Anda di halaman 1dari 7

5 Negara Pembajak Software Terbesar

Sebelum mengeluarkan hasil untuk tahun 2011 ini, BSA melakukan riset kepada hampir 15 ribu pengguna komputer di 33 negara di seluruh dunia. "Dari hasil tersebut angka pembajakan software PC secara global mendekati angka 42%. Dengan potensi kehilangan mencapai USD 63,4 miliar," terang Direktur Senior Anti-Piracy software BSA Asia Pacifik Turan Sawney, di Hotel Ritz Carlton, Selasa (15/5/2012). Dari 33 negara tersebut, Indonesia berada di posisi kedua sebagai negara yang paling banyak memakai software ilegal. Dengan tingkat presentase mencapai 86% dan estimasi kerugian mencapai USD 1,467 miliar. "Walaupun besar, sebetulnya jumlah tersebut turun 1% dari 87 % di tahun 2010 atau naik 1% di tahun 2009. Ini artinya 8 dari 10 software yang dipasang di komputer adalah software illegal," tambahnya. Sementara posisi pertama atau yang tertinggi diraih Venezuela, dengan tingkat pembajakan mencapai 88% dengan tingkat kerugian mencapai USD 668 juta. Turan menjelaskan, tingginya pembajakan di suatu negara belum tentu tinggi secara nilai kerugian. Pasalnya, penghitungan juga didasarkan pada pengeluaran untuk pembelian software legal dengan penetrasi PC yang terjual dibagi penjualan softwate ilegal. Berikut 5 negara dengan tingkat pembajakan tertinggi versi BSA: 1. Venezuela: Tingkat pembajakan 88%, Kerugian USD 668 juta 2. Indonesia: 86%, USD 1,467 miliar

3. China: 77%, USD 8,902 miliar 4. Thailand: 72%, USD 852 juta 5. Argentina: 69%, USD 657 juta.

Indonesia Peringkat ke-11 Negara Pembajak Software

Pelanggaran yang terjadi seperti perbanyakan secara ilegal, penggunaan software tanpa lisensi oleh individu dan perushaaan untuk kegiatan komersial, juga pemasangan software tanpa lisensi oleh penjual hardware. "Berdasarkan International Data Cooperation (IDC) yang disiarkan pada April 2012, Indonesia masih menempati peringkat ke-11 dengan jumlah peredaran software bajakan sebesar 86 persen, dengan nilai kerugian 1,46 miliar dolar AS atau Rp 12,8 triliun," katanya dalam acara sosialisasi "Program Mal IT Bersih" di Yogyakarta. Ia mengatakan tingginya angka pembajakan itu berdampak negatif terhadap negara, antara lain berkurangnya potensi penerimaan negara di sektor pajak, hilangnya peluang kerja, berkurangnya kreativitas membuat software sendiri, serta menurunnya daya saing bagi industri kreatif di Indonesia. Guna mengantisipasi pelanggaran ini, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bekerja sama dengan Mabes Polri dan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menggelar "Program Mal IT Bersih" dari pembajakan software. Program ini diselenggaran Juli hingga November 2012 di beberapa kota besar di Indonesia, antara lain Yogyakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Sementara itu, Direktur Penyidikan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Muhammad Adri mengatakan pelanggaran hak cipta software berada pada taraf yang meresahkan.

"Pelanggaran hak cipta ini tidak saja menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menurunkan kreativitas, dan menurunkan kepercayaan dari negara-negara produsen," katanya. Berikut peringkat negara dengan tingkat pembajakan terbesar: 1. Georgia 2. Zimbabwe 3. Bangladesh 18. Paraguay 4. Moldova 19. Nigeria 5. Yemen 20. Kamerun 6. Armenia 7. Venezuela 8. Belarus 9. Libya 10. Azerbaijan 11. Indonesia 12. Ukraina 13. Sri Lanka 14. Irak 15. Pakistan 16. Vietnam 17. Alger Pembajakan Software Capai Rp 12,8 triliun TRIBUNNEWS.COM - Ada temuan mengejutkan dari hasil studi yang dilakukan Business Software Alliance (BSA) di Indonesia. Dalam laporan bertajuk Studi Pembajakan Software Global 2011, BSA menyatakan, sekitar 59 persen pengguna komputer di Indonesia mengaku memperoleh software (piranti lunak) bajakan. Sebagian di antara pengguna mengaku selalu atau sering menggunakan software bajakan. Sebagian lainnya mengatakan hanya pada saat tertentu atau sesekali saja menggunakan software bajakan. Hal inilah yang membuat tingkat pembajakan software di Indonesia pada tahun lalu mencapai 86 persen, artinya lebih dari 8 dari 10 program yang di-install oleh pengguna komputer adalah software tanpa lisensi dengan nilai komersial US$ 1,467 miliar (sekitar Rp12,8 triliun).

Dari 59 persen responden di Indonesia yang mengaku memperoleh software secara ilegal tersebut, 5 persen mengatakan mereka "selalu" memperolehnya secara ilegal, 14 persen mengatakan "sering", 23 persen mengatakan hanya "pada saat tertentu", sedangkan 17 persen lainnya mengatakan hanya "sesekali" memperoleh software secara ilegal. Studi ini juga menemukan bahwa pengguna yang mengaku menggunakan software bajakan di Indonesia didominasi perempuan dengan rentang usia 25 hingga 34 tahun. "Jika 59 persen konsumen mengaku mereka mencuri dari toko, para aparat penegak hukum seyogyanya bereaksi dengan meningkatkan jumlah pengamanan dan denda. Pembajakan software juga seharusnya mendapat reaksi yang sama untuk mendidik masyarakat dan menegaskan penegakan hukum yang ketat," kata Tarun Sawney, Direktur Senior Anti Pembajakan, Asia Pasifik, Business Software Alliance di Jakarta belum lama ini. Presiden dan CEO BSA, Robert Holleyman menyatakan pemerintah Indonesia harus mengambil langkah untuk memperbarui undang-undang kekayaan intelektual mereka dan memperluas upaya penegakan hukum untuk memastikan mereka yang membajak software menghadapi konsekuensi nyata." Secara global, studi ini menemukan bahwa tingkat pembajakan di negara berkembang melebihi negara maju, dengan rata-rata 68 hingga 24 persen. Negara berkembang merupakan penyebab mayoritas peningkatan nilai komersial pencurian software. Hal ini membantu menjelaskan dinamika pasar di balik tingkat pembajakan software global, yang pada 2011 tetap berada di 42 persen, sementara pasar di dunia berkembang secara bertahap terus meningkat dan mendorong nilai komersial pencurian software hingga 63,4 miliar dolar AS. Temuan lainnya dari Studi Pembajakan Software Global BSA tahun ini juga menunjukkan, secara global, pengguna yang paling sering melakukan pembajakan software adalah kaum muda dan berjenis kelamin laki-laki - dua kali lebih banyak dan tinggal di negara berkembang dibandingkan mereka yang tinggal di negara maju (38 hingga 15 persen). Studi BSA juga menemukan, para pembuat keputusan bisnis mengaku bahwa mereka membajak software lebih sering dari pengguna lain - dua kali lebih banyak dari pengguna yang mengatakan membeli software untuk satu komputer namun meng-install-nya untuk beberapa komputer lain di kantor.

Secara global, terdapat dukungan yang kuat pada Hak Kekayaan Intelektual dan perlindungannya. Namun kurangnya insentif untuk mengubah perilaku para pembajak. Hanya 20 persen pengguna yang sering membajak di negara maju dan 15 persen di negara berkembang, mengatakan risiko tertangkap merupakan alasan mereka untuk tidak membajak software. (esy)

Indonesia Urutan Ketujuh Pembajak Software

VIVAnews - Business Software Alliance (BSA) kembali merilis laporan survey perilaku pengguna dan sikap terhadap pembajakan perangkat lunak Hak Kekayaaan Intelektual (HKI) dalam blog resminya, BSA TechPost. Hasilnya, dari 32 negara di seluruh dunia yang disurvey, Indonesia menempati urutan ke 7 sebagai negara dengan pengguna perangkat lunak illegal. Disebutkan, 65% pengguna komputer pribadi mengaku memperoleh software seringkali atau bahkan selalu mendapatkannya dengan cara ilegal. Dari 32 negara yang dipantau, 9 di antaranya terletak di kawasan Asia-Pasifik. Enam di antaranya yaitu China, Vietnam, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan menempati peringkat 10 negara dengan tingkat pembajakan individu paling tinggi dari semua negara yang diteliti. Berikut ini daftar terbaru 15 negara utama yang paling banyak melakukan pembajakan di seluruh dunia:

"Diperkirakan ratusan juta oknum pembajak telah membuat kerugian sebesar US$59 miliar atau sekitar Rp504 triliun dari seluruh perangkat lunak yang dibajak tahun lalu, kata Robert Holleyman, Presiden dan CEO BSA, 7 September 2011.

Dari penelitian BSA, bukti-bukti yang ditemukan jelas menunjukkan bahwa cara menurunkan tingkat pembajakan perangkat lunak adalah dengan mendidik para pelaku bisnis maupun individu tentang hal-hal apa yang legal - serta meningkatkan penegakan hukum di bidang hak kekayaan intelektual. Menurut Donny A. Sheyoputra, juru bicara BSA Indonesia, pihaknya berkomitmen dalam mendukung pemerintah untuk melawan pembajakan software melalui penegakan hukum dan kegiatan edukasi mengenai penggunaan software berlisensi. Untuk menciptakan rezim HKI yang kuat, kami dengan tegas mendukung Direktorat Jenderal HKI merevisi UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, kata Donny. Dalam kaitannya dengan penggunaan software tanpa lisensi untuk kepentingan bisnis, RUU Hak Cipta mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap perusahaan yang tetap menggunakan software tanpa lisensi dalam kegiatan operasional mereka, tegas Donny. Dalam penelitian kali ini, Ipsos Public Affairs melakukan penelitian untuk BSA dengan mensurvei sekitar 15.000 pengguna komputer pribadi di 32 negara. Penelitian dilakukan termasuk dengan wawancara langsung secara perorangan maupun online kepada 400 hingga 500 responden di tiap negara.

Anda mungkin juga menyukai