Anda di halaman 1dari 22

Skenario C Blok 22 Tahun 2013 A 9 years old girl came to the Moh.

Hoesin Hospital with complain of pale and abdominal distention. She lives in Kayu Agung. She has been already hospitalized two times before ( 2009 and 2010 ) in Kayu Agung General Hospital and always got blood transfution. Her younger brother, 7 years old, looks taller than her. Her uncle was died when he was 21 years old due to the similar disease like her. Physical Examination : Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus, prominent upper-jaw HR : 94x/mnt, RR : 27x/mnt, TD : 100/70 mmHg, Temp : 36,7 C Heart and Lung : within normal limit Abdoment : Hepatic enlargemement X , Spleen : Schoeffner III Extremities : pallor palm of hand. Others : normal Laboratory Result : Hb : 5,7 gr/dl, RBC : 2.700.103 /lt, WBC : 10,2 x 103/lt, Thrombocyte : 267 x 103/lt, Diff.count : 0/2/0/70/22/6, Hematocrite 17 vol %, reticulosite 1,8 % Klarifikasi Istilah Pale (pallor) : Pucat

Abdominal distention : sensasi dimana terjadi peningkatan tekanan dan volume di abdominal Blood transfution : proses penyaluran darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran darah orang lain Epichantus : lipatan kulit vertikal pada kedua sisi hidung yang kadang kadang menutupi kantus sebelah dalam Anemis : keadaan anemia dimana terjadi penurunan eritrosit, kuantitas hemoglobin atau volum red blood cell dalam darah dibawah normal Prominent upper-jaw : Tonjolan doral yang dibentuk oleh percabangan arcus mandibularis Schuffner : ukuran yang digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa atau splen

Identifikasi Masalah

Page | 1

A 9 years old girl came to the Moh. Hoesin Hospital with complain of pale and abdominal distention. She lives in Kayu Agung. She has been already hospitalized two times before ( 2009 and 2010 ) in Kayu Agung General Hospital and always got blood transfution. Her younger brother, 7 years old, looks taller than her. Her uncle was died when he was 21 years old due to the similar disease like her. Physical Examination : Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus, prominent upper-jaw HR : 94x/mnt, RR : 27x/mnt, TD : 100/70 mmHg, Temp : 36,7 C Heart and Lung : within normal limit Abdoment : Hepatic enlargemement X , Spleen : Schoeffner III Extremities : pallor palm of hand. Others : normal Laboratory Result : Hb : 5,7 gr/dl, RBC : 2.700.103 /lt, WBC : 10,2 x 103/lt, Thrombocyte : 267 x 103 /lt, Diff.count : 0/2/0/70/22/6, Hematocrite 17 vol %, reticulosite 1,8 %

Analisis Masalah 1. A 9 years old girl came to the Moh. Hoesin Hospital with complain of pale and abdominal distention. a. Apa saja sistem organ yang terlibat pada kasus ini ? (anatomi, histologi dan fisiologi organ tersebut ) 1 Darah merupakan gabungan dari cairan, sel-sel dan partikel yang menyerupai sel, yang mengalir dalam arteri, kapiler dan vena; yang mengirimkan oksigen dan zatzat gizi ke jaringan dan membawa karbon dioksida dan hasil limbah lainnya. Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama dalam plasma adalah albumin. Protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin) dan protein pembekuan. Plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral dan vitamin. Selain menyalurkan sel-sel darah, plasma juga: 1. 2. 3. merupakan cadangan air untuk tubuh. mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah. membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh.

Bahkan yang lebih penting, antibodi dalam plasma melindungi tubuh melawan bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri, jamur dan sel-sel kanker), ketika protein pembekuan mengendalikan perdarahan. Selain menyalurkan hormon

Page | 2

dan mengatur efeknya, plasma juga mendinginkan dan menghangatkan tubuh sesuai dengan kebutuhan. Komponen Sel 1. Sel darah merah (eritrosit).

Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru. 2. Sel darah putih (leukosit).

Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi. a. Neutrofil, juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak. Neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita ( imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang). b. Limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T (memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel plasma). c. Monosit mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi. d. Eosinofil membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi. e. 3. Basofil juga berperan dalam respon alergi. Platelet (trombosit).

Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami pengaktivan. Setelah mengalami
Page | 3

pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu mempermudah pembekuan.

b. Etiologi dan mekanisme pucat pada kasus ? 2 pucat Pucat atau anemia didefinisikan sebagai penurunan volume/jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar Hemoglobin sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Hb<10 g/dL), sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian: *Anemia defisiensi, anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya. *Anemia aplastik, yaitu anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh sumsum tulang. *Anemia hemoragik, anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan yang menahun. *Anemia hemolitik, anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/ hemoglobinopati, sferosis kongenital, defisiensi G6PD dan bersifat ektrasel seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah.

Penyebab: tersering adalah kurangnya konsumsi makanan mengandung zat besi Perdarahan Genetik/keturunan (sickle cell anemia, thalasemia) Kekurangan vitamin B -12 (anemia pernisiosa) Kekurangan asam folat (pada ibu hamil) Gangguan sumsum tulang Pecahnya sel darah merah (anemia hemolitik Prematuritas (lahir belum cukup bulan) Penyakit cacingan c. Etiologi dan mekanisme abdominal distension ? 3

distensi abdomen
Page | 4

Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang sudah rusak. Pada penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak. Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di kromosom 11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai globin Rantai tidak terbentuk peningkatan relative rantai rantai berikatan dengan rantai membentuk HbF (22) peningkatan HbF mengendap di membran (Heinz bodies) RBC mudah dihancurkan (di hati, limpa, dan sistem retikuloendotelial lain) peningkatan kerja hati dan limpa hepatosplenomegali distensi abdomen

d. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus ini ? 4 Secara umum, tidak ada hubungan antara usia dengan gejala-gejala yang dialami A, karena si A menderita thalassemia yang merupakan kelainan yang diturunkan, sehingga kelainan ini sudah terjadi sejak awal pembuahan. Jenis kelamin juga tidak memengaruhi kelainan yang di derita, karena laki-laki dan perempuan mempunyai prevalensi yang sama untuk menderita kelainan ini.

2. She lives in Kayu Agung. She has been already hospitalized two times before ( 2009 and 2010 ) in Kayu Agung General Hospital and always got blood transfution. a. Bagaimana hubungan tempat tinggal pada kasus ? 5

Tempat tinggal mempunyai pengaruh yang cukup besar pada kejadian thalassemia. Daerah endemi malaria cenderung memiliki angka prevalensi thalssemia yang lebih tinggi, karena penderita thalassemia resisten terhadap infeksi malaria. Di Indonesia sendiri prevalensi thalassemia cukup tinggi di daerah Sumatera Selatan.

b. Bagaimana hubungan riwayat transfusi darah dengan keluhan ? 6

Dimungkinkan dalam pengobatan 2 tahun yang lalu, transfusi darah yang inadekuat sehingga upaya transfusi yang dilakukan tidak dapat memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh, sehingga dapat menimbulkan pucat akibat hipoksia jaringan. sedangkan untuk memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh, hati dan limfa yang sebelumnya memiliki memori dalam pembentukan sel darah merah, akan berkerja kembali membentuk sel darah merah

Page | 5

sebagai upaya kompensasi tubuh sehingga mengakiatkan hati dan limfa membesar (hepatosplenomegali)

c. Apakah ada hubungan aktivitas dengan keluhan pada kasus ? 7 d. Bagaimana hubungan riwayat pengobatan dahulu dengan kondisi sekarang ? 8 e. Apa saja jenis - jenis transfusi darah ? 9 Jenis-jenis transfusi darah a. Darah lengkap (whole blood) Berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan, misal pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25 -35 % volume darah total. b. Sel darah merah pekat (packed red cell) Digunakan untuk meningkatkkan sel darah merah pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, misal pada pasien gagal ginjal dan keganasan. c. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell leucocyte reduced) Digunakan untuk meningkatkan jumlah RBC pada pasien yang sering mendapat/tergantung pada transfusi darah dan pada mereka yang mendapat reaksi transfusi panas dan reaksi alergi yang berulang. d. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed) Pada orang dewasa komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang berulang. e. Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell frozen) Hanya digunakan untuk menyaimpan darah langka. f. Trombosit pekat (concentrate platelets) Diindikasikan pada kasus perdarahan karena trombositopenia atau trombositopati congenital/didapat. Juga diindikasikan untuk mereka selama operasi atau prosedur invasive dengan trombosit < 50.000/Ul g. Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced) Digunakan untuk pencegahan terjadinya alloimunisasi terhadap HLA, terutama pada pasien yang menerima kemotrrapi jangka panjang. h. Plasma segar beku (fresh frozen plasma)

Page | 6

Dipakai untuk pasien denagn gangguan proses pembekuan pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multiple.

f. Jelaskan indikasi , kontra indikasi, dan efek samping dari transfusi darah ? 10

Indikasi transfusi darah dan komponen-komponennya adalah : 1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan. 2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain. 3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen. 4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma subtitute atau larutan albumin. 5. Penurunan kadar Hb disertai gangguan hemodinamik Keadaan Anemia yang Memerlukan Transfusi Darah: 1. Anemia karena perdarahan Biasanya digunakan batas Hb 7 8 g/dL. Bila Hb telah turun hingga 4,5 g/dL, maka penderita tersebut telah sampai kepada fase yang membahayakan dan transfusi harus dilakukan secara hati-hati. 2. Anemia hemolitik Biasanya kadar Hb dipertahankan hingga penderita dapat mengatasinya sendiri. Umumnya digunakan patokan 5 g/dL. Hal ini dipertimbangkan untuk menghindari terlalu seringnya transfusi darah dilakukan. 3. Anemia aplastik 4. Leukemia dan anemia refrakter 5. Anemia karena sepsis 6. Anemia pada orang yang akan menjalani operasi

3. Her younger brother, 7 years old, looks taller than her. Her uncle was died when he was 21 years old due to the similar disease like her.
Page | 7

a. Bagaimana pertumbuhan normal pada anak perempuan usia 9 th ? 11 b. Bagaimana makna klinis adiknya lebih tinggi ? 12 Pada kasus ini, adik pasien lebih tinggi darinya kemungkina karena pertumbuhan pasien yang terhambat. Pertumbuhan terhambat terjadi akibat: 1) Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga sumsum tulang merah berkompensasi dengan cara meningkatkan eritropoiesis. Sumsum tulang merah terdapat di tulang pipih seperti os maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini mengakibatkan tulang-tulang tersebut mengalami penonjolan dan pelebaran. Namun, destruksi dini sel darah merah terus berlanjut sehingga sumsum tulang kuning yang normalnya berfungsi untuk membangun bentuk tubuh dan pertumbuhan berubah fungsi menjadi sumsum tulang merah yang menghasilkan eritrosit. Sumsum tulang kuing terdapat pada tulang-tulang panjang seperti os tibia, os fibula, os femur, os radius, dan os ulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini dari pembangun tubuh menjadi pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan pasien. 2) Massa jaringan eritropetik yang membesar tetapi inefektif bisa menghabiskan nutrient sehingga menyebabkan retardasi pertumbuhan 3) Penimbunan besi pada pasien thalassemia dapat merusak organ endokrin sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan dan gangguan pubertas c. Bagaimana peran genetik pada kasus ini dan pewarisannya ? 13 Pada kasus ini, karena pada Anamnesis tidak disebutkan bahwa Ayah atau Ibunya mengalami yang sama dengan dia atau tidak, maka diduga Ayah dan Ibunya adalah Carrier (pembawa) / Heterozigot. Adik laki-lakinya (3 tahun) kemungkinan Normal atau juga seorang Carrier. Pamannya yang meninggal pada usia 21 tahun dengan gejala yang sama dengannya juga kemungkinan merupakan penderita Homozigot

4. Physical Examination : Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus, prominent upper-jaw HR : 94x/mnt, RR : 27x/mnt, TD : 100/70 mmHg, Temp : 36,7 C Heart and Lung : within normal limit Abdoment : Hepatic enlargement X , Spleen : Schoeffner III Extremities : pallor palm of hand. Others : normal a. Bagaimana interpretasi pada kasus ? 14
Page | 8

Hasil Pem Fisik Anemis( +)

Nilai normal -

Interpretasi Tanda anemia Pelebaran epikantus yang mencolok pada ras rahang atas. Ini akibat ekspansi sumsum tulang sebagai kompensasi eritropoesis yang meningkat

Wide epicanthus prominent upper-jaw kecualli pada tertentu.

TD 100/80 mmHg HR 94X/menit RR 27X/menit Temp 36,7 Heart and lung Abdoment Distention

95-110/60-75 mmHg Dalam batas normal 60-100X/menit 20-25X/menit 36,5-37,2 0 Normal Normal Normal Pembesaran pada regio abdomen, pada kasus ini akibat hati dan limpa Pembesaran hati Hati bagian kanan membesar sampai garis khayal dari umbilicus arcus costae Hati bagian kiri membesar sampai garis khayal dari umbilicus prosesus xipoideus Limpa membesar sampai garis arcus costa kiri umbilicus Tanda anemia khayal Normal

Hepatic enlargement X

Spleen : Schoefner II Pallor palm of hand

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari : - Anemis 15 - Wide epicanthus 16 Wide epicanthus gangguan pada pembentukan Hb sel darah merah mudah rupture Hb menurun stimulasi pengeluaran eritropoetin oleh ginjal peningkatan eritropoesis hipertropi sumsum tulang Wide epicanthus Prominent upper-jaw 17 HR : 94x/mnt, RR : 27x/mnt, TD : 100/70 mmHg 18 Abdoment : Hepatic enlargement X , Spleen : Schoeffner III 19 Extremities : pallor palm of hand 20

Page | 9

Telapak tangan pucat defek pemebentukan Hb eritrosit mudah rupture kadar eritrosit menurun telapak tangan pucat (akibat anemia)

5. Laboratory Result : Hb : 5,7 gr/dl, RBC : 2.700.103 /lt, WBC : 10,2 x 103/lt, Thrombocyte : 267 x 103 /lt, Diff.count : 0/2/0/70/22/6, Hematocrite 17 vol %, reticulosite 1,8 %

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ? 21 b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium ? 22 Hb : 5,7 gr/dl RBC : 2.700.103 /lt WBC : 10,2 x 103/lt Thrombocyte : 267 x 103 /lt Diff.count : 0/2/0/70/22/6 Hematocrite 17 vol % reticulosite 1,8 % c. Berapa nilai dari MCV, MCH, dan MCHC pada kasus beserta interpretasinya ? 23 Pemeriksaan tambahan Blood film : anisocytosis, poikylocitosis, hypochrome, target cell (+) Ferritin : 899, SI : 74 , TIBC : 310, Bil. Total : 3,6 , Bil. Indirek : 3,2 , Bil. Direk : 0,4 Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ? 24 Anisocytosis Sel darah merah dengan ukuran yang beragam Sel darah merah dengan bentuk yang beragam Sel darah merah yang pucat Eritrosit dengan bagian tengah yang lebih pucat.
Page | 10

poikilocytosis Blood film Hypochrom target cell (+)

Anisositosis gangguan pada pembentukan Hb sel darah merah mudah ruptur Hb menurun memicu pengeluaran eritropoetin peningkatan pemebentukan sel darah sel darah yang belum matur di keluarkan ke sirkulasi anisositosis (ukuran eritrosit yang beredar disirkulasi tidak sama besar, yang belum matur cenderung lebih besar). Poikilositosis gangguan pada pembentukan Hb sel darah merah mudah ruptur Hb menurun memicu pengeluaran eritropoetin peningkatan pemebentukan sel darah sel darah yang belum matur di keluarkan ke sirkulasi poikilositosis (bentuk eritrosit yang berdara di sirkulasi beragam) Hypocrom gangguan pembentukan Hb eritrosit menjadi pucat (kerena yang member warna merah pada darah adalah hemoglobin) Target cell pembentukan hemoglobin yang tidak sempurna sel darah merah memiliki rasio yang relative lebih besar dibandingkan volume Hb tergenang ditengah eritrosit target cell.

6. Apa saja diferensial diagnosis pada kasus ? 25 7. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ? 26 8. Apa working diagnosis pada kasus ? 27 Anemia Hemolitik herediter et causa Thalasemia 9. Apa saja anamnesis tambahan pada kasus ? 28 10. Apa saja pemeriksaan fisik tambahan pada kasus ? 29 11. Apa saja pemeriksaan penunjang tambahan pada kasus ? 30 12. Apa diagnosis pasti pada kasus ? 31 Anemia Hemolitik herediter et causa Thalasemia 13. Apa epidemiologi pada kasus ? 32 14. Apa etiologi dan faktor risiko pada kasus ? 33

Etiologi : gangguan pada sintesis Hb secara genetic (gangguan sintesis Hb pada rantai globin atau rantai globin ataupun keduanya) Faktor risiko Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia Anak dengan salah satu/kedua orang tua thalasemia minor
Page | 11

Anak dengan salah satu orang tua thalasemia Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika Pendaratan. Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang Asia Tenggara, Orang India, Cina, atau orang Philipina.

15. Bagaimana patofisiologi pada kasus ? 34 16. Bagaimana komplikasi pada kasus ? 35 Komplikasi akibat penyakit thalassemia : Kardiomiopati Ekstramdulary hemtopoiesis Kolestiasis Splenomegali Hemakromatosis Kejadian trombosis Deformitas dan kelianan tulang 17. Bagaimana penatalaksaan farmakologi dan non farmakologi ? 36 a. Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. b. Medikamentosa 1) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah. 2) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. 3) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. 4) Bila kadar ferritin serum atau serum iron meningkat: Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam

Page | 12

dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. Atau desferopron oral.

Gambar 14 . Lokasi untuk menggunakan pompa portable deferoksamin c. Bedah Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.Influenzae tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapkan, dan terapi profilaksis penisilin juga dianjutkan. Splenektomi, dengan indikasi: Anak usia >6 tahun Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam 1 tahun. d. Transplantasi sumsum tulang (TST) Pengobatan thalassemia yang berat dengan transplantasi sumsum tulang allogenik pertama kali dilaporkan lebih dari satu dekade yang lalu, sebagai alternatif dari pelaksanaan klinis standar dan saat ini diterima dalam pengobatan thalassemia . Keberhasilan trasplantasi allogenik pada pasien thalassemia membebaskan pasien dari transfusi kronis, namun tidak menghilangkan kebutuhan terapi pengikat besi pada semua kasus. Pengurangan konsentrasi besi hati hanya ditemukan pada pasien muda dengan beban besi tubuh yang rendah sebelum transplantasi, kelebihan besi pada parenkim hati bertahan sampai 6 tahun setelah transplantasi sumsum tulang, pada kebanyakan pasien yang tidak mendapat terapi deferoksamin setelah transplantasi. Prognosis yang buruk pasca TST berhubungan dengan adanya
Page | 13

hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TST. e. Supportif 1) Thalassaemia Diet Diet Talasemia disiapkan oleh Departemen diit, Di Rumah sakit umum Sarawak pasien dinasehati untuk menghindari makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur bewarna hijau, sebagian dari sarapan yang mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol. Tabel 2. Daftar makanan dan kandungan zat besi FOOD TO AVOID Foods with high content of Iron Iron Content Organ meat (liver, kidney, spleen) 5 14 mg / 100 g Beef 2.2 mg / 100 g Chicken gizzard and liver 2 10mg / 100 g Ikan pusu (with head and entrails) 5.3 mg / 100 g Cockles (kerang) 13.2 mg / 100 g Hen eggs 2.4 mg / whole egg Duck eggs 3.7 mg / whole egg Dried prunes / raisins, Peanuts (without shell), 2.9 mg / 100 g other nuts Dried beans (red, green, black, chickpeas, dhal) 4 8 mg / 100 g Baked beans 1.9 mg / 100 g Dried seaweed 21.7 mg / 100 g Dark green leafy vegetables bayam, spinach, > 3 mg 1 100 g kailan, cangkok manis, kangkung, sweet potato shoots, ulam leaves, soya bean sprouts, bitter gourd, paku, midi, parsley, Food Allowed Foods with moderate content of Iron Chicken, pork Soya bean curd (towkwa, towhoo, hookee) Light coloured vegetables (sawi, allow one small serving a day (= 2 matchbox size) allow one serving only (= one piece) 1 -2 servings a day (= 1/2 cup)
Page | 14

cabbage, long beans and other beans, ketola, ladys fingers) Ikan pusu head and entrails removed Onions use moderately Oats Foods with small amount of Iron Rice and Noodles Bread, biscuits Starchy Root vegetables ( carrot, yam, tapioca, pumpkin, bangkwang, lobak) Fish (all varieties) Fruits (all varieties except dried fruits) Milk, cheese Oils and Fats f. Monitoring 1) Terapi Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang. Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan 2) Tumbuh Kembang Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita. 3) Gangguan jantung, hepar dan endokrin Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis. Kontrol rutin setiap 3 bulan : Tes fungsi hati Tes fungsi ginjal kadar ferritin Pada penderita > 10 tahun evaluasi setiap 6 bulan : Pantau pertumbuhan dan perkembangan Pemeriksaan status pubertas Tes fungsi jantung / echocardiogram Tes fungsi paru Tes fungsi endokrin Skrining hepatitis dan HIV
Page | 15

g. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll) Bila perlu, rujuk ke divisi Tumbuh kembang, kardiologi, gizi, endokrinologi, radiologi, dan dokter gigi.

18. Bagaimana tindakan preventif dan promotif pada kasus ? 37

Pencegahan primer Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Pencegahan sekunder Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus. Screening Test.

19. Bagaimana prognosis pada kasus ? 38

Prognosis thalassemia tergantung pada tipe dan derajat keparahan thalassemia. Perjalanan klinis thalassemia sangat bervariasi mulai dari yang ringan atau terkadang asimptomatik sampai keadaan yang berat dan mengancam jiwa. Thalassemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agent untuk mengurangi hemosiderosis. 20. Bagaimana etika pada kasus ? 39 21. Bagaimana SKDI pada kasus ? 40 3A Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).

Hipotesis :
Page | 16

Seorang anak perempuan berusia 9 tahun diduga mengalami anemia hemolitik et causa thalasemia Learning issue 1. Anatomi dan fisiologi RES 2. Anemia hemolitik VI. Sintesis 1. Anemia Hemolitik Anemia hemolisis adalah kadar hemoglobin kurang dari normal akibat kerusakan sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk menggantikannya. Etiologi dan Klasifikasi Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena : 1) defek molekular : hemoglobinopati dan enzimopati 2) abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran 3) faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi : 1. Anemia Hemolisis Herediter, yang termasuk kelompok ini : o Defek enzim/enzimopati Defek jalur Embden Meyerhof defisiensi piruvat kinase defisiensi glukosa fosfat isomerase defisiensi fosfogliserat kinase Defek jalur heksosa monofosfat defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G-6PD) defisiensi glutaion reduktase o Hemoglobinopati Thalassemia Anemia sickle cell Hemoglobinopati lain o Defek membran (membranopati) : sferositosis herediter 2. Anemia Hemolisis Didapat, yang termasuk kelompok ini adalah : o Anemia hemolisis imun, misalnya : idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan autoimun, infeksi, transfusi o Mikroangiopati, misalnya : Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP), Sindrom Uremik Hemolitik (SUH), Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID), preeklampsia, eklampsia, hipertensi maligna, katup prostetik o Infeksi, misalnya : infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium
Page | 17

Berdasarkan ketahanan hidupnya dalam sirkulasi darah pasien, anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi : 1) Anemia hemolisis intrakorpuskular. Sel eritrosit pasien tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi darah resipien yang kompatibel, sedangkan sel eritrosit kompatibel normal dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien. 2) Anemia hemolisis ekstrakorpuskular. Sel eritrosit pasien dapat bertahan hidup di sirkulasi darah resipien yang kompatibel, tetapi sel eritrosit yang kompatibel normal tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien. Berdasarkan ada tidaknya keterlibatan imunoglobulin pada kejadian hemolisis, anemia hemolisis dikelompokkan menjadi : 1. Anemia Hemolisis Imun. Hemolisis terjadi karena keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM yang spesifik untuk antigen eritrosit pasien (disebut autoantibodi) 2. Anemia Hemolisis Non-Imun. Hemolisis terjadi tanpa keterlibatan imunoglobulin tetapi karena faktor defek molekular, abnormalitas struktur membran, faktor lingkungan yang bukan autoantibodi seperti hipersplenisme, kerusakan mekanik eritrosit karena mikroangiopati atau infeksi yang mengakibatkan kerusakan eritrosit tanpa mengikutsertakan mekanisme imunologi seperti malaria, babesiosis dan klostridium. Patofisiologi Hemolisis dapat terjadi intravaskular dan ekstravaskular tergantung pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskular, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen dan aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan mendestruksi membran sel eritrosit. Hemolisis intravaskular jarang terjadi. Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskular. Pada hemolisis ekstravaskular destruksi sel eritrositdilakukan oleh sistem retikuloendotelial karena sel eritrosit yang mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag. Manifestasi Klinis Pasien mungkin mengeluh lemah, pusing, cepat capek dan sesak. Pasien juga mengeluh kuning dan urinnya kecoklatan, meski jarang terjadi. Riwayat pemakaian obatobatan dan terpajan toksin serta riwayat keluarga merupakan informasi penting yang harus ditanyakan saat anamnesis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit dan mukosa kuning. Splenomegali didapatkan pada beberapa anemia hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan takikardi dan aliran murmur pada katup jantung.
Page | 18

Pemeriksaan Laboratorium Retikulositosis merupakan indikator terjadinya hemolisis. Retikulositosis mencerminkan adanya hiperplasia eritroid si sumsum tulang tetapi biopsi sumsum tulang tidak selalu diperlukan. Retikulositosis dapat diamati segera, 3-5 hari setelah penurunan hemoglobin. Diagnosis banding retikulositosis adalah pedarahan aktif, mielotisis dan perbaikan supresi eritropoeisis. Anemia pada hemolisis biasanya normositik, meskipun retikulositosis meningkatkan ukuran mean corpuscular volume. Morfologi eritrosit dapat menunjukkan adanya hemolisis dan penyebabnya. Misalnya sferosit pada sferositosis herediter, anemia hemolitik autoimun, sel target pada thalassemia, hemoglobinopati, penyakit hati; schistosit pada mikroangiopati, prostesis intravaskular dan lain-lain. Jika tidak ada kerusakan jaringan organ lain, peningkatan laktat dehidrogenase (LD) terutama LDH 2 dan SGOT dapat menjadi bukti adanya percepatan destruksi eritrosit. Baik hemolisis intravaskular maupun ekstravaskular, meningkatkan katabolisme heme dan pembentukan bilirubin tidak terkonjugasi. Hemoglobin bebas hasil hemolisis terikat dengan haptoglobin. Hemoglobin-haptoglobin ini segera dibersihkan oleh hati hingga kadar haptoglobin menjadi rendah sampai tidak terdeteksi. Pada hemolisis intravaskular kadar hemoglobin bebas dapat melebihi kadar haptoglobin sehingga hemoglobin bebas difiltrasi oleh glomerolus dan direabsorpsi oleh tubulus proksimal dan mengalami metabolisme. Hasil metabolisme di ginjal ini menghasilkan ikatan antara besi heme dengan simpanan protein (feritin dan hemosiderin). Selanjutnya hemosiderin dikeluarkan ke urin dan terdeteksi sebagai hemosiderinuria. Pada hemolisis intravaskular yang masif, ambang kapasitas absorpsi hemoglobin oleh tubulus proksimal terlewati, sehingga hemoglobin dikeluarkan ke urin dalam bentuk hemoglobinuria. Anemia hemolitik adalah kurangnya kadar hemoglobin akibat kerusakan pada eritrosit yang lebih cepat daripada kemampuan sumsum tulang untuk menggantinya kembali. Etiologi Berdasarkan etiologinya, anemia hemolitik ini terbagi menjadi dua klasifikasi: 1. intrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor yang ada pada eritrosit itu sendiri, misalnya karena faktor herediter, gangguan metabolismenya, gangguan pembentukan hemoglobinnya, dll. 2. ekstrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor dari luar yang biasanya didapat, misalnya karena autoimun, pengaruh obat, infeksi, dsb. Patofisiologi Pada proses hemolisis akan terjadi dua hal berikut:

Page | 19

Turunnya kadar Hemoglobin. Jika hemolisisnya ringan atau sedang, sumsum tulang masih bisa mengkompensasinya sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika derajat hemolisisnya berat, sumsum tulang tidak mampu mengompensasinya, sehingga terjadi anemia hemolitik. Meningkatnya pemecahan eritrosit. Untuk hal ini ada tiga mekanisme: 1. hemolitik ekstravaskuler. Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem retikuloendotelial, terutama di lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi jika eritrosit mengalamai kerusakan, baik di membrannya, hemoglobinnya maupun fleksibilitasnya. Jika sel eritrosit dilisis oleh makrofag, ia akan pecah menjadi globin dan heme. Globin ini akan kembali disimpan sebagai cadangan, sedangkan heme nanti akan pecah lagi menjadi besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk disimpan sebagai cadangan, akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan terurai menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah akan berikatan dengan albumin membentuk bilirubin indirect (Bilirubin I), mengalami konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct (bilirubin II), dieksresikan ke empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di urin. 2. hemolitik intravaskuler. Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit mengalami lisis, ia akan melepaskan hemoglobin bebas ke plasma, namun haptoglobin dan hemopektin akan mengikatnya dan menggiringnya ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Namun jika hemolisisnya berat, jumlah haptoglobin maupun hemopektin tentunya akan menurun. Akibatnya, beredarlah hemoglobin bebas dalam darah (hemoglobinemia). Jika hal ini terjadi, Hb tsb akan teroksidasi menjadi methemoglobin, sehingga terjadi methemoglobinemia. Hemoglobin juga bisa lewat di glomerulus ginjal, hingga terjadi hemoglobinuria. Namun beberapa hemoglobin di tubulus ginjal nantinya juga akan diserap oleh selsel epitel, dan besinya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika suatu saat epitel ini mengalami deskuamasi, maka hanyutlah hemosiderin tersebut ke urin sehingga terjadi hemosiderinuria, yg merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronis. 3. peningkatan hematopoiesis. Berkurangnya jumlah eritrosit di perifer akan memicu ginjal mengeluarkan eritropoietin untuk merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Sel-sel muda yang ada akan dipaksa untuk dimatangkan sehingga terjadi peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda) dalam darah, mengakibatkan polikromasia. Manifestasi Klinis

Gejala umum: gejala anemia pada umumnya, Hb < 7g/dl.


Page | 20

Gejala hemolitik: diantaranya berupa ikterus akibat meningkatnya kadar bilirubin indirek dlm darah, tapi tidak di urin (acholuric jaundice); hepatomegali, splenomegali, kholelitiasis (batu empedu), ulkus dll. Gejala penyakit dasar (penyebab) masing2 anemia hemolitik tsb. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis Beberapa hasil pemeriksaan lab yang menjurus pada diagnosis anemia hemolitik adalah sbb: pada umumnya adalah normositik normokrom, kecuali diantaranya thalasemia yang merupakan anemia mikrositik hipokrom. penurunan Hb >1g/dl dalam 1 minggu penurunan masa hidup eritrosit <120hari peningkatan katabolisme heme, biasanya dilihat dari peningkatan bilirubin serum hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang hemoglobinuria, jika urin berwarna merah, kecoklatan atau kehitaman hemosiderinuria, dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia haptoglobin serum turun retikulositosis dsb Diagnosis banding Anemia Hemolitik perlu dibedakan dengan anemia berikut ini: 1. anemia pasca perdarahan akut dan anemia defisiensi besi, disini tidak ditemukan gejala ikterus dan Hb akan naik pada pemeriksaan berikutnya. Sedangkan hemolitik tidak. 2. anemia hipoplasi/ eritropoiesis inefektif, disini kadang juga ditemukan acholurik jaundice, tapi retikulositnya tidak meningkat. 3. anemia yang disertai perdarahan ke rongga retroperitoneal biasanya menunjukkan gejala mirip dg hemolitik, ada ikterus, acholuric jaundice, retikulosit meningkat. Kasus ini hanya dapat dibedakan jika dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan adanya perdarahan ini. 4. Sindrom Gilbert, disertai jaundice, namun tidak anemi, tidak ada kelainan morfologi eritrosit, dan retikulositnya normal. 5. mioglobinuria, pada kerusakan otot, perlu dibedakan dengan hemoglobinuria dengan pemeriksaan elektroforesis. Pengobatan Pengobatan tergantung keadaan klinis dan penyebab hemolisisnya, namun secara umum ada 3:
Page | 21

1. terapi gawat darurat; atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi ginjal. Jika berat perlu diberi transfusi namun dengan pengawasan ketat. Transfusi diberi berupa washed red cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis tinggi atau juga bisa hiperimun globulin untuk menekan aktivitas makrofag. 2. terapi suportif-simptomatik; bertunjuan untuk menekan proses hemolisis terutama di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu perlu juga diberi asam folat 0,15 0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik. 3. terapi kausal; mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani. Transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan contohnya pada kasus thalassemia.

3. Thalasemia Pembagian soal 1. Suci 2. Shelvia 3. Eno 4. Eliya 5. Putra 6. Salsa 7. Lisa 8. Niken 9. Dika 10. Kristian 11. Sharanjit :1,12,23,34,5,16,27,38 :2,13,24,35,6,17,28,39 :3,14,25,36,7,18,29,40 :4,15,26,37,8,19,30,L1 :5,16,27,38,9,20,31,L2 :6,17,28,39,10,21,32,L3 :7,18,29,40,11,22,33,L1 :8,19,30,1,12,23,34,L2 :9,20,31,2,13,24,35,L3 :10,21,32,3,14,25,36,L1 :11,22,33,4,15,26,37,L2

Jawaban dikirim ke email arisma.putra@yahoo.com Format times new roman , size 12 , spasi 1,5 Thanks Ganbatte

Page | 22

Anda mungkin juga menyukai