tumor sering kali dilakukan pada tumor padat dimana pada reseksi ini sebagian jaringan normal di sekeliling tamor ikut diangkat bersama mas- sa tumor. Pengobatan ini tepat untuk dilakukan pada neoplasma stadium dini yang belum bermetastasis ke kelenjar limfe regional ataupun yang belum menginfiltrasi luas pada jaringan sekitamya. Contohnya, karsinoma sel basal dan tumor campuran pada kelenjar parotis akan diterapi dengan reseksi luas pada lokasi tumor. Tumor yang telah menginfiltrasi jaringan sekitaya harus diatasi dengan reseksi lokal radikal. Untuk tumor-tumor seperti ini reseksi neoplasma perlu di- sertai dengan mengangkat pula jaringan nomal di sekitamya secara cukup luas. Sarkoma jaringan lunak dan karsinoma esofagus dan lambung merupakan contoh tumor yang dapat diterapi dengan cara ini, Jika sebelumnya tumor sudah pernah dieksplorasi_namun belum diangkat, atau jika pernah dilakukan biopsi insisional, maka sangat penting untuk mengangkat pula segmen kulit dan jaringan di bawah- nya sampai cukup lebar dan melampaui batas-batas insisi semula. Harus selalu ditekankan bahwa neoplasma maligna biasanya tidak memiliki kapsul sejati. Suatu pseudokapsul yang terbentuk oleh zona kompresi sel-sel neo- plastik biasanya membungkus tumor. Ahli bedah harus sclalu memotong melalui jaringan normal pada semua kasus dan tidak boleh menyentuh neoplasma maupun pseudokapsulnya pada saat mengangkat tumor. Reseksi radikal dengan eksisi sistem limfatik en bloc adalah operasi yang dirancang untuk mengangkat neo- plasma primer dan kelenjar limfe regional yang mengurus daerah tersebut bersama- sama dengan semua jaringan diantara keduanya. Penting untuk menghindari pemo- tongan saluran-saluran limfe yang terlibat oleh karena saluran limfe yang terpotong akan sangat meningkatkan kemungkinan rekuren penyakit lokal. Prinsip eksisi en 160 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH bloc sistem limfatik pertama kali diterapkan oleh Halsted pada kanker payudara pada peralihan abad ini. Tirigginya angka kekambuhan dari tumor lokal pasca reseksi bedah bila kelen- jar limfe telah nyata terserang, dan tingginya angka kesalahan jika menggunakan teknik palpasi untuk menilai derajat keterlibatan kelenjar limfe telah mengarahkan pada diseksi rutin dari kelenjar limfe regional di dekat tumor primer walaupun kelenjar-kelenjar itu secara klinis tidak terserang. Pembedahan Kanker Rekuren Reseksi bedah jelas berperan pada neoplasma rekuren lokal dengan tingkat kega- nasan yang rendah dan dengan pertumbuhan yang lambat, yaitu bilamana reseksi lanjutan ini dapat memberikan masa remisi yang panjang. Bermacam-macam per- tanda tumor, misalnya CEA, sangat bermanfaat untuk menyeleksi pasien-pasien dengan operasi ulang yang membaik. Reseksi Tumor Metastasis Pengangkatan tesi metastasis di paru-paru, hati, atau otak terkadang dapat mem- berikan kesembuhan klinis. Hal ini khususnya benar jika tumor metastasis bersifat soliter. Pasien-pasien dengan tumor metastasi soliter, atau dengan metastasis yang terbatas pada satu lobus hati, sering kali berhasil diterapi dengan reseksi. Sekitar 25% dari pasien-pasien ini akan bertahan hidup selama 5 tahun. Reseksi dari suatu tumor metastasis soliter pada paru-paru memberikan umur harapan hidup 5 tahun lebih tinggi dibandingkan reseksi dari karsinoma bronkogenik primer pada paru- paru. Pemilihan pasicn yang tepat untuk pembedahan tumor metastasis bergantung pula pada waktu penggandaan tumor. Pada beberapa penelitian, waktu peng- gandaan tumor lebih dari 40 hari, telah mengalami paliasi yang bermakna dengan reseksi paru-paru. Sangat berbeda dengan pasien-pasien yang waktu penggandaan tumornya kurang dari 20 hari, mereka tidak mendapat manfaat bermakna dari reseksi lesi metastasis. Teknik Isolasi Perfusi Infus obat-obat kemoterapi secara kontinu dapat dilakukan memakai pompa infusi portable yang ditempelkan pada sebuah kateter yang ditempatkan pada suatu arteri yang memperdarahi lesi neoplastik. Metode ini meningkatkan efektivitas kemo- terapi sebab dapat mencapai konsentrasi yang lebih tinggi. Penderita hepatoma berespons baik dengan infus 5-fluorourasil (5-FU) intra-arterial. Infus hipertermia dengan obat-obat kemoterapi mungkin layak dilakukan un- tuk mengatasi metastasis satelit ataupun transit dari melanoma maligna. Panas itu sendiri dapat menjadi agen yang efektif terhadap beberapa tipe tumor, dan jika di- kombinasi dengan kemoterapi, dapat menjadi sarana yang penting dalam peng- obatan tumor metastasis atau rekuren. ONKOLOG! 161 Pembedahan Paliatif Tindakan pembedahan kadang-kadang merupakan indikasi untuk menghilangkan gejala atau untuk memperpanjang hidup yang dirasakan berguna dan nyaman. Ope- rasi seperti ini memperbaiki kualitas hidup meskipun tidak selalu memperpanjang- nya. Contoh-contoh pembedahan paliatif antara lain gastrojejunostomi; kolostomi; kordotomi untuk mengatasi nyeri; amputasi pada tumor ckstremitas yang sangat nyeri; dan reseksi kolon kendatipun sudah mengalami metastasis ke hati. Terapi Radiasi Radiasi ionisasi efektif dalam mengendalikan sejumlah tumor ganas. Terapi radiasi digunakan pada penatalaksanaan sekitar 50% hingga 60% dari semua penderita kanker. Kelebihan dari terapi radiasi adalah kemampuannya merusak tumor tanpa merusak struktur anatomi. Kekurangan dari metode ini antara lain memperbanyak sckuele setelah beberapa saat, serta pengobatan yang memakan waktu lama. Dosis radiasi dihitung sesuai kebutuhan dalam satuan gray (Gy), dimana 1 Gy setara dengan 1 joule per kilogram (J/kg) dari bahan penyerap. Jadi, 1 Gy setara dengan 100 rad, dan 1 cGy setara dengan 1 rad. Pengembangan teknik penempatan langsung sejumlah isotop radioaktif ke dalam sejumlah kanker tertentu, yang baru ditemukan, telah kembali diminati. Akibatnya, ahli radiasi onkologi menjadi semakin banyak terlibat dengan ahli bedah onkologi dengan makin berkembangnya metode radiasi intraoperatif. Dasar dari kerusakan yang ditimbulkan oleh radiasi pada sel dan jaringan mamalia dianggap terjadi sekunder dari ionisasi air. Di samping itu, ionisasi dan eksitasi sasaran intraselular juga menimbulkan efek toksik langsung. Radikal bebas yang terbentuk memiliki lama hidup yang singkat. Adanya oksigen dan senyawa sulfhidril akan mengubah rekombinasi dari produk-produk ionisasi. Radiosensitivitas merupakan suatu ukuran dari kepekaan sel terhadap cedera yang ditimbulkan oleh radiasi ionisasi. Radiokurabilitas terutama berhubungan dengan ukuran, lokasi, dan jenis tumor, dan kurang berhubungan dengan radio- sensitivitas. Hipoksia sel-sel tumor mengurangi efektivitas radiasi karena untuk efek mematikan sel secara maksimal diperlukan adanya molekul oksigen. Hipertermia merupakan pelengkap terapi radiasi yang cukup menarik, sebab efektif pada fase S dari siklus sel dan tidak dipengaruhi oleh hipoksia. Selain itu, radiosensitivitas sel dapat ditingkatkan dengan mengubah DNA sasaran, misalnya dengan mengganti timidin dengan analog pirimidin berhalogen (BUGR, IUdR) selama replikasi sel. Terapi radiasi memiliki indikasi dan kontraindikasi yang jelas. Kemampuan untuk mengontrol tumor melalui terapi radiasi lebih erat kaitannya dengan ukuran tumor dan lokasi primernya. Radiokurabilitas akan makin berkurang pada tumor yang makin besar. Adanya faktor-faktor tertentu dari penderita, menyebabkan terapi radiasi dapat menjadi tidak tepat untuk dilakukan walaupun ada indikasi. Faktor-faktor ini antara lain kemunduran fisik secara umum, atau perubahan jaring- an setempat yang tidak memungkinkan terapi dengan dosis tinggi. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. ONKOLoG! 165 Imunoterapi adoptif Pada imunoterapi adoptif, sel-sel limfoid imun dipindah- kan ke resipien untuk memperantarai destruksi tumor. Sel-sel limfoid imun ini akan mengenali antigen tumor dan sebenarnya merupakan limfosit T sitolitik klasik. Pemanfaatan sel pembunuh yang diaktivasi limfokin (Lymphokine-activated killer = LAK) telah dipelopori oleh Rosenberg dan sejawatnya. Sel-sel LAK merupakan limfosit sitolitik yang dibentuk bila terdapat IL-2. Kemampuan biokimiawi alamiah dari sel LAK untuk mengenali tumor spesifik belum jelas benar. Penelitian-pene- litian klinis menggunakan sel LAK autolog dan pemberian kembali IL-2 secara sis- temik telah menghasilkan respons objektif yang jelas pada sebagian pasien dengan kanker metastasis yang besar. Akan tetapi toksisitas tampaknya tinggi pada pem- berian kombinasi sel LAK dan IL-2. Imunoterapi non-spesifik menggunakan substansi tertentu yang memiliki kemampuan dapat meningkatkan daya tahan non-spesifik terhadap virus, jamur, dan bakteri. Obat-obat ini dapat merangsang respons imun terhadap bebagai jenis antigen termasuk antigen tumor. Penggunaan basil tuberkulosis sapi yang telah dijinakkan (BCG) merupakan suatu contoh dari imunoterapi non-spesifik yang cukup mutakhir. Morton dan rekan telah mengamati bahwa injeksi BCG intratumor menyebabkan regresi metastasis intradermal dari 90% kasus melanoma maligna pada pasien dengan kompetensi imunologis. Nodul yang tidak diinjeksi, yang di- amati, juga mengalami regresi pada sckitar 20% pasien. Agen lain yang secara tidak spesifik merangsang sistem imun adalah C. parvum, antitoksin bakterial, dan polinukleotida. Bentuk imunoterapi non-spesifik lainnya termasuk pemanfaatan agen-agen yang dapat memulihkan respons imun yang sebelumnya tertekan. Agen-agen ini antara lain adalah hormon-hormon timus seperti timosin, dan obat cacing levamisol. Pemberian levamisol bersama 5-FU baru-baru ini dibuktikan dapat memperbaiki kelangsungan hidup pasca bedah pada adenokarsinoma kolon Duke C. Hipertermia Peranan hipertermia dalam pengobatan kanker di masa -datang agaknya cukup besar. Sel-sel tumor bersifat termosensitif relatif terhadap sel-sel normal pada suhu 42° hingga 45°C, Para peneliti menemukan bahwa suatu faktor pembunuh sel utama pada suhu 45°C dapat merusak pernapasan sel kanker secara ireversibel. Mekanisine ini bersama dengan peningkatan permeabilitas membran sel dan pelepasan lisoenzim, agaknya bertanggung jawab atas kerusakan sel autolitik setelah hipertermia. Pengukuran suhu yang teliti dan sering selama hipertermia pada tumor hewan dan manusia memperlihatan bahwa banyak tumor secara selek- tif dapat mempertahankan panas yang lebih besar dibandingkan dengan jaringan normal, oleh sebab neovaskularitas dari tumor secara fisiologis tidak responsit terhadap stres termal, dan tidak dapat mengatur dan meningkatkan aliran darah. Trombosis pembuluh darah yang luas terjadi pada tumor pada suhu di atas 45 °C. Reseksi tumor telah dipermudah pada beberapa kasus oleh sifat avaskular dari tumor pasca hipertermia. Hipertermia telah dimanfaatkan bersama terapi radiasi untuk menghasilkan respons sinergistik. 166 INTISAR! PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Terapi Gen Teknik-teknik cloning gen telah memacu munculnya metode terapi kanker yang baru. Transfeksi limfosit penginfiltrasi tumor in vitro dengan gen-gen yang meng- hasilkan sitokin seperti faktor nekrosis tumor, sedang dalam penyelidikan. Sel-sel yang ditransfeksikan ini diinfuskan kembali in vitro dengan prospek dapat meng- hasilkan TNF dalam kadar tinggi pada lokasi tumor. PROGNOSIS Sejumlah faktor diketahui berperanan penting dalam menentukan prognosis kanker. Lokasi tumor primer merupakan salah satu faktor terpenting. Sementara karsinoma kulit, payudara, dan tiroid sering kali bersifat lokal dan dapat disembuhkan, neo- plasma pada paru-paru, pankreas dan esofagus dapat menyebar melampaui lokasi tumor primer dan menyebabkan kematian pada lebih dari 90% pasien. Stadium penyakit pada saat pengobatan dimulai juga cukup penting dalam menentukan kelangsungan hidup penderita. Metastasis hematogen ke tempat- tempat yang jauh merupakan pertanda prognosis yang buruk, dan hanya sedikit pasien yang masih dapat disembuhkan pada stadium ini. Sebagai aturan umum, keterlibatan kelenjar limfe dengan tajam mengurangi probabilitas kelangsungan hidup hingga kira-kira separuhnya. Gambaran histologik dari neoplasma secara umum berkorelasi dengan prognosisnya. Neoplasma yang makin tidak berdiferensiasi sering bermitosis dan mengalami penyebaran dini. Faktor imunutas penderita dapat menjadi aspek penting dari prognosis. Pasien- pasien yang mengalami kehilangan respons imun secara spontan, umumnya memi- liki prognosis yang buruk. Akhirnya, usia penderita mungkin merupakan faktor penting yang mempenga- ruhi prognosis; usia yang lebih muda cenderung mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan tumor yang sama yang menyerang pada usia pertengahan atau lanjut. Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Balch CM, Pellis NR, Morton DL, dkk: Oncology, Bab 9, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 168 INTISAR! PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH berperanan penting dalam aktivasi sel B dan sel T, di samping memungkinkan pengenalan histokompatibilitas. Molekul kelas I dari antigen leukosit manusia (HLA) dapat dideteksi pada permukaan dari hampir semua sel berinti. Sangat berbeda dengan molekul kelas II dari HLA hanya ditemukan pada sel-sel sistem imun, yaitu makrofag, sel-sel den- dritik, sel B, dan sel T teraktivasi. Rantai panjang kelas I (37-45 KDa) sangat polimorfik dan terikat secara non- kovalen pada permukaan sel dengan rantai pendek mikroglobulin-B2 (B2M) yang dipertahankan. « Gen-gen kelas II juga dikenal sebagai gen respons, juga dikenal materi genetik untuk respons imun. Gen-gen ini mengontro! respons imun terhadap banyak anti- gen dan juga menandai sejumlah- antigen yang berekspresi pada limfosit. Lokus kelas II pada manusia termasuk HLA-DR, DQ dan DP. Ekspresi antigen kelas II biasanya terbatas pada sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Kesesuaian Histokompatibilitas Untuk dapat menunjukkan kemiripan antigenik antara donor dan résipien sebelum transplantasi, telah dikembangkan beberapa metode agar hanya pasangan donor dan resipien yang relatif histokompatibilitas yang terpilih. Metode terbaik saat ini disebut penentuan tipe serologis atau leukosit. Antigen HLA pada limfosit yang bersirkulasi dapat dideteksi dengan antisera yang mula- mula berasal dari pasien-pasien yang mengalami transfusi berulang, atau dari wa- nita yang berulangkali hamil. Dengan menggunakan leukosit pasien dan sejumlah antisera standar, maka dimungkinkan untuk menandai sebagian besar dari antigen HLA yang kuat baik pada donor maupun pejamu. Beberapa hal menyangkut kescsuaian histokompatibilitas perlu ditckankan: 1. Resipien yang menerima graft bahkan dari donor dengan HLA yang sesuai dan identik dengan mereka, masih akan menolak graft tersebut, kecuali jika di- berikan obat-obat imunosupresif. Hanya kembar identik saja yang benar-benar dapat sesuai secara sempurna. Meskipun histokompatibilitas antar kerabat buruk, namun hasilnya seringkali baik. Meskipun dengan kesesuaian histokompatibilitas yang baik, graft dapat menga- lami kegagalan jika pejamu memiliki pra antibodi terhadap jaringan donor pada suatu tes sitotoksisitas, 4. Adanya isohemoglutinin ABO akan menyebabkan penolakan segera terhadap jaringan yang memiliki substansi golongan darah yang tidak sesuai pada keba- nyakan graft organ padat. 5. Penentuan tipe jaringan dari donor kadaver yang bukan kerabat belum pernah berhasil. ee Perangkat Kekebalan Sejak lahir, tubuh manusia telah dilengkapi dengan kemampuan imunologis yang selanjuinya akan mengalami proses perkembangan yang kompleks. Kini telah TRANSPLANTAS! 169 disepakati bahwa ada suatu sel induk hemopoietik pluripoten yang ditemukan dalam yolk sac ekstraembrional. Turunan dari sel stem ini bermigrasi ke berbagai pusat untuk diferensiasi lebih lanjut. Ontogeni respons imun Barisan sel imatur yang pertama kali terbentuk adalah sel-sel limfoid dan mieloid. Sel-sel progenitor limfoid bermigrasi ke timus (sel T) atau ke ekivalen bursa (sel B) untuk berdiferensiasi menjadi limfosit T dan B yang matang. Dua sel utama dari barisan limfoid memainkan peranan penting dalam reaksi penolakan transplantasi: limfosit B.dan T. Sel B menghasilkan suatu repons humoral atau antibodi terhadap antigen, sementara sel T bertanggung jawab atas fungsi perantara sel dari sistem imun. Terdapat dua rangkaian elemen utama dari sel T. Sel T matang CD8+ memperantarai fungsi efektor seperti serangan sitotoksik langsung untuk menimbulkan penolakan transplantasi, sementara sel T CD4+ berperan sebagai pengatur imun (penolong) melalui sekresi sitokin yang menimbul- kan efek parakrin guna mengatur ke arah positif dan negatif dari hampir semua aspek dari respons imun. Sel T merupakan populasi sel imunokompeten yang bertanggung jawab atas perkembangan imunitas selular. Respons-respons sel T antara lain berupa reaksi hipersensitivitas tipe lambat, aktivitas antivirus, dan reaksi-reaksi yang timbul dini pada penolakan alograft. Scl B berasal dari sel induk di sumsum tulang dan menjadi bertanggung jawab untuk pembentukan imunoglobulin sirkulasi, demikian juga untuk imunitas humoral. Limfosit: Sel reaktif spesifik pada reaksi penolakan Prekursor limfosit T di- hasilkan oleh sel induk sumsum tulang yang pluripoten melalui beberapa proge- nitor yang berdiferensiasi menjadi sel pra-T. Prekursor sel T kemudian bermigrasi ke timus dan menjadi matang melalui serangkaian peristiwa genetik yang berakhir dengan diperolehnya reseptor permukaan sel yang spesifik itu. Antigen CD menentukan fungsi: CD8+ kelompok sitotoksik/supresor dapat melisiskan sel sasaran dan membunuh sel yang terinfeksi oleh virus, dan sel T CD4+ berfungsi sebagai sel pengatur imun (penolong/penginduksi) yang mem- perantarai interaksi sel T, sel B, makrofag, dan sel-sel lain melalui produksi sitokin. Pandangan terpadu reaksi penolakan organ alograft Serangkaian peristiwa yang dapat diramalkan akan benar-benar terjadi jika seorang pasien yang tidak di- sensitisasi tiba-tiba mendapat alograft. Perubahan yang pertama kali tampak adalah infiltrasi perivaskular oleh sel-sel bulat, Sel-sel yang beraneka ragam akan ter- kumpul: tampak adanya sel yang menyerupai limfosit kecil, demikian pula limfosit besar yang mengalami perubahan. Histiosit besar atau makrofag juga mulai berdatangan dalam jumlah besar. Antibodi dan komplemen dideposit pada kapiler-kapiler, dan sebagian sel lim- foid yang menginfiltrasi mulai menghasilkan imunoglobulin pada hari ketiga. Saat mengenali adanya jaringan asing, sel-sel limfoid yang tersensitisasi akan melepaskan beberapa mediator inflamasi dan mediator kerusakan sel. Pelepasan faktor-faktor sitotoksik menyebabkan cedera langsung pada membran sel yang berdekatan. Produk-produk mitogenik merangsang pembelahan sel-sel limfoid, 170 INTISAR! PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH agaknya memperbesar populasi sel-sel imunokompeten. Makrofag fagositik yang teraktivasi secara efektif dikonsentrasikan pada daerah tersebut oleh faktor penghambat migrasi, faktor kemotaksis lainnya dan sitokin yang dihasilkan oleh sel-sel yang teraktivasi. Di samping itu, dilepaskan pula agen-agen permeabilitas vaskular. Sementara itu, komplemen difiksasi dan dengan demikian akan menghasilkan faktor kemotaktik, anafilatoksis, dan akhimya kerusakan sel saat komponen akhir diaktifkan. Permeabilitas kapiler juga meningkat oleh anafilatoksin dari rangkaian komplemen dan agaknya juga oleh kinin. Edema ‘interstisial menjadi nyata. Pada saat yang sama terjadi pula tambahan infiltrasi selular oleh beberapa penyebab. Aliran komplemen menghasilkan molekul-molekul yang menyebabkan perlekatan imun dan faktor-faktor lain yang memiliki aktivitas kemotaktik. Sel-sel yang rusak mengeluarkan senyawa-senyawa tambahan yang ikut menyumbang infiltrasi oleh sel polimorfonuklear (PMN) dan sel-sel lainnya. PMN selanjutnya melepaskan amin vasoaktif (termasuk histamin atau serotonin, tergantung pada spesiesnya) dan faktor-faktor yang mempermudah permeabilitas vaskular lainnya. PMN menerobos melalui celah antar endote! yang membesar dan melepaskan katepsin proteolitik D dan E, yang menycbabkan kerusakan membrana basalis. Fibrin dan makroglobulin-c, yang peranannya belum dimengerti, dideposit menjelang hari ketujuh. Pada saat ini, sel-sel limfoid terus berakumulasi, dan di- ikuti pula oleh sejumlah sel plasma dan PMN yang merusak gambaran arsitektur normal. Populasi sel bulat agaknya memiliki banyak makrofag dan sel-sel imuno- logik non-spesifik lainnya pada saat ini, Mitosis yang makin sering dapat menun- jukkan produksi sel-sel imunokompeten di dalam graft-nya Pembuluh darah kecil menjadi tersumbat oleh fibrin dan trombosit, sehingga mengurangi perfusi dan mencegah fungsinya. Dalam urut-urutan kejadian yang relatif cepat ini, organ hanya memiliki sedikit kesempatan untuk memperlihatkan respons, dan proses patologik didominasi oleh jalur-jalur efektor pejamu. Kerusakan sel endotel membangkitkan pula respons perbaikan, yang sesuai perjanjian disebut sebagai aterosklerosis dipercepat. Agregasi trombosit di dalam lapisan pertama diuraikan, larutnya trombus ini akan dibarengi oleh infiltrasi ma- krofag dan sel busa. Akibatnya tunika intima menjadi tebal, lapisan endotel yang licin menjadi hilang dan ditemukan sel-sel bervakuola. Walaupun posisi sel-sel endotel yang menjadi terpapar dan proliferasi nyata dari sel-sel otot polos diperdebatkan sebagai suatu sasaran reaksi imun yang pen- ting, terdapat pula bukti-bukti pada membrana basalis dan clastik dari pembuluh darah yang memperlihatkan kerusakan perantara imun dalam porsi yang besar. Trombosit mungkin lebih penting peranannya dibandingan PMN dalam mem- perantarai kerusakan. Kompleks imun (mengaktifkan komplemen) akan menye- babkan perlekatan trombosit dan pelepasan bahan-bahan vasoaktif. Agregasi trombosit menyebabkan pelepasan histamin, serotonin, dan faktor permeabilitas kapiler yang membuat membran basalis akan lebih terpapar: serabut-serabut kolagen dari membran basalis yang terpapar akan meningkatkan agregasi trombosit selanjutnya. TRANSPLANTAS! 171 PENCEGAHAN PENOLAKAN GRAFT Imunosupresi Klinis Penemuan obat-obat yang dapat menekan fungsi imun merupakan suatu revolusi dalam bidang pencangkokan. Pada kebanyakan kasus, reaksi penolakan terhadap cangkokan akan timbul bilamana pemberian obat-obat ini dihentikan. Secara teoritis, terdapat sejumlah metode untuk menekan respons penolakan alogratf, antara lain (1) merusak sel-sel imun sebelum transplantasi dilakukan, (2) membuat antigen tidak dapat dikenali ataupun bersifat toksik terhadap klonus limfosit reaktif, (3) mengganggu proses pengenalan antigen oleh sel-sel resipien, (4) menghambat transformasi dan proliferasi limfosit, (5) membatasi diferensiasi limfosit menjadi sel-se] pembunuh atau se] pembentuk antibodi, (6) mengaktifkan limfosit supresor dalam jumlah yang cukup, (7) menghambat perusakan sel-sel graft oleh limfosit pembunuh, (8) mengganggu proses penggabungan imunoglo- bulin dengan antigen sasaran, (9) mencegah kerusakan sel yang ditimbulkan oleh sel-sel non-spesifik atau kompleks antigen-antibodi, atau (10) menginduksi suatu toleransi imunologik spesifik terhadap antigen graft. Agen-Agen Antiproliferatif Kebanyakan agen-agen imunosupresif tradisional bekerja dengan mengganggu proliferasi dari limfosit. Agen-agen ini antara lain adalah antimetabolit, agen alki- lasi, antibiotik toksik, dan radiograft. Mereka dapat menghambat ekspresi penuh respons imun dengan mencegah diferensiasi dan pembelahan limfosit imunokom- peten setelah pertemuan dengan antigen. Namun, semua agen-agen ini digolong- kan ke dalam 2 kategori menurut mekanisme kerjanya, yaitu agen-agen dengan struktur mirip dengan metabolit yang dibutuhkan sel, dan agen-agen yang ber- gabung dengan komponcn-komponen sel tertentu, misalnya DNA, dan dengan berbuat demikian mengganggu fungsi sel. Analog purin Analog purin azatioprin (Imuran) merupakan obat imunosu- presif yang paling sering digunakan pada pencangkokan organ. Azatioprin adalah 6-merkaptopurin (6-MP) dengan suatu rantai samping untuk melindungi gugus sulfhidril yang labil. Rantai samping ini dilepaskan di hati untuk membentuk senyawa aktif, 6-MP. Efek toksik primernya berupa supresi sumsum tulang, yang menyebabkan leukopenia. Toksisitas pada hati juga dapat terjadi, agaknya karena kecepatan sintesis RNA yang tinggi pada sel-sel ini. Siklosporin Siklosporin merupakan suatu kelas obat imunosupresif yang baru Merupakan suatu peptida siklik yang dihasilkan oleh suatu jamur (Gbr. 10-1) Sebagian dari efek supresif dari obat ini bersifat spesifik terhadap sel T. Limfosit siklosporin menghambat pembentukan interleukin-2 (IL-2). Akan tetapi, bila limfosit T sudah teraktivasi, maka siklosporin tidaklah efektif untuk menekan respons imun (Gbr. 10-2). aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRANSPLANTAS! 173 KOMPARTEMEN KONPARTEMEN DisTRIBUSt | SALURAN cERWA | VASKULAR JARINGAN | j|__ See! Imunesuprest | I Teriat pada sel sel-sel limioid | 30%, sus haus ]| Fy pene Terikat lipoprotein Seen TOKSISITAS Beas dalam serum ensures : Kult Lambat secang Gul h ssP ‘Ambitan hepatik Sitokrom Mesoderm. PAs Ginjal Hati Metsbolt Cabang-cebang vaskular Cy Tox lemak | [_Ekstresiteses Ekskresi kemih Endoderm: 7 t : 1 c GBR 10-2. Disposisi sikiosporin (CsA) obat ini diserap dari saluran cema ke dalam pembuluh darah, dimana bagian terbesar akan terikat pada sel, sedangkan fraksi obst dalam serum ter- utama terikat pada lipoprotein, menyisakan sedikit fraksi "bebas”. Distribusi obat ke jaringan di satu pihak menyebabkan imunosupresi sel-sel limfoid, dan di pihak lain menyebabkan toksisitas terhadap struktur-struktur ektodermal dan mesodermal. Setelah obat ciambil oleh hati, akan dime- tabolisir dalam sistem sitokrom P-450 menghasilkan metabolit yang terutama diekskresi melalui empedu dan sejumlah kecil melalui kemih. SSP = susunan saraf pusat. (Dengan ijin dari Starzl TE, Shapiro R, Simmons RL [eds]: Atlas of Organ Transplantation. New York, Gower Medical Publishing, 1992, p. 1.26) Imunosupresi dengan Deplesi Limfosit Kortikoid adrenal Steroid dapat menembus membran sel dan terikat pada resep- tor spesifik dalam sitoplasma dari kebanyakan sel, termasuk limfosit. Kompleks steroid-reseptor kemudian masuk ke dalam nukleus dan berinteraksi dengan DNA melalui mekanisme yang tidak diketahui. Sintesis DNA, RNA, dan protein di- hambat, demikian pula transpor glukosa dan asam amino. Dalam dosis yang cukup, limfosit akan mengalami degenerasi dan lisis. Sitolisis dapat dibuktikan in vivo, dan sel T tampaknya merupakan sel yang paling rentan. Kerja antilimfosit primer dari steroid ini agaknya dengan mengurangi limfosit-limfosit kecil sebelum mereka diaktifkan olch antigen. Steroid juga menckan fungsi-fungsi tambahan dari makro- fag, termasuk kemampuannya menghasilkan interleukin-1. Walaupun aktivitas dan produksi antibodi dari sel B relatif tidak terpengaruh oleh steroid, sel-sel lain yang ikut berperan dalam reaksi penolakan jaringan dapat dirusak oleh steroid. Kemotaksis dan fagositosis makrofag dan neutrofil dihambat. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TRANSPLANTAS! 177 TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG Autotransplantasi sumsum tulang dan transplantasi antar kembar identik merupa- kan transplantasi yang paling berhasil. Tindakan ini dilakukan untuk pengobatan paparan radiasi, anemia aplastik, dan leukemia. Oleh karena sel-se] sumsum tulang donor merupakan padanan identik dari sel-sel resipien, maka graft biasanya dapat segera diterima, dan reaktivitas graft versus pejamu tidak terjadi. Transplantasi sumsum tulang autolog (dari diri sendiri) memungkinkan pemberian dosis kemo- terapi yang lebih tinggi pada pengobatan keganasan tanpa pembatasan oleh keru- sakan sumsum tulang yang tak dapat diobati lagi. Seperti diketahui, kebanyakan obat-obat antikanker menimbulkan efek samping penekanan sel-sel sumsum tulang yang membelah dengan cepat. Transplantasi sumsum tulang alogenik berhasil dilakukan pada sejumlah penyakit. Pejamu perlu disiapkan atau terkondisi untuk dapat mencrima scl-sel sumsum tulang donor dengan menggunakan obat-obatan atau radiasi untuk membasmi sel induk resipien. Tindakan ini biasanya dilakukan untuk mengobati kanker darah dimana hasil yang diharapkan adalah penggantian total dari seluruh kompartemen sumsum tulang resipien (demikian juga kankernya) dengan sum- sum tulang donor. Tidak seperti alograft lainnya, setelah sumsum tulang diterima oleh resipien, maka tidak diperlukan lagi imunosupresi agar graft dapat bertahan secara permanen. Timbul suatu keadaan yang tidak nyata, dimana jaringan dari dua sumber genetik yang-berbeda (donor dan resipien) terdapat bersama-sama. Kenyataannya, graft sumsum tulang memiliki kemampuan unik untuk memberikan toleransi dalam bentuk penerimaan yang permanen untuk graft jaringan dan organ selanjutnya. Resipien dapat menerima donor dan menganggap donor sebagai bagi- annya sendiri. Namun, jika sel T matur dari donor ikut terbawa bersama graft sumsum tulang, maka sel-sel ini akan menyerang pejamu, yang dianggap sebagai benda asing, sehingga menimbulkan tanda-tanda antara lain ruam kulit gene- ralisata, gagal hati, diare, dan penyusutan tubuh. Semakin besar perbedaan genetik antara donor dan resipien, makin kuat pula reaksi graft versus pejamu. Walaupun pernah dipercaya bahwa reaksi graft versus pejamu tidak mungkin terjadi bila tidak ada sumsum tulang donor, telah menjadi nyata bahwa hal ini Udaklah benar, Tiga faktor dasar untuk terjadinya reaksi graft versus pejamu: (1) perbedaan antigenik yang nyata antara donor dan pejamu; (2) sel T donor imuno- kompeten; dan (3) gangguan imun relatif pada resipien. Pemanfaatan sumsum tulang untuk menginduksi tolcransi terhadap graft organ padat berikutnya, misalnya hati, jantung, dan ginjal, telah dipertimbangkan sebagai suatu metode pendekatan yang potensial guna mencapai kelangsungan hidup grfat jangka panjang bebas reaksi penolakan, tanpa imunosupresi nonspesifik kronis. Sukses yang cukup bermakna telah didapat pada beberapa spesies, dan penelitian kini tengah dikembangkan dalam usaha mencoba metode pendekatan ini secara klinis. 178 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU, BEDAH TRANSPLANTASI ORGAN Pankreas Bahwa diabetes tipe I merupakan suatu penyakit autoimun scjati adalah jclas. Pada kondisi ini, ‘penderita kehilangan toleransi terhadap tubuh sendiri, mengakibatkan terjadinya scrangan pada jaringan-jaringan target. Penderita diabetes tujuhbelas kali lebih mudah terkena penyakit ginjal, lima kali lebih mudah terkena gangren pada ekstremitas, dan dua kali lebih mungkin terkena penyakit jantung. Diabetes kini merupakan penyebab utama dari gagal ginjal yang memerlukan dialisis dan trans- plantasi ginjal di Amerika Serikat. Beberapa pengamatan mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa lesi-lesi angiopatik, sebagian berkaitan dengan diabetes, dan sekunder dari metabolisme abnormal: . 1. Nefropati dan retinopati terjadi pada pasien-pasien diabetes dan juga sebagai akibat dari penyakit lain 2. Banyak penelitian klinis longitudinal yang membuktikan hubungan antara lamanya penyakit, kontrol glukosa plasma, dan perkembangan lesi. Nefropati dan retinopati terjadi pada hewan dengan induksi diabetes. 4, Penelitian pada hewan telah membuktikan jika hiperglikemia dapat diturunkan dengan terapi insulin atau dengan transplantasi pankreas atau pulau Langer- hans, maka lesi-lesi diabetik di mata, ginjal, dan saraf dapat dicegah atau dimi- nimalkan, ‘5. Ginjal yang ditransplantasikan dari tikus normal ke tikus diabetik akan menga- lami lesi histologis diabetes yang khas, sementara ginjal diabetik yang ditrans- plantasikan pada tikus normal memperlihatkan hilangnya atau berkurangnya perkembangan dari lesi-lesi ini. = Teknik mutakhir untuk mengisolasi pulau-pulau Langerhans dari pankreas terdiri dari perusakan secara mekanis, pencernaan enzimatik, dan pemisahan ber- dasarkan perbedaan densitas. Infus pulau-pulau Langerhans dewasa ke dalam vena porta akan memberikan kontrol diabetes jangka panjang pada tikus. Teknik ini juga telah berhasil diterapkan pada autotransplantasi dari pulau-pulau Langerhans pada orang-orang yang harus menjalani pankreatektomi untuk mengatasi pankreatitis kronis. Lebih dari 100 cangkokan alograft pulau Langerhans telah dilakukan. Kini telah terbukti bahwa transplantasi dari jaringan pulau Langerhans yang dapat menghasilkan insulin sudah memadai untuk mencapai homeostasis glukosa. Alo- transplantasi pulau Langerhans telah dibatasi oleh peningkatan kerentanan pulau- pulau tersebut terhadap reaksi penolakan alograft. Kelangsungan hidup jangka panjang dari alograft sulit dicapai sekalipun dengan pemberian obat-obat imuno- supresi yang dapat memperpanjang masa hidup alograft kulit, ginjal, atau jantung. Sampai bulan Oktober 1990, telah dilakukan lebih dari 3800 transplantasi pankreas. Biasanya digunakan organ dari kadaver, dan sebagian besar resipien berada dalam stadium akhir penyakit ginjal diabetik; jadi pankreas dan ginjal TRANSPLANTAS| 179 ditransplantasikan bersama-sama pada suatu operasi. Namun, dengan keberhasilan yang makin marak, maka transplantasi pankreas scmakin scring dilakukan sebelum penyakit ginjal menjadi lanjut. Kenyataannya, seperempat dari seluruh transplantasi pankreas yang dilakukan di antara tahun 1986 sampai 1990 tidak disertai transplan- tasi ginjal secara bersamaan. Transplantasi pankreas utuh atau segmental yang berhasil, dapat menghasilkan sirkulasi insulin dan kadar glukosa plasma yang normal. Episode-episode penolak- an transplan sulit diatasi, demikian juga untuk dideteksi. Pada saat kadar glukosa darah menjadi abnormal. reaksi penolakan biasanya sudah terlalu lanjut untuk diatasi. Kadar enzim serum tidak meninggi dan karenanya tidak dapat dipakai un- tuk meramalkan reaksi penolakan graft. Namun pada anastomosis saluran pankreas ke kandung kemih, maka kadar amilase kemih dapat dipakai untuk pemantauan. Kadar amilase akan turun segera pada reaksi penolakan. Dengan demikian, peme- cahan masalah teknis yang paling berhasil juga akan memberikan pemantauan imunologis yang lebih baik dari respons penolakan. Pengalaman pada manusia telah menunjukkan bahwa alograft pankreas yang mendapat vaskularisasi dan berfungsi dapat memperbaiki defisiensi metabolik pada diabetes, Kelangsungan hidup graft telah bertambah baik; dari pasien-pasien yang menerima graft antara tahun 1988 dan 1990 sedikit di atas 60% dari graftnya masih berfungsi setelah 36 bulan, padahal pada tahun 1978 dan 1982 hanya 18%. Traktus Gastrointestinalis Transplantasi dari beberapa visera abdomen, antara lain hepar, duodenum, dan pan- kreas; hepar, lambung, duodenum, dan pankreas; atau hepar dan usus en bloc teiah dilakukan secara klinis dengan sukses. Transplantasi “berkelompok” ini dilakukan setelah pengangkatan dari hepar, pankreas, lambung, limpa, duodenum dan jeje- num proksimal dari resipien. Operasi ini umumnya dilakukkan untuk mengatasi keganasan intraabominal lokal namun luas yang melibatkan hepar atau pankreas. Alotransplantasi dari usus halus kini telah dapat dilakukan. Sejumlah kasus yang berhasil telah dilaporkan. Namun demikian, reaksi graft versus pejamu sudah diantisipasi akan terjadi karena tingginya beban limfoid dari usus halus, hal ini telah terbukti tidak menjadi halangan. Pada umumnya pasiennya adalah resipien anak yang telah kehilangan usus halus akibat dari malrotasi pada volvulus usus tengah atau enterokolitis nekro- tikans. Hepar Transplantasi hepar telah menjadi pemecahan masalah dengan angka keberhasilan yang tinggi untuk berbagai gangguan hati kongenital ataupun didapat pada ribuan pasien, Suatu transplan hati biasanya ditempatkan pada lokasi anatomis normal (transplantasi ortotopik) setelah hepatektomi total pada resipien. Indikasi Secara teoritis, transplantasi hepar pantas dilakukan pada tiap penya- kit yang menyebabkan kegagalan hati. Pada anak-anak, maka indikasi transplantasi yang paling sering adalah atresia biliaris ekstrahepatik. Transplantasi merupakan 180 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH kontraindikasi pada pasien-pasien dengan (1) infeksi ireversibel, (2) keganasan yang telah menyebar luas, (3) penyakit penyerta (misal, kegagalan miokardium, usia lanjut) yang akan mengganggu kelangsungan hidup, atau (4) berisiko tinggi untuk kambuhnya penyakit pada organ cangkokan. Karena hepatitis aktif juga biasanya berulang, maka adanya antigenemia HBsAg atau HBeAg merupakan . kontraindikasi relatif. Pada pasien anak, perbedaan ukuran merupakan faktor pembatas utama untuk transplantasi hepar dan telah membatasi jumlah organ donor yang tersedia pula. Transplan hati dengan ukuran yang dikecilkan merupakan pemecahan masalah ini. Teknik Transplantasi hati merupakan suatu prosedur yang relatif ringkas, namun demikian perdarahan berlebihan akibat hipertensi portal pada sistem vena kolateral yang luas membuat hepatektomi menjadi bagian yang paling sulit dari proses transplantasi ini. Jika kesulitan. teknis menghambat proses penyelesaian transplantasi hati, maka pasien dapat meninggal. Pada anak-anak, hati donor dapat berukuran sampai 20 persen lebih kecil, namun hanya boleh lebih besar sedikit saja. Anastomosis alograft ditunjukkan dalam Gbr. 10-3. Anastomosis vena kava suprahepatika merupakan bagian operasi yang paling sulit dilakukan. Anastomosis kedua biasanya vena porta untuk meminimalkan bendungan pada usus. Setelah anastomosis vena porta selesai dilakukan, klem vena kava hepatika inferior harus diangkat sementara, sehingga tinggal klem pada vena kava suprahepatika. Aliran masuk vena porta harus dibuka agar hepar mendapat perfusi darah yang hangat. Rangkaian ini berguna untuk mengeluarkan perfusi dingin dari hati dan mencegah GBR 10-3. Transplan hali orfotopik yang lengkap pada (A) dewasa dan (B) anak-anak. Dua me- tode yang banyak dipilih untuk rekonstruksi saluran empedu digambaran di sini. (Dengan ijin dari: Ascher NL, Najarian JS, et al, dalam Simmons RL, Finch M, et al [eds]: Manual of Vascular ‘Access, Organ Donation, and Transplantation. New York, Springer-Verlag, 1984) TRANSPLANTAS! 181 hipotermia dan heparinisasi sistemik. Segera setelah perfusi dibilas dari hepar dan hati menjadi kenyal dan berwarna merah muda, vena kava intrahepatik diklem, dan klem vena kava suprahepatika dilepaskan. Anastomosis vaskular sisanya (arteria hepatika, vena kava inferior) kemudian dapat diselesaikan. Setelah anastomosis vaskular selesai, perlu dibuat drainase saluran empedu. Suatu anastomosis saluran empedu ke saluran empedu lebih disukai pada orang dewasa. Pada anak, lebih disukai koledokojejunostomi. Penatalaksanaan pasca operasi Penatalaksanaan awal pasca transplantasi dari resipien hepar demikian rumitnya sehingga telah disusun suatu protokol guna memastikan hal-hal kecil yang sangat penting agar tidak terlupakan. Jika fungsi ginjal baik, untuk imunosupresi sebaiknya diberikan siklosporin dan prednison. Namun jika fungsi ginjal buruk, siklosporin jangan diberikan, dan sebaiknya diberi- kan serum antilimfoblas dan azatioprin sampai masa pemulihan akut menjadi stabil. Pemantauan fungsi transplan hepar dengan penentuan kimiawi dari parameter koagulasi (terutama waktu protrombin, kadar faktor V, bilirubin serum, kadar trans- aminase, dan fosfatase alkali) mutlak dilakukan. Perubahan kadar tersebut dapat merupakan tanda adanya rcaksi penolakan, iskemia, infcksi virus, kolangitis atau obstruksi mekanis. Pada reaksi penolakan, limfosit akan menginfiltrasi jalur-jalur vena porta dan vena sentralis, disertai kerusakan epitel saluran empedu dalam derajat yang ber- variasi. Oleh sebab itu, biopsi perkutan dan biakan transplan hepar merupakan satu- satunya cara untuk membedakan antara reaksi penolakan, iskemia, infeksi virus, dan kolangitis. Reaksi penolakan mula-mula diobati dengan steroid intravena, OKT3, atau globulin antilimfoblas. Adanya PMN di dalam jalur-jalur porta menun- jukkan kolangitis. Pasien kemudian diobati dengan antibiotik dan perlu dicari adanya obstruksi mekanis sebagai penyebab yang mendasarinya. Hepatitis CMV diobati dengan gansiklovir. Protokol terbaru yang menggunakan obat ini secara profilaksis, menunjukkan angka insidens yang lebih rendah dari infeksi virus yang mengancam jiwa. . Komplikasi pasca operasi Komplikasi yang paling serius adalah kegagalan fungsi primer, dimana hepar gagal berfungsi secara memadai untuk mempertahan- kan hidup. Kegagalan ini dapat diakibatkan oleh iskemia, faktor-faktor teknis, atau- pun reaksi penolakan yang dipercepat. Kegagalan fungsi primer, mula-mula dicurigai bila kadar faktor V dalam plasma gagal kembali ke angka normal. Perdarahan intraoperasi dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab; pirau porto- sistemik yang luas hampir selalu ditemukan dan selalu terdapat cacat koagulasi global. Bahkan bila hemostasis tampaknya adekuat selama operasi, perdarahan masih menjadi bahaya khusus pada periode segera sctclah opcrasi. Parameter koagulasi termasuk kadar trombosit dan kadar kalsium serum perlu diukur saat penutupan abdomen sehingga dapat segera diperbaiki. Sumbat trombotik baik pada arteria hepatika ataupun vena porta dapat menim- bulkan kemunduran fungsi hati yang mendadak. Kadar bilirubin dan transaminase akan meningkat secara cepat; terjadi koagulopati, hiperkalemia, dan hipoglikemia, dan hati gagal mengekstraksi radionuklida selama scanning hepar. 182 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Pemberian trimetoprim sulfametoksazol oral secara profilaktik akan mengu- rangi insidens infeksi Pneumocystis carinii dan Nocardia pasca operasi, seperti hal- nya pada pasien-pasien transplantasi ginjal. Infeksi virus merupakan masalah utama pasca operasi. Infeksi yang paling serius adalah yang disebabkan oleh CMV. CMV dapat diatasi dengan pemberian asiklovir atau gansiklovir. Episode-episode reaksi penolakan subklinis dan reversibel sering kali dapat di- deteksi jika biopsi hati dilakukan dalam selang waktu beberapa minggu. Reaksi pe- nolakan dapat terjadi kapanpun pasca operasi, termasuk masa 24 jam pertama, na- mun umumnya terjadi sedikitnya beberapa minggu setelah transplantasi dilakukan. Hasil Walaupun transplantasi hati yang pertama pada manusia dilakukan pada tahun 1963, prosedur ini belum dapat dikatakan berhasil sebelum tahun 1967. Mu- Jai tahun ini hingga 1978 hasil-hasil yang dicapai umumnya buruk, dengan umur harapan hidup | tahun, berkisar antara 25% hingga 30%. Penambahan siklosporin pada prednison, atau pada prednison plus azatioprin, memberikan perbaikan hasil yang dramatis dengan umur harapan hidup graft 1 tahun, sekitar 80%. Transplantasi hepar kini dipertimbangkan sebagai pilihan terapi untuk kasus-kasus penyakit yang menyebabkan kegagalan hepar stadium lanjut, yang semakin banyak jumlahnya. Transplantasi Jantung Sejarah perkembangan Ketika transplantasi jantung pada manusia pertama kali dilakukan oleh Christiaan Barnard tahun 1967, timbul lonjakan gelombang yang meniru tansplantasi tersebut di seluruh dunia. Namun hasil-hasil awal yang mengecewakan telah membuat para pelopornya berkecil hati. Indikasi Kebanyakan pasien yang memerlukan transplantasi jantung didiag- nosis sebagai kardiomiopati kongestif, yang merupakan suatu kategori yang luas dengan berbagai patogenesis berbeda. Kardiomiopati “idiopatik” merupakan ke- lompok kondisi heterogen dengan patologi stadium akhir yang sama, ditandai oleh dilatasi ruang-ruang jantung, degenerasi miokardium, dan fibrosis. Kardiomiopati virus diduga bertanggung jawab atas mayoritas kasus “idiopatik.” Kardiomiopati iskemik merupakan manifestasi stadium akhir dari ateroskle- rosis koroner. Dibandingkan dengan pasien-pasien kardiomiopati idiopatik, pasien- pasien dengan kardiomiopati iskemik biasanya berusia lebih tua, dan memiliki fre- kuensi penyakit penyerta seperti diabetes dan penyakit vaskular perifer yang lebih tinggi. Sembilan puluh persen dari pasien yang menjalani transplantasi jantung menderita kardiomiopati idiopatik (49%) ataupun iskemik (41%). Sepuluh persen pasien mengalami kegagalan ventrikel stadium akhir yang berkaitan dengan penyakit katup atau penyakit jantung kongenital yang tak dapat direkonstruksi. Pada anak-anak, proporsinya berbeda, kardiomiopati idiopatik (49%) dan penyakit jantung kongenital (44%) yang merupakan 93% dari jumlah total, Seleksi resipien Resipien diseleksi dari pasien-pasicn dengan gagal ventrikel stadium akhir, atau secara klinis dari Klasifikasi New York Heart Association (NYHA) kelompok III-IV, yang tampaknya tidak akan dapat bertahan hidup lebih dari satu tahun, dan yang tidak memiliki pilihan terapi lainnya. TRANSPLANTAS! 183 Kontraindikasinya termasuk penyakit sistemik yang cenderung mengganggu kelangsungan hidup jangka panjang, seperti keganasan, penyakit vaskular perifer yang berat atau vaskulitis autoimun, dan disfungsi ginjal atau hati yang agaknya tidak berespons terhadap perbaikan curah jantung. Evaluasi donor Waktu iskemik (waktu yang diperlukan mulai dari terputus- nya sirkulasi koroner pada donor hingga pemulihan sirkulasi koroner pada resipien) idealnya kurang dari 4 jam. Menyesuaikan ukuran jantung dilakukan untuk meng- hindari kesenjangan yang menyolok pada anastomosis pembuluh-pembuluh besar dan atrium, dan untuk menghindari ketidaksesuaian hemodinamik yang sebelum- nya dapat diperkirakan. Ekokardiografi sangat penting untuk menilai kontraktilitas dan untuk mencari kelainan gerakan dinding fokal. Operasi resipien Untuk meminimalkan waktu iskemik, diperlukan komunikasi yang akrab antara anggota tim donor sehingga implantasi dapat segera dilakukan segera setelah jantung donor tiba di ruang operasi resipien. Aorta resipien' diklem silang tepat di proksimal arteria inominata, dan jantung dikeluarkan dengan memo- tong pembuluh-pembuluh besar pada komisuranya, dan memisahkan atria dari ventrikel pada alur atrioventrikularis. Kedua aurikula atrium dieksisi. Aspek poste- tior dari kedua atria dibiarkan utuh dan dihubungkan melalui septum interatrialis. Jantung donor dikeluarkan dari kemasan dinginnya, dan dirapikan seperlunya. Implantasi dilanjutkan dengan anastomosis dari atrium kiri, diikuti atrium kanan, arteria pulmonalis, dan aorta. Klem silang diangkat, dan irama spontan dapat kem- bali pulih. Nodus sinus dari jantung donor menjadi pacu jantung dominan. Irama intrinsik dari resipien sering kali menetap, menimbulkan kontraksi teratur yang tidak dihantarkan dari jaringan atrium asli, dan suatu gelombang P bebas kedua pada EKG pasca transplantasi. Imunosupresi Kombinasi obat imunosupresi yang paling sering digunakan adalah siklosporin, azatioprin, dan prednison oral yang diberikan setiap hari. Dosis siklosporin disesuaikan untuk mempertahankan kadar serum yang tepat. Efek samping yang ditimbulkan siklosporin cukup berarti, termasuk nefrotoksisitas, hipertensi, hirsutisme, dan hipertrofi gusi. FK506, RS61443, dan rapamisin sedang dievaluasi sebagai pengganti siklos- porin. Reaksi Penolakan Reaksi penolakan dipantau melalui biopsi endomiokardium ventrikel kanan yang dilakukan sedikitnya setiap minggu dalam bulan pertama, dan sclanjutnya lebih jarang menurut jadwal yang disusun dalam interval yang makin panjang. Sctiap kali melakukan biopsi, dilakukan pula katetcrisasi jantung kanan Episode-episode reaksi penolakan biasanya memperlihatkan hemodinamik yang normal, namun curah jantung rendah, saturasi oksigen vena campuran rendah, dan peninggian tekanan atrium kiri atau tekanan desakan, membangkitkan kecurigaan pada reaksi penolakan. Biopsi dilakukan melalui teknik pungsi vena dengan suatu forseps biopsi yang fleksibel dimasukkan ke dalam ventrikel kanan. Bukti-bukti histologik dari nekrosis miosit (tingkat 2 atau lebih tinggi) dianggap bersifat diag- nostik untuk reaksi penolakan yang bermakna. Infiltrat sel radang tingkat | 184 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH dianggap abnormal, tetapi biasanya tidak diterapi scbagai rcaksi penolakan bila tidak ada nekrosis miosit. Seluruh episode reaksi penolakan yang dicurigai di- anggap memiliki konteks klinis, terutama jika diagnosis histologinya meragukan. Sekitar 95% dari episode reaksi penolakan mula-mula diobati dengan steroid, baik sebagai booster oral dengan prednison untuk 3 hari pertama, diikuti dengan penurunan dosis selama 7 hingga 10 hari, atau sebagai suntikan intravena dengan metilprednisolon (1 g/hari selama 3 hari). Pengobatan dengan steroid ora! dan intra- vena efektif pada 90% dari episode reaksi penolakan, dan separuh dari sisanya dapat diselamatkan melalui terapi penyelamatan. Pasien-pasien yang mula-mula datang dengan ketidakstabilan hemodinamik, mempunyai risiko yang tinggi dan harus mendapat terapi awal yang agresif dengan steroid intravena dan suatu agen sitolitik. Hasil Umur harapan hidup satu tahun untuk transplantasi yang dilakukan dalam 5 tahun terakhir adalah 80%, meningkat dibandingkan dengan 73%, pada pen- cangkokan yang dilakukan 5 tahun sebelumnya. Dengan kata lain, umur harapan hidup 5 tahun saat ini, pada prinsipnya sama dengan umur harapan hidup 1 tahun pada saat dasawarsa dimulai. Hasil yang diukur dengan menilai status fungsional 2 tahun setelah transplantasi, memperlihatkan 85% pasien adalah NYHA kelas I dan 13% NYHA kelas II. Akhir-akhir ini harapan hidup 1 tahun lebih dari 80% untuk semua resipien di bawah usia 18 tahun, dan telah meningkat menjadi 70% pada anak di bawah usia 1 tahun, Mortalitas tigapuluh hari telah stabil pada 9%-10%. Mortalitas tigapuluh hari ini dihubungkan dengan reaksi penolakan atau infeksi pada sekitar 40% pasien, dan juga dengan penyebab “jantung” atau penyebab mortalitas dini lainnya, misalnya seleksi donor yang kurang baik, pelestarian jaringan donor yang buruk, dan hiper- tensi pulmonalis yang menghambat pada resipien. Sejumlah kecil pasien yng mengalami disfungsi donor yang timbul dini, dapat diselamatkan dengan alat bantu ventrikel (VADs). Siklosporin dan obat-obat sitolitik sangat mengurangi frekuensi kematian dini akibat reaksi penolakan, namun tidak mempengaruhi kematian akibat sebab-sebab lain. Transplantasi Paru-Paru dan Jantung—Paru Sejarah perkembangan Pencangkokan paru-paru manusia yang pertama dilakukan oleh Hardy pada tahun 1963, yaitu berupa transplantasi satu sisi paru-paru yang sayangnya berakhir dengan kematian dini, Usaha ini diikuti oleh 46 transplantasi satu sisi paru-paru yang dilakukan dalam 20 tahun berikutnya, dengan mortalitas lebih dari 80% pada 18 hari, median umur harapan hidupnya 10 hari, dan umur harapan hidup | tahun, 0%. Kematian umumnya disebabkan oleh merekahnya anastomosis bronkus. Seleksi resipien Resipien transplantasi paru-paru biasanya menderita penyakit paru stadium akhir yang sangat membatasi aktivitas normal, dan memiliki prospek yang buruk dengan tmur harapan hidup 1 hingga 2 tahun. Penyakit paru obstruktif/ fibrotik seperti emfisema, fibrosis kistik, dan fibrosis paru idiopatik merupakan TRANSPLANTAS! 185 contoh-contoh yang paling umum. Sangat berbeda dengan penyakit vaskular paru misalnya hipertensi pulmonalis atau sindrom Eisenmenger yang ditandai oleh kega- galan ventrike] kanan dengan fungsi bronkoalveolar yang hampir normal. Pasien-pasien dengan anatomi intrakardiak yang tak dapat direkonstruksi dan menderita sindrom Eisenmenger stadium akhir harus mendapat transplantasi jantung-paru-paru. Resipien transplantasi kedua sisi paru-paru akan menghadapi suatu pem- bedahan mayor, namun batas umur biasanya lebih tua (yaitu hingga 60 tahun). Pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kebanyakan pasien dengan emfisema dapat berfungsi baik dengan transplantasi satu sisi paru-paru. Beberapa pusat pengobatan beranggapan pasien-pasien dengan hipertensi pulmonalis primer ataupun sekunder harus mendapat transplantasi kedua sisi paru-paru untuk meng- hindari gangguan akut atau kronik yang berkaitan dengan perpindahan perfusi pada transplantasi paru-paru tersebut. ‘Transplantasi satu sisi paru-paru memiliki teknis pelaksanaan yang relatif lebih sederhana dibandingkan dengan transplantasi kedua sisi paru-paru ataupun trans- plantasi jantung—paru-paru, serta dapat menyertakan pasien yang lebih tua (hingga 65 tahun) pada seleksi pasiennya. Penatalaksanaan pascaoperasi Masalah yang unik pada transplantasi_ paru- paru adalah infeksi pada organ transplan yang lebih sering terjadi dan lebih berat dibandingkan dengan transplantasi organ padat lainnya. Terjadinya infeksi harus selalu dipikirkan bila perubahan-perubahan radiografi dada atau pertukaran gas mengisyaratkan terjadinya reaksi penolakan. Infeksi merupakan penyebab kematian pada 34% resipien transplantasi jantung-paru-paru dan 55% resipien resipien satu sisi paru-paru, tercatat pada Registry of International Society for Heart and Lung Transplantation. Yang paling sulit adalah membedakan antara reaksi penolakan dan pneumonia virus. Namun tidak jarang, diagnosis penyakit paru-parn CMV sepenuhnya bergantung pada penemuan badan inklusi dalam jaringan paru yang didapat melalui biopsi transbronkial. Untuk terapi rumatan, kebanyakan pusat pengobatan menggunakan imuno- supresi dengan tiga obat, Semakin banyak orang yang percaya bahwa reaksi peno- lakan pada transplantasi paru-paru timbul lebih sering, lebih agresif dan lebih sukar diatasi dibandingkan dengan reaksi penolakan pada tansplantasi jantung, dan pemeliharaan imunosupresi pada pasien-pasien ini cenderung harus lebih agresif. ‘Transplantasi satu sisi paru-paru menimbulkan masalah unik yang berkaitan dengan keberadaan jaringan paru-paru asli, Pada pasien-pasien dengan emfisema, daya regang yang tinggi dari paru-paru asli cenderung menyebabkan pengem- bangan yang berlebihan pada ventilasi tekanan positif, yang dapat menimbulkan pergeseran yang serius dari mediastinum dan mengganggu aliran balik vena dan pertukaran gas. Pada masa awal pascaoperasi, resipien jantung—paru-paru memerlukan ban- tuan inotropik dan kronotropik dari jantung yang lepas dari persarafannya, dan berisiko terhadap reaksi penolakan jantung di samping reaksi penolakan paru-paru. Reaksi penolakan terhadap jantung dan paru-paru dapat terjadi secara independen 186 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH (P<0,01). Untuk alasan yang belum sepenuhnya jelas, reaksi penolakan terhadap jantung, jarang terjadi pada resipien jantung-paru-paru dibandingkan dengan resipien jantung saja. Pengawasan biopsi endomiokardium ditakukan sesuai jadwal yang semakin lama semakin jarang dilakukan dan akhirnya tidak perlu dilakukan lagi setelah | tahun. Hasil Dalam waktu 10 tahun hingga 1991, telah dilakukan 1212 transplantasi jantung-paru-paru. Kelangsungan hidup satu tahun untuk semua transplantasi jantung-paru-paru yang tercatat di Registry cukup mengecewakan (64%). Angka harapan hidup satu tahun untuk semua transplantasi paru-paru adalah 68%. Angka yang hampir identik didapatkan baik pada transplantasi satu sisi paru-paru atau- pun kedua sisi paru yang dilakukan sebagai transplantasi satu sisi paru bilateral, yaitu 69% dan 68%. Sedangkan hasil yang paling buruk didapatkan pada trans- plantasi kedua sisi paru secara en bloc (ST%). Perkembangan akan datang Pada transplantasi paru-paru, penyesuaian pro- sedur dengan diagnosis masih belum sempurna. Terbatasnya donor merupakan suatu argumen Kuat untuk memoprioritaskan transplantasi satu sisi paru-paru pada diagnosis-diagnosis. yang cocok; tiga resipien dapat dibantu oleh blok jantung— paru-paru jika setiap sisi paru-paru masing-masing ditransplantasikan. Tidak terlalu mengherankan bahwa pasien-pasien dengan emfiserha dapat berfungsi dengan sangat baik setelah transplantasi satu sisi paru saja. Transplantasi kedua sisi paru- paru jelas memberikan perbaikan fungsional yang lebih besar, dengan mortalitas 30 hari sebanding dengan transplantasi satu sisi paru-paru; selain itu transplantasi kedua sisi paru-paru ini menghindari ketidakpadanan ventilasi/perfusi seperti yang terjadi pada transplantasi satu sisi paru-paru. Transplantasi jantung-paru-paru akan selalu dicadangkan untuk kasus-kasus dengan patologi jantung yang tak dapat diselamatkan lagi. Ginjal Pengetahuan teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan transplantasi ginjal telah diketahui sejak peralihan abad ini, yaitu ketika Carrel dan Guthrie mengembang- kan teknik-teknik jahitan vaskular. Transplantasi ginjal kini merupakan pengobat- an terpilih pada banyak kasus gagal ginjal, meskipun hemodialisis dan dialisis peritoneal masih merupakan terapi pengganti yang cukup baik bagi kebanyakan pasien. Indikasi dan kontraindikasi Secara umum, gagal ginjal yang tidak reversibel merupakan satu-satunya indikasi pada pasien dengan aliran traktus urinarius yang normal tanpa infeksi aktif, malnutrisi berat, ataupun keganasan yang menyebar. Diabetes kini menjadi penyebab utama gagal ginjal di Amerika Serikat; sekitar sepertiga dari seluruh transplantasi ginjal dilakukan untuk terapi gagal ginjal pada diabetes tipe I. Bila berhasil, transplantasi sebenarnya menawarkan suatu tingkat rehabilitasi yang lebih tinggi pada pasien uremia dibandingkan dengan hemodialisis ataupun dialisis peritoneal. Penderita diabetes tampaknya lebih jarang mengalami masalah setelah transplantasi, dibandingkan selama terapi dialisis. Kebanyakan pasien yang aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 188 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Aturan pada transplantasi Klinis ini berlaku pula pada transfusi, yaitu, AB merupa- kan resipien universal, sedangkan O adalah donor universal. Jika sawar tipe darah ini dilanggar, maka dapat terjadi bentuk reaksi penolakan hiperakut yang paling dahsyat. Pertimbangan etis. Pada praktiknya, resipien perlu diberitahu mengenai risiko dan manfaat menerima ginjal dari donor yang masih berkerabat. Risiko hidup pada pasien yang tidak memiliki gangguan keschatan lainnya diperkirakan sekitar 0,05%. Risiko jangka panjang diperkirakan- dari statistik mirip dengan risiko ber- kendara dengan mobil sejauh 16 mil pada hari kerja. Banyak bukti mengesankan bahwa tidak ada akibat jangka panjang yang berbahaya dalam menjalani hidup dengan satu ginjal. Pemilihan donor kadaver. Ginjal donor dari kadaver yang ideal adalah (1) masih muda, (2) tetap normotensif hingga menjelang meninggal, (3) bebas dari kemampuan menularkan penyakit dan penyakit ganas, dan (4) meninggal di rumah sakit setelah pengamatan selama beberapa jam, dan telah dilakukan penentuan golongan darah dan tipe jaringan, serta penilaian fungsi ginjal. Dalam kondisi yang ideal ini, ginjal donor dapat diangkat dalam beberapa menit guna memperkecil waktu iskemia hangat. Namun demikian, sering kali perlu berkompromi dalam menjalankan prinsip-prinsip ideal ini. Usia dari donor tidaklah terlalu penting, namun ginjal anak-anak memiliki kelangsungan hidup yang lebih rendah. Ginjal yang akan disumbangkan, masih dapat pulih setelah mengalami syok jangka panjang dan anuria bila terjadinya saat ginjal tersebut masih pada donor, namun waktu iskemia hangat tidak boleh melampaui 1 jam pada saat transpalantasi. Kriteria kematian otak. Masalah pertama adalah memastikan kapan terjadinya kematian. Karena keputusan ini bersifat klinis, dibuat oleh dokter demi kepentingan pasien (donor potensial), maka terutama perlu didasarkan pada kriteria Klinis dari kerusakan batang otak; pupil yang terfiksasi dan berdilatasi; hilangnya refleks; tidak berespons terhadap rangsang cksternal; dan ketidakmampuan memperta- hankan fungsi vital seperti respirasi, denyut jantung, dan tckanan darah tanpa alat- alat bantu. Keputusan ini harus dibuat oleh dokter; dalam hal ini sama sckali tidak berhubungan dengan resipien potensial. Ginjal dapat diambil pada saat kematian dan kemudian ditempatkan dalam -larutan es selama lebih dari 48 jam sampai resipien transplan siap untuk meneri- manya. Bahkan kini secara rutin ginjal dapat disimpan dalam larutan hipotermik selama lebih dari 48 jam. Penggunaan mesin untuk tujuan ini telah meningkatkan ketersediaan ginjal kadaver, oleh karena itu sekarang ginjal dapat diangkut ke tempat-tempat yang jauh. Teknik. Pada sebagian besar pasien ginjal tidak perlu diangkat. Selama per- siapan transplantasi, sepsis dari berbagai sumber harus disingkirkan dengan cermat, Sumber-sumber sepsis yang sering adalah (1) kanula hemodialisis (jika ada); (2) vesika urinaria pada pasien-pasien yang menderita infeksi traktus urinarius sebe- lumnya; (3) kulit pada pasien dengan dermatitis uremik, dan (4) karies dentis. Vesika urinaria dari pasien anuria total sering kali terinfeksi dan perlu diirigasi dengan obat antimikroba yang sesuai. TRANSPLANTAS! 189 Dialisis harus lebih sering dan intensif dalam masa-masa menjelang transplan- tasi. Resipien dari ginjal kadaver hanya membutuhkan sedikit waktu untuk per- siapan sebelum transplantasi. Transplantasi. Teknik operasi dari transplantasi ginjal telah dibakukan. Suatu pendekatan retroperitoneal dilakukan pada pembuluh iliaka, kemudian arteri_ dan vena renalis dianastomosiskan pada pembuluh iliaka terscbut. Tidak boleh ada defisit volume darah setelah anastomosis vaskular ini. Hipo- volemia dapat mengganggu pulihnya fungsi ginjal yang biasanya segera terjadi. Urin biasanya akan terbentuk dalam beberapa menit sesudah anastomosis vaskular selesai pada ginjal dari donor hidup yang masih kerabat; manitol dan furosemid dapat membantu dalam mempercepat munculnya urin, suatu tanda penting bahwa tidak ada gangguan teknis yang serius. . Perawatan pascatransplantasi Penatalaksanaan pasien-pasien alograft ginjal dalam masa-masa awal pascatransplantasi tidaklah berbeda dari penatalaksanaan pasien-pasien pascabedah lainnya. Kateter Foley dibiarkan pada vesika urinaria, yang tidak diirigasi jika tidak ada bekuan darah yang menyumbatnya. Produksi urin diukur setiap jam. Volume urin harus diganti dengan cairan IV. Suatu pengganti larutan yang tepat berupa separuh saline normal dengan dektrosa 5% dan air dan 10 meq natrium bikarbonat per liter. Pasien-pasien diabetes harus mendapat infus - insulin intravena kontinu guna mempertahankan gula darah dalam rentang sedikit hiperglikemik (150-200 mg/dL). Produksi urin selama fase dini pascaoperasi dapat sangat banyak, sebagian di- sebabkan oleh disfungsi tubulus namun terutama dikarenakan keadaan overhidrasi yang terjadi bahkan pada pasien dialisis yang paling baik. Penentuan nitrogen urea darah (BUN), kreatinin serum, dan klirens kreatinin memadai untuk memperkirakan fungsi ginjal harian. Hitung leukosit dan trombosit secara berkala perlu untuk menera keadaan sumsum tulang selama imunosupresi. Kadang-kadang timbul komplikasi hiperglikemia dan hiperkalsemia, dan karenanya kadar glukosa dan kalsium darah perlu diukur dari waktu ke waktu. Pasien diabetes memerlukan pengukuran glukosa darah yang sering dan penyesuaian dosis insulin. Imunosupresi profilaktik Penatalaksanaan imunosupresif standar kini terdiri dari siklosporisi, azatioprin, dan prednison. Karena siklosporin memiliki sifat nefro- toksik, maka kadang-kadang digunakan globulin antilimfosit (ALG) atau azatioprin atau keduanya hingga fungsi ginjal mencapai tingkat normal. Setelah fungsi ginjal menjadi stabil, pemberian ALG dihentikan dan siklosporin dimulai. Kebanyakan ~ pusat kesehatan kini melakukan individualisasi dari pemberian kombinasi dari keempat obat ini. Kombinasi atau terapi obat majemuk memungkinkan imuno- supresi yang maksimal, dan meminimalkan efek samping yang menyertai pem- berian masing-masing obat dalam dosis tinggi. Dosis prednison atau metilprednison yang lebih tinggi dipakai untuk mengatasi episode-episode reaksi penolakan. Keba- nyakan pusat kesehatan mencadangkan pemakaian antibodi antilimfosit mono- klonal seperti OKT3 untuk mengatasi episode penolakan yang resisten steroid. Komplikasi Gagal ginjal Kegagalan fungsi ginjal paling baik diperiksa dalam hubungannya dengan waktu setelah transplantasi. Ginjal tersebut dapat saja (1) tidak pernah berfungsi, (2) memiliki mula kerja yang tertunda, (3) gagal berfungsi 190 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH sesudah beberapa waktu, atau (4) mengalami kehilangan fungsi yang menetap dalam beberapa bulan hingga tahun. Pada setiap fase, empat diagnosis umum perlu dipertimbangkan: (1) kerusakan ginjal iskemik; (2) penolakan terhadap ginjal melalui reaksi-reaksi yang ditujukan terhadap antigen histokompatibilitas pada ginjal; (3) komplikasi teknis; dan (4) perkembangan penyakit ginjal, baik suatu penyakit baru atau kekambuhan penyakit semula. Anuria dan oliguria yang timbul dini Anuria dan oliguria yang timbul dini merupakan masalah diagnostik utama. Kemungkinannya antara lain (1) hipovo- lemia, (2) trombosis arteri atau vena renalis, (3) reaksi penolakan ginjal hiperakut, (4) kerusakan ginjal iskemik (ATN), (5) kompresi ginjal (olen hematoma, seroma, atau limfe), dan (6) obstruksi pada saluran urin. Jika kateter yang tersumbat bukanlah penyebab oliguria, maka perlu dising- kirkan kemungkinan perdarahan dan hipovolemi yang disertai kompresi atau per- gescran ginjal oleh hematoma. Jika terjadi anuria atau oliguria yang berat, maka pemulihan volume jarang memadai untuk memulihkan fungsi ginjal, bahkan pada pemberian furosemid atau diuretik lain. Sebagian pasien memerlukan eksplorasi ulang untuk mengontrol sumber perdarahan. Komplikasi teknis Trombosis dari anastomosis arteria renalis jarang terjadi. Obstruksi parsial akibat torsi atau tertekuknya (kinking) pembuluh darah lebih sering ditemukan dan harus segera ditangani. Ekstravasasi urin merupakan suatu komplikasi serius yang dapat mengarah pada terjadinya infeksi. Komplikasi ini memerlukan eksplorasi ulang segera. Reaksi penolakan hiperakut Reaksi penolakan ginjal yang hiperakut hampir selalu diperantarai oleh antibodi humoral. Reaksi hiperakut klasik kini jarang dite- mukan karena teknik-teknik laboratorium telah mampu menunjukkan kesesuaian silang positif antara antibodi sitotoksik dengan antigen histokompatibilitas donor. Beberapa pasien dapat mengalami reaksi penolakan hiperakut tanpa adanya antibodi sitotoksik. Sebenarnya, antibodi sitotoksik akan hilang timbul bergantian pada pasien-pasien yang tengah menunggu transplantasi. Pada reaksi penolakan hiperakut, ginjal gagal memperoleh kembali turgor normal dan warna merah muda ginjal yang schat setelah anastomosis dilakukan. Biopsi dan pemeriksaan histologik pada saat ini dapat memperlihatkan adanya leukosit dalam kapiler-kapiler glo- merulus, dan diikuti oleh trombosis renalis intravaskular. Nekrosis tubular akut (ATN) Sika semua penyebab gagal ginjal fungsional telah disingkirkan pada periode pascatransplantasi dini, maka dapat dianggap penyebabnya adalah nekrosis tubular akut (ATN). “Nekrosis tubular akut” dalam pengertian klinis mengacu pada ginjal yang mengalami gangguan fungsi akibat iskemia atau sejumlah sebab lainnya. Jika ginjal dari spektrum klinis ini dibiopsi, maka sering kali hanya memperlihatkan perubahan hidropik. ATN sering kali terjadi pada resipien kadaver dimana donor telah mengalami stres dan gangguan hipotensif yang lama sebelum transplantasi. Sebab lain dari ATN pada resipien adalah selang waktu iskemia hangat yang lama sebelum transplantasi. Ginjal dengan selang waktu iskemia hangat yang lebih dari satu jam sebaiknya tidak dipakai untuk transplantasi, karena fungsinya jarang dapat kembali TRANSPLANTAS| 191 normal. Iskemia dingin ditoleransi lebih baik., dan penyimpanan dalam keadaan ini hingga 48 jam kini memberikan hasil yang sangat memuaskan. Penatalaksanaan pasien dengan ATN cukup sederhana. Aliran urin akan ber- lanjut pada kebanyakan kasus dalam waktu 2 hingga 3 minggu, namun pernah pula diamati anuria hingga selama 6 minggu yang diikuti dengan pemulihan total. Reaksi penolakan Mayoritas pasien akan mengalami sedikitnya satu episode penolakan akut dalam 3 hingga 4 bulan pertama setelah transplantasi. Reaksi penolakan klinis sangat jarang berupa reaksi semua atau tidak sama sekali (all or nothing), dan episode pertama sangat jarang berkembang menjadi destruksi ginjal yang lengkap. Perubahan-perubahan fungsional yang diinduksi oleh reaksi peno- lakan tampaknya sebagian besar bersifat reversibel; karena itu, pengenalan dan penanganan segera dari episode penolakan sebelum terjadinya kerusakan ginjal yang berat adalah sangat penting. Reaksi penolakan biasanya berespons terhadap pemberian prednison dosis tinggi dan radiasi lokal Gambaran klinis dari suatu reaksi penolakan dapat menyusahkan karena serupa dengan beberapa masalah lain; kebocoran ureter atau obstruksi, perdarahan de- ngan akibat ATN, infeksi, atau stenosis atau terpuntimnya arteria atau vena renalis. Reaksi penolakan ginjal yang klasik dicirikan oleh oliguria, pembesaran dan nyeri pada cangkokan, malaise, demam, leukositosis, hipertensi, pertambahan berat badan, dan edema perifer. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan adanya lim- - fosituria, silinder eritrosit, protein, fragmen imunoglobulin, dan fragmen fibrin dalam kemih;_berkurangnya ekskresi natrium urin; asidosis tubulus ginjal; dan peningkatan kadar laktat dehidrogenase dalam kemih. Kadar nitrogen urea darah juga meningkat, seperti halnya kadar kreatinin. Klirens kreatinin jelas akan menu- run; renogram akan memperlihatkan ambilan Hippuran dan ekskresi urin yang lambat. Ekografi dapat memperlihatkan edema dari papila ginjal. Sebagian besar institusi telah mengembangkan suatu sediaan reaksi penolakan yang standar untuk ginjal-ginjal alograft. Sediaan standar ini dapat diulangi hingga tiga kali pemberian dalam waktu 2 bulan pada pasien-pasien di mana reaksi peno- lakan tampaknya tidak dapat mengalami remisi. Hasil-Hasil Prognosis dati resipien transplantasi ginjal adalah baik. (Gbr. 10-14), Transplantasi pada anak Kemampuan pembuluh yang lebih kecil dan perilaku sosial anak yang aktif menyebabkan penatalaksanaan hemodialisis pada anak sangat sukar. Terapi imunosupresif jangka panjang diduga juga dapat mempenga- ruhi pertumbuhan anak, dengan akibat timbulnya masalah sosial di kemudian hari. Hemodialisis jangka panjang jarang memberikan hasil yang memuaskan, dan orang tua hampir selalu bersedia merelakan salah satu ginjalnya. Sebagian besar anak yang menerima alograft pertumbuhannya agak sedikit lebih lambat dibandingkan dengan anak normal; namun pertumbuhan akhirnya jelas lebih baik dibandingkan dengan pilihan terapi dialisis. Transplantasi multipel Sejumlah penelitian telah memperlihatkan bahwa trans- plantasi kedua atau ketiga akan lebih sulit berhasil dibandingkan dengan yang per- tama. Hal ini khususnya benar jika graft tersebut mengalami penolakan dini setelah 192 _INTISAAI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH ‘Transplantasi Ginjal Donor Hidup (UNOS Ok1'87-Ox1'90) Harapan Hidup Transplantasi Ginjal Kadaver 7 {UNOS Ok'87-Oit 90) 3 = © Saudara sekandungidentikHLA 466 60 @ Anak 151 } © Saudara sekandung 1-haplotip 100 ABCOR uM p<0.001 8 8 8 8 Persen Harapan Hidup Graft Kadaver Pertama >1983 ° TRANSPLANTASI 193 penempatannya. Reaksi penolakan terhadap suatu transplan dapat mensensitisasi pasien terhadap sejumlah antigen histokompatibilitas yang lebih lemah, yang tidak dapat terdeteksi dengan mudah melalui teknik-teknik kesesuaian silang yang peka. METODE-METODE PENYIMPANAN ORGAN YANG HIDUP Bila suatu organ dipisahkan dari keadaan fisiologisnya, maka organ tersebut men- jadi kehilangan oksigenisasi normal. Dua cara pendekatan yang sering dilakukan dalam penyimpanan organ adalah apa yang dikenal sebagai hambatan metabolik dan pemeliharaan metabolik. Hambatan metabolik dilakukan untuk mencegah kerusakan berat yang irever- sibel pada jaringan olch proses-proses katabolik normal selama periode penyim- panan. Teknik ini kini paling baik dilakukan melalui hipotermia; yang akan men- dinginkan organ dengan cara memperlambat aktivitas metabolik dan menurunkan Kebutuhan oksigen. Dua teknik pendinginan yang kini banyak dipakai adalah: (1) pendinginan sederhana yaitu dengan merendam ginjal, atau menyiramnya dengan larutan dingin, dan (2) perfusi dingin, yang memungkinkan masa penyimpanan yang lebih lama. Pemeliharaan metabolik merupakan pendekatan kedua dalam penyimpanan organ, teknik ini berusaha mempertahankan suatu tingkat aktivitas metabolik yang sangat mendekati fisiologi normal. Biasanya berupa perfusi organ in vitro dengan suatu media cairan yang terkontrol dengan cermat namun demikian perlu diusaha- kan oksigenasi jaringan yang baik. Dalam praktiknya, teknik pemeliharaan meta- bolik ini selalu lebih baik jika digabungkan dengan teknik perfusi dingin. Sistem terbaik saat ini, menggunakan suatu pompa berdenyut dan pool plasma homolog yang dilewatkan menembus suatu oksigenator membran. Tidak semua organ dapat diperfusi secara merata meskipun menggunakan teknik pendekatan yang sama. Beberapa hal harus diberi perhatian khusus. Selang waktu antara berhentinya aliran darah ke organ dan penempatan organ pada ling- kungannya yang baru (waktu iskemia hangat), penting dalam penelitian-penelitian mengenai penyimpanan organ. Pengaruh suhu juga penting. Sistem perfusi yang berhasil adalah yang menggabungkan teknik hipotermia untuk mengurangi kebutuhan oksigen dan nutrien metabolik. Oksigenasi juga sangat penting. Oksigen akan lebih mudah larut dalam larutan air pada suhu yang rendah; suatu oksigenator membran digabungkan dalam sistem ini. Faktor lain adalah pulsasi. Perfusi akan lebih sedikit menimbulkan kerusakan bila alirannya bersifat pulsasi (berdenyut), khususnya pada suhu normothermik. Aliran pulsasi pada perfusi hipotermik tidak begitu jelas manfaatnya: Komposisi GBR 10-4 AHarapan hidup transplantasi ginjal dari kadaver (UNOS) dari tahun 1987-1990, dengan membandingkan graft pertama dengan kedua dan ketiga. B.Harapan hidup graft dari resipien ginjal dari donor hidup. C.Pengaruh dari ketidaksesuaian HLA-A, -B, -C, dan -DR ter- hadap harapan hidup graft asal kadaver. Angka menunjukkan jumiah ketidaksesuaian (MM), ‘sementara n = jumiah pasien. (Diambil dengan jin dari Terasaki Pl: Clinical Transplants 1990, Los Angeles, UCLA Tissue Typing Laboratory, 1991, pp 2, 8, 590) 194 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH cairan perfusi juga memiliki peran yang penting. Plasma lengkap agaknya merupa- kan cairan perfusi yang paling fisiologis dan mengandung sebagian besar bahan nutrien, termasuk asam lemak, yang mungkin diperlukan untuk aktivitas meta- bolik organ. Pengembangan cairan terbaru dari UW (University of Wisconsin) telah memperbaiki prognosis organ-organ asal kadaver, termasuk ginjal dan hati, dan memperpanjang waktu iskemia yang masih dapat diterima. Terdapat bukti-bukti bahwa suatu kecepatan aliran yang adekuat selama perfusi merupakan suatu tanda prognosis viabilitas dan transplantabilitas yang baik dari organ tersebut. é Suatu faktor penting dalam obstruksi aliran adalah sumbatan pada struktur mikrovaskular, Terdapat banyak penyebab sumbatan pada mikrovaskular ini dan sebab-sebab ini telah dijelaskan dengan rinci sebelumnya, termasuk adanya gelem- bung udara dalam sistem perfusi, fibrin, aglutinasi sel darah merah, perlekatan trombosit dan leukosit pada sel-sel endotel, rusaknya sel akibat pompa yang secara mekanis kurang sempurna, pembentukan kristal, dan bahkan aglutinasi dari bakteri Bahan-bahan yang beragregasi ini telah dikenali sebagai lipoprotein, dan selanjut- nya melalui filtrasi dan/atau ultrasentrifugasi dapat dikeluarkan. Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Simmons RL, Istad ST, Smith CR, dkk: Transplantation, Bab 10, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6. 195 11 Komplikasi Perawatan pembedahan haruslah mempertimbangkan dan mengantisipasi kom- plikasi pembedahan baik yang disebabkan oleh penyakit itu sendiri, ataupun yang timbul akibat kelalaian. DEMAM Demam atau pireksia, sering terjadi pada pasien bedah pascaoperasi oleh sebab- sebab infeksi ataupun non-infeksi (Tabel 11-1). TABEL 11-1 Penyebab Demam Pascabedah Infeke! Non-inteksi Abses Gout akut Kolesistitis akut Insufisiensi adrenal Sinusitis akut Atelektasis Bakteremia Dehidrasi Kandidiasis Demam karena obat Endokarditis Cedera kepala Hepatitis . Keganasan Infeksi virus herpes Intark miokardium Diare intoksi Pankreatitis Osteomielitis Feokromositoma Parotitis Emboli pau Peritonitis Trombofiebitis Faringitis Tirotoksikosis Pneumonia Reaksi transfusi Sindrom pascapertusi Inteksi periengkapan prostesis ‘Tromboftebitis supuratif Infeksi akibat transfusi Infeksi traktus urinarius infeksi luka SUMBER dengan jin: Howard Ru: Finding the cause of postoperative fever. Postgrad Mea 85:223, 1988, Demam Perioperatif ~ Demam pada periode ini mungkin disebabkan olch infcksi yang memang sudah ada sebelumnya, atau akibat manipulasi materi purulen intraoperatif, reaksi transfusi darah, atau berupa hipertermia maligna. Komplikasi Luka Lepas atau terbukanya jahitan pada luka umumnya berarti terpisahnya suatu luka abdominal yang melibatkan lembaran fasia anterior dan lapisan-lapisan yang lebih dalam, Frekuensinya dilaporkan dalam rentang mulai dari 0,5% hingga 3% pada luka abdomen (Tabel 11-2). 196 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH TABEL 11-2. Terbukanya Luka Faktor-faktor Lokal Faktor-faktor Umum Perdarahan Hipoproteinemia Infeksi Peningkatan tekanan intraabdominal Benang jahitan yang beriebinan Batuk Teknik yang buruk Bersendawa Cegukan Obesitas: Steroid Manifestasi klinis Sebagian besar lepasnya jahitan pada luka tersembunyi, karena terletak pada lapisan-lapisan.luka yang dalam dan tidak akan bermanifestasi hingga hari kelima pascaoperasi, walaupun pemisahan tersebut sudah terjadi di ruang operasi atau di ruang pemulihan. Tanda utama yang mendahului diagnosis pada 85% kasus adalah sekret serosanguinosa dari luka, dan jika ini timbul lebih dari 24 jam pasca bedah, sifatnya patognomonik, Penatalaksanaan Penatalaksanaanya berupa penutupan dengan pembedahan yaitu dengan jahitan matras horizontal tembus yang dibuat superfisial dari peri- toneum, atau jahitan angka delapan terkubur dengan benang monofilamen stain- less-steel lebih disukai untuk merapatkan lapisan otot dan fasia. Pada beberapa kasus, lebih disukai penanganan pasien secara konservatif dengan olesan oklusif dan pemasangan binder. Morbiditas utama berupa perawatan yang lebih lama di rumah sakit. Insidens hernia pasca bedah sedikitnya 23%. INFEKSI LUKA Sebagian besar luka menjadi terinfeksi di ruang operasi yaitu saat luka tersebut masih dalam keadaan terbuka, namun terdapatnya bakteri dalam luka pada akhir dari suatu prosedur pembedahan tidak selalu menyebabkan infeksi luka. Infeksi paling sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus, namun jasad tenik enterik dapat pula menjadi agen penyebab jika pembedahan dilakukan pada usus, dan streptokokus hemolitikus menyebabkan infeksi pada sekitar 3% kasus. Organisme lain yang cukup sering menimbulkan infeksi termasuk enterokokus, Pseudomonas, Proteus, dan Klebsiella. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka adalah buruknya teknik steri- lisasi, luka traumatik, usia, diabetes, steroid, malnutrisi, pasien dengan infeksi lain, lamanya pembedahan, pemakaian drain, perawatan di rumah sakit prabedah yang lama, dan multiantibiotik. Manifestasi klinis Infeksi biasanya terjadi 3—4 hari setelah operasi. Tanda dan gejala termasuk demam, edema dan kemerahan pada luka, nyeri, dan trombosis pada pembuluh di sekitarnya. Penatalaksanaan Penatalaksanaannya berupa drainase bedah. Scbagai prinsip umium, obat-obat antimikroba tidak diperlukan kecuali bila organismenya berupa Streptococcus pyogenes atau streptokokus hemolitikus. Pasien-pasicn dengan KOMPLIKAS! 197 infeksi di sekitar wajah atau disertai bakteremia sistemik atau selulitis yang meluas memerlukan terapi dengan antimikroba. Antibiotik yang dipakai ditentukan oleh hasil biakan dan tes sensitivitas dari luka. Perdarahan Luka, Hematoma, dan Seroma Perdarahan luka berhubungan dengan kesalzhan dalam teknik bedah dimana hemostasis tidak tercapai. Hemostasis terganggu pada pasien-pasien yang mendapat terapi antikoagulan, menderita polisitemia vera, penyakit mieloproliferatif, dan pada pasien-pasien dengan gangguan pembekuan darah KOMPLIKASI GINJAL DAN TRAKTUS URINARIUS Retensi Urin Retensi urin sering terjadi pada pasien-pasien yang menjalani herniorafi inguinal dan bedah anorektal, meskipun dapat pula terjadi menyertai tiap prosedur bedah yang menggunakan anestesia umum atau spinal. Retensi urin lebih mungkin terjadi pada pria tua, khususnya mereka yang memiliki riwayat obstruksi prostat simtoma- tik atau trauma uretra. Gagal Ginjal Akut Walaupun ada kemajuan-kemajuan yang dibuat dalam perawatan kritis, namun untuk pasien-pasien yang mengalami gagal ginjal akut (GGA), angka mortalitas yang menyertai komplikasi ini masih tetap di atas 50%. Gagal ginjal ditandai oleh peninggian nitrogen urea darah (BUN) dan kreatin. Gagal ginjal akut dibagi menurut sebab primemya (misalnya, intrinsik prarenal, atau postrenal). Penatalaksanaan Tujuannya adalah untuk menemukan dan mengatasi penye- bab dasamya, sekaligus juga mencegah terjadinya komplikasi. Berkurangnya per- fusi ginjal diatasi dengan bolus cairan. Pengukuran tekanan vena sentral atau pemasangan kateter arteria pulmonalis dapat membantu. KOMPLIKASI PERNAPASAN PASCABEDAH Gagal Napas (Tabel 11-3) Gagal napas akut terjadi bila Pao2 di bawah angka normal untuk usia pasien atau bila Paco2 di atas 50 mmHg tanpa adanya alkalosis metabolik. Komponen-komponen patofisiologis termasuk hipoventilasi, gangguan difusi, abnormalitas rasio ventilasi/perfusi, pirau yang bersifat anatomis ataupun akibat atelektasis, berkurangnya curah jantung oleh pintasan, perubahan kadar hemo- globin, dan perubahan dari kurva disosiasi. Manifestasi klinis yang akan memperingatkan pengamat terhadap adanya pere kembangan insufisiensi paru pascabedah termasuk gagal kongestif, dispne, sia- nosis, tanda-tanda penyakit paru obstruktif, edema paru, dan memburuknya tekanan oksigen arterial yang tak dapat dijelaskan. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Jo;nBex) eennen4e) sisouBeIG "Z-EL 3D sojulod 9p @pesioL ‘yequentseluqy ‘ueUIe|ey ueBuep wnHye ISeIUgLS KOMPLIKAS! 205 wnuye Iseiugis ueBueduituad ueBuep ewes JeNjay YOIQ + WNUIRIOHNLS ueBuedusAued ueBuep Lv LWW ueSueduifued uebuep ewes SOVd + Lyd Nee LS 2eq2] SHO ISeUEAIOG AW ue6ungnH udwas SUD sunyaieost ‘vesep sue6 sega] SHO pe HEPLL UeISUOY ACY ueBungny ydwes SYD senBant WUE SEAN Jeqal SHO ISBLEAIEG A-V ueBunqny ydwies SYD sunye}90S! aesep sueD zeqel SHO Ue}SU0y A-V ueBunqny ydwes SYD seinBaut [exUIUBA SELADY 206 = INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Fibrilasi Atrium (AF) Bentuk SVT yang paling sering dijumpai pascabedah adalah fibrilasi atrium dan kriteria diagnostiknya berupa aktivitas ventrikel yang kacau dan iregular dalam frekuensi 120-180/menit; gelombang fibrilasi atrium yang kacau menggantikan gelombang P dalam frekuensi 400-650/menit; hilangnya garis dasar isoelektris yang digantikan oleh gclombang-gelombang fibrilasi; blok A-V dalam derajat yang bervariasi; dan QRS yang sempit. Digoksin atau tekanan sinus karotis dapat meningkatkan blok A-V dan memperlambat frekuensi ventrikel. Verapamil juga dapat menimbulkan efek yang sama, namun terkadang mengubahnya menjadi irama sinus. Kardioversi DC mungkin perlu digunakan, khususnya pada pasien dengan gangguan hemodinamik guna memulihkan suatu sistole atrium yang efek- tif, yang akan meningkatkan curah jantung. Takikardia Ventrikular (VT) Walaupun frekuensi PVC pascabedah cukup tinggi, namun takiaritmia ventrikular jarang sekali terjadi setelah pembedahan. Keadaan ini dikatakan ada bila tiga atau lebih VPC membentuk kelompok. VT dapat berasal dari tiap fokus ektopik pada ventrikel. Dapat bersifat paroksismal dengan frekuensi 160-250/menit atau non-paroksismal dengan frekuensi yang lebih rendah, 70-130/menit. Kriteria diagnostik termasuk aktivitas ventrikel regular; aktivitas atrium inde- penden, yang biasanya regular; garis dasar isoelektris; disosiasi A-V; dan QRS yang lebar dan aneh, Takikardia ventrikular sering kali mengganggu hemodinamik pasien, terutama bila penyakit jantung yang mendasarinya sudah lanjut. Penatalaksanaan harus segera dilakukan, dengan pemberian obat-obat antiaritmia dan/atau kardioversi DC. Hipokalemia harus dikoreksi. Bradiaritmia Tidak seperti takiaritmia, maka bradiaritmia pascabedah relatif merupakan peris- tiwa yang tidak biasa. Henti sinus Pada aritmia tipe ini, pembentukan impuls oleh nodus sinus menghilang. Pada henti sinus yang berlangsung lama, maka pacu jantung yang lebih rendah akan mengambil alih fungsi ini (misalnya batas A-V atau idioven- trikular). Blok keluar sinus (S-A) Bila impuls dihasilkan oleh nodus sinus, namun gagal mengaktifkan atrium, maka dikatakan ada blok S-A dalam berbagai derajat, kendatipun hanya blok derajat kedua yang dapat didiagnosis dengan EKG per- mukaan. Blok S-A derajat kedua diklasifikasi sebagai Mobitz tipe I (Wenckebach), dan blok Mobitz tipe II. Atropin merupakan obat pilihan. KOMPLIKAS! 207 Infark Miokardium Mayoritas pasien yang mati mendadak pada saat pembedahan atau segera setelah pembedahan memperlihatkan trombosis arteri koroner atau infark miokardium pada autopsinya. Manifestasi klinis Kebanyakan infark terjadi pada saat operasi atau dalam waktu 3 hari pertama pasca bedah. Penatalaksanaan Penatalaksanaan infark miokardium terdiri dari tindakan untuk mengatasi nyeri, mengatasi hipoksia, dan menangani aritmia, HIPERTENSI Hipertensi sistemik didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang lebih besar dari 140/90, dan diperkirakan menyerang 40% dari populasi di Amerika Serikat. Hiper- tensi menyebabkan hipertrofi tunika media dari arteriola dan mempercepat proses aterosklerosis. Delapan puluh persen dari episode hipertensi pascabedah dapat dijumpai segera setelah pembedahan selesai, yaitu dalam waktu 30 menit sesudah- nya; dan episode ini akan berakhir dalam 3 jam. Faktor-faktor yang berperan antara lain, sadar kembali dari anestesia, hipotermia, hiperkapnea, hipoksemia, kelebihan cairan, atau distensi vesika urinaria akut, Penatalaksanaan Penatalaksanaannya dengan menghangatkan pasien, memas- tikan ventilasi dan oksigenasi yang cukup, pemberian analgesia, dan menilai status cairan, Kontrol yang mendesak dapat dilakukan dengan pemberian agen-agen ~ vasoaktif seperti natrium nitroprusida, labetalol, nitrogliserin, metildopa, nifedipin atau hidralazin. KOMPLIKASI PSIKIATRIK Delirium, demensia, depresi dan psikosis fungsional merupakan kondisi-kondist yang dapat menjadi penyulit pada periode pascabedah. Delirium merupakan bentuk komplikasi psikiatris yang paling sering terjadi pascabedah. Istilah yang umum untuk kondisi ini antara lain adalah sindrom otak organik akut, psikosis jantung, dan psikosis ICU. Penyebab dari delirium adalah multifaktorial. Sindrom putus obat pada pemberian alkohol, benzodiazepin, dan barbiturat harus selalu dicurigai Perhatian lebih perlu diberikan pada obat-obatan dan kombinasi obat yang di- gunakan dalam masa pasca bedah, terutama obat-obat dengan sifat antikolinergik, sedatif, obat-obat kardiovaskular, analgesik, penenang, dan narkotik. Gangguan metabolik dan fisiologis seperti hipoglikemia, asidosis. sepsis, dan endokrinopati seringkali bermanifestasi sebagai delirium. Penatalaksanaan Penatalaksanaannya dengan mengatasi agitasi, diagnosis dan pengobatan dari faktor yang mendasari atau yang mencetuskannya. Haloperidol merupakan obat pilihan. Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Hiyama DT, Zinner MJ: Surgical complica- tions, Bab 11, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6. Bahan dengan hak cipta 209 12 Pemantauan Fisiologis Pasien Bedah Dengan adanya terobosan-terobosan teknik mutakhir dalam dasawarsa terakhir ini, maka kini dokter menjadi kewalahan dalam pemantauan di unit perawatan kritis dan ruang operasi. Namun demikian suatu sistem yang paling canggih dan dengan, elektronik yang sangat mutakhir sckalipun tidak pernah dapat menggantikan fungsi pengawasan yang ketat oleh profesional kesehatan yang berpengalaman dan berkualitas, PEMANTAUAN DASAR Pemantauan baik yang bersifat invasif maupun noninvasif (Tabel 12-1) dapat memberikan sejumlah variabel fisiologik (Tabel 12-2). Tekanan arterial, denyut jantung, suhu, dan frekuensi pernapasan merupakan variabel yang paling sering di- pantau karena paling mudah diukur. Pengukuran ini harus dilakukan rutin pada semua pasien. TABEL 12-1. Prosedur Pemantauan Prosedurnoninvasit Pemeriksaan fisik Deteksi istrik dengan elektroda permukaan (misal, EKG dan EEF) Flebograflimpedansi Tonometi arteriat ‘Sampling gas menggunakan sonde permukaan kul Pemeriksaanradiolog! Spektromotri massa di samping tempat tidur Analisis gas ekspirasi Prosedurinvasit Injeksi intravena dan sampting darah kapier dan vena peniter Elektroda jarum kulit untuk EKG dan EEG “Termometer rektum untuk sunu Kateter urin untuk fungsi ginjal Sonde oksigen jaringan ‘Tekanan gas intra arterial dan vena dan analisis pH Prosedur sangat invasit Kateter arterial atau vena sentral Sonde intrakardial ‘Sonde transkardial untuk pemasangan kateter arteria pulmonalis guna mengukur tekanan dan alirandarah ‘Sonde subaraknold guna mengukur tekanan Sonde intrakranial guna mengukur tekanan cairan serebrospinal dan alirannya 210 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH TABEL 12-2. Variabel Fisiologik (dalam Urutan Spesifsitas yang Makin Tinggi) Tekanan darah arterial Denyut jantung, frekuensi pernapasan Suhu Hematokrit dan kadar hemoglobin: Laju produksi urin Tekanan vena sentra! (CVP) Elektrokardiogram (EKG), radiogram Elektrolit serum: Na*, Cl, HCOs., BUN, kreatinin Gas-gas darah arterial—pH 10. Volume tidal (V7), frekuensi parnapasan (f), volume semenit (MV) 11. FeNa, RF1, klirens kreatinin 12. Osmolalitas plasma dan urin, klirens osmolar dan air bebas 13, Elektroensefalogram (EEG) 14. Tekanan intrakranial (TIK) 15. Tekanan kapiler dan arteria puimonalis perifer (PAP dan PCWP) 16. Curah jantung dan variabel hemodinamik 17. Variabel transpor Oz: pengangkutan O2, konsumsi O2 (Voz), dan laju ekstraksi SONANSON = Oz 18, CO2 akhir tidal (PET coz, Vooz, Vo/V1, P(A-a) Doz) 19. Spektrometri massa 20. 02 dan CO2 transkutan Pengamatan status mental pasien memberikan petunjuk-petunjuk penting akan adanya hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis. Kegelisahan dan perasaan kacau dapat menjadi pertanda dini adanya sepsis dan status output rendah. Tekanan arterial. Tekanan aterial merupakan variabel sirkulasi yang paling seting dipantau, dan dapat mencerminkan status sirkulasi secara umum. Tekanan arterial akan turun pada hipovolemia akibat kehilangan darah atau cairan, pada gagal jantung, dan pada stadium terminal dari kebanyakan penyakit. Tekanan ini tidak langsung mengukur besarnya pengurangan aliran dan volume darah; namun, dapat mengukur kegagalan kompensasi sirkulasi. Tekanan darah normal yang diukur memakai manset sfigmomanometer kira- kira 120/80 mmHg pada orang dewasa muda, namun angka ini akan meningkat dengan bertambahnya usia. Suatu panduan mudah adalah batas atas dari suatu tekanan sistolik normal adalah 160, dan diastolik adalah 100; di atas angka ini di- anggap menderita hipertensi. Suatu pengukuran yang penting adalah tekanan nadi, yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan arterial rata-rata (MAP) didapatkan dari tekanan diastolik yang ditambahkan dengan sepertiga dari perbedaan tekanan ini. ‘Tekanan intra-arterial lazimnya divkur pada pasien-pasien yang kritis dan memberikan suatu bentuk gelombang yang kontinu. Indikasi pemantauan kontinu seperti ini adalah keadaan syok, penyakit kritis, dan pada operasi ekstensif yang dilakukan sebagai pemantauan intraoperatif dan pascabedah. Tipe pemantauan ini juga memungkinkan pengukuran gas darah arterial yang sering. Kateter intra- arterial dapat ditempatkan pada arteria radialis, femoralis, atau aksilaris. Kompli- kasi jarang terjadi, namun dapat berupa hematoma dan perdarahan pada lokasi PEMANTAUAN FISIOLOGIS PASIEN BEDAH 211 kateter; discksi tunika intima oleh jarum atau kawat penuntun; fistula arterio- venosa dan pseudoaneurisma; trombosis arterial dan oklusi arterial, iskemia, atau infeksi. Denyut jantung Biasanya dihitung dengan cara palpasi manual pada arteria radialis. Frekuensi jantung juga otomatis diukur oleh EKG atau monitor tekanan intra-arterial. Takikardi dikatakan terjadi jika frekuensi melebihi 100 denyut/menit. Pada pemeriksaan EKG, perlu pula dievaluasi frekuensi jantung dan ketidak- teraturan bentuk gelombang, denyut yang menurun tiba-tiba, dan perbedaan dari garis dasar. Frekuensi jantung bersifat sangat tidak spesifik, tetapi suatu peningkatan dapat menjadi pertanda adanya infeksi, ansietas, status volume yang buruk, nyeri dan ketidaknyamanan. Suhu Subu tubuh diukur per oral atau per rektal. Dalam ruang operasi atau ICU, suhu tubuh diukur melalui termokopel. Peninggian suhu dikaitkan dengan infeksi, nekrosis jaringan, karsinomatosis stadium lanjut, penyakit Hodgkin, leukemia, dan keadaan-keadaan hipermetabolik. Hipotermia dihubungkan dengan syok septik fanjut, penurunan metabolisme yang menyertai hipotiroidisme, malnutrisi dan paparan dingin. Frekuensi pernapasan Salah satu respons paling dini terhadap penurunan Pag2 atau peninggian Pacoz adalah peningkatan frekuensi pernapasan. Angka normal adalah antara 10-16 kali/menit. Angka di atas 30 mcnunjukkan suatu gawat napas yang berat. Petugas perawat kesehatan haruslah mengamati pola pernapasan penderita, Pernapasan yang cepat dan dangkal sering menyertai edema interstisial, sementara volume tidal yang besar adalah khas pada penyakit vaskular paru, asi- dosis metabolik, dan sepsis. Frekuensi pernapasan yang kurang dari 12 meng- isyaratkan depresi sistem saraf pusat. Pola yang tidak teratur dapat menjadi petun- juk adanya penyakit pada sistem saraf pusat atau sistem kardiovaskular. Berat badan Pencatatan berat badan harian sering kali dapat memberikan petunjuk penting mengenai keseimbangan cairan. Produksi urin Laju keluaran kemih per jam (keluaran normal = 2 mL/kg/jam) merupakan suatu parameter perfusi ginjal yang logis. Fungsi ginjal juga dapat dipantau melalui pengukuran osmolalitas plasma (Posm) dan urin (Uosm), demi- kian pula dengan penghitungan osmolar dan klirens air bebas. Rasio dari Uosnv Posm di atas 1,7 menunjukkan suatu kemampuan memekakan yang baik. Rumus klirens osmolar (Cosm) adalah Uosm : 7 ‘. Cosm= 50-7, % produksi urin (1 jam) N: 100-125 mL/jam Klirens kreatinin (Kkr) mencerminkan fungsi glomerulus: Ukr x volume urin (1jam) x 1,73 Kke = Ueex volume urin (jam) x 1.73. 4). 199 _ 1295 mam © Pkrx 60 x luas permukaan tubuh 212 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH PEMANTAUAN INVASIF Analisis Gas Darah Arterial Data ini memberikan informasi mengenai pH, efisiensi transfer gas, pirau, kapasitas angkut oksigen, dan hantaran oksigen. Oksigen diangkut dalam keadaan terikat dengan hemoglobin; penghantarannya bergantung pada aliran dan jumlah oksigen yang tersedia atau terikat dengan hemo- globin. Perhitungan oksigen alveolar dapat dilakukan dari persamaan: Pag2 = Fio2 (PB - 47) - Pcov/0,8 tekanan barometer 47 = HO, tekanan uap air Konsumsi oksigen = transpor 2 arterial - transpor O2 vena = (CI)(13,9)(Hb)(SAT ©; arterial - SAT O2 vena) Kandungan oksigen = O2 yang terikat + O2 yang telarut = Hb x 1,39 x O2 + PO2 x 0,003 dimana P® Frekuensi pengukuran gas darah dilakukan bergantung pada kadaan klinisnya. Perkembangan perubahan gas darah perlu dipantau untuk dapat meramalkan dan mengatasi dekompensasi pernapasan akut. Pemantauan karbon dioksida akhir tidal dapat menjadi alat diagnostik yang sangat bernilai dalam mendeteksi berbagai keadaan, termasuk hipertermia maligna, emboli paru, dan penurunan curah jantung. Fisiologi Kardiovaskular pada Penyakit Akut Penilaian transpor oksigen (atau penghantaran oksigen dari atmosfir ke mitokon- dria massa sel tubuh) dapat dipakai sebagai pemantauan terpenting dari prognosis pasien. Periode segera setelah cedera akut ditandai oleh konsumsi oksigen sistemik (Vo2) yang mungkin kurang dari normal. Periode resusitasi awal segera diikuti oleh suatu peninggian Voz. Oleh sebab itu, peninggian Voz sistemik merupakan suatu respons yang khas terhadap cedera dan sepsis. Guna memastikan harapan hidup sel, maka mikrosirkulasi (Doz) harus meng- imbangi Vo? sistemik. Kadar laktat serum. Klinisi dapat menggunakan kadar laktat darah arterial ‘un- tuk menemukan daerah-daerah dengan perfusi jaringan yang terganggu. Hipoksia . jaringan merangsang metabolisme anaerob, yang diikuti oleh produksi asam laktat yang berlebihan, Kateterisasi Vena Sentral Indikasi yang paling lazim untuk kateterisasi vena sentral adalah perlunya jaminan terhadap jalan masuk terapi cairan, infusi obat, atau nutrisi parenteral, dan untuk memantau tekanan vena sentral. PEMANTAUAN FISIOLOGIS PASIEN BEDAH 213 Kateterisasi Arteria Pulmonalis Observasi dan penilaian klinis dapat tidak akurat pada pasien-pasien yang kritis. Kateter arteria pulmonalis memungkinkan suatu loncatan dalam memberikan infor- masi faali yang penting untuk penatalaksanaan pasien-pasien kritis. Umumnya kateterisasi ini diindikasikan bila data yang diperoleh dapat memperbaiki peng- ambilan keputusan terapi (Tabel 12-3). ‘TABEL 12-3, Keadaan-keadaan dimana Kateterisasi Arteria Pulmonalis Dianjurkan Umum ‘Syok walaupun telah menerima terapi cairan yang adekuat Oliguria yang menetap meskipun telah mendapat terapicairan yang adekuat Untuk menilai etek pengembangan volume intravaskular terhadap fungsi jantung Untuk menggambarkan komponen kardiovaskular pada distungsi sistem berbagai organ Pembedahan Penitaian prabedah dan penatalaksanaan praoparasi dari pasien-pasien bedah risiko tinggi Pasien-pasien yang memertukan pembedahan jantung atau pembuluh darah utara Komplikasi kardiovaskular pasca bedah Trauma muttisistem Luka bakar yang berat Paru-paru Untuk membedakan edema tekanan rendah (ARDS) dari edema paru kardiogenik Untuk menilai efek bantuan perapasan tingkat tinggi terhadap status kardiovaskular Jantung Infark miokardium dengan penyult kegagalan pemompaan atau edema paru Pengobatan angina tak stabil dengan nitrogliserin intravena Gagal jantung kongestif yang tidak responsif dengan torapi sederhana (untuk memandu preloaddan terapi vasodilator) Hipertertsi pulmonalis, untuk diagnosis dan untuk memantau terapi obat PEMANTAUAN KARDIOVASKULAR Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam fisiologi aliran darah. Curah jantung saja bukanlah suatu petunjuk dari kontraktilitas miokardium, dan tekanan darah arterial bukanlah suatu indikator dari aliran darah. Curah jantung, atau jumlah darah yang dipompakan oleh jantung, erat kaitan- nya dengan volume sekuncup dan frekuensi jantung, serta ditentukan pula oleh preload dan afterload. Afterload adalah tahanan terhadap ejeksi jantung pada saat sistole yang di- timbulkan oleh resistensi vaskular, tekanan darah dan viskositas darah. Preload adalah derajat teregangnya serabut-serabut otot oleh pengisian ventrike] pada waktu diastole, Penentuan variabel hemodinamik dasar yang dapat dilakukan di samping tempat tidur penderita seperti curah jantung, dan tekanan perifer adalah hal utama untuk penatalaksanaan yang sesuai pada pasien-pasien bedah yang kritis. Pema- sangan kateter arteria pulmonalis (Swan-Ganz) kini sudah lazim dipraktikkan. Tekanan perifer kapiler paru (PCWP) yang dibuat sama dengan tekanan atrium kiri berarti adanya suatu sirkuit terbuka antara ujung kateter dengan atrium kiri. 214 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH _ Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi PCWP termasuk penyakit katup mitralis, penyakit paru-paru, berkurangnya daya kembang paru-paru, dan ventilasi tekanan positif. Oksimetri vena sentralis merupakan salah satu data yang paling penting yang dapat diperoleh dari pemasangan kateter arteria pulmonalis. Kadar oksigen vena campuran (Svo2) mencerminkan suatu perkiraan pemakaian oksigen oleh tubuh. Pada pasien-pasien bedah yang kritis, Svo2 tidak berkorelasi dengan penentuan transpor oksigen masing-masing jaringan, namun hanya mencerminkan keseim- bangan antara konsumsi oksigen dan suplainya secara keseluruhan. Perkembangan mutakhir berupa kateter arteria pulmonalis dengan berkas-berkas cahaya serat optik yang memungkinkan pengukuran saturasi oksigen vena campuran secara kontinu. Dengan demikian, tujuan dari pemantauan hemodinamik adalah untuk memas- tikan bahwa hantaran oksigen ke jaringan dapat memenuhi atau bahkan melampaui kebutuhan metabolik (Tabel 12-4). TABEL 12-4, Profil Hemodinamik dan Pemapasan: Data yang peru dikumpulkan dan dipakai untuk perhitungan Singkatan 1. Tentukan luas permukaan tubuh dengan menggunakan tinggi BSA dan berat badan dan mengacu pada grafik BSA (BSA = luas permukaan tubuh, digunakan untuk mengindeks angka-angka yang didapat dari pengukuran dan perhitungan terhadap ukuran pasien). 2. Tentukan curah jantung menggunakan angka rata-rata dari 5 co curahan. (10 mL. DsW diinjeksikan ke dalam bagian proksimal). 3. Ambil sampel darah arterial, prosesiah dalam mesin gas darah Arterial: dan kemudian dalam ko-oksimeter. pH (art), Poz, Peoe Art. O2 Sat. (cO-0X) 4, Ambil sampel darah vena campuran (menggunakan spuit hepa- 9H, Pooe finisasi) dari bagian distal kateter arteria pulmonalis dalam PVc2 selang waktu 2-3 menit. MVoe Sat Prosesiah dalam mesin gas darah dan dalamko-oksimeter. (CO-Ox) 5. Catat frekuensi denyut jantung HR 6. Catat tekanan vena sentral cve 7. Gatat tekanan perifer kapiler paru. Juga dikenal sebagai PCWP, PAP tekanan oklusi arteria pulmonalis. 8. Catat tekanan darah arterial sistemik sistolik dan diastolik atau SYST/DIAS tekanan arterial rata-rata (rata-rata = Tek. diast + 14 (Tek. sist - MAP Tek. diast)] . 9. Catat tekanan darah arteria pulmonalis sistolik dan diasiolik PASYST/PS.DIAS, atau tekanan rata-rata arteria pulmonalis MPAP ATAU PA 10. Catat fraksi oksigen yang diinspirasi Fin 11. Catat hemoglobin Hb 12. Catat tekanan positit akhir ekspirasi PEEP 13. Pengukuran obat-obat kardiovaskular dan asam laktat juga perlu dilakukan seperlunya. PEMANTAUAN FISIOLOGIS PASIEN BEDAH 215 Pemantauan Tekanan Intrakranial Hasil pemeriksaan fisik sering kali tidak dapat diandalkan untuk memastikan ada- nya peninggian tekanan intrakranial (TIK), dan satu-satunya cara untuk menilai adalah dengan pengukuran langsung. Pemantauan Pernapasan Pemantauan ventilasi dan pertukaran gas pada pasien-pasien bedah yang kritis terutama penting dalam memutuskan apakah terdapat indikasi ventilasi mekanis. Menilai respons terhadap pengobatan ikut berperan dalam optimisasi pemakaian ventilator dan dalam memutuskan apakah perlu dicoba untuk melepaskan ventilator secara perlahan-lahan. Pemantauan Ventilasi Beberapa parameter pengukuran volume paru bermanfaat dalam pemantauan fungsi ventilasi di ICU. Parameter ini termasuk volume tidal, kapasitas vital, volume semenit, dan ruang rugi. PEMANTAUAN NON-INVASIF Dengan semakin berkembangnya elektronika kedokteran, maka data dapat diper- oleh dari teknik-teknik non-invasif seperti oksimetri denyut, pemantauan karbon- dioksida tidal akhir, peralatan ekokardiografi, dan grafik metabolisme. Ringkasan dari variabel-variabel terpilih diberikan pada Tabel 12-5. TABEL 12-5. Variabel-variabel Terpilih Pethitungan ‘Angka normal, unit Formula Hemodinamik 1. Indeks jantung (Cl) = ey Cl= 25-4 Umenivm? (Determinan utama dari {ungsi hemodinamik, volume darah yang dpompakan se¥iag meni! 2. _Indeks curah sekuncup (SI) = Cl x Pe (Volume rata-rata yang dipompakan ventrikel setiap kali berdenyut) . 3. Indeks resistensi vaskular sistemik (SVRI) = SYRI = 2180 + 210 dyne/ detiky om? MAP . CVP x80 (parameter yang lazim untuk m tahanan sirkuit sisterik) . 4, Indeks resistensi vaskular paru = MPAP - PCW x80 PVRI’ = 240 + 45 dyne/detivem®/m= (parameter resistensi pembuluh daran paru, pethitungan analog dengan SVAl) SI = 35-40 ccldenyuym?BSA Formula Oksigen dan Pernapasan Kandungan oksigen = O2 yang terikat + O2 yang larut (Hb x 1,39 x O2 sat) x (PO2 x0,003) (1,39 mL Q2 dapat berikatan dengan 1g Ho; namun demikian, dapat pula digunakan angka 1,34 ‘atau 1,36 karena tidak ada kesopakatan mengonai angka ini; 0,003 adalah koofisien kelarutan oksigen) 216 INTISAR! PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Lanjutan TABEL 12-5. Variabel-variabel terpllih Perhitungan ‘Angka normal, unit 5. Kandungan O2 arterial = (Hb x 1,39 x Saga) + CaQz2 (20 vol%) (Paq2 x0,003) ‘Sa02 = Saturasi oksigen arterial Pao2 = Po arterial 6. Kandungan 2 vena campuran = Cvo2 (15 vol%) {Hb x 1,39 x Svqa) + (Pvo2 x 0,003) Svo2 = Saturasi oksigen vena campuran Pvo2 = Po2 vena campuran 7. Perbedaan O2 aneria - vena: Cla-v)02(3,5-5 vol%) (Beda A - VO2) = Cad2 - Cvo2 (Parameter perbedaan kandungan O2 dalam darah arterial dan vena) 8, Transpor oksigen = kandungan O2 x CO x 10 1DO2 (900-1200 mL/menit) Hitung: (a) Transpor O2 arterial menggunakan Cag2 {b) Transpor 02 vena campuran menggunakan Cvo2 (c) 10 = faktor untuk konversi mL ©2/100 mL. darah ke mL O2/L darah (002 dikenal sebagai hantaran atau transpor oksigen dan mewakili total oksigen yang dihantarkan ke jaringan.) 9. Konsumsi oksigen A, diindeks Vo2 (110-150 mLmenivm?) = (Cage - Gvoe x Cix 10) = Transpor O2 arterial - anspor O2 vena - = (Ct) (13,9) (Hb) (sat. O2 art. - sat. O2 vena) B, tidak diindeks, sebaliknya gunakan CO Voz (250 mL/menit) = C(a-v}O2 xCOx 10 (Oksigen diekstraksi olsh jaringan dari darah arterial perunit waktu) 10. 02 alveolar (02 aly.) = Figg (760 - 47) - PCO2/0,8 (760 = tekanan barometer, 47 = tekanan uap H20, 08 = koefisien pernapasan) 11. Gradien O2 alveolar - arterial (Gradien A-a) = 02 alv-Ozart = PAQ2 = Paoz (Mencerminkan perbedaan antara tekanan parsial O2 alveolar dan arterial) 12. Kandungan O2 kapiler pany Coo2 (21 vol%) = O2 yang terikat + O2 yanglarut = (Hb x 1,39 x sat. 02) = (PaQ2 alv. x 0,003) (a) Anggaplah sat. O2 = 100% atau 1 (b) Hitunglah Po? alv. seperti pada no. 10 (Kandungan oksigen dari alveoli yang mendapat ventilasi dan pertusi darah bila PaQ2 memadai untuk saturasi lengkap hemogiobin) 13. Campuran pirau atau vena = Qs/Q} Qs/Q} (<0,05) _ (€c02- Ca02) * (Ce02- Cv02) (a) Q = curah jantung; (b) = pirau; (c) T = total (Fraksi dari curah jantung (CO) yang tidak teroksigenasi pada suatu paru-paruideal) ‘SVRI dan PVRI dapat dinyatakan dalam unit Wood (mmHg/Limenit) jka tidak dikalikan dengan 80. Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Varon AJ, Civetta JM: Physiologic Moni- toring of the Surgical Patient, Bab 12, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 218 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH setelah dilatasi pembuluh darah kecil. “Wheal pada kulit” adalah daerah berbatas tegas dari edema kulit akibat dilatasi pembuluh darah dan masuknya plasma ke dalam ruang ekstraselular. Sebaliknya, perangsangan serat saraf simpatis menye- babkan vasokonstriksi pembuluh darah kutaneus. Di samping itu, pembuluh darah kutaneus berespons terhadap barbagai zat kimia seperti asetil kolin dan nitrit, yang menyebabkan vasodilatasi, sementara norepinefrin, epinefrin, dan vasopresin me- nyebabkan vasokontriksi. Walau nitrit menyebabkan sensasi kemerahan dan pe- ningkatan aliran darah, merokok sebaliknya menurunkan aliran darah melalui kulit. Fungsi sensorik Berbagai fungsi sensorik spesifik difasilitasi oleh kulit. Ujung bulbus Krause menghantarkan sensasi dingin. Ujung saraf Rufini adalah reseptor untuk rasa hangat/panas. Korpus Meissner membawa rangsang taktil dan korpus Pacini turut berperan pada sensasi tekanan. Nyeri diperantarai ujung saraf tak bermielin. Kausalgia adalah sindroma terdiri dari nyeri dan vasodilatasi yang terjadi sete- lah trauma pada nervus utama. Sindroma ini juga disebut distrofi simpatetik refluks. Penyebab tersering terjadi setelah operasi dengan transeksi cabang nervus minor. Pengobatan kondisi ini sulit dan membutuhkan sumber terapi institusi fisik dan terapi kerja. Pengunaan aktif ekstremitas penting dilakukan. Untuk kasus blokade ganglion simpatetik lanjut digunakan zat neurolitik, Jika blokade ganglion berhasil sementara saja, tindakan bedah simpatektomi dapat menyembuhkan. Sekresi keringat Kelenjar keringat pada kulit adalah kelenjar ckrin atau apo- krin, Kelenjar ekrin tersebar pada semua permukaan tubuh dan peran utamanya ialah pengatur panas. Kelenjar apokrin serupa dengan kelenjar sebasea dan hampir semuanya berkembang selama pubertas. Aktivitasnya diatur dari perangsangan oleh saraf otonom daripada kondisi suhu. Berkeringat adalah respons terhadap aplikasi lokal panas atau terhadap impuls saraf. Serat saraf simpatis melepaskan asetilkolin untuk merangsang kelenjar keringat. Atropin dan obat-obat antikolinergik lain dapat menghambat reseptor- reseptor ini dan mengganggu sekresi keringat. Hiperhidrosis, dimana terjadi peningkatan pengeluaran keringat, akibat dari peningkatan abnormal impuls saraf atau keadaan emosional. Isi dari keringat terutama adalah air dengan sedikit natrium klorida. Kalium juga keluar melalui keringat. Senyawa nitrogen juga disekresikan dalam keringat. Konsentrasi ureum dalam keringat dua kali lebih tinggi daripada dalam darah. Keringat juga mengandung asam laktat dan amonia dalam jumlah besar. Insensible water loss Disamping sekresi keringat, air juga keluar melalui epi- dermis melalui evaporasi kontinu. Berlawanan dengan keringat, kehilangan air melalui evaporasi tidak mengandung elektrolit atau solut lainnya. Lebih kurang 700 mL total air yang hilang melalui kulit setiap harinya. Hipotiroidisme menurunkan jumlah kehilangan air hariannya, sedangkan tirotoksikosis sangat meningkatkan jumlah ini. Pengaturan suhu Pengaturan suhu tubuh adalah fungsi kulit yang penting. Pe- lepasan panas melalui kulit terjadi di bawah proses radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi. Berkeringat adalah proses primer untuk evaporasi panas, Peningkatan JARINGAN KULIT DAN SUBKUTANEUS 219 kelembaban dengan jelas menurunkan efisiensi berkeringat dalam pengaturan suhu karena terjadi gangguan evaporasi. Pengaturan suhu dilakukan oleh kulit juga dengan merubah aliran darah dari dalam kulit, Rangsang dingin berakibat pengeluaran panas kulit dengan vaso- konstriksi relatif. Setelah perangsangan berhenti terjadi vasodilatasi arterial reaktif. Hal ini menimbulkan kemerahan pada kulit. Sebaliknya, rangsangan dingin yang lama menimbulkan paresis dari kapiler venosa tungkai. Perubahan wama keme- rahan juga terjadi pada kondisi ini, dimana hal ini bukan karena peningkatan aliran darah, dan temperatur kulit tidak meningkat. Kondisi ini menimbulkan frostbite. Pemajanan lama terhadap dingin harus diobati dengan emersi dari bagian terlarut dalam cairan pada suhu 40°C. Heat exhaustion adalah sindroma pengeluaran cairan dan garam yang sangat berlebihan selama terpapar temperatur tinggi, Gejala klinis ialah kelelahan, sakit kepala, palpitasi, pusing, dan kebingungan. Pengobatan segera dengan pendinginan dengan evaporasi atau aplikasi es. Bersamaan dengan itu, penggantian cairan intra- vaskular diindikasikan. DEKUBITUS Tekanan pada daerah kulit untuk lebih dari 2 jam atau lebih dapat dapat berakibat iskemia yang dapat menyebabkan ulkus dekubitus. Faktor yang berperan pada dekubitus termasuk kulit di atas penonjolan tulang, anemia, malnutrisi, dan imo- bilisasi. Terapi bedah memerlukan debridemen tajam untuk mengeksisi ulkus dan fasia di bawahnya dan jaringan nekrotik. Sering kali, penonjolan tulang harus di- modifikasi guna untuk mencegah dekubitus berikutnya. Kadang-kadang, luka yang tetap ada harus ditutupi dengan flap miokutaneus. HIDRADENITIS SUPURATIVA Hidradenitis supurativa adalah penyakit infeksi kronis pada kelenjar apokrin kutaneus, jaringan subkutaneus, dan fasia. Penyakit ini terjadi pada aksila, areola mammae, pangkal paha atau perineum. Sering kali ada indurasi ringan dan kemu- dian imflamasi kulit. Akhirnya, terjadi supurasi dan selulitis sekitar abses. Peng- obatan awal ialah insisi dan drainase, tapi sering kali prosedur hanya berhasil mengeluarkan sedikit cairan material. Kemudian, stadium kronis berkembang, dengan munculnya nodul kutaneus multipel yang nyeri. Kultur abses ini memper- lihatkan adanya stafilokokus dan streptokokus. Pengobatan definitif membutuhkan eksisi komplit yang melibatkan daerah yang terkena dan meningkatkan higiene untuk mencegah kekambuhan. Flap miokutaneus atau perpanjangan memberikan penutupan pada luka. KISTA Kista inklusi epidermal Kista inklusi epidermal disebabkan karena epitel kulit yang terperangkap subdermal berhubung dengan trauma atau penyebab lain dan mulai tumbuh serta berdeskuamasi. Kista terisi dengan sel keratin dan deskuamasi. Kista 220 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH ini dapat terjadi pada semua bagian tubuh. Umumnya sembuh dengan peng- angkatan total. Jika kista terinfeksi, maka diindikasikan dahulu tindakan insisi dan drainase. Kista sebasea Kelenjar sebasea berhubungan dengan folikel rambut dan umumnya ditemukan pada sumbu tengah tubuh dan pada wajah. Kista terbentuk dari kelenjar sebasea bila pintu keluar sebum tersumbat. Kista sebasea sejati sangat jarang dan biasanya merupakan kista epidermal yang sering keliru didiagnosis, ‘Adanya pembatas epitelium kelenjar diperlukan untuk diagnosis. Kista dermoid Kista dermoid merupakan lesi kongenital yang muncul pada masa kanak-kanak ini, Umumnya muncul pada sumbu tengah tubuh, sisi lateral alis mata, kulit kepala, atau regio abdomen dan sakral. Tidak dilaporkan adanya keganasan dari kista ini. Kista dermoid pada regio nasal mempunyai kemungkinan berhubungan dengan susunan saraf pusat. Pemeriksaan CT scan harus dilakukan sebelum melakukan eksisi dermoid nasal. Kista pilonidal Kista pilonida] adalah malformasi kanal neuroenterik yang terjadi di regio sakrokoksigealis. Pertumbuhan ke dalam rambut pada regio koksi- geal memulai stadium pembentukan kista dan infeksi ulangan. Penyakit ini merujuk pada “penyakit pengendara jip” (Jeep driver’s disease) karena kelamaan duduk dan menyupir untuk, waktu yang lama. Infeksi kronis dan drainase merupakan manifes- tasi klinis yang sering terjadi. Pengobatan termasuk insisi dan drainase diikuti oleh pengangkatan sekunder kista atau sinus ketika infeksi menghilang. Eksisi seluruh sinus penting bagi keberhasilan pengobatan. Hal ini dapat dibantu dengan injeksi metilen bina untuk menentukan cabang-cabang akar sinus. Transplantasi kulit atau flap otot mungkin diperlukan untuk menutup defek. Beberapa ahli bedah lebih memilih penutupan sekunder, khususnya jika ada infeksi sisa. Ganglion Ganglion adalah daerah degenerasi mukoid dari struktur retinakular. Mereka merupakan massa kistik yang sering kali ditemukan di punggung tangan dan di atas pembungkus tendon dari tangan atau kaki. Kista ini mengandung cairan jemnih yang mirip dengan cairan sendi. Aspirasi cairan ganglia dapat menimbulkan angka kekambuhan 75%. Eksisi bedah pada seluruh ganglion adalah terapi yang dianjurkan. Kadang-kadang diperlukan eksisi sebagian kapsul sendi. TUMOR JINAK Kutil Veruka vulgaris, kutil yang umum dijumpai, discbabkan oleh virus yang me- nular. Kutil biasa terjadi pada tangan atau telapak kaki. Biasanya keras dan sakit. Pengobatan veruka vulgaris dapat dilakukan dengan cairan nitrogen beku atau elektrodesikasi di bawah anestesi lokal. Zat kausatif juga telah dipergunakan, tapi menimbulkan angka kekambuhan yang tinggi Keratosis Keratosis adalah lesi prakanker yang ditandai dengan hipertrofi epidermis. Keratosis senilis dapat terjadi pada orang yang lebih tua dengan banyak bercak kulit. Mereka harus diatasi dengan eksisi bedah jika lesi berukuran besar dan kecurigaan akan adanya keganasan rendah. Pengobatan topikal dengan §-fluorourasil atau nitrogen cair dapat dikerjakan. JARINGAN KULIT DAN SUBKUTANEUS 221 Keratosis seboroik ialah penebalan suatu daerah kulit yang berwarna kecok- latan, abu-abu, atau hitam. Sering kali lesi ini dikelirukan dengan keganasan. Elek- trokoagulasi merupakan terapi cukup adekuat jika hasil biopsi jinak. Keloid Keloid adalah pemimbunan padat jaringan fibrosa yang meluas di atas permukaan kulit yang mengalami luka traumatik atau insisi bedah. Keloid timbul akibat kegagalan pemecahan kolagen dan lebih sering terjadi pada orang berkulit hitam. Kekambuhan sering terjadi setelah insisi kecil. Pilihan pertama pengobatan ialah injeksi steroid. Metode ini efektif dalam menghilangkan sensasi panas dan gatal, juga menghasilkan penyusutan lesi sebe- namya. Terapi radiasi tidak efektif untuk mengatasi keloid. Jahitan subkutikular harus dihindari pada pasien dengan riwayat pembentukan keloid. Malformasi kapiler Malformasi kapiler lebih sering dikenal dengan “port wine stain” pada kulit. Kelainan ini memperlihatkan dilatasi kapiler abnormal pada pleksus subdermis. Lesinya halus dengan distribusi bercak-bercak kemerahan atau keunguan. Pada lesi kecil cukup dilakukan eksisi. Lesi lebih besar diterapi dengan sinar argon. Hal ini harus ditunda sampai pasien berusia di atas 14 tahun. Hemangioma Hemangioma muncul pada masa bayi dan dapat membesar pada tahun pertama kehidupan tapi setelah itu mengecil. Lesi berwarna merah terang, timbul, dan ireguler. Timbulnya ulkus atau infeksi superfisial sering kali memper- lambat penyembuhan lesi. Penyembuhan spontan biasa terjadi saat umur 7 tahun. Malformasi arteriovenosa Malformasi arteriovenosa juga disebut hemangioma kavernosa. Lesi ini terlihat saat lahir dan tidak berubah selama pertumbahan anak. Sering kali melibatkan struktur profunda seperti susunan saraf pusat atau otot. Meskipun, eksisi luas adalah terapi pilihan. Kadang-kadang, embolisasi praoperasi dari pembuluh penyuplai dapat membantu eksisi luas. Tumor Glomus Tumor glomus adalah tumor jinak, neoplasma kulit yang jarang yang biasanya terjadi pada bantalan kuku tangan dan kaki. Lesi-lesi ini ‘sangat sakit karena mereka berasal dari end-organ glomus, organ saraf yang fungsi normainya mengatur aliran darah pada ektremitas. Lesi ini juga disebut angio- mioneuroma, dan umumnya benigna. Bentuk ganas tumor ini disebut hemangio- pericytoma. Tumor neural Neurofibroma dan tumor sel Schwann dapat terjadi pada kulit. Pengobatannya ialah bedah eksisi. Neurofibroma scring disertai penyakit von Recklinghausen. Lebih kurang 10% pasien dengan neurofibromatosis akan menga- lami degenerasi sarkomatosa pada tumor ini. TUMOR GANAS Kanker kulit berhubungan dengan pajanan. Sinar ultraviolet, radiasi ionisasi, dan zat kimiawi adalah faktor-faktor penyebab. Kanker kulit biasanya bermanifes- tasi sebagai tumor ganas derajat rendah yang bermanifestasi lambat. Karenanya angka kesembuhan karsinoma kulit relatif cukup tinggi. Karsinoma sel basal Karsinoma sel basal adalah keganasan yang tumbuh lam- bat dan menyebabkan sedikitnya tigaperempat keganasan pada seri klinik. Lesi ini 222 | INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH seperti lilin dan berwama kuning keabuan dan sering ada telangiektasis di bawah kulit. Kebanyakan kanker sel basal timbul di leher dan kepala. Mereka cenderung menginvasi dan mengerosi ke dalam struktur profunda termasuk tengkorak, orbita, atau otak, jika tidak diobati. Karsinoma sel skuamosa Karsinoma se] skuamosa biasanya muncul sebagai ulserasi kulit yang cenderung tumbuh cepat daripada karsinoma sel basal. Biopsi diperlukan untuk membedakan lesi ini dari jenis karsinoma kulit lainnya. Juga, paling sering terjadi di kepala dan leher. Gambaran khas ialah ulkus dengan tepi timbul menyerupai kawah gunung berapi. Karsinoma sel skuamosa lebih ganas daripada karsinoma sel basal dan akan bermetastasis ke limfonodus, regional. Kanker sel skuamosa ditemukan pada daerah yang sering teriritasi seperti tepi bibir, atau daerah dermatitis pascaradiasi, atau ulserasi pada jaringan parut pasca terbakar lama. Penyakit Bowen merupakan penyakit karsinoma sel skuamosa in situ yang tumbuh lambat dimana eksisi dianjurkan. Karsinoma kelenjar keringat Tumor jarang ini biasanya dijumpai pada dasa- warsa keenam dan ketujuh. Terapi terdiri dari cksisi setempat yang luas dan pertim- bangan limfadenektomi. Pada 50% kasus kelenjar limfe regional akan terlibat. Pengobatan Pilihan terapi untuk kanker kulit termasik elektrodesikasi, bedah beku, bedah kimiawi, terapi radiasi, dan terapi bedah. Biopsi lesi kulit dan anam- nesis riwayat terdahulu yang relevan menentukan pilihan terapi. Elektrodesikasi dan kuretase dapat dikerjakan pada karsinoma sel basal yang nonrekuren dan super- fisial. Bedah kimiawi digambarkan seperti teknik Mohs. Lesi dieksisi di bawah anastesi lokal, dan bedah beku diambil dari seluruh permukaan yang direseksi. Empat atau lima reseksi mungkin diperlukan untuk melengkapi eksisi lesi. Keun- tungan metode ini ialah adanya kemungkinan mencegah penyebaran-penyebaran kecil dari lesi sentral dengan kepastian lebih besar daripada yang bisa diperoleh dari eksisi konvensional. Teknik ini khususnya berguna untuk karsinoma sel basal tekuren atau sel skuamosa. Terapi radiasi dapat digunakan untuk mengobati karsinoma sel basal dan sel skuamosa. Pada beberapa hal hasil kosmetik yang lebih baik dengan usaha lebih sedikit dapat diperoleh. Terapi pembedahan adalah peng- obatan konvensional untuk kebanyakan kanker kulit. Perdebatan terus berlang- sung sehubungan dengan batas jaringan kulit yang normal. Kebanyakan mengan- jurkan 0,5 cm di sekitar karsinoma sel basal dan 1 cm sekitar karsinoma sel skua- mosa. Pada lesi rekuren, potongan beku atau potongan permanen yang menentukan tepi bebas tumor harus didahulukan untuk rekonstruksi definitif. Diseksi kelenjar limfe regional dilakukan hanya untuk bukti klinis adanya kclenjar yang terkena. Kira-kira sepertiga pasien dengan tepi yang positif (masih mengandung sel karsinoma) setelah reseksi karsinoma sel basal akan mengalami kekambuhan. Jika pasien mampu, pengawasan sederhana mungkin yang harus diindikasikan. Bedah eksisi ulangan adalah terapi terbaik untuk kekambuhan. Delapan puluh persen karsinoma sel skuamosa disembuhkan dengan bedah eksisi. Mohs telah melaporkan angka kesembuhan 95% untuk karsinoma sel basal rekuren dan angka kesembuhan 75% untuk karsinoma sel skuamosa rekuren. JARINGAN KULIT DAN SUBKUTANEUS 223 Fibrosarkoma Tumor ini umumnya terjadi pada wanita terutama di paha, bokong, atau regio inguinal. Biasanya derajat keganasan relatif rendah dan ber- sifat radioresisten. Bedah eksisi luas adalah terapi pilihan. Sering terjadi kekam- buhan rekuren. Hemangiomaperisitoma Ini adalah tumor ganas berasal dari angioblastik dan mungkin merupakan varian tumor glomus. Prognosisnya jelas buruk, dengan hanya 27% harapan hidup 5 tahun bebas penyakit. Terapi radiasi dipertimbangkan sebagai terapi pilihan, khususnya tumor yang besar. Sarkoma kaposi Tumor ini meningkat jelas pada kaum homoseksual. Sindroma penurunan kekebalan didapat (AIDS) biasanya disertai sarkoma Kaposi. Biasanya, tumor timbul di tangan atau kaki sebagai plak multipel yang berwarna kemerahan sampai keunguan dan dapat datar, berulserasi, atau polipoid. Sering dijumpai keter- libatan limfonodus. Radiasi dapat memperlambat pertumbuhan sarkoma Kaposi, tapi bedah eksisi juga membantu. Pemberian Aktinomisin D diketahui memberikan sedikit respons. Secara keseluruhan, prognosisnya buruk. Dermatofibrosarkoma protuberans Tumor ini relatif rendah keganasannya dimana umumnya terjadi pada tubuh. Bersifat radioresisten tapi memberi respons pada bedah eksisi dengan 70% harapan hidup 5 tahun bebas sakit. LESI BERPIGMENTASI Nevus intradermal, junctional nevus, dan nevus kompleks adalah beberapa contoh lesi berpigmentasi jinak; namun memiliki berbagai derajat potensi keganasan. Nevus intradermal adalah sarang melanoblast yang terbatas pada dermis. Sering kali nevi ini mengandung unsur rambut. Junctional nevus adalah proliferasi mela- noblas yang berasal dari lamina basalis epidermis dan menyebar sampai ke dermis Lesi-lesi ini terjadi di sekitar genital, palmar, bantalan kuku, dan membrana muko- sa. Nevus kompleks memiliki kedua elemen, baik intradermal maupun junctional. Lesi ini jinak namun berpotensi menjadi ganas. Melanoma juvenilis adalah melanoma yang terjadi sebelum pubertas. Keba- nyakan terjadi di muka dan membesar perlahan-lahan. Membedakan lesi kulit jinak berpigmentasi dengan melanoma cukup sulit. Perubahan pada berbagai ciri-ciri lesi berpigmentasi adalah indikasi untuk diadakan eksisi. Hal ini termasuk perubahan warna atau distribusi pigmen; berkembangnya eritema; perubahan ukuran dan konsistensi; dan perubahan citi-ciri permukaan, seperti perembesan darah (oozing), berdarah, atau erosi. Bintik-bintik Hutchinson (lentigo maligna) adalah melanosis prakanker pada wajah yang biasanya terjadi pada orang-orang tua, Lebih kurang sepertiga lesi ini berkembang menjadi melanoma maligna. Namun, prognosisnya sangat baik, khu- susnya bila lesi dieksisi dari wajah. Tiap lesi mencurigakan harus dieksisi lengkap dengan tepi dari kulit normalnya. Melanoma Melanoma adalah lesi keganasan berasal dari melanoblas kulit. Membrana mukosa dan regio berpigmen dari mata dapat merupakan tempat melanoma primer. Lesi 224 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH biasanya berpigmen agak gelap, halus, keras, tak berambut. Pada beberapa fase perkembangan sel melanoma tidak mengandung melanin dan ini yang disebut melanoma amelanotik. Klasifikasi TMN untuk penentuan stadium melanoma Kiasifikasi T menun- jukkan ketebalan tumor, T] termasuk lesi-lesi 0,75 mm atau kurang. Lesi T1 adalah 0,76-1,5 mm. T3 menunjukkan tumor dengan ketebalan 1,5—4,0 mm. Tumor T4 adalah tumor dengan ketebalan lebih besar dari 4,0 mm atau telah menginvasi jaringan subkutaneus. NO menunjukkan metastasis ke limfonodus regional negatif. N1 menunjukkan limfonodus regional positif, ukuran 3 cm atau kurang. N2 menun- jukkan menunjukkan limfonodus regional positif, ukuran 3 cm atau lebih, atau adanya lesi intransit. Pengelompokan stadium dibagi sesuai dengan keterlibatan limfonodus Stadium Ttumor lebih kecil (T1 dan T2) dengan limfonodus negatif; stadium II tumor lebih besar (T3 dan T4) dengan limfonodus negatif, stadium III tiap ukuran tumor limfo- nodus positif; dan stadium IV tiap tumor dengan adanya metastasis jauh. Insidens melanoma meningkat pada pajanan terhadap radiasi sinar matahari pada ras kulit terang. Adanya melanin pada kulit mempunyai efck protektif ter- hadap sinar ultraviolet yang bekerja sebagai rangsangan. Melanoma lebih banyak ditemukan pada pasien dengan xeroderma pigmentosum, kelainan genetik yang berhubungan dengan hipersensitivitas terhadap sinar ultraviolet. Melanoma biasanya timbul pada nevi yang memiliki aktivitas junctional. Nevus pada palmar, telapak kaki, bantalan kuku, genitalia, dan membran mukosa memiliki elemen fungsional yang membuat mereka lebih rentan menjadi sumber melanoma daripada tahi lalat di tempat lain. Melanoma maligna jarang terjadi pada anak prapubertas. Empat tipe melanoma digambarkan sebagai berikut: melanoma yang penye- barannya superfisial, melanoma nodular, melanoma maligna lentigo, dan melanoma akral-lentiginosa. Melanoma yang penyebarannya superfisial ditandai dengan penyebaran intradermal, merupakan hampir 70% dari semua melanoma kutaneus. Melanoma nodular lebih jarang dan ditandai dengan pertumbuhan radial kecil-kecil tapi pertumbuhan lebih invasif. Prognosis untuk melanoma nodular jelas sangat buruk. Melanoma maligna lentigo merupakan tumor yang paling lambat perkem- bangannya dari semua tumor terjadi terutama pada individu lebih tua. Melanoma akral-lentiginosa terjadi pada palmar, telapak kaki, regio subungual histologi tumor ini mirip dengan lentigo maligna. Pengobatan pembedahan Eksisi bedah adalah pengobatan primer untuk melanoma. Untuk kebanyakan lesi berpigmen diindikasikan biopsi eksisi dengan tepi 2-5 cm. Namun, lesi yang sangat besar mungkin membutuhkan insisional, yang cocok untuk merencanakan terapi definitif. Batas tepi yang masih dapat diterima untuk eksisi definitif melanoma tergan- tung pada tebalnya lesi. Tepi 0,5 cm mungkin cukup untuk lesi dengan ketebalan kurang dari 0,75 mm. Lesi dengan tebal antara 0,76 sampai 1,5 mm membutuhkan tepi 2 cm. Lesi lebih tebal membutuhkan tepi 4 cm, Amputasi jari merupakan indikasi untuk melanoma akral-lentiginosa. JARINGAN KULIT DAN SUBKUTANEUS 225 Pengangkatan limfonodus regional harus dilakukan ketika ada bukti klinis adanya. adenopati dan tidak ada metastasis jauh. Diseksi profilaksis limfonodus regional lebih kontroversial. Pilihan antara diseksi limfonodus regional dengan menunggu untuk bukti klinis keterlibatan nodus, dapat berdasarkan pada kemung- kinan metastasis limfonodus tersamar dengan stadium tumor primer yang ada. Tumor kurang dari 1,5 mm memiliki hubungan 15% dengan limfonodus positif. Lesi lebih tebal antara 1,6 dan 3,7 mm memiliki hubungan 35% dengan limfonodus positif. Tumor yang lebih tebal dari 3,7 mm memiliki kesempatan 50% limfonodus positif, Beberapa penelitian retrospektif memperlihatkan keuntungan harapan hidup untuk diseksi limfonodus segera pada stadium klinis I dari melanoma. Namun, penelitian prospektif oleh Organisasi Kesehatan Sedunia tidak memperlihatkan peningkatan harapan hidup pasien kelompok ini. Sebuah percobaan: prospektif banyak lembaga dilakukan di Amerika Utara untuk memastikan atau menyangkal hasil penelitian di atas. Walaupun begitu, diseksi limfonodus segera hamus diguna- kan bila melanoma berasal dari kulit yang melapisi basin limfonodus, karena per- ubahan setelah eksisi- tumor primer dapat mengganggu evaluasi klinis pada limfonodus. Pengobatan tambahan Kemoterapi regional dan hipertermia Perfusi regional terisolasi telah diuji untuk melanoma. Ekstremitas yang terkena diperfusi dengan cairan bersuhu kira-kira 40°C. Obat kemoterapeutik yang paling sering digunakan ialah melphalan. Terapi ini mungkin menguntungkan hanya pada pasien yang tumor primernya lebih tebal dari 3,7 mm. Juga, pasien dengan sejumlah metastasis satelit dan metastasis transit mungkin mendapat keuntungan dengan perfusi regional terisolasi. Imunoterapi Berbagai jenis obat telah digunakan untuk mengendalikan meta- stasis kutaneus dari melanoma. Hasil suatu penelitian, injeksi intralesi setempat dengan basil Calmette-Guerin memberikan remisi pada lebih kurang 20% pasien. Pengobatan sistemik dengan perubahan respons biologis memperlihatkan beberapa dampak pada melanoma diseminata. Prognosis pada pasien melanoma tergantung pada stadium. Angka kesembuhan 5 tahun untuk lesi stadium | yang lebih kecil 0,76 mm mencapai hampir 95%. Lesi antara 0,76 dan 1,5 mm mempunyai angka kesembuhan 5 tahun sebesar 85%. Lesi- lesi stadium II lebih sedikit, dengan angka harapan hidup 5 tahun 60%. Penderita dengan stadium Ill (keterlibatan limfonodus positif) mempunyai angka harapan hidup 5 tahun kira-kira 35%, Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Young DM, Mathes SJ: Skin and Subcutaneous Tissue, Bab 13, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6. Bahan dengan hak cipta 227 14 Payudara EMBRIOLOGI © Mammary ridge atau garis susu muncul pada minggu keenam sebagai penebalan ektodermal dari aksila ke lipat paha. Dua pertiga kaudal garis ini mengalami regresi; kelainan yang menetap ini sering kali dikelirukan dengan nevus. Jaringan payudara menyimpang pada aksila atau di tempat lain dari garis payudara men- jadi nyata selama stimulasi oleh kehamilan. Pengobatannya adalah: eksisi. e Pada bulan kelima dalam rahim, 15-20 korda berkembang, yang membentuk jumina pada bulan ketujuh. Penurunan kadar estrogen maternal setelah melahirkan merangsang produksi prolaktin fetal, dengan sekresi kolostrum untuk beberapa hari sctelah kelahiran bayi laki-laki dan perempuan. ANATOMI Payudara loki-laki mengalami sedikit perubahan dalam hidupnya, kecuali untuk hipertrofi ringan selama masa neonatal dan pubertas. © Payudara perempuan prapubertas berkembang dari 11-15 tahun. Lobulasi terjadi pada setelah ovulasi pertama. « Payudara perempuan dewasa muda mulai dari iga kedua sampai iga keenam, dari sternum sampai garis aksilaris anterior. Jaringan glandular pada dasarnya sirkular kecuali kauda Spence sampai ke aksila. Ligamenta fibrosa Cooper membantu melekatkan jaringan glandular ke fasia superfisialis anterior di bawah kulit. Area subareola dan puting mengandung otot polos yang berkontraksi dengan stimulasi taktil Pasokan arteri: Rami perforantes medial arteri mamaria interna (pertama melalui tuang interkostal keempat), arteri torakalis lateral cabang dari arteri aksilaris di sebelah lateral dari otot pektoralis mayor, dan cabang pektoral dari arteri akro- miotorakalis sebelah medial otot. e Drainase vena: Vena-vena subkutaneus superfisialis masuk ke vena mamaria interna atau vena-vena leher; vena profunda berhubungan dengan perdarahan arteri. Kanker payudara dapat bermetastasis ke korpus vertebra atau pelvis, dengan melewati paru-paru karena drainase interkostalis ke vena-vena vertebralis (pleksus Batson). Sistem Limfatik: Limfonodus mamaria interna dan aksilaris mendrainase payu- dara, Tingkat aksilaris: I—Iateral terhadap pektoralis mayor, II—di bawah pekto- ralis minor, I!l—medial dari pektoralis minor. Nodus Rotter adalah kelompok yang berlokasi di antara otot pektoralis mayor dan minor. Drainase berlangsung dari inferior ke superior, akhimya ke nodus supraklavikular dan kemudian 228 = INTISAR! PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH melalui duktus toraksikus masuk ke dalam sistem vena. Rata-rata limfonodus yang diambil dalam pembedahan ialah 5 nodus mamaria interna dan 20 nodus aksilaris (tingkat I, II, dan III). HISTOLOGI Payudara terdiri dari kelenjar alveolar multipel. Duktus terminalis dilapisi epitel kolumner. Sinus laktiferus pada regio subareolar dilapisi oleh epitel skuamosa. Alveoli multipel membentuk lobulus-lobulus. FISIOLOGIS Perkembangan dan fungsi payudara dimulai oleh berbagai hormon. Estrogen diketahui merangsang perkembangan duktus mamilaris. Progesteron memulai perkembangan lobulus-lobulus payudara juga diferensiasi sel epitelial. Prolaktin merangsang laktogenesis. Perubahan siklik: Volume meningkat hampir 50% setelah hari kedelapan dari siklus menstruasi. Kongesti vaskular dan proliferasi lobular berkurang saat menstruasi. Kehamilan dan laktasi: duktus alveolaris dan lobularis berproliferasi dengan regresi setelah masa menyusui. Puting dan areola bertambah gelap dan kelenjar Montgomery menjadi lebih menonjol. Striae tampak. Menopause: Lobulus berinvolusi. Lemak menggantikan parenkim. Penyimpangan: Perkembangan asimetrik atau hipertrofi virginal pada anak perempuan dapat dikoreksi dengan pembedahan setelah dewasa. Ginekomastia pada anak laki-laki pubertas dapat diperbaiki jika tidak ada regresi atau kelainan hormonal. PEMERIKSAAN FISIK . Inspeksi: Asimetri, retraksi kulit, edema, inversi puting lebih mudah dideteksi saat penderita duduk, tangan pada pinggul, dan kemudian kepala ditengadahkan. Palpasi: Dengan pasien duduk tegak, fossa supraklavikular dan aksilar diperiksa, termasuk kauda Spence dan jaringan payudara sentral. Seluruh payudara diperiksa ulang dengan posisi pasien telentang dengan tangan pada belakang kepala. Gambaran penting dari benjolan atau limfonodus adalah ukurannya, bentuk, mobilitas, dan/atau fiksasi. Mamografi: Dosis radiasi yang diabsorbsi adalah 0,1 rad payudara tengah de- ngan risiko diabaikan setelah umur 30 tahun. American Cancer Society meng- anjurkan mamogram dasar antara umur 35 dan 40 tahun, kemudian tiap dua tahun antara umur 40 dan 50 tahun, kemudian tiap tahun setelah umur 50. Jika riwayat keluarga ada, mammogram pertama harus dilakukan pada umur 35 tahun, dengan foto tahunan setelah umur 40 tahun. Mamogram menilai per- ubahan stroma sebagai kontras terhadap daerah berlemak, jadi paling akurat pada aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. PAYUDARA 233 ¢ Karsinoma medular berupa lesi cukup besar, lunak, dan besar, sering dengan daerah-daerah nekrosis dan infiltrasi limfoid, Metastasis terjadi lambat. Karsinoma koloid lesi lunak berbatas jelas dengan danau musinosum besar pada potongan melintang dan prognosisnya baik. Karsinoma tubular adalah tumor berdiferensiasi baik dengan prognosis baik. Karsinoma peradangan umumnya adalah karsinoma duktal yang melibatkan limfatik dermal, merupakan tanda adanya penyakit yang lanjut dan muncul sebagai gambaran kulit seperti kulit jeruk (“peau d’orange” atau “orange peel”) (stadium IIIb). Kulitnya berindurasi dan eritematosa. Prognosis sangat buruk dengan angka harapan hidup 5 tahun biasanya kurang dari 20%. Karsinoma lobular timbul dari epitelium duktus terminalis dan menyebar dalam bentuk seperti lembaran-lembaran. Karsinoma ini sering kali multisentrik pada payudara yang sama dan memperlihatkan lesi invasif bilateral kira-kira 30% waktunya. Gambaran histologis khas adalah sel tumor "Indian filling" yang menembus stroma payudara. Sarkoma payudara jarang ditemukan, tapi yang paling sering adalah varian fibroadenoma raksasa yang benigna (giant benigna variant of fibroadenoma), cystosarcoma phylloides. Hanya 1 di antara 10 tumor bersifat ganas. Mereka muncul pada penderita berumur lebih tua daripada yang menderita fibroadenoma (umur empat puluhan) dan lebih selular. Mastektomi totalis dianjurkan pada jenis-jenis baik jinak maupun ganas karena metastasis ke limfonodus aksilaris jarang terjadi (dengan metastasis lebih sering ke paru-paru dan tulang) Pengobatan e Halsted memulai era modern dengan mastektomi radikalnya yang pertama pada tahun 1882, Pengangkatan payudara, limfonodus aksilaris, dan kedua muskulus pektoralis mayor dan minor telah memberikan kontrol lokal-regional yang dapat dipercaya untuk karsinoma payudara stadium Janjut. “Kriteria tak dapat di- operasi" Halsted menyingkirkan penderita-penderita ini (25%) yang tentunya akan timbul metastasis jauh: yaitu dengan fiksasi nodus aksilaris, adanya metas- tasis limfonodus supraklavikularis. Mastcktomi radikal Halsted menjadi satu- satunya pengobatan operatif yang dapat diterima untuk karsinoma payudara sampai tahun 1960-an. Modifikasi mastektomi radikal Halsted termasuk operatif alternatif berikut: pemotongan pektoralis mayor (Patey), pemotongan kedua muskulus pektoralis (Madden), dan memperluas mastektomi radikal (Urban mengangkat limfonodus mamaria interna dan dinding dada yang berdekatan sebagai tambahan mastek- tomi radikal). Reseksi terbatas dicoba pertamakali dengan sukses pada dasawarsa terakhir. Pada tahun 1980, Veronesi melaporkan angka harapan hidup dan rekurensi yang sama pada penderita yang mempunyai tumor 2 cm atau lebih kecil dengan lim- fonodus aksilaris teraba dan yang menjalani mastektomi radikal dibandingkan kuadrantektomi, diseksi aksilaris, dan pengobatan radiasi payudara. Pada tahun 1985, Fisher melaporkan hasil National Surgical Adjuvant Breast Project aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 237 15 Tumor-tumor Kepala dan Leher LESI-LESI KONGENITAL Kista duktus tiroglosus Kelenjar tiroid berasal dari dasar faring pada foramen sekum selama masa kehamilan empat minggu. Kemudian turun sesuai dengan garis tengah leher dekat dengan os hyoid. Divertikulum paten yang disebabkan oleh penurunan ini disebut duktus tiroglosus. Jika semua atau sebagian dari duktus ini menetap, maka terbentuk kista-kista atau sinus-sinus duktus tiroglosus. Kista-kista ini muncul sebagai massa di garis tengah pada masa kanak-kanak, Delapan puluh persen terjadi pada atau sedikit di bawah os hyoid. Tingkat dari kista-kista ini terangkat pada penjuluran lidah, menunjukkan bahwa secara embriologis kista bérasal dari dasar lidah. Diagnosis banding untuk massa pada garis tengah Ieher di sckitar os hyoid termasuk jaringan tiroid lingual. Kasus jarang ini dapat terjadi hanya pada pasicn dengan kelenjar tiroid aktif. Karena itu, adanya jaringan tiroid pada lokasi ana- tomis normal harus dikonfirmasi dengan pencitraan radioisotop sebelum massa di garis tengah itu dieksisi. s Terapi yang dianjurkan ialah reseksi kista duktus tiroglosus dengan bagian te- ngah os hyoid. Diseksi harus mulai dari sinus di superior foramen sekum sehingga kista dapat dieksisi seluruhnya. Anomali celah brankial Kista celah brankial, sinus, dan sisa kartilagenus berasal dari penyatuan celah brankial yang tidak lengkap. Ketika sebagian celah menetap, terbentuk kista atau sinus yang dilapisi oleh epitel dengan atau tanpa pembukaan kutaneus. Karsinoma celah brankial jarang terjadi ketika dijumpai adanya riwayat kista celah brankial, atau perkembangan karsinoma epidermoid pada tempat itu selanjutnya. Kista celah brankial juga mengandung jaringan limfoid dan dapat membesar sebagai respons terhadap infeksi saluran respirasi. Jenis anomali celah brankial yang paling sering adalah celah kedua. Kelainan ini muncul pada pertengahan atau sepertiga bawah otot sternokleidomastoideus dan dapat diatasi dengan eksisi sederhana. Eksisi kista-kista dan sinus-sinus dianjurkan untuk mencegah komplikasi yang berhubungan dengan infeksi rekuren. Diseksi harus dilakukan secara cermat untuk mencegah cedera pada saraf hipoglosus, vagus, dan lingual serta pada pembuluh karotis. Hemangioma dan malformasi vaskular Lesi-lesi vaskular kongenital harus jelas dikelompokkan sebagai hemangioma atau malformasi vaskular dengan tujuan untuk menilai prognosis dan menegakkan rencana penatalaksanaan yang sesuai. Hemangioma mempunyai aktivitas mitosis yang meningkat dan keadaan demikian dapat dianggap sebagai neoplasma sejati. Lesi ini secara khas tidak ada pada saat lahir atau dapat juga muncul sebagai kemerahan vaskular yang samar-samar. Selama beberapa bulan pertama kehidupan lesi-lesi ini mengalami fase proliferasi cepat. Kebanyakan hemangioma mengalami involusi spontan sebelum berumur 7 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TUMOR-TUMOR KEPALA DAN LEHER 241 Kebanyakan karsinoma sel skuamosa pada kepala dan Icher mempunyai tingkah yang sama. Ekspresi klinis uniknya tergantung pada terhentinya aktivitas normal inheren pada pusatnya dan area penyebarannya, Karsinoma nasofaring dapat muncul dengan kebuntuan nasal dan kemudian berlanjut pada disfungsi nervus kranial. Karsinoma dasar mulut dapat muncul dengan nyeri. Kekakuan lidah dan disfagia berakibat malnutrisi dan mungkin aspirasi. Harapan hidup penderita mem- butuhkan pertimbangan baik pertumbuhan tumor dan sisa fungsi setempat dalam penyusunan rencana terapi. Pilihan yang tepat untuk terapi radiasi, bedah ekstirpasi, kemoterapi, dan terapi rekonstruksi sangat penting sebagai usaha untuk mem- perpanjang hidup penderita dan mengembalikan fungsi sedapatnya dan penam- pilan. Pendekatan multidisipliner pada kelompok tumor ini sangat penting. Epidemiologi Tiap tahun ada sekitar 30.000 sampai 40.000 kasus baru kanker leher dan kepala dan 10.000 sampai 15.000 kematian akibat penyakit ini. Kira-kira sepertiga pasien yang mengalami karsinoma sel skuamosa pada saluran pencer- cernaan atas akan mati karenanya. Di Amerika Serikat, tampaknya ada hubungan jelas antara karsinoma sel skuamosa dan penggunaan tembakau dan bersama alko- hol dalam jangka lama. Penggunaan tembakau atau alkohol secara sendiri-sendiri meningkatkan kecenderungan adanya karsinoma scl skuamosa tapi kombinasi keduanya meningkatkan risiko tersebut lebih besar. Di seluruh dunia, kecuali perbedaan agen penyebab yang diajukan, pada kanker kepala dan leher tampak jelas bahwa faktor penting pada asal karsinoma sel skuamosa adalah karsinogen kimiawi dan tampaknya ada peningkatan rasio risiko sebanding dengan dosis- waktu karsinogen tersebut. Karenanya, pencegahan sedapat mungkin dilaksana- kan. Peranan karsinogenesis viral melalui inisiasi dan promosi masih belum jelas tapi tentu masih mencurigakan. Penderita dengan papilomatosis yang disebabkan human papillomavirus pada rongga hidung dan laring telah diamati, mempunyai tisiko lebih tinggi untuk timbulnya karsinoma sel skuamosa. Peningkatan titer anti- bodi terhadap virus Epstein-Barr (EB) dihubungkan dengan adanya karsinoma nasofaring tapi masih belum cukup spesifik untuk digunakan secara klinis karena infeksi virus sangatlah umum. Virus-virus yang mempunyai peranan baik dalam inisiasi atau promosi pada karsinogenesis ditunjukkan tidak hanya karena adanya genom virus EB pada metastasis servikal sebagaimana tumor primer timbul di nasofaring, tapi juga karena tidak adanya virus itu dalam limfonodus pasien dengan antibodi EB seropositif yang tidak mengalami tumor dan tidak dijumpai pada tumor metastatik dari kelompok histologis lain. Karsinoma sel skuamosa pada saluran pencemaan atas tampak tidak seimbang seringnya dan tidak biasa agresif pada penderita sindroma penurunan kekebalan didapat (AIDS) sebagaimana pada keadaan penurunan kekebalan lain seperti lekemia limfositik kronis. Gambaran sarkoma Kaposi oral dan faringeal sering dijumpai pada penderita human immu- nod eficiency virus positif dan mungkin membutuhkan intervensi pembedahan dan tadioterapi. Riwayat alamiah Infeksi virus, iritasi kronis gigi palsu yang tidak cocok, trau- ma, atau infeksi dari higiene perawatan gigi yang buruk dapat menimbulkan res- pons dari epitel yang dikenal sebagai hiperplasia atau papilomatosis, dimana pada sel dengan konfigurasi DNA normal dan proliferasi struktur organela, berakibat aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TUMOR-TUMOR KEPALA DAN LEHER 245 Pengobatan Terapi klinis atau paliatif untuk diberikan pada penderita adalah berdasarkan stadium is tumor (TNM) pada saat penderita datang. Metode pengobatan kuratif berorientasi pada ekstirpasi total penyakit lokoregional. Prosedur paliatif adalah untuk menghilangkan nyeri, obstruksi jalan napas, atau perbaikan fungsi dan higiene setempat. Prosedur paliatif kadang-kadang disesuai- kan pada adanya metastasis jauh, Reseksi subtotal penyakit lokal atau lokoregional tidak selalu menguntungkan pada semua situasi. Untuk tumor kecil (ukuran < 2 cm) pembedahan serta terapi radiasi yang direncanakan dan dijalankan dengan baik, akan memberikan pengontrolan lokal dan angka harapan hidup yang sesuai Pilihan kemudian tergantung pada keluhan, kemauan penderita sendiri, penyakit penyerta, biaya, hubungan dengan fungsi normal, dan fasilitas yang tersedia Seiring dengan bertambahnya ukuran tumor menjadi T2 atau lebih besar, maka dengan sendirinya pengontrol lokal dan penyembuhan utama dengan terapi radiasi saja makin berkurang. Karenanya pembedahan, atau pembedahan dengan terapi radiasi adjuvan, makin disukai dengan lesi yang lebih besar. Penggunaan kemo- terapi pada pasca pembedahan, kebanyakan tidak berhasil pada kebanyakan penelitian. Di samping angka respons tinggi pada pemberian cis-platinum dan 5 flurourasil (S-FU) praoperasi, namun tidak ada keuntungan harapan hidup dengan bentuk susunan terapi ini. Prinsip dasar pengobatan tumor padat ialah pengobatan en bloc, baik reseksi atau terapi radiasi tumor primer dan penyakit regional di leher. Bila limfonodus yang dapat teraba ada di leher, konfirmasi adanya penyakit metastasis dapat diper- oleh melalui aspirasi jarum halus dan sitologi, atau keputusan untuk melanjutkan terapi dapat dibuat sepenuhnya berdasarkan latar belakang klinis. Limfonodus metastasis yang dapat teraba atau positif pada radiologis membutuhkan terapi pembedahan dalam beberapa bentuk dari jenis-jenis diseksi leher yang biasanya dilakukan sebagai kelanjutan pada reseksi tumor primer. Penyakit subklinis atau mikrometastasis dapat diobati dengan modifikasi diseksi leher atau terapi radiasi tergantung pada kepentingan pemilihan terapi untuk tempat tumor primer. Rekonstruksi Metode rekonstruksi yang diperbaharui, analisa patologis yang lebih baik saat pembedahan, dan pemahaman yang lebih menycluruh tentang riwayat alami kanker leher dan kepala telah membuat rekonstruksi satu-tingkat pada saat terapi pembedahan awal menjadi standar perawatan pada kebanyakan kasus. Reseksi penyakit primer dan penyakit metastatik regional, konfirmasi bersihan penyakit dengan potongan beku tepi jaringan, dan rekonstruksi segera biasanya memungkinkan dilakukan untuk karsinoma sel skuamosa saluran pen- cernaan atas. Pada keganasan dimana tulang ikut terlibat, maka analisa potong beku/frozen section mungkin tidak akurat, juga pada penyakit rekuren dengan pengobatan radiasi sebelumnya, atau dimana ada ketidakpastian tentang aspek lain dari reseksi, maka rekonstruksi sekunder mungkin lebih sesuai. Kebutuhan dasar yang diberikan oleh reseksi pembedahan adalah pengem- balian kontinuitas saluran makan dengan dilapisi oleh epitel, memberikan cakup- an ekternal yang cukup untuk perlindungan struktur pembuluh darah besar dan tulang-tulang, dan pemisahan susunan saraf pusat dan saluran pencemaan atas. Kemajuan fundamental dalam rekonstruksi dalam dasawarsa terakhir telah mampu aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TUMOR-TUMOR KEPALA DAN LEHER 249 ‘Terapi pembedahan karsinoma lidah terdiri dari reseksi tumor dengan tepi jaringan normal dan pengangkatan secara keseluruhan (en bloc) limfonodus regio- nal. Kebanyakan ahli bedah tidak yakin tentang kemampuannya untuk mendapat tepi bersih dari kanker dengan reseksi seperti di atas, yang menyebabkan lebih seringnya penggunaan pengobatan radiasi adjuvan. Reseksi basal lidah dapat menimbulkan aspirasi pada pasien dan akhirnya kegagalan pernapasan. Di samping masalah-masalah ini glosektomi totalis dengan atau tanpa laringektomi terlihat sebagai prosedur berharga baik untuk penyembuhan ataupun paliatif. Harapan hidup 3 tahunan 53% dijumpai pada satu seri penelitian, dengan 80% penderita memperlihatkan bicaranya yang masih dapat dimengerti jika laring dipertahankan dan 93% tetap mempertahankan status gizinya lewat pemberian makan per oral. Tidak ada jalan rekonstruksi lidah yang memuaskan. Denervasi lidah dengan cara reseksi atau mencederai kedua nervus hipoglosus biasanya menyebabkan penderita kesukaran menelan atau berbicara efektif. Setelah reseksi pembedahan sebagian lidah tujuan rekonstruksi ialah memungkinkannya mobilitas bebas lidah yang tersisa sementara memberikan perlindungan kuat terhadap rongga mulut. Meningkatkan mobilitas lidah posterior atau menyusun ulang kelebihan lidah ante- rior dapat memberikan pemecahan yang optimal. Defek glosektomi totalis melibat- kan lidah, dasar mulut, dan kadang-kadang mukosa faring dan laring. Perbaikan kontinensia mulut biasanya membutuhkan jaringan lunak cukup banyak. Flap pek- toralis mayor cukup memberikan penggantian scluruh dasar mulut, sebagaimana juga flap jejunal bebas, yang juga dapat mengganti faring dan celah csofagus. Ketika sebagian mandibula harus direseksi oleh karena karsinoma rongga mulut, kebutuhan/kepentingan rekonstruksi tergantung pada bagian mandibula mana yang telah direseksi. Reseksi simfisis mandibula atau segmen anterior mandibula adalah masalah membahayakan dan membutuhkan rekonstruksi segera. Tulang ber- vaskularisasi seperti dari skapula, fibula, krista iliaka, radius, atau metatarsal adalah metode rekonstruksi terbaik. Daerah mandibula lainnya lebih tidak mendesak untuk dilakukan rekonstruksi. Faring Faring adalah kelanjutan pipa muskular yang membentuk saluran makanan. Faring dibagi menjadi tiga bagian, tiap bagian dengan fungsi yang sedikit berbeda: naso- faring, orofaring, dan hipofaring. Satu ciri penting faring ialah peranannya memi- sahkan saluran pernapasan dan pencernaan, dan struktur khususnya men- cerminkan fungsi ini. Orofaring mengandung basal lidah dari papila sirkumvalata ke belakang, tonsil, palatum molle, dinding faring posterior. Batas hipofaring mencerminkan anatomi laring. Dinding faring mulai dari ujung epiglotis ke tepi inferior kartilago krikoid. Tepi anterior hipofaring adalah mukosa pascakrikoid dan permukaan lateral adalah rongga mukosal pada kedua sisi laring yang dikenal sebagai sinus piriformis. Karsinoma yang berasal dari papila sirkumvalata pada basal lidah sering kali asimtomatik dan tidak terdiagnosis sampai timbul stadium lanjut. Penyaki aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TUMOR-TUMOR KEPALA DAN LEHER 253 diperbaiki dengan terapi radiasi, dengan keseluruhan harapan hidup 30% pada kelompok penderita ini, Metastasis jauh pada karsinoma nasofaring sering terjadi, khususnya pada penderita yang mengalami metastasis servikal besar sekali. Namun, akhir-akhir ini kemoterapi adjuvan bukan satu-satunya cara yang berhasil meningkatkan harapan hidup. Rongga Hidung Rongga hidung dan sinus paranasalis terpajan oleh banyak karsinogen di udara, namun keganasan pada tempat ini jarang terjadi. Jenis karsinoma ini endemis di daerah Afrika Selatan, dimana udara yang dihirup mengandung nikel dalam konsentrasi tinggi. Juga ada peningkatan risiko atau karsinoma paranasalis pada tukang kayu karena banyak menghirup debu kayu. Karsinoma sel skuamosa ada- lah gambaran histologis yang paling sering, walaupun adenokarsinoma, karsinoma adenoid kistika, dan karsinoma mukoepidermoid berjumlah sekitar 20%. Metastasis limfonodus tidak umum terjadi. Gejala-gejala biasanya agak difus, termasuk obstruksi nasal, nyeri lokal, epis- taksis, pembengkakan pipi. Diagnosis dibuat berdasarkan biopsi intranasal melalui spekulum atau antrostomi melalui dinding hidung/nasal lateral atau sulkus buko- labial. Sejauh ini sinus maksilaris adalah tempat asal tumor yang paling sering. Pengobatan tumor-tumor sinus paranasalis termasuk kombinasi terapi radiasi dan pembedahan. Terapi radiasi sendiri memberikan penyembuhan yang buruk dan angka harapan hidup yang tidak dapat diterima, Terapi radiasi praoperasi dengan 6000 cGy dikombinasi dengan pembedahan radikal yang merupakan pendekatan pengobatan umum, menghasilkan angka harapan hidup 3 tahunan pada sekitar 10% sampai 30% penderita. Reseksi pembedahan melibatkan peaiganpcaan seluruh (en bloc) sinus yang terkena dan struktur di sekitamya yang terlibat pula, Maksilektomi total dengan atau tanpa eksenterasi orbital mungkin diperlukan untuk pembersihan yang ade- kuat, Teknik kraniofasial telah meningkatkan kemampuan untuk mengangkat tumor sinus etmoideus dan paranasalis lainnya dengan aman dan meningkatkan angka harapan hidup 5 tahunan mencapai hampir 60%. Rekonstruksi defek pascaoperasi yang sebelumnya mengalami iradiasi adalah masalah yang sukar. Defek kecil dapat ditutupi dengan prostese nasal atau dental. Namun, defek lebih besar membutuhkan rekonstruksi tiga dimensi dengan pemin- dahan jaringan bebas. Laring Laring dibagi menjadi tiga daerah anatomi: laring supraglotis dari epiglotis ke ven- trikel, laring glotis, termasuk pita suara dan komisura anterior, dan daerah sub- glotis yang dikelilingi kartilago krikoid. Karsinoma laring adalah keganasan paling sering pada saluran pencemaan atas. Hampir 10.000 kasus baru setiap tahunnya timbul di Amerika Serikat. Risiko kanker laring adalah berbanding langsung de- ngan pajanan tembakau, dengan sedikit hubungan dengan asupan alkohol. Pening- katan umur juga merupakan salah satu faktor risiko. Penderita berkulit hitam aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TUMOR-TUMOR KEPALA DAN LEHER 257 1000 sampai 1500 mL/hari, terutama sebagai cairan serosa dari kelenjar parotis dan submandibular. Imunoglobulin A, G, dan M, albumin, lisozim, dan enzim-enzim lainnya juga disekresikan. Di samping sifatnya yang membasahi, yang memungkin- kan makanan dapat digerakkan melalui mulut, saliva juga mempunyai sifat antibak- terial dan antiviral yang melindungi jaringan lunak rongga mulut dan juga gigi. Kelenjar parotis berlokasi di belakang mandibula di sebelah muskulus pteri- goideus dan melebar ke daerah praaurikular di bawah angulus mandibula. Ke arah medial kelenjar biasanya melewati muskulus maseter dan ramus vertikal mandi- bula. Kelenjar dibagi menjadi lobus profunda dan superfisial oleh nervus fasialis yang keluar dari foramen stylomastoideus. Tujuh puluh persen kelenjar parotis berada di superfisial dari permukaan nervus fasialis. Duktus Stensen, duktus parotis, berasal dari duktus intralobular yang besar dan lewat dekat ramus bukalis nervus fasialis. Lalu masuk rongga mulut dekat pada gigi molar II atas. Nervus fasialis mempersarafi inervasi motorik ke otot mimik wajah. Karena melewati kelenjar parotis nervus dibagi menjadi divisi superior dan inferior. Divisi superior biasanya termasuk ramus temporalis, zigomatikus, dan bukal. Divisi infe- tior termasuk ramus marginalis mandibularis dan servikalis. Kelenjar submandibular berada di bawah muskulus platisma dikelilingi oleh venter anterior dan posterior muskulus digastrikus dan mandibula. Duktus Wharton membawa sekresi kelenjar mandibular ke dalam rongga mulut. Kelenjar saliva sublingual berada tepat di bawah mukosa ke dalam dasar mulut yang terutama berhubungan dengan arteri lingualis dan melepaskan sekresinya ke dalam rongga mulut melalui beberapa orifisiumnya. Kelainan peradangan Peradangan biasanya muncul sebagai pembesaran kelenjar difus atau nyeri tekan. Infeksi bakterial adalah akibat obstruksi duktus dan infeksi retrograd oleh bakteri mulut. Parotitis bakterial akut dapat dijumpai pada penderita pascaoperasi yang sudah tua yang mengalami dehidrasi dan biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Rehidrasi dan terapi antibiotik biasanya cukup berhasil. Virus campak, koksakie, dan echovirus juga dapat menyebabkan parotitis akut. Tuberkulosis, aktinomikosis, dan penyakit cakaran kucing dapat pula muncul dengan pembesaran kelenjar saliva maupun limfonodus di dekatnya. Kelainan sistemik seperti sarkoidosis, sindroma Sjégren, dan sirosis hepatis dengan kegagalan hepar juga menimbulkan pembesaran kelenjar saliva. Tumor-tumor Dati semua tumor kelenjar saliva, 70% adalah pada tumor paro- tis. Dari tumor kelenjar parotis, 70% adalah tumor benigna, dan dari tumor benigna 70% adalah adenoma pleomorfik. Adenoma pleomorfik adalah proliferasi baik sel epitel dan mioepitel duktus sebagaimana juga disertai peningkatan komponen stro- ma. Tumor-tumor ini dapat tumbuh membesar tanpa menyebabkan gejala-gejala nervus fasialis. Adenoma pleomorfik biasanya muncul sebagai massa tunggal yang tak nyeri pada permukaan lobus parotis. Degenerasi maligna adenoma pleomorfik terjadi pada 2% sampai 10%. Tumor benigna kelenjar parotis kedua terbanyak ialah limfomatosum kis- tadenoma papiler, atau tumor Wharthin, Dengan jumlah laki-laki yang lebih sering terkena, tumor ini biasanya terjadi pada kauda kelenjar parotis dan tampak secara aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 261 16 Dinding Toraks, Pleura, Paru, dan Mediastinum ANATOMI Kerangka Rongga toraks, meruncing pada bagian atas toraks dan berbentuk kerucut, terdiri dari sternum, 12 vertebra torakalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan artikulasio dari sternum; kartilago ketujuh sampai sepuluh berfusi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Muskulatur Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhom- boideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus pos- terior dinding posterior toraks. Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatar/plika aksilaris anterior, lengkungan dari muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior. Pleura Pleura adalah membrana aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak sensitif. Pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam toraks dan diagfragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis-mendapat persarafan dari ujung saraf (nerveending), ketika terjadi penyakit atau cedera, maka timbul nyeri. Pleura parie- talis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyakit-penyakit menyebar ke pleura ini maka nyeri akan timbul. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal; hanya ruang potensial yang masih ada. Ruang ‘interkostal Pleura parietatis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis muskulus-muskulus, yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena, arteri, dan nervus dari tiap rongga interkostal berada di bela- kang tepi bawah iga. Karenanya, jarum torakosentesis atau klem yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih. Diafragma Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan kartilago Kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik, dan interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma, yang naik setinggi puting susu, turut berperan sekitar 75% pada ventilasi paru-paru selama Tespirasi biasa/tenang. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. DINDING TORAKS, PLEURA, PARU, DAN MEDIASTINUM 265 trakeobronkitis dan pneumonitis. Mereka ini adalah akibat dari berkurangnya fungsi pulmonar dan dapat menghalangi penyembuhan pascaoperasi. Nyeri Nyeri insisi biasanya berat, dan bila tidak ditangani dengan baik akan menurun- kan mekanik pernapasan, Ini merupakan tantangan untuk memberi penderita obat nycri cukup dimana mereka masih mampu batuk, tanpa memberikan terlalu banysk sehingga mereka kehilangan dorongan untuk batuk. Analgesik biasanya diberikan secara IM atau IV, tapi ada peningkatan dan keberhasilan dalam penggunaan blok interkostal selama operasi dan analgesia epidural pascaoperasi. CEDERA TORAKS Jenis cedera yang paling banyak dijumpai termasuk luka tusuk kecepatan tinggi (biasanya bersifat militer), pisau atau luka tembak kecepatan rendah (pada orang biasa) dan cedera tumpul akibat kecelakaan kendaraan bermotor dan industri/kerja. Keadaan-Keadaan yang Membutuhkan Perbaikan Segera Sumbatan jalan napas Orofaring harus bersih dari debris dan leher diletakkan dengan gerakan mendorong dagu ke anterior sementara dipasang traksi kontinu cephalad ke kepala. Intubasi nasotrakeal atau orotrakeal atau krikotiroidotomi hamus dilakukan bila ada indikasi. Tension Pneumothorax Ketika cedera pada parenkim para memungkinkan masuknya udara (tapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran balik venosa. Mengurangi/melepaskan tegangan dengan pipa torakotomi atau jarum berlubang besar merupakan tindakan yang menyelamatkan nyawa peneaderita. ° Pneumotoraks terbuka Bila satu segmen dinding dada lebih besar daripada daerah potongan melintang trakea mengalami kerusakan, udara masuk melalui luka ke dalam paru daripada melalui trakea ke alveoli. Sebuah penutup (pembalut) yang kedap/rapat harus dipasang dan sebuah pipa dipasang ke dalam rongga pleura. Flail chest masif Ketika cedera tumpul berat berakibat fraktur di dua tempat pada empat atau lebih iga, pergerakan dinding dada menjadi seperti menusuk (flail). Pasien tidak mampu untuk menimbulkan tekanan negatif yang cukup untuk mempertahankan ventilasi; intubasi dan ventilasi tekanan positif diperlukan. Hemotoraks masif Sika pada penderita dijumpai perkusi redup pada hemi- toraks setelah trauma, pipa dada harus dipasang. Jika ditemukan hemotoraks masif (mula-mula > 1500 mL, atau > 200 mL/jam selama 4 jam), maka harus dilakukan eksplorasi. : Keadaan-Keadaan yang Membutuhkan Torakotomi Segera 1. Kebocoran udara masif: Hal ini menunjukkan adanya kerusakan pada trakea atau bronkus besar. Lebih dari 80% cedera terjadi dalam jarak 2,5 cm dari karina. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. DINDING TORAKS, PLEURA, PARU, DAN MEDIASTINUM 269 Osteogenik sarkoma Tumbuh dengan cepat dan mengakibatkan destruksi dan produksi tulang. Kemoterapi agresif, radioterapi, dan eksisi luas diperlukan. Sarkoma Ewing Terjadi pada dua dekade pertama kehidupan dan muncul dengan demam, malaise, dan massa nyeri yang tumbuh cepat. Gambaran klasik pada foto rontgen ialah gambaran kulit bawang (onion skin appearance), dan pengobatan keganasan ini ialah radiasi dengan bedah radikal. Prognosis keganasan ini adalah buruk. Mieloma Penyakit terutama pada orang tua yang biasanya sistemik. Mieloma soli- ter terbatas pada satu iga jarang dijumpai tapi memiliki prognosis yang lebih baik. Rekonstruksi Dinding Dada Eksisi radikal pada tumor dinding dada ganas dapat disempurnakan dengan penyo- kong pemapasan dan rekonstruksi untuk mendapatkan stabilitas dinding dada. Banyak teknik rekonstruksi digunakan, termasuk pengait sintetis, plat akrilik, dan (flap miokutaneus. PENYAKIT-PENYAKIT PLEURA DAN RONGGA PLEURA Efusi Pleura Efusi pleura adalah penumpukan cairan dalam rongga pleura. Meniskus yang konkaf pada sudut kostofrenikus memberi kesan adanya cairan paling sedikit 250 mL. Pandangan lateral dekubitus dapat mendeteksi jumlah cairan lebih sedikit dan dapat memastikan cairan bebas. Transudat adalah ultrafiltrat plasma rendah pro- tein dan disebabkan oleh perubahan tekanan koloid osmotik hidrostatik sistemik. Contohnya, gagal jantung kronis, sirosis hepatik, sindroma nefrotik, hipoprotei- nemia, dan dialisis peritoneal. Perubahan permeabilitas kapiler disebabkan oleh peradangan atau infiltrasi pleura menyebabkan efusi kaya protein digolongkan sebagai eksudat. Contohnya termasuk keganasan, infeksi, infark, trauma, dan efusi simpatetik. Ciri-ciri khas cairan yang membedakan eksudat dari transudat ialah pH < 7,2, protein tinggi, bau busuk, hitung sel darah merah > 100,000, peningkatan amilase, dan pewarnaan Gram untuk bakteri hasilnya positif. Efusi pleura dapat mengakibatkan dispnea. Torakosentesis adalah cara diagonis utama. Drainase tera- peutik untuk efusi transudat jarang diindikasikan, karena mereka akan menumpuk kembali kecuali jika kondisi yang mendasari diperbaiki. Efusi cksudatif biasanya membutuhkan pendekatan lebih agresif (drainase bedah). Efusi Pleura Maligna Efusi maligna disebabkan oleh karena gangguan drainase venosa dan limfatik oleh invasi tumor langsung, dan seringkali masif dan simtomatik. Cairan adalah eksudat dan sering berdarah. Adanya efusi maligna merupakan tanda prognostik buruk dan terapi bersifat paliatif saja, terdiri dari torakostomi pipa untuk mengevakuasi semua cairan dan pleurodesis (dengan oksisiklin, bubuk atabrine). aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. PENYAKIT JANTUNG DIDAPAT 313 Operasi perlu dipertimbangkan secara rutin dengan stenosis mitral yang nyata secara hemodinamik jika gejala-gejala yang ada minimal. Risiko operasi kira-kira 1%, dan pada stenosis mitral awal, lebih mungkin dilakukan rekonstruksi daripada pergantian katup (90%). Adanya emboli sistemik merupakan indikasi untuk pem- bedahan karena emboli berulang sering terjadi. Yang terpenting, stenosis mitral mungkin dapat dioperasi secara sukses tanpa menghiraukan beratnya PVR. Ventrikel kiri pada stenosis mitral murni dilindungi, dan pada hampir semua kasus, PVR pascaoperasi akan berkurang. Teknik rekonstruksi (komisurotomi, perbaikan aparatus subvalvular) lebih di- pilih daripada pergantian katup. Teknik ini mempertahankan fungsi LV dan meng- hindari komplikasi dari suatu alat protesa. Operasi terbuka, dengan perbaikan lang- sung memakai pintas kardiopulmoner lebih dipilih daripada teknik komisurotomi tertutup “buta”. Dipakai insisi stemotomi median standar. Insisi itu dibuat sampai ke dalam atrium kiri pada lekukan intraatrial dan diperluas sampai di bawah vena kava superior dan inferior. Dipakai suatu retraktor yang dapat bertahan menopang (self retaining retractor). Trombus dikeluarkan dan apendiks atrium kiri mungkin ditiadakan katup mitral dievaluasi. Komisurotomi dan reparasi dapat dilakukan bila daun katupnya lembut dan pembukaan yang adekuat dapat diperoleh. Reparasi yang berhasil pada stenosis mitral tampak lebih sering bila operasi dilakukan lebih awal pada riwayat alamiah penyakit itu. Komisurotomi diselesaikan dengan memberikan jahitan traksi pada daun ka- tup, dan memobilisasi katup dan komponen subvalvular. Setelah memutuskan pintas kardiopulmoner, hasil perbaikan langsung pada gradien transvalvular. Stenosis residual yang nyata (gradien S-7 mm) atau regurgitasi memerlukan prosedur tambahan, atau pergantian katup. Bila rekonstruksi tidak dapat diselesaikan, dilakukan pergantian dengan suatu katup bioprotesa atau katup mekanik. Eksisi katup hendaknya mempertahankan korda pada dinding posterior dari daun katup dengan tujuan untuk memelihara geometri dan fungsi LV. Disamping itu, ada sejumlah bukti bahwa pemeliharaan dinding posterior daun katup dapat mencegah ruptur LV. pada periode pascaoperasi awal. Jahitan untuk pergantian katup harus ditempatkan secara hati-hati untuk menghindari arteria sirkumfleksa (posterior) dan sistem konduksi (anterior). Ber- samaan dengan reparasi, dilakukan perawatan untuk mengeluarkan udara dari semua ruang jantung sebclum ejeksi LV. Antibiotika diberikan secara perioperatif dan terus diberikan sampai semua jahitan intrakardial hilang. Antikoagulan mulai diberikan pada 3 hari pertama. Dengan suatu bioprotesa, walfarin dapat dihentikan setelah 3 bulan jika timbul irama sinus dan ukuran ventrikel kiri berkurang. Sekarang ini tidak ada protesa jantung yang ideal. Katup mekanik dapat tahan lama tetapi bersifat trombogenik, dengan frekuensi tromboembolisme kira-kira 4% per tahun pasien. Frekuensi trombosis protesa adalah 1% per tahun dan memerlukan antikoagulan seumur hidup dengan risiko yang menyertainya. Akan tetapi katup bioprotesa, lama kelamaan memburuk dan dalam 10 tahun 20% sampai 40% dari bioprotesa itu perlu diganti, Umumnya, untuk pasien yang berumur di bawah 60 tahun yang dapat aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. PENYAKIT JANTUNG DIDAPAT 317 gradien rata-rata 5-15 mmHg, menghasilkan gejala-gejala yang serupa dengan kegagalan jantung sebelah kanan yaitu edema, asites dan hepatomegali. Bising diastolik yang khas dari stenosis trikuspid adalah bising diastolik pada sternum bagian bawah. Inspirasi akan meningkatkan intensitanya. Suatu insufisiensi tri- kuspid yang berat mungkin ditoleransi dengan sedikit efek yang merugikan. Insu- fisiensi trikuspid menghasilkan bising sistolik pada sternum bagian bawah. Diagnosis penyakit katup trikuspid dapat dikerjakan dengan ultrasonografi dan kateterisasi jantung sebelah kanan. Suatu gradien transvalvular 4-5 mm adalah nyata. Pada saat diperlukan operasi, palpitasi merupakan suatu indikator yang tidak dapat dipercaya pada insufisiensi trikuspid dan keputusan untuk pembedahan reparasi ditentukan oleh temuan anatomis dan gejala-gejala praoperasi. Pada gejala dan perubahan anatomis yang ringan, katup trikuspid hendaknya dibiarkan. Jika ada hipertrofi atrium kanan dan/atau dilatasi dan anulus mengalami dilatasi ringan, maka reparasi hendaknya selalu dilaksanakan, Hal ini dapat dilakukan dengan anuloplasti daun katup posterior, anuloplasti De Vega, atau teknik anuloplasti cincin dari Carpentier. Stenosis trikuspid biasanya dapat ditangani dengan suatu komisurotomi. Bila destruksi daun katup menghalangi, maka perlu dilaksanakan perbaikan atau pergantian, Katup mekanik memiliki insidens yang lebih tinggi untuk mengalami komplikasi trombotik daripada bioprotesa, sehingga lebih banyak dipilih. Ketika protesa telah terpasang, diperlukan perawatan untuk memelihara dinding septum, untuk menghindari komplikasi blok jantung. Sistem konduksi berjalan diantara sinus koronarius dan septum ventrikular. Bila timbul endokarditis bakterialis, maka ada kontroversi tentang apakah peralatan protesa dipasang segera, atau menunggu sampai timbul payah jantung kanan, Mortalitas operasi adalah rendah (1% sampai 2%). Prognosis jangka panjang tergantung pada disfungsi miokardial yang mendasarinya. Penyakit multivalvular Pada penyakit jantung reumatik, dapat terlihat lebih dari satu katup jantung. Tanda- tanda prominen dari penyakit pada satu katup dapat segera ditutupi oleh penyakit pada katup yang lain. Ekokardiografi adalah suatu alat yang berharga untuk menentukan peranan dari masing-masing katup. TRAUMA JANTUNG Luka penetrasi pada jantung menyebabkan masalah yang mengancam jiwa seperti tamponade dan perdarahan. Tamponade segera berkembang, karena ruang perikar- dium yang normal hanya dapat mengakomodasi 100-250 mL darah setelah peng- isian jantung terganggu. Luka tusuk yang kecil sering menyebabkan tamponade karena laserasi pada perikardium adalah kecil, schingga menahan darah di dalam perikardium itu sendiri. Luka besar dengan perdarahan yang hebat mengakibatkan pengeluaran darah ke dalam ruang pleura. Ventrikel kanan yang posisinya lebih anterior, lebih sering terluka, Pemberian transfusi cairan, intubasi dan pengiriman segera ke ruang operasi merupakan prinsip-prinsip pokok penatalaksanaannya. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. PENYAKIT JANTUNG DIDAPAT 321 BLOKADE JANTUNG DAN ALAT PACU JANTUNG ‘Teknologi dalam bidang ini berubah dengan cepat. Dua metode yang paling umum dari pacu jantung adalah inhibisi gelombang R—tuntutan ventrikular (VVI) dan Sinkronisasi AV (DDD). Keduanya memerlukan suatu elektrode’ pada ventrikel kanan, dan yang kedua memerlukan kabel tambahan pada atrium kanan, Elektrode- elektrode ini biasanya ditempatkan secara transvena untuk mengikutsertakan permukaan endokardium. Kedua metode pemacu sekarang ini dapat diprogram, sehingga dapat diatur mengenai kecepatan, amplitudo denyut, durasi, perlambatan AV dan variabel lainnya. Baru-baru ini telah dikembangkan suatu kode untuk menerangkan semua pacu jantung. Dipakai 3 huruf atau lebih, yang mewakili ruangan yang dipacu, ruangan yang dirasa dan model dari fungsi generator. Teknik operasi biasanya melibatkan operasi pembukaan dari pembuluh darah jugularis interna, jugularis eksterna dan subklavia. Elektrode endokardial memerlukan uji kepekaan, yang seharusnya antara 0,4 dan 0,8 mA dan 0,2-0,4 V. Indikator yang paling utama untuk pema- sangan pacu jantung adalah blokade jantung pada orang tua (penyakit Lev). Adalah tidak lazim untuk menganjurkan pemasangan pacu jantung setelah infark mio- kardium. Pengawasan elektrokardiografi telepon dipakai untuk tindak lanjut pacu jantung, membentu menurunkan morbiditas dari blokade jantung. Kegunaan lain dari pacu jantung dan elektrode adalah defibrilator otomatis yang dapat ditanam, yang memungkinkan deteksi yang berhasil dan pengakhiran aritmia ventrikular maligna. SIRKULASI BANTUAN PADA JANTUNG BUATAN Sirkulasi bantuan sementara adalah suatu modal klinis yang sangat bernilai pada Saat terjadinya serangan jantung sementara. Hal itu jarang efektif bila diperlukan lebih dari 2-3 hari. Pompa balon intraaorta (intraaortic balloon pumping = ABP) adalah suatu metode yang efektif untuk menambah aliran darah koroner dan mengurangi kerja LV. IABP itu akan mengempis selama diastolik dan mengem- bang selama sistolik. Indeks jantung biasanya meningkat 0,5-0,7I/menit. Kompli- kasi yang paling sering adalah iskemia ekstremitas. Jika IABP tidak efektif, pintas atau bantuan jantung kiri dapat juga digunakan. Darah dipindahkan dari atrium kiri atau ventrikel dan dikembalikan ke sirkulasi sistemik; mengurangi kerja jantung sebelah kiri dan memperbaiki CO. Bertentangan dengan IABP, bantuan ventrikel dapat dipakai untuk periode yang lama. Penelitian terus dikembangkan guna men- dapatkan jantung buatan yang sempurna. Suatu hambatan utama adalah tidak adanya permukaan buatan yang dapat menyerupai dinding intima yang normal, yang dapat mengurangi komplikasi utama dari tromboembolisme. Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Galloway AC, Colvin SB, Grossi EA, Spen- cer FC: Acquired Heart Disease, Bab 18, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. PENYAKIT PADA PEMBULUH DARAH BESAR 325 a. Biasanya karena aterosklerosis. b. Akibat sifilis sekarang sudah jarang dijumpai;, karena pembedahan, nanti akan dibahas. 2. Anatomi a. Biasanya berlokasi di bagian proksimal dari aorta torasika desendens, dimulai tepat distal terhadap suklavia kiri dan meluas dengan panjang yang bervariasi di dalam torak. b. Bentuk fusiformis >> bentuk sakular. 3. Riwayat alamiah a, Pembesaran dan ruptur lebih sering dibandingkan aneurisma aorta abdominalis. b. Jika tidak diobati, kemungkinan masih hidup selama 5 tahun adalah 13%, ° 4, Klinis a, Sebagian besar asimtomatik dan ditemukan pada radiologi toraks yang rutin, dapat ditemukan gejala-gejala penekanan pada struktur yang berdekatan (nervus rekurens, cabang bronkus utama kiri, esofagus) atau erosi ke dalam bronkus dari paru-paru disertai perdarahan. b. Pada pemeriksaan biasanya normal. c. Diagnosis i. Rontgen toraks: massa di daerah aorta (beberapa dengan Ca’), CT scan: baik dan akurat untuk tindak lanjut. iii. Aortografi: memberikan gambaran anatomis yang jelas. 5. Penatalaksanaan a. Bila telah didiagnosis merupakan indikasi reseksi. b. Tekniknya adalah pergantian graft melalui torakotomi posterolateral kiri (+ pintas parsial). c. Risiko utama adalah paraplegia (6% sampai 8%) dan gagal ginjal. i. Dari data yang ada, untuk mencegah paraplegia dianjurkan agar te- kanan perfusi aorta bagian distal dipertahankan di atas 60 mmHg. ii, Risiko paraplegia meningkat dengan cepat bila lamanya klem aorta lebih dari 30 menit, tanpa pintas E. Aneurisma torakoabdominal 1. Btiologi dan insidens a. Berhubungan dengan aterosklerosis. b. Jarang, terutama pada pasien-pasien tua dengan aterosklerosis yang ekstensif. 2. Anatomi a. Dimulai pada aorta torasika desendens dan meluas ke aorta abdo- minal. b. Biasanya melibatkan cabang utama pembuluh darah viseral bagian atas. 3. Riwayat alamiah a. Tanpa pengobatan, dalam dua tahun mortalitasnya 75%. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 348 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH TABEL 22.3. Penyebab Ekstraperitoneal dari Nyeri Abdomen Kardiopulmonar Pneumonia Vaskular Empiema Diseksi, ruptura, atau ekspansi dari aneurisma Iskemnia miokard aorta Penyakit jantung rematik akti! Poriarteritis Darah Metabolix Lekemia Uremia Krisis set sabit Diabetik asicosis Neurogenik Porfiria ‘Tumorkorda spinalis Krisis addisonian Osteomieitis vertebra Toksin Tabes dorsalis Bakterial(tetanus) Herpes zoster Gigitan serangga Epilepsi abdominal Bisa ular Genitourinarius Obat-obatan Netritis Keracunan timan hitam Pielitis Dinding abdomen ‘Abses perinettik ‘Hematoma intramuskular ‘Obstruksi ureter (batu, tumor) Psikogenik Prostatitis Vesikulitis seminalis: Epididimitis farmakologi dan ablatif. Akhimya, pertimbangkan gangguan psikiatrik sebagai diagnosis per eksklusionam. ~ Nyeri hebat Ini adalah nyeri yang berkaitan dengan penyakit kronis yang tidak dapat diterapi secara definitif (karsinoma pankreas, pankreatitis kronis). Pilinan terapi meliputi opiat, intervensi bedah saraf (jarang membantu), splangnisektomi dan ganglionektomi seliaka atau blok ablatif. Pada saat ini, perangsangan kolumna dorsalis dengan unit perangsangan listrik saraf transkutaneus (TENS) telah mem- berikan beberapa harapan. Disfagia Disfagia berarti kesulitan menelan. Odinofagia adalah istilah yang digunakan untuk nyeri pada saat menelan. Penelanan terjadi dalam tiga tahap: (1) gerakan voluntar dari bolus makanan ke dalam faring, dengan relaksasi dari sfingter esofageal atas dan otot krikofaringeus; (2) refleks pendorongan (involuntar) makanan melalui faring oleh gelombang kontraksi, dan (3) transportasi bolus melalui esofagus ke dalam lambung melalui gelombang bertekanan positif (peristalsik primer), diikuti oleh refleks relaksasi sfingter esofagus bawah. Etiologi Gangguan motilitas dan obstruksi mekanis bertanggung jawab untuk terjadinya disfagia. Penyebab orofaringeal adalah gangguan dari mulut, saluran pernapasan atas, atau faring, mencakup gangguan anatomi, neoplastik, infeksi dan neurologik. Penyebab esofageal adalah karsinoma, esofagitis, akalasia, cincin kon- traksi, spasme difus, divertikulum Zenker, skleroderma, massa ckstrinsik, hernia aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 352 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH mukus, darah, makanan yang tidak tercerna, dan riwayat tenesmus. Pemeriksaan rektal, barium enema dan proktosigmoidoskopi, dan manometri rektal menyeluruh akan dapat membantu. Diare Ini adalah evakuasi feses cair secara berlebihan dan cepat. Secara definisi, tinja diare mengandung sekurang-kurangnya 90% air. Berat tinja rata-rata normal setiap hari adalah 200 g. Efiologi Penyebabnya tidak terhitung dan luas, meliputi penyakit fungsional, penyakit kolon organik (kolitis, neoplasma), gangguan usus kecil (penyakit pera- dangan usus (PPU), malabsorpsi, fistula dan usus pendek), penyakit pankreas dan biliaris, infeksi enterik (bakteria, parasit), gangguan metabolik (tiroid, uremia, paratiroid) dan obat-obatan. Patofisiologi Abnormalitas primer dari cairan usus dan transpor elektrolit. Distensi kemudian merangsang kontraksi propulsif. Ada empat mekanisme utama: (1) sekresi usus yang berlebihan, atau diare sekretoris. Ini melibatkan sekresi ion secara aktif, dimana kolera menjadi contoh klasik. Agen yang menyerang, merang- sang mukosa kolon atau enterik untuk mensekresi, daripada mengabsorpsi. (2) Diare osmotik terjadi akibat zat terlarut yang yang diabsorpsi dengan buruk intra- lumen atau secara osmotik aktif. Ini akibat pencernaan yang tidak lengkap, kega- galan untuk mengabsorpsi, atau ingesti. Defisiensi laktase adalah contoh utama. (3) Diare eksudatif timbul akibat pelepasan protein, darah atau mukus dalam lumen. Dapat disebabkan oleh peradangan, ulserasi, atau infiltrasi. Penyebab meliputi PPU, infeksi, limfoma, penyakit Whipple. (4) Kontak yang terganggu antara kimus dan permukaan absorpsi dapat disebabkan oleh gangguan transit, PPU, atau obat- obatan. Konsekuensi Diare berat yang lama dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis, dan hilangnya elektrolit (hipokalemia). Evaluasi klinis Riwayat Mencakup lamanya, berapa hari, gambaran tinja, adanya darah, mukus atau lemak, nyeri atau urgensi, dan manifestasi penyakit GI lainnya. Cari faktor epidemiologi. Ukuran jumlah cairan tinja dan kandungan lemak. Pemeriksaan fisik Nilai apakah ada demam dan artritis (PPU). Pemeriksaan regio abdomen untuk mencari massa dan nyeri tekan. Pemeriksaan rektal dan proktoskopi akan membantu, seperti juga kolonoskopi dotal dengan biopsi. ° Analisis tinja Periksa apakah ada darah (karsinoma, PPU) mukus, dan lemak yang berlebihan (insufisiensi pankreas). Pemeriksaan radiologi Foto abdomen, barium enema, dan seri GI atas adalah penting. Pemeriksaan diagnostik lain Kadang-kadang diindikasikan laparotomi dan biopsi usus kecil. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 358 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH perdarahan traktus GI atas, Eritrosit yang dilabel dengan °°"T dapat membantu untuk perdarahan yang pelan (0,1 mL/menit) atau intermiten. Angiografi seliak dan arteri SMA biasanya bermanfaat untuk perdarahan yang lebih dari 1-2 mL/menit, 90% akurat. Embolisasi selektif dapat digunakan pada saat ini. Vasopresin arteri melalui kateter ini lebih efisien daripada jalur vena. Seri GI atas dapat dilakukan jika endoskopi dan arteriografi tidak menemukan apa-apa. Akhimya, laparotomi harus dipertimbangkan untuk diagnosis, terutama dengan perdarahan masif. Gastrostomi panjang dilakukan untuk melihat duodenum, lambung, dan hiatus. Perdarahan Gastrointestinalis Bawah Perdarahan ini distal dari ligametum Treitz; dapat merupakan perdarahan yang hitam seperti ter (melena), atau merah terang (hematokesia). Etiologi Penycbab sangat bervariasi berdasarkan kelompok usia (Tabel 22-6). Berdasarkan tempat anatomi: Jeyunum dan ileum: divertikulum Meckel, intusu- sepsi, enteritis regionalis. Kolon: karsinoma, divertikulosis (masif), ektasia vaskular (kolon kanan), kolitis dan polip. Rektum dan anus: Darah dan tinja tidak bercam- pur: hemoroid, fisura, dan proktitis—cari sumber-sumber lain. Diagnosis Mencakup riwayat yang pasti, kondisi keluarga (poliposis), dan obat-obatan. Periksa apakah ada lesi mukosa Osler Weber Rendu (OWR), Peutz- Jeghers. Pemeriksaan abdomen untuk mendeteksi massa. Pemeriksaan rektal penting untuk mengetahui massa dan lesi anal. Proktosigmoidoskopi harus dilaku- kan secara dini. Kolonoskopi jika perdarahan tidak masif. Pemeriksaan radioiso- top untuk perdarahan yang lebih pelan (< | mL/menit), dan angiografi (paling akurat) untuk perdarahan yang cepat (2-3 mL/menit). Pemeriksaan barium untuk perdarahan non-akut (karsinoma, polip). IKTERUS Metabolisme Pigmen Empedu Normal Bilirubin dibentuk dari pemecahan hemoglobin, mioglobin dan sintesis hepatik. Bilirubin + albumin (bilirubin indirek, tidak larut dalam air. < 0.3 mg/dL), ditrans- por ke hepar, albumin dilepaskan dan berkonjugasi dengan asam glukoronat, di- ekskresikan ke dalam empedu (bilirubin direk, larut dalam air, < 1,3 mg/dL). Dalam usus, bakteri mereduksinya menjadi urobilinogen (tidak berwarna) dan urobilin. Ekskresi melalui feses adalah 100-200 mg/hari. Beberapa urobilinogen direabsorpsi ke dalam sistem porta, Metabolisme Pigmen Empedu Abnormal Dengan eksresi empedu yang normal Produksi yang berlebihan dari hemolisis membebani hati secara berlebihan (meningkatkan bilirubin indirek dan urobili- nogen), hiperbilirubinemia "pintas" (shunt), defek hati (penyakit Gilbert, sindrom Crigler-Najjar). Semuanya mengalami ikterus tetapi urin jernih. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. ESOFAGUS DAN HERNIA DIAFRAGMATIKA 389 CEDERA KAUSTIK Lesi cedera kaustik yang tak disengaja terutama terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa dan remaja, penelanan cairan kaustik biasanya disebabkan oleh usaha bunuh diri. Patologi Bahan kaustik menyebabkan cedera akut dan kronis. Alkali melarutkan jaringan, dan oleh karena itu, berpenetrasi lebih dalam; asam menyebabkan nekrosis koa- gulasi yang membatasi penetrasinya. Ada hubungan antara dalamnya lesi dan konsentrasi dari larutan natrium hidroksida. Kontraksi esofagus paling lemah pada permukaan di antara (interface) otot polos-otot lurik. Pembersihan dari daerah ini lebih lambat, sehingga materi kaustik berkontak lebih lama dengan mukosa, dan mempengaruhi bagian ini lebih dari bagian bawah. Lesi yang disebabkan oleh cedera terjadi dalam tiga fase. Dalam fase nekrotik akut yang berlangsung 1-4 hari setelah cedera, ada koagulasi dan reaksi peradangan hebat. Dalam fase ulserasi dan granulasi yang dimulai 3-5 hari setelah cedera, jaringan nekrotik superfisial terkelupas, meninggalkan suatu ulserasi, dengan dasar peradangan akut, dan jaringan granulasi mengisi defek. Yang ketiga adalah fase sikatrisasi dan pembentukan jaringan parut, yang dimulai tiga minggu setelah cede- ta, Jaringan penyambung yang terbentuk sebelumnya mulai berkontraksi, menim- bulkan penyempitan dari esofagus. Selama periode ini harus dilakukan usaha untuk mengurangi pembentukan striktur. Manifestasi Klinis Gambaran klinis dari luka bakar esofagus ditentukan dengan derajat dan luas lesi. Keluhan dini terdiri dari nyeri dalam mulut dan regio substernal, hipersalivasi, nyeri saat menelan, dan disfagia) Demam dan perdarahan dapat terjadi dan seringkali pasien muntah. Selama fase pembentukan jaringan parut, keluhan disfagia timbul kembali dan disebabkan oleh fibrosis dan penyempitan esofagus. Jika disfagia tidak berkembang dalam waktu 8 bulan, tampaknya tidak mungkin akan terjadi striktur. Esofagoskopi dini disarankan untuk mengetahui adanya cedera esofagus. Alat tidak boleh dimasukkan lebih dari lesi esofagus proksimal untuk mengurangi kemungkinan perforasi. Pemeriksaan radiografi penting dalam penatalaksanaan Janjutan untuk mengidentifikasi striktur. Terapi Terapi segera adalah membatasi luka bakar dengan menelan zat penetral dalam jam pertama. Cairan alkali dapat dinetralkan dengan cuka separuh kekuatan (50%), sari jeruk lemon, atau sari jeruk manis. Asam dapat dinetralkan dengan susu, putih telur, atau antasid. Obat-obat emetik merupakan kontraindikasi karena muntah akan aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. KOLON, REKTUM, DAN ANUS 421 Motilitas 4 Gerakan retrograd memperlambat transit materi dari kolon kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum—mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum— peidorongan antegrad melibatkan segmen panjang, 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali schari, terjadi dengan defekasi. Flora Sepertiga berat feses kering adalah bakteri; 10''-10'%g. Anaerob > aerob. Bakte- roides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Sumber penting vitamin K. Gas Kolon Dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitrogen, oksizen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tak tercerna. Normalnya 600 mL/hari. Dimetil sulfida, metanetio! memberikan bau. Hidrogen, metan bersifat mudah meledak, usus harus dipersiapkan lebih dahulu sebelum menggunakan kauter selarna kolonoskopi. PATOFISIOLOGI Sindrom Usus Iritabel Nyeri abdomen, perubahan kebiasaan buang air besar, tidak ada penyakit organik. Insidens pada wanita dua kali daripada pria. Konstipasi bergantian dengan diare. Anatomi normal. Transit yang Terlambat/Konstipasi Definisi: < 3 kali b.a.b/minggu, padahal makanan berserat tinggi. Penyebab meii- puti hipotiroid, hiperkalsemia, cairan tidak cukup, ncurologik, pengobatan (anti- kolinergik), tidak melakukan olah raga. Inersia kolon adalah stasis kronis, gang- guan motilitas kolon yang belum dimengerti. Megakolon akuisita terjadi dalam pasien yang dirawat di lembaga-lembaga, pasien psikiatrik. Menyerupai obstruksi usus besar. Enema gastrografin sering bersifat terapeutik. Motilitas/transit kolon dapat dinilai dengan menggunakan penanda radioopak yang ditelan; 80% harus keluar setelah 5 hari. Kebanyakan inersia paling baik diterapi dengan diet berserat tinggi. Jarang, megakolon kronis membutuhkan kolektomi total. Volvulus Volvulus sigmoid: 90% dari volvulus terjadi pada sigmoid, biasanya terjadi dalam pasicn yang lebih tua dengan sigmoid redundan, penyempitan dasar mesokolon. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 426 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Jarang menyebabkan megakolon toksik, perforasi, ameboma sckum. Tinja ruemper- lihatkan trofozoit dalam 90%. Terapi adalah dengan metronidazol dan yodokuincl. Aktinomikosis Bakteri anaerob gram positif, mikroaerofilik. Sering ditemukan di area sekum setelah apendektomi, dapat membentuk sinus-sinus ke kulit. Ada granula sulfur. Terapi adalah drainase bedah, penisilin/tetrasiklin. Enterokolitis Netropenik Biasanya terjadi pada pasien lekemia mielositik yang menerima kemoterapi. Pasien menderita sepsis, nyeri abdomen kuadran bawah kanan, nyeri tekan, netropenia, demam, diare, distensi, Radiograf memperlihatkan penebalan dinding, pneuma- tosis. Paling banyak dalam sekum. Terapi adalah istirahat usus, nutrisi parenteral total, antibiotik berspektrum luas IV. Kadang-kadang, rescksi bedah. Kolitis Lainnya Kolitis Sitomegalovirus terjadi dalam 10% pasien AIDS. Menyebabkan ulserasi, perdarahan, diare, demam, Terapinya adalah asiklovir. Kolektomi untuk mega- kolon, perforasi. Penyakit Chagas adalah megakolon akuisita di Amerika Selatan, dari Trypanosoma cruzi—menghancurkan pleksus Auerbach. Menyebabkan konsti- pasi, impaksi, volvulus. Mungkin membutuhkan kolektomi total. Infeksi Anorektal Abses dan Fistula Dimulai dengan infeksi kelenjar analis, terletak dalam bidang intersfingter. Secara akut, infeksi ini membentuk suatu abses dalam rongga perianal. Setelah drainase, dapat membentuk traktus kronis, fistula-in-ano. Diagnosis dengan nyeri perianal, massa yang dapat dipalpasi, demam. Terapi adalah drainase bedah; antibiotik hanya diberikan bila disertai dengan selulitis, diabetes, penyakit valvular, atau gangguan imun. Drainase dapat menyembuhkan 50%, 50% lagi mengalami fistula. Infeksi Nekrotikans Sinergistik infeksi perianal dari flora anorektal, urogenital. Gangren Fournier. Pemeriksaan memperlihatkan nekrosis kulit, krepitus, toksisitas sistemik. Pada jaringan yang lebih dalam ditemukan penyakit yang berkembang lebih luas. Terapi adalah debridemen bedah agresif, antibiotik. Mortalitas dalam 50%. Fistula-in-Ano Seperti di atas, telah dikatakan timbul dari abses perianal yang menyeibuh. Juga dari trauma, penyakit Crohn, tuberkulosis, radiasi, karsinoma, lainnya. Pemeriksaan memperlihatkan muara eksterna, traktus yang berindurasi, purulen. Muara interna aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. INTISAR! PRINSIP-PRINSIP [LMU BEDAH 506 Iseisuasajpieg ye} seueb sown ‘BWoUluebsig, yseabe BUIOIAOUIS sySo1eWOIQL4 ewojela, ewionuesBojuex ure-urey feque6oun yereep sown ploweg 195 BSIS Bwlouisiey, yyueBoujou eS) suouquis esis seue6 Buioysoulonoe4 ‘ewouepy BWOWUaSE,y yeuil BWO}YsOWO4084 BWO}}E}SON seueb ewoysuedoibuewey ‘BWOMESOSKIN ewoiiueweH aeinysea uebuyer Bwoyeso|WOopqeyy BWOSHIN ploynw ueBuuer BUOpIOy eWoIwopqeuy URAC (ewoseiqounou) Bwolseiqoynedwis ‘ewouneuoyjbueD BWOIQYOINON seued ewoURMyS BwoweNEN: yeses insup, BUOYZBSOIWOIO| RWOIWOIS] ‘soj0d 3019 BwOesogis BWOIgLS esoiqy uebuuer ewoyesodry © ewodr yewe| ueBuver wnnyges Jes PWOeS Up)BpoH wrekued BUIOESOWN ej selualay ewoesoBuewr] eworGuew ej ueBuLer seue6 sown, weurf szowny ueBuyel sjuer leeucjyedoney Joun) ISexyISeIY “2-6 TAGVL aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 562 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH benang yang tidak dapat diserap. Suatu gastrostomi komplementer sangat mem- bantu dalam penatalaksanaan anak-anak ini, yang mungkin mengalami periode yang panjang sebelum fungsi usus dapat dipulihkan. Sekitar 10% akan mengalami fibrosis kistik. Semua anak harus menjalani tes keringat pada usia sekitar 6 bulan. Deformitas "kulit apel" atau "pohon natal” adalah suatu tipe dari atresia jejunum yang timbul akibat oklusi arteri mesenterika superior distal ke arteri kolika media. Usus kecil yang terletak pada bagian distal dari oklusi, pendek dan spiral dari pembuluh darah longitudinalis disuplai oleh pembuluh darah kolika media dan vaskular marginalis dari kolon. Matrotasi dan Volvulus Usus Tengah Selama minggu keenam dari perkembangan janin, usus tengah berherniasi ke dalam korda umbilikalis dan mulai.membelok ke kavum abdomen pada minggu kese- puluh. Selama membelok, usus tengah mengalami rotasi 270 derajat berlawanan dengan arah jarum jam mengelilingi arteri mesenterika superior. Ini mengakibatkan ligamentum Treitz berada dalam kuadran kiri atas dan sekum dalam kuadran kanan bawah. Jika ini tidak terjadi, perlekatan peritoneum di antara kolon asenden dan dinding abdomen kanan menjadi memanjang dan membentuk pita Ladd yang bisa mengobstruksi bagian kedua dari, duodenum. Mesenterium seperti tangkai yang dihasilkan yang mengandung arteri mesenterika superior adalah potensial untuk timbulnya volvulus dari usus di sekeliling pembuluh mesenterika superior yang dapat mengakibatkan strangulasi usus tengah. Jika ini terjadi, hilangnya cairan rongga ketiga terjadi secara cepat pada usus tengah, dengan distensi abdomen dan mengakibatkan nyeri tekan abdomen. Laparotomi segera dibutuhkan dengan derotasi dari volvulus dan pemotongan dari pita peritoneum. Prosedur Ladd yang akan menempatkan sambungan duodenojejunal pada bagian usus abdomen kanan dan seluruh kolon pada sisi kiri, diharapkan akan menciptakan cukup adhesi untuk mencegah rekurensi. Appendektomi insidental juga dilakukan secara rutin. Jika operasi ini dilakukan secara darurat, reseksi masif dari usus kecil yang iskemik mungkin dapat dihindarkan. Heus Mekoneum Bayi yang lahir dengan kondisi ini, hampir selalu mempunyai fibrosis kistik. Pene- balan mekonium yang disebabkan oleh hilangnya enzim-enzim pankreas dan mukus kental menyumbat ileum distal. Bayi dengan muntah empedu yang timbul lambat, loop usus yang teraba dengan mekonium yang lunak, obstruksi usus kecil rendah pada radiografi., dan mikrokolon pada kontras enema. Perforasi antenatal dari intestinum akan diperlihatkan dengan kepadatan kalsifikasi yang terlihat pada radiografi abdomen. Obstruksi yang tidak rumit dapat dihilangkan dengan deterjen dalam gastrografin yang diberikan sebagai enema dengan kontrol fluoroskopik. Hiperosmolalitas dari cairan harus diencerkan untuk mencegah diare dan dehidrasi. Kondisi komplikasi diterapi secara bedah dengan membentuk ileostomi temporer dan irigasi dari usus yang terobstruksi dengan N-asetil sistein. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 570 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH fasia transversal menjadi tidak kompeten. Jika hemianya tipe sliding hemia, kantong diligasi di bawah dari komponen sliding-nya. Jahitan penunjang di tem- patkan pada dasar kantong, dan diikuti eksisi dari kantong, bagian ujung dibalik dan benang penunjang diikatkan. Masih kontroversi apakah perlu dilakukan koreksi terhadap sisi sebelahnya yang asimtomatik. Banyak operator melakukannya jika usia anak di bawah | tahun atau jika hernia terdapat pada sisi kiri. Hidroket Hidrokel didefinisikan sebagai cairan di dalam prosesus vaginalis yang merupakan merupakan perluasan dari cincin bagian dalam yang turun ke skrotum atau labia pada wanita. Bentuknya dapat berhubungan atau tidak berhubungan. Hidrokel yang tidak berhubungan lebih sering terjadi pada neonatus dan timbul sebagai pem- bengkakan kistik nonreducible pada skrotum yang pada kebanyakan kasus dapat menghilang dengan sendirinya. Hidrokel yang berhubungan, timbul ketika prosesus vaginalis tidak berobliterasi; ketika si anak mulai belajar berdiri untuk waktu yang cukup lama, pembengkakan kistik yang keras timbul pada skrotum. Secara klinis tidak dapat reducible, walaupun orang tua seringkali melaporkan perubahan ukuran yang bermakna, dari tidak tampak di waktu pagi sampai sangat besar di sore hari. Seringkali berkembang menjadi hernia dan membutuhkan koreksi pembedahan. Kadang-kadang dapat berbentuk pembengkakan kistik yang keras pada titik tengah dari kanalis inguinalis, dan ini diartikan sebagai hidrokel dari karda (hidrokel dari kanal Nuck pada wanita). Hal ini perlu juga dilakukan koreksi operatif jika tidak menghilang secara spontan karena akan menyulitkan untuk membedakannya de- ngan hernia. GENITAL Kriptorkidisme Testis berkembang dari punggung urogenital pada usia 7 bulan kehamilan, ter- letak pada pelvis. Kemudian mulai turun bersamaan dengan perkembangan prosesus vaginalis memasuki skrotum. Testis yang tidak turun dapat terletak pada Tongga abdomen atau pada kanalis inguinal. Testis ektopik yang telah melalui cincin luar dapat terletak pada kantong inguinal superfisialis, paha, atau pada perincum. Semua ini dapat meningkatkan risiko keganasan dari alat kclamin, kemungkinan akibat sifat dari testis itu sendiri daripada posisinya. Histologi dari testis yang tidak turun menghasilkan penurunan pembentukan sperma setelah berumur lebih dari 2 tahun. Sehingga orkidopeksi dianjurkan untuk dilakukan sebelum usia tersebut. Maksud dari orkidopeksi adalah melindungi pembentukan sperma, menempatkan testis pada posisi yang sebenarnya, membuat deteksi dini terhadap kemungkinan keganasan dan yang terpenting, membuat si anak merasa seimbang dengan teman-temannya. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 588 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH Tuberkulosis Urinari Tuberkulosis ginjal timbul akibat penyebaran hematogen dari lesi-lesi lain. Infeksi ini biasanya kortikal dan bilateral dan menjadi simtomatik bila berulserasi ke dalam sistem pengumpul. Gejala-gejalanya sama dengan sistitis. Pada pewarnaan gram terdapat piuria abakterial. Kultur khusus akan menemukan Mycobacterium tuber- culosis. Penemuan radiografi mencakup kalsifikasi dari abses kaseosa, ulserasi dan stenosis dari sistem pengumpul. Terapi biasanya medikal dengan kombinasi isonia- zid (INH), etambutol, rifampin, dan piridoksin. Tuberkulosis genital dapat menyertai tuberkulosis ginjal atau dapat timbul sendiri saja sebagai akibat penyebaran hematogen. Epididimis merupakan tempat yang paling sering terkena infeksi. BATU URINARI Batu urinari bertanggung jawab untuk banyak perawatan di rumah sakit, Batu metabolik primer timbul dari ekskresi bahan-bahan ‘tak larut yang berlebihan, seperti misalnya asam urat atau sistin. Pada hiperparatiroidisme, meningkatnya ekskresi kalsium dan fosfor dapat mengakibatkan pembentukan batu. Hiperkal- siuria idiopatik mungkin merupakan akibat dari absorpsi intestinal yang meningkat, atau defek tubulus ginjal yang dapat menimbulkan pembentukan batu. Absorpsi yang berlebihan dari oksalat dapat menghasilkan hiperoksaluria dan menimbulkan batu urinari. Batu sekunder timbul dari benda-benda asing, obstruksi, refluks, atau posisi berbaring yang terlalu lama. Infeksi dengan organisme pemecah urea menim- bulkan batu ammonium-magnesium fosfat. Komposisi Batu kalsium oksalat merupakan sekitar 75% dari batu. Ammo- nium-magnesium fosfat ditemukan pada urin yang terinfeksi dan merupakan sekitar 15% dari batu. Batu asam urat adalah sekitar 8% dari batu. Batu sistin hanya mewakili 1% dari batu. Diagnosis Batu di dalam ureter biasanya timbul dengan kolik yang khas. Tetapi, beberapa batu dapat asimtomatik, dan urinalisis mungkin negatif. Sekitar 90% dari batu urinari adalah radioopak. Pielografi intravena umumnya akan mendiagnosa adanya batu dan memberikan informasi tambahan mengenai ob- struksi. Piclografi retrograd, ultrasonografi, dan tomografi komputer (CT) dapat membantu dalam menegakkan diagnosa banding. Penatalaksanaan Anaigesik biasanya penting untuk mengurangi kolik ginjal yang hebat. Evaluasi radiologi akan membantu dalam memilih terapi. 93% dari semua batu ureter yang diametemya kurang dari 4 mm, akan keluar secara spontan, Pasien-pasien yang hanya diawasi dan diharapkan batunya keluar sendiri, harus menjalani evaluasi fungsi ginjal secara serial. Indikasi dan metode untuk pengangkatan batu Adanya batu saja dalam traktus urinarius tidak memerlukan intervensi. Perkembangan teknologi pada saat ini secara jelas merubah indikasi. Teknik dimana batu dapat dihancurkan dengan kejutan gelombang langsung, telah dikembangkan di Jerman. Litotripsi kejutan gelombang ekstrakorporal (ESWL) sekarang merupakan terapi terpilih dari aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. uROLOG! 595 penyembuhan 5 tahun sebesar 90% jika tidak ada metastasis jauh. Jika kelenjar limfe terlibat, kelangsungan hidup 5 tahun berkurang sampai 30%. CEDERA TRAKTUS GENITOURINARIUS Cedera Ginjal Trauma tumpul ginjal Icbih umum daripada trauma tusuk/penetrasi dari ginjal. Deselerasi cepat seperti misalnya tabrakan setelah jatuh dapat menycbabkan cedera pembuluh ginjal. Pasien yang menderita cedera ginjal biasanya akan mengalami hematuria makroskopik atau hematuria mikroskopik. Diagnosis cedera ginjal di- pastikan dengan urografi ekskretorius atau CT scan. CT abdomen mungkin meru- pakan uji diagnostik tunggal yang paling penting. Ini tidak hanya memberikan gambaran yang adekuat tentang struktur ginjal, tetapi juga memberikan bayangan tentang organ-organ intraabdominal lainnya. Pasien dengan kontusi ginjal dan laserasi tanpa ekstravasasi urin dapat diterapi secara konservatif. Jika ada kegagalan dalam menvisualisasikan ginjal pada CT scan dan arteriografi atau jika ada eks- travasasi nyata, terapi bedah dipertimbangkan. Setiap usaha harus dilakukan untuk menyelamatkan parenkim ginjal. Pada trauma masif ginjal, nefrektomi mungkin merupakan prosedur yang menyelamatkan jiwa. Kebanyakan kasus dari trauma ginjal dapat diterapi secara konservatif. Cedera Kandung Kemih dan Uretral Kandung kemih yang penuh, lebih rentan terhadap cedera. Pukulan langsung dan cedera penetrasi oleh spikula tulang, luka tikam, dan luka tembak, semuanya dapat mengakibatkan robeknya kandung kemih. Pukulan langsung biasanya menyebab- kan ruptur intraperitoneal; cedera penetrasi biasanya ckstraperitoneal. Urin dapat berdarah secara hebat dan pasien tidak mampu berkemih. Jika ada kecurigain trauma kandung kemih, harus dilakukan uretrogram retrograd dan sistogram. Darah pada meatus menandakan cedera uretral; uretrografi retrograd harus dilakukan sebelum instrumentasi dari uretra. Terapi pada trauma kandung kemih hebat biasa- nya terdiri dari perbaikan bedah dan drainase sistostomi. Pada kebanyakan kasus cedera kandung kemih, penatalaksanaan konservatif tanpa operasi mungkin sudah memuaskan. Ini terutama benar pada ruptur kandung kemih ekstraperitoneal, dimana drainase kateter dapat menimbulkan penyembuhan yang adekuat. Jika uretra mengalami avulsi, ini dapat diperbaiki pada saat memperbaiki ruptura kan- dung kemih. Tetapi, jika trauma luas dan kondisi pasien buruk, sistostomi di bawah anestesi lokal mungkin merupakan prosedur terpilih dan ini akan membutuhkan perbaikan tahap kedua. Trauma Ureter Cedera ureter terjadi terutama sebagai akibat pembedahan. Jika cedera diketahui, perbaikan langsung dengan indwelling stent dapat dilakukan. Jika tidak diketahui, aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 600 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH lakukan pemeriksaan sitologi serviks. Angkat spckulum dan lakukan pemeriksaan bimanual, pemeriksaan rektovaginal juga harus dilakukan, 8 PROSEDUR DIAGNOSIS Sitologi serviks Sitologi serviks (Pap smear) harus dilakukan pada wanita berusia 18 tahun, atau lebih muda jika pasien aktif secara seksual. Kebanyakan wanita harus melakukan pemeriksaan sitologi serviks setiap tahun. Setelah total histerektomi Pap smear harus dilakukan secara teratur pada pasien yang diterapi karena neoplasma ser- vikal. Pada kondisi dimana tidak terdapat neoplasma serviks, vagina bagian apeks harus diperiksa sitologi setiap 3 sampai 5 tahun. Klasifikasi Bethesda untuk sitologi servikal adalah klasifikasi yang dipakai sekarang (Tabel 39-1). Atypical smear atau smear pada proses inflamasi yang berat harus dilakukan berulang dalam 3 bulan. Atypical smear yang menetap harus diperiksa dengan kolposkopi. Displasia atau neoplasia pada Pap smear harus dilakukan pemeriksaan kolposkopi. Tempat biopsi jaringan Biopsi dari lesi yang dicurigai pada vulva, vagina, serviks, dan uterus harus dilaku- kan di suatu tempat tertentu. Biopsi vulva dilakukan dengan menginfiltrasi sisi biopsi dengan sejumlah kecil lidokain 1% dan jarum 27-gauge. Biopsi dari ektoserviks tidak membutuhkan anestesi. Biopsi dari kavum endo- metrium memerlukan prosedur tertentu. Sangatlah penting untuk memastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan hamil sebelum melakukan tindakan ini. Pemeriksaan cairan getah vagina Cairan getah vagina hams diperiksa. Secara normal pH dari getah vagina antara 3,8 dan 4,4. Bila pH vagina 4,9 atau lebih menandakan adanya infeksi bakteri atau protozoa. Sediaan basah dilakukan dengan menempatkan sejumlah kecil cairan salin pada elas objek kemudian tutup dengan penutupnya. Trikomonas yang masih bergerak mengindikasikan adanya trikomonas vaginalis, sel "clue" mengindikasikan adanya beberapa kelainan dengan vagina, servikal, dan uterus seperti gonore, klamidia, atau infeksi bakteri lainnya. KOH 10% diteteskan pada sediaan dan getah vagina diperiksa kembali, KOH akan melisis sel-sel dan memungkinkan untuk melihat miselia yang khas pada vaginitis Kandida, Kultur Diagnosis dari gonore dapat dipikirkan ketika didapatkan diplokokus gram negatif intraseluler pada sediaan vagina yang diwamai dengan pewarnaan Gram, dan kultur aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 620 INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH D&C mungkin penting untuk menghentikan perdarahan uterus hebat. D&C diindikasikan untuk pengangkatan dari polip endometrial atau abortus terapeutik dari kehamilan dan untuk mengeluarkan jaringan plasenta yang tersisa setelah aborsi atau persalinan obstetri. Komplikasi mayor dari D&C adalah perforasi dari uterus. Perforasi didiagnosa pada saat dimana operator tidak merasakan adanya tahanan terhadap dilator atau kuret pada saat yang diharapkan secara normal. Perforasi pada umumnya diterapi dengan menunggu dan mengamati. Pada tahun-tahun akhir ini, kuretase suction untuk abortus inkomplet, mola hidatidosa, dan abortus terapeutik telah menjadi populer. Bedah endoskopik Telah bertahun-tahun, prosedur satu-satunya yang dilakukan dengan laparoskop adalah sterilisasi tuba dan lisis dari adhesi. Endometriosis, kehamilan ektopik, mioma uteri, dan nyeri pelvis, sckarang umum dicvaluasi dan diterapi dengan laparoskop. Laparoskopi merupakan kontraindikasi dalam obstruksi usus, ileus berat, massa abdomen yang sangat besar, hernia diafragmatika, dan penyakit kardiopulmonar berat. Kontraindikasi relatif meliputi obesitas masif, penyakit perlekatan usus yang hebat, dan riwayat adanya operasi abdomen multipel sebelumnya. Untuk diskusi yang lebih terinei, lihat Rogers RE, Sutton GP: Gynecology, Bab 39, dalam Principles of Surgery, ed. ke-6, aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. BEDAH SARAF 627 Gb. 40-1. Diagram distribusi radiks saraf sensorik. penyempitan kanalis spinalis, herniasi akut substansi diskus intervertebralis ke dalam kanalis, dan cedera penetrasi mencakup luka tembak dan tikaman. Dalam mengenal hubungan umum antara cedera kepala dengan trauma korda spinalis, pasien dengan cedera kepala harus dipertahankan imobilisasinya dengan alas papan beserta kerah servikal yang keras dan imobilisasi servikal dipertahankan sampai seluruh pemeriksaan dan penilaian radiografi sudah lengkap. Penemuan klinis Nyeri tekan vertebra pada palpasi, kelemahan ekstremitas, mati rasa atau parestesia, gangguan pernapasan dan hipotensi menandakan cedera vertebra atau korda spinalis. Jika radiks saraf spinaliss terlibat, radikulopati, yang ditandai dengan gangguan motorik dan sensorik dalam miotom dan dermatom yang berhubungan, dapat terlihat (Gb. 40-1). Jika hanya korda spinalis yang terlibat, mie- Jopati terjadi dengan manifestasi yang bervariasi. Lesi lengkap dari korda spinalis menimbulkan hilangnya semua fungsi motori! dan sensorik di bawah tingkat bagian yang terkena cedera. Terlihat arefleksia, lusiditas, anestesi, dan paralisis otonom di bawah tingkat lesi. Hipotensi arteri dapa terjadi dengan lesi di atas TS (Gb. 40-2). aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 643 41 | Ortopedi MANIFESTASI GANGGUAN MUSKULOSKELETAL Nyeri Nyeri merupakan gejala yang paling umum dari gangguan muskuloskeletal. Perangsangan rescptor perifer olch agen yang berbahaya menimbulkan pola spasio- temporal dari impuls saraf yang diinterpretasikan sebagai nyeri di dalam pusat- pusat serebral yang lebih tinggi. Aktivitas nyeri saraf dimodulasi oleh analgesik, seperti juga neurohormon yang disebut endorfin, yang berfungsi sebagai substansi penghambat nyeri endogen. Nyeri dapat digambarkan sebagai lokal, difus, radikular atau nyeri alih. Nyeri lokal terjadi pada tempat proses patologi, sedangkan nyeri difus tampaknya lebih karakteristik bagi jaringan profunda. Nyeri radikularis meliputi distribusi anatomi dari saraf perifer dan umumnya disebabkan oleh patologi yang melibatkan saraf atau radiks saraf, seperti pada skiatika. Nyeri merupakan nyeri alih jika muncul pada tempat yang jauh dari lokasi patologis. Contoh dari nyeri alih adalah nyeri lutut sebagai manifestasi dari sendi paha yang patologis, atau nyeri pada bagian pinggang atau area gluteal sekunder terhadap masalah pada vertebra. Nyeri otot dapat terjadi akibat trauma langsung atau karena kejang otot, kontraksi otot yang terus-menerus. Nyeri saraf perifer dapat disebabkan akibat tekanan dari luar (neuralgia) atau dari dalam karena struktur anatomi (neuropati kompresi), iskemia infeksi (seperti pada herpes zoster), kelainan metabolik, atau racun seperti timah hitam atau arsenik. Lesi pada tulang vertebra seperti pada metastase karsinoma, multipel mieloma, infeksi, atau fraktur kompresi osteoporotik dapat menyebabkan nyeri lokal yang persisten atau kadang-kadang nyeri radikular. Nyeri ekstremitas atas Nyeri pada bahu dapat terjadi akibat protrusi diskus servikal atau karena tumor, robekan selubung rotator atau sindroma penggeseran, atau artritis pada sendi bahu; atau dapat juga nyeri alih dari jantung, paru-paru, atau pleura. Selubung rotator terdiri dari insersi tendon supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan subskapularis. Tendinitis dan bursitis sering terdapat, dan biasanya terjadi akibat penggeseran selubung rotator pada ligamentum korakromial (sindroma penggeseran). Robekan selubung rotator menunjukkan gejala nyeri akut dan kesulitan untuk abduksi aktif dari bahu. Diagnosis dapat dibuat dengan artrografi, pencitraan resonansi magnetik (MRI), atau ultrasonografi. Nyeri siku dapat terjadi dari epikondilitis (seperti pada siku tenis), kompresi nervus ulnaris pada siku, artritis pada siku, atau nyeri radikular dari akar saraf yang mengalami kompresi. Nyeri pada lengan atau pergelangan tangan dapat terjadi akibat tendinitis (seperti pada trigger finger atau penyakit deQuervain), artritis, atau kompresi nervus medianus (carpal tunnel syndrome). ~ aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. -, transplantasi 575 -, trauma 574 Bedah plastik’ dan rekonstruktif 685- 691 -, payudara 686 Bedah rekonstruktif dinding perut 687 Bedah tiroid 544 Bedah traktus biliaris 467 -, penatalaksanaan perioperatif 467 Benda asing esofagus 557 Berat badan, pemantauan 211 Bezoar 407 Bintik Hutchinson 223 Biopsi ginekologi 600 Biopsi jarum, hati 444 Biopsi pada diagnosis kanker 156 -, para 272 Biopsi tulang, hiperparatiroidisme 547 Blastomikosis 62 Blokade jantung 321 Bombesin 412 Bradiaritmia 206 Bronkiektasis 274, 557 Bronkoskopi 271-272 c Cabang biliaris 399 Cairan tubuh 15-19 -, komposisi 18-19, 20t -, konsentrasi 16-18 -, volume 15-16 Cairan vagina 600 Cangkok tendon 681 Cedera, aksonal difus 626 -, faring 81 -, ginekologi 95 +, kelenjar liur 81 -, kimiawi 126-128 -, korosif, esofagus 559 -, kulit kepala 623 -, lambung 85, -, limpa 93-94 -, listrik 123-126 =, Otak 624 INDEKS 695 -, pankreas 92-93 -, pembuluh darah pada Ieher dan dada 79 -, porta hepatis 91 -, saraf perifer 630 -, toraks 265-269 -, usus halus 87 -, vena porta 92 Cedera korda spinalis 626 ~, evaluasi 626 -, mekanisme 629 -, penemuan klinis 627 =, terapi 629 Cegukan 349 Cincin Schatzki 393 Cincin vaskular 291 D Dasar mulut, karsinoma 248 Defek kanal AV, komplet 296 -, parsial 295-296 Defek septum, atrium 293-295 -. ventrikel 296-297 Defisiensi fibrinogen 30 Defisit neurologi iskemia reversibel 634 Deformitas, Boutonniere 678 -, kaki 650 -, Sprengel 652 -, vertebra 649 Dekompresi biliaris 467 Dekubitus 219 Demam 195, 195t -, gangguan gastrointestinal 356 -, Sirkulasi ekstrakorporal 311 Densitometri tulang, _hiperparatiroi- disme 547 Denyut jantung, pemantauan 211 Deteksi skintigrafi, refluks gastroeso- “fagus 367 Dilatasi lambung akut 407 Dinding abdomen, deformitas 567 ~, anterior 495 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Hormon paratiroid 546 HPT familial 547 +, kehamilan 548 Hypersplenise 452 I Tbu jari, rekonstruksi 682 Idiopatik, retroperitoneal fibrosis 504 Iga, fraktur 266 Imipenem 53 Infark segmental idiopatik, omentum 496 Infeksi dan imunitas, luka bakar 120- 121 Infeksi luka, luka bakar 115 Infeksi traktus urinarius 439 Insensible water loss 218 Insisi torakalis 262 Insufisicnsi, adrenokortikal 527 -, aorta, didapat 315-316 -, pemafasan, sirkulasi ekstrakorporal 311 -, trikuspidal, didapat 316-317 -, vena kronis 343 J Jalan napas 65-66 Jantung buatan, sirkulasi bantuan 321 -, transplantasi 182-184 ~, trauma 317-318 ~, univentrikular 305 Jari Mallet 678 Jari pelatuk 681 Jaringan kulit dan subkutaneus 217- 225 -, dekubitus 219 -, fungsi kulit 217-219 -, hidradenitis supurativa 219 ~, kista 219-220 -, lesi berpigmentasi 223-225 -, tumor ganas 221-223 -, tumor jinak 220-221 INDEKS 699 K Kadar ACTH plasma 526 Kalsitonin 546 Kalsium, gangguan metabolisme 176 ~, paratiroid $45 Kalvarium, hilang 689 Kandung empedu 91 -, absorpsi 456 +, anatomi 455 =, anomali 456 -, diagnosis 457 -, fisiologi 456 Kandung kemih, anatomi 577 ~, pemeriksaan fisik 579 -, fungsi 583 -, neoplasma 591 -, paralitik 584 -, persarafan 583 -, rehabilitasi 584 Kanker, bedah pediatrik 572 +, manifestasi klinis 155-157 =, prognosis 166 -, rekuren, pembedahan 160 >, Stadium 157 -, terapi 157 ~, terapi pembedahan 158 Kanker payudara 230-236 +, fisiologis 228 -, histologi 228 -, histologi 232 -, pemeriksaan fisik 228-229 ~s penentuan stadium 232, 232t -, pengobatan 233-235 -, fehabilitasi 236 +, rekuren 235-236, 236t Kanker vulva 617-618, 619t -,terapi 617 Kardiologis, status, 263 Karsinoma anaplastik 543 Karsinoma kelenjar keringat 222 Karsinoma kepala dan leher 240-255 ~, diagnosis dan evaluasi 244 -, epidemiologi 241 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. -, jalan napas 271 -, pencitraan, hati 444 -, hemostasis 26 Pemeriksaan diagnostik, esofagus 364- 368 Pemindahan jaringan bebas 686 ~, pasien luka bakar 100 Penatalaksanaan luka 59-71 =, antibiotik 70 , seliotomi darurat 70 -, setempat 69. Pencitraan 272 -, kandung empedu 457-458 Penelitian diagnostik 520-521 -, disfungsi lambung 402 Penentuan gas darah 264 Pengamatan pasien cedera 68 Pengaturan suhu 218-219 Pengendalian nyeri, bedah pediatrik 554 Pengosongan lambung 401 Pengubah respons biologik 151-152 Penis, anatomi 577 -, karsinoma 594 -, pemeriksaan fisik $79 Penisilin 51 Penurunan berat badan, disfungsi lam- bung 402 -, gangguan gastrointestinal 349 Penutupan luka 143 -, bedah plastik dan rekonstruktif 685 -, luka bakar 116-118 Penutupan luka secara mekanis 143- 144 Penyakit Addison 527 -, Albert-Schonberg 654 -, Bowen 436 -, Buerger 36-337 -, Dequervain 681 -, Gaucher 487 -, Graves 537, 538 -, Hashimoto 539 -, Hirschsprung 561 -, Hodgkin 486, 656 INDEKS 703 -, Osgood-Schlatter 651 -, Paget 436, 656 -, Pilonidal 427 -, Pott 665 -, von Willebrand 29 Penyakit gastrointestinal 345-360 -, anoreksia 349 -, cegukan 349 +, diare 351 ~, disfagia 348-349 ~, flatus 351 -, gas dan kembung 350 -, konstipasi 351 -, mual dan muntah 350 -, nyeri abdomen 345 -, nyeri abdomen 345-348 -, penurunan berat badan 349 -, pirosis dan dispepsia 349 +, tanda umum 345 Penyakit ginekologi, apendiks 439 Penyakit ginjal, nonobstruktif kongeni- tal 590 Penyakit inflamasi pelvis 604 Penyakit jantung didapat 309-321 -, aneurisma ventrikel kiri 320 -, arteri koronaria 319-320 +, blokade jantung dan alat pacu jan- tung 321 =, penentuan fungsi jantung 309 -, penyakit spesifik 311-317 -, perikarditis 320 -, Sirkulasi bantuan, jantung buatan 32] -, Sitkulasi ekstrakorporal 310 -, trauma 317-318 -, tumor jantung 318-319 Penyakit sel sabit 484 Penyakit sumbatan aortoiliaka 333 Penyakit vertebra degeneratif 638 Penyembuhan luka 133-145 ~, degradasi kolagen 137 -,epitelialisasi 138-139 -, fase penyembuhan luka 134-136, 135g -, imunosupresi 140 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. INTISARI PRINSIP-PRINSIP ILMU BEDAH - Schwartz « Shires Sy eyVitetd Teh Te We e) e =lea membahas hampir semua masalah dalam _ ilmu bedah, mulai dari trauma sampai bedah plastik. Dalam setiap pembahasan terdapat A (Col gee) lee UC IBC lel eee Merete Lelay penatalaksanaan bedah secara sederhana. Buku ini dapat digunakan sebagai pegangan bagi mahasiswa kedokteran, dokter umum sampai residen bedah, disusun secara sistematis dan cukup lengkap. US) 5] NET ec EC Loe erg

Anda mungkin juga menyukai