Anda di halaman 1dari 90

Vol. 1, No.

2, 2013

ISSN 2338-7165

Vol. 1, No. 2, 2013

ISSN 2338-7165

Jurnal Agribisnis dan Penyuluhan


DEWAN REDAKSI
Ketua Nurul Huda Anggota Pepi Rospina Sri Harijati Ida Malati Sajadi Diarsi Eka Yani Jan Hotman Mulyadi Zairulsyah

Alamat Pusat Keilmuan - LPPM Universitas Terbuka, Jalan Cabe Raya, Ciputat, Tangerang, 15418, Indonesia Telepon : 021-7490941 pesawat 1208, Fax : 021-7490147 pk@ut.ac.id Website : pk.ut.ac.id

Vol. 1, No. 2, 2013

ISSN 2338-7165

Jurnal Agribisnis dan Penyuluhan


PENGARUH FAKTOR SOSIAL TERHADAP USAHATANI BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DI KELURAHAN AIR PUTIH, KECAMATAN SAMARINDA ULU, KOTA SAMARINDA YUSNITA TOURISIA PERTUMBUHAN UDANG PUTIH(LITOPENAEUS VANNAMEI) DAN PARAMETER KUALITAS AIR PENDUKUNG ZIHAN ADI SAPUTRA PROSPEK BUDIDAYA IKAN LELE DI KABUPATEN BANGKA MELALUI MEDIA BUDIDAYA WARING DAN KOLAM TERPAL MUHAMMAD YUSUF PENGARUH PELATIHAN DINAMIKA KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KERJA SAMA KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KARET (HAVEA BRASILIENSIS) DI DESA PERDAMAIAN KECAMATAN SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN SARANA PENGARUH SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP PEMAKAIAN PUPUK BUATAN PADA TANAMAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILUS) YULMAIDA STUDI DIVERSIFIKASI USAHA TERNAK SAPI POTONG DENGAN TANAMAN KARET DI DESA TELUK KETAPANG KECAMATAN PEMAYUNG KABUPATEN BATANGHARI RADEN SUHAIMI 256 - 272 244 - 256 213 - 223 194 - 213 186 - 194

223 - 244

PENGARUH FAKTOR SOSIAL TERHADAP USAHATANI BUNGA MELATI (Jasminum sambac) DI KELURAHAN AIR PUTIH, KECAMATAN SAMARINDA ULU, KOTA SAMARINDA

OLEH : YUSNITA TOURISIA NIM : 015617617

EMAIL : Yusnita2210aqueena@gmail.com

ABSTRAK Pengembangan usahatani melati mempunyai prospek yang cerah mengingat permintaannya yang selalu meningkat. Kenyataan tersebut tidak ditunjang dengan produksi melati yang memadai. Selain itu adanya fluktuasi harga yang tidak menentu membuat petani melati enggan untuk melaksanakan usahatani melati secara intensif. Sampai saat ini usahatani melati masih dikerjakan secara tradisional tanpa adanya introduksi teknologi apapun, sehingga adanya peluang tersebut belum tertangani dengan memadai. Dengan alasan tersebut maka dilakukan pengkajian sisten usahatani melati di Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda. Tujuan pengkajian ini adalah memperoleh informasi tentang pengaruh social pada usahatani melati di Kelurahan Air Putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bunga melati di Kelurahan Air Putih sebanyak 350 takar/ha/bulan. Tingkat R/C ratio yang dicapai sebesar 0,55, dan keuntungan yang diperoleh petani melati adalah sebesar Rp.1.175.000,- per bulan .

Kata kunci : Melati, Kelurahan Air Putih

186

I.

PENDAHULUAN

Dalam usaha pembangunan ekonomi nasional, sektor pertanian mendapat prioritas utama karena sektor ini ditinjau dari berbagai segi memang merupakan sektor dominan dalam perekonomian nasional, misalnya kontribusinya dalam pendapatan nasional, peranannya dalam pemberian lapangan kerja pada penduduk yang bertambah dengan cepat dan kontibusi dalam penghasilan devisa Negara (Mubyarto, 1994).Orientasi pembangunan pertanian di negara kita menurut Satraatmadja (1985), sudah bukan saatnya lagi diarahkan pada satu macam komoditi tertentu saja, tetapi juga pada komoditi lainnya, misalnya tanaman sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman bunga-bungaan yang termasuk sebagai tanaman hortikultura. Tanaman hias dan hasilnya berupa bunga termasuk kelompok komoditas hortikultura yang mempunyai prospek cerah bila dikembangkan secara intensif dan komersil. Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis flora, salah satunya adalah bunga melati. Melati adalah jenis bunga berwarna putih yang berukuran relatif kecil dan mengeluarkan bau wangi yang khas. Kegunaan melati sangat beragam antara lain sebagai bahan rangkaian bunga, untuk tanaman hias, sebagai minyak atsiri yang digunakan dalam industri kosmetik, minuman, minyak wangi, minyak rambut dan sebagai obat (Radi,1997). Menurut data Statistik Dinas Pertanian Tanaman dan hortikulura Kalimantan Timur tahun 2012, untuk komoditas melati di Kota Samarinda yaitu tahun 2012 luas panen tanaman melati sebesar 11.202 m2 dengan produksi sebesar 10.262 kg.Kelurahan

187

air putih terletak di Kecamatan Samarinda Ulu dengan luas wilayah 200,15 ha dengan jumlah penduduk sebesar 19.215 jiwa dengan 5.115 KK dan merupakan salah satu sentra produksi melati yang masih aktif dan terbesar khususnya di Kelurahan Air Putih Samarinda Ulu. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : menambah pengetahuan bagi peneliti tentang manfaat dan budidaya bunga melati yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari hari dan memberi informasi tentang usahatani melati agar dinas terkait dapat mengambil kebijakan tepat guna peningkatan dan perbaikan taraf hidup petani. .

II.

METODOLOGI PENELITIAN

1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan yaitu bulan April 2013 dengan lokasi penelitian di Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu. 2. Metode Pengumpulan Data dan sampel Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, yaitu :. a. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari petugas Penyuluh Lapangan (PPL) setempat, instansi terkait seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Timur, dan Badan Pusat Statistik Kota Samarinda serta perpustakaan dalam penelusuran kepustakaan yang menunjang penelitian ini

b.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan M etode Purposif Sampling terhadap 10 petani responden yang membudidayakan usahatani melati di Kelurahan Air Putih, pengolahan hasil melati dan pemasaran bunga

188

melati. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran nyata pengaruh sosial terhadap usahatani melati.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Dampak Sosial Budidaya Melati

Kegiatan usahatani bunga melati di Kelurahan Air Putih dilakukan secara turun temurun, dimana lingkungan tempat tinggal responden merupakan lingkungan orang orang yang berprofesi sebagai petani bunga melati yang dalam kesehariannya mereka langsung membantu orang tua bekerja menjalankan usahataninya Rata-rata usia responden dari laki-laki berumur 40 tahun dan dari wanita berumur 25-35 tahun. Tingkat pendidikan petani responden rata rata lulusan SD dan SLTP. Status pengerjaan lahan adalah lahan milik sendiri dan dikelola berdasarkan management keluarga, sehingga seluruh tenaga kerja yang mengelola perkebunan melati di Kelurahan Air Putih adalah anggota keluarga (terutama wanita dan anak-anak), Jarak rumah dari tempat usahatani melati relatif dekat berada dipekarangan rumah. Rata rata produksi per petani melati antara 1 2 kg per hari. Tujuan penjualan petani semuanya kepada para pengepul setempat dan ke tradisional di Kota Samarinda, yaitu : pasar pagi, pasar segiri. Jarak dari sentra tanaman melati di Kelurahan Air Putih dengan pasar sekitar 3 4 km. Produksi bunga melati sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau produksi bunga akan menurun. Hal ini karena pembungaan sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang tinggi dan tersediaanya air untuk menstimulir pertumbuhan tunas vegetative, karena bunga melati muncul pada setiap pucuk tunas yang tumbuh. Sehingga pertumbuhan tunas baru berkorelasi positif dengan pembentukan bakal bunga. Sedangkan pada musim penghujan produksi bunga melati sangat meningkat dibandingkan dengan musim penghujan. Permintaan bunga melati di pasaran sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan pasar dan kebutuhan pesanan personal, seperti penghias pengantin atau acara-acara tertentu. Demikian juga pada permintaan lainnya akan mengalami peningkatan pada kondisi tertentu, seperti pada bulan Maulid, hari raya besar keagamaan .Dengan demikian, pada musim pengantin dan hari besar agama harga bunga melati akan meningkat. Harga normal bunga melati di tingkat petani sebesar Rp.6.000 per muk (takar),

189

untuk bunga melati yang sudah mekar, sedangkan bunga melati yang masih kuncup harganya Rp.7.500 / takar. Takaran yang digunakan adalah bekas tempat sabun colek kecil. Kendala dalam usahatani melati sendiri yaitu masih sulitnya penanganan serangan hama ulat,oleh karena itu perlu adanya penyuluhan teknologi pertanian terbaru dari instansi terkait untuk pemecahan masalah ini. Kegiatan usahatani melati sendiri sangat membantu dalam perekonomian keluarga petani karena tanaman melati bisa dipanen setiap saat sehingga dapat menghasilkan uang tunai setiap hari Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengaruh faktor-faktor sosial terhadap usahatani melati dikelurahan Air Putih Kota Samarinda sangat signifikan dalam menentukan besar kecilnya hasil pendapatan petani dari usahatani tersebut.

B.

Analisis Usahatani Melati

Komponen untuk perhitungan analisis pendapatan usahatani melati di Kelurahan Air Putih ditampilkan pada Tabel 1. Pada analisa biaya dan pendapatan usahatani melati mempunyai nilai R/C ration kurang dari 1, yaitu 0.55. Artinya pada satu satuan biaya yang dikeluarkan maka belum dapat diperoleh keuntungan, bahkan tercermin kerugian dari nilai R/C yang lebih kecil dari 1. Tabel 1. Analisis Pendapatan Usahatani Melati (dikonversikan per hektar) di Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Uraian Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pestisida Penyiraman Penyemprotan Panen Total biaya Produksi Produksi Penerimaan R/C rasio Jumlah 100 kg 100 kg 3 botol 5 HOH 2 HOK 5 HOK 350 takar/bln 2.625.000 0,55 Harga (RP) 350.000 350.000 150.000 500.000 100.000 250.000 1.450.000 1.175.000

190

Analisis biaya dan pendapatan tersebut dilakukan setelah pengkajian dimana harga melati pada saat tersebut berada pada posisi yang tinggi Rp 7.500,-. Pada penghitungan analisis usahatani dengan patokan harga tersebut di atas petani mengalami keuntungan pada usahatani melati. Usahatani melati di Kelurahan Air Putih pada luasan tersebut di atas tetap menuai keuntungan, sehingga petani pengusahaan tanaman melati tetap diteruskan. Semua petani melati memiliki pekerjaan sampingan lainnya seperti tukang kayu, pedagang kelontongan, dan lain-lain. Sehingga usahataninya tetap dilakukan oleh petani. Mereka tidak pernah memperhitungkan harga tenaga yang selama ini dicurahkan untuk usahatani melati. Dengan harga jual bunga melati Rp.7.500 tersebut pada perhitungan analisis usahatani diatas, maka diperoleh perkiraan nilai R/C adalah 13,09. Sebuah nilai R/C yang mengindikasikan keuntungan yang berlipat ganda. Hal tersebut membuktikan bahwa usahatani melati mempunyai prospek yang cerah untuk ditangani secara serius. Harga bunga melati segar yang sangat fluktuatif tersebut dapat digunakan untuk menentukan strategi pengembangan usahatani melati. Penerapan teknologi anjuran akan sangat menguntungkan apabila aplikasinya dilakukan dengan memperhitungkan bulan dimana permintaan melati mempunyai harga tertinggi. Pada saat permintaan pasar menurun, usahatani lebih ditekankan untuk pemeliharaan tanaman menggunakan rakitan teknologi petani. Mengacu pada hasil pengkajian, penerapan rakitan teknologi anjuran paling tidak dilakukan 4 bulan sebelum bulan dengan harga tinggi. Misal bulan Syawal diperhitungkan akan banyak permintaan melati, penerapan rakitan teknologi anjuran dapat dilakukan mulai 4 bulan sebelum bulan Syawal. Begitu juga halnya dengan bulan-bulan dengan harga tinggi lainnya. Dengan mengatur waktu penerapan sesuai dengan tingkat harga, maka peningkatan hasil akan diikuti oleh peningkatan keuntungan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Dengan demikian intensifikasi hanya dilakukan pada bulanbulan tertentu sehingga akan dicapai efisiensi usahatani. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan tepat waktu bukan tidak mungkin diperoleh nilai keuntungan yang sangat tinggi, mengingat ada saat dimana harga melati mencapai Rp 7.500,-/takar. Untuk itu akan sangat menunjang apabila para petani selalu membaca situasi pasar permintaan melati untuk menentukan saat iintensifikasinya.

191

IV. A. 1. Kesimpulan

KESIMPULAN

Pengaruh faktor sosial terhadap usahatani bunga melati sangat berpengaruh dalam hasil produksi. Keadaan usahatani melati dikelurahan air Putih dapat menopang perekonomian petani melati di Kelurahan tersebut sehingga mempunyai prospek untuk dikembangkan baik dengan ekstensifikasi maupun intensifikasi. Kegiatan agribisnis melati sangat potensial untuk pengembangan sumberdaya wanita baik dalam budidaya,panen,pemasaran hingga kegiatan merangkai bunga untaian cukup besar.

2.

3.

B.

Saran Dari hasil penelitian, dapat dikemukakan saran saran sebagai berikut :

192

1.

Budidaya tanaman melati perlu ditunjang oleh teknologi maju untuk meningkatkan mutu bunga agar bernilai jual tinggi dipasaran. Perlu adanya Promosi untuk menanam melati baik dipekarangan rumah ataupun dalam pot mengingat bunga melati sebagai puspa bangsa,bunga unggulan nasional. Dinas terkait perlu membantu petani dalam kemitraan agar lebih mudah dalam pemasaran hasil.

2.

3.

DAFTAR PUSTAKA Adriano, T. T., dan I. Novo. 2004.pedoman praktis budidaya tanaman hias berbunga indah.Yogyakarta : Absolut. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Kota Samarinda.2012.Statistik usahatani melati Kota Samarinda 2012.Samarinda. Rukmana, R. 1997.usahatani melati.Yogyakarta : Kanisius. Rakhmat, J. 1997.Metode Penelitian Komunikasi.Bandung : Remaja.

193

194

KARYA ILMIAH

PERTUMBUHAN UDANG PUTIH(litopenaeus vannamei) DAN PARAMETER KUALITAS AIR PENDUKUNG

Oleh : NAMA : ZIHAN ADI SAPUTRA NIM : 017369148 Program Studi : 77/ PKP-Perikanan Email : belimbing484@gmail.com

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS TERBUKA

195

BANDAR LAMPUNG

20

13

ABSTRAK Metode PengamataMetode pengamatan menggunakan studi kasus melakukan pengumplan data sejumlah unit atau satuan individu dalam waktu yang bersamaan dan merata sehingga menghasilkan gambaran umum dari contoh yang diamati(Muhamad, 1991). Kasus yang diamati yaitu pertumuhan udang putih(litopenaeus vannamei) terhadap parameter pendukungnya.analisi data menggunakan statistik deskriftif. Statistik deskriftif adalah statistik yang tingkat pengerjaannya mencakup cara-cara pengumpulan, menyusun atau mengatur, mengelolah, menyajikan dan menganalisa data angka agar dapat yang memberikan gambaran yang teratur,ringkas dan jelas mengenai keadaan peristiwa atau gejala tertentu sehingga dapat ditarik pengertiaan atau makna teretentu(wirawan,2001). Tingkat pertumbuhan L. vannamei dipengaruhi oleh 2 faktor : 1. Frekuensi Molting 2. Kenaikan angka pertumbuhan (angka pertumbuhan per kali molting).

Manajemen kualitas air pada dasarnya adalah pengelolaan parameter kualitas air harian agar selalu berada dalam kisaran optimal yang dibutuhkan dalam budidaya udang. Hal ini sangat penting untuk mencegah udang mengalami stres yang dapat mempertinggi risiko udang terserang berbagai macam penyakit. Parameter kualitas air yang harus dikelola dengan baik adalah ; transparansi dan warna air, pH, DO, salinitas, suhu, TAN, Amoniak bebas, Alkalinitas ,TVC, serta jenis dan jumlah plankton.

196

KATA PENGANTAR Puji syukur penysun panjatkan atas kehadirat Alla SWT, karena dengan hidayah dan rahamt-Nya jualah penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karaya ilmiah ini diuat berdasarkan syarat kelulusan bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan pendidikan. Dalam karya ilmiah ini , kami akan mencoba menyampaikan uraian kegiatan yang dilakukan, hasil dari kegiatan dan permasalahan yang ditemukan dan juga saran yang mungkin dapat kami sampaikan dalam karaya ilmiah ini. Dalam penyusunan karya ilmiah ini dibantu oleh para petani tambak plasma Blok 04 Jalur 8687 PT. Wachyuni Mandira dan Aquaculture Division wilyah 04 Bravo khususnya Mudul 44 PT. Wachyuni Mandira dan pihak-pihak lain yang banyak membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Maka dari itu, Penyusun ucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Penyusun sangat menyadari penulisan karya ilmiah ini banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat Penyusun harapkan. Semoga Allah SWT Selalu

197

melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan semoga karay ilmiah ini dapat bermanfaat. A min

Penyusun

Zihan Adi Saputra BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Marked demand (permintaan pasar) terhadap komoditas perikanan, khususnya udang semakin meningkat baik dipasar domestic maupun internasiaonal (Amri. 2003). Hal ini terbukti dengan adanya produksi udang dibeberapa Negara melalui budidaya secara intensif. Pada tahun 2000 produksi udang mencapai angka 249.000 ton dan terus mengalami peningkatan 2001,2002, dan 2003 yaitu sebanyak 325.000 ton, 379.000 ton, dan 531.000 ton (global shrimp outlook, 2003 dalam haliman dan dian adi jaya,2005). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan suatu usaha budidaya secara intensif dengan berbagai macam teknologi dan manajemen pakan agar tetap menghasilkan pertumbuhan udang yang normal. 1.2.Tinjauan Pustaka 1.2.1. Biologi Udang Putih(litopenaeus vannamei) Berikut tata nama udang Litopenaeus vannamei menurut ilmu taksonomi. (Haliman, dan

198

Adijaya, 2005) : Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Subkelas : Eumalacostraca Superordo : Eucarida Ordo : Decapoda Subordo : Dendrobrachiata Famili : Penaeidae Genus : Litopenaeus Spesies : Litopenaeus Vannamei

1.2.2. Standar Kualitas Air Untuk Pertubuhan Udnag Putih( litopenaeus vannamei) no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Parameter pH DO Suhu Kecerahan TAN NH3 TVC Alkalinitas Salinitas Pagi 7,5-8,0 4ppm standar siang 8,0-8,5 6ppm

28-300 c 30-60cm <2,0ppm < 0,01 < 2,2 x 103 CFU/ml 80 ppm 15-30ppt

199

10

Plankton

Chlorophyta, diatom : 50-90% Dinoflagelata,BGA :< 5% Zooplankton : < 10%

1.3. Deskripsi Lokasi dan Waktu Praktik Kerja Lapangan Pengamatan karya ilmiah ini dilaksanakan di wilayah Plasma Pond Blok 4 B module 44 jalur 86 dan 87 PT. Wachyuni Mandira, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Lokasi Pengamatan karya ilmiah tersebut merupakan tempat usaha pembesaran udang putih ( Litopenaeus vannamei) dengan sistim module base, yaitu sistim budidaya udang secara terpadu dengan penerapan biosecurity dalam sebuah module. Pengamatan karya ilmiah dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan, dimulai dari tanggal 27 februari 2013 sampai dengan 24 april 2013.

1.4.Tujuan Pengamatan

Tujuan dilaksanakannya Penulisan Karya ilmiah bagi mahasiswa adalah: 1. Untuk lebih mengetahui, memahami serta dapat menggunakan alat-alat dan perlengkapan dalam budidaya udang. 2. Untuk lebih mengetahui dan memahami laju pertumbuhan udang, khususnya udang putih (Litopenaeus vannamei Bone). 3. Untuk lebih memahami dan mengetahui faktor pendukung pertumbuhan udang. 4. Untuk dapat memahami dinamika sosial petambak dan sekitarnya.

200

BAB II METODE

2.1. Metode Pengamatan Metode pengamatan menggunakan studi kasus melakukan pengumplan data sejumlah unit atau satuan individu dalam waktu yang bersamaan dan merata sehingga menghasilkan gambaran umum dari contoh yang diamati(Muhamad, 1991). Kasus yang diamati yaitu pertumuhan udang putih(litopenaeus vannamei) terhadap parameter pendukungnya.analisi data menggunakan statistik deskriftif. Statistik deskriftif adalah statistik yang tingkat pengerjaannya mencakup cara-cara pengumpulan, menyusun atau mengatur, mengelolah, menyajikan dan menganalisa data angka agar dapat yang memberikan gambaran yang teratur,ringkas dan jelas mengenai keadaan peristiwa atau gejala tertentu sehingga dapat ditarik pengertiaan atau makna teretentu(wirawan,2001).

201

2.1.1. Prosedur sampling udang putih(litopenaeus vannamei)

Prosedur sampling : a. b. c. d. Menyiapkan alat-alat sampling Mencuci jala dan alat sampling yang lain dengan larutan desinfektan. Menyediakan air tambak dalam ember untuk penampungan udang. Melakukan penjalaan hingga mendapatkan udang sebanyak minimal 100 ekor. (Bila untuk memenuhi jumlah tersebut penjalaan harus dilakukan lebih dari satu kali, maka lakukan penjalaan di tempat yang berbeda). Udang dilepaskan dari jala dab dimasukkan ke ember penampung. Memasukkan udang ke kantong strimin. Menimbang udang bersama kantongnya. Menghitung jumlah udang sambil mengamati kondisi ketidaknormalan udang (terutama tail rot, white spot, molting) kemudian kembalikan udang ke tambak. Melakukan pencatatan kondisi abnormal udang yang paling menonjol. Menimbang kantong strimin. Menghitung ABW udang dengan rumus:

e. f. g. h. i. j. k.

a. Menghitung ADG dengan rumus :

ADG =

ABWt1-ABWt2

t2 t1
Keterangan:

t1 : DOC pada saat sampling. t2 : DOC sampling seblumnya. FR% dapat dilihat pada tabel program pakan berdasarkan ABW hasil sampling.

202

Pakan per hari didapat dari data satu hari sebelumnya. Asumsi semua dalam kondisi normal.

2.1.2. Prosedur Sampel Parameter Kualits Air Prosedur pengambilan sample air : a. b. c. d. e. f. g. Siapkan botol 5 ml Siapkan tongkat pengambilan sample Ikat botol sample pada tongkat sample ambil air pada kedalaman 20cm Siapkan pH meter Siapkan hendrefrakto meter Siapakan DO meter Refratofotometer

203

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Pengamatan 3.1.1. Data Utama Data hasil sampling
No Alamat tambak ABW Tanggal sampling 2013 27/2 6/3 13/3 20/3 Doc Doc Doc Doc 28 35 42 49 ADG 27/3 Doc 56 3/4 Doc 63 10/4 Doc 70 17/4 Doc 77 24/4 Doc 84 1/5 Doc 91

204

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

04.86.01 04.86.02 04.86.03 04.86.04 04.86.06 04.86.07 04.86.08 04.86.09 04.86.10 04.86.11 04.86.12 04.86.13 04.86.14 04.86.15 04.86.17 04.86.18 04.86.23 04.86.26 04.87.01 04.87.02 04.87.03 04.87.04 04.87.05 04.87.06 04.87.07 04.87.12 04.87.13 04.87.16 04.87.18 04.87.19

2.60 2.50 2.50 2.50 2.50 2.69 2.65 2.73 2.61 2.78 2.73 2.50 2.61 2.63 2.61 2.61 2.50 2.63 2.63 2.61 2.78 2.78 2.50 2.50 2.50 2.67 2.63 2.78 2.73 3.13

4.00 3.85 3.93 3.93 3.93 4.23 3.82 4.32 3.91 3.89 4.00 3.89 3.94 4.00 3.91 3.96 4.00 4.14 4.07 3.97 4.19 4.17 4.00 4.00 3.93 4.07 4.00 4.19 4.14 4.52

5.56 5.00 4.80 5.00 4.62 5.26 4.76 5.56 5.36 4.55 5.56 5.00 5.19 5.45 5.26 5.56 5.36 5.45 5.00 5.10 4.72 4.44 5.00 4.80 4.00 4.44 4.62 5.00 4.44 5.00

5.63 6.10 5.33 5.11 5.60 6.57 6.33 6.80 6.40 6.67 6.90 6.45 6.64 6.52 6.92 6.95 5.40 5.50 6.17 6.67 6.40 6.60 6.80 6.90 6.00 6.50 6.33 6.50 6.20 6.40

7.00 8.00 8.26 7.20 7.20 8.42 8.38 8.86 8.40 8.50 8.81 8.11 8.33 8.47 8.93 7.35 8.93 7.86 7.60 8.40 8.27 8.50 8.75 8.61 8.20 8.04 8.37 9.11 8.39 8.93

8.39 10.00 10.40 9.09 8.82 10.00 10.00 10.87 10.29 10.00 10.50 10.00 10.33 10.33 11.11 9.26 9.41 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.96 10.90 9.82 9.71 10.40 11.46 10.42 11.20

11.18 11.52 12.29 11.11 10.80 11.39 11.48 12.14 12.60 12.20 12.40 11.67 12.00 11.36 12.99 11.69 11.20 12.00 11.30 11.76 11.72 11.11 12.00 12.00 12.10 12.22 11.95 13.08 12.13 12.67

11.74 13.23 13.50 13.09 11.43 13.00 13.14 13.37 13.17 13.44 14.29 13.33 13.78 14.07 14.29 13.51 13.00 13.02 13.16 13.49 13.08 13.59 14.09 14.06 13.06 13.33 13.40 14.93 14.29 14.29

14.19 15.09 15.94 13.57 13.70 15.38 14.71 15.38 14.71 15.63 16.51 14.93 15.63 16.95 16.13 15.15 14.18 15.47 14.46 15.00 14.74 14.52 16.15 15.21 14.29 15.09 15.15 16.20 16.13 16.22

16.13 17.24 17.50 15.15 14.55 16.39 17.24 17.54 16.67 17.24 17.86 16.39 16.39

0.17 0.18 0.19 0.16 0.16 0.18 0.18 0.18 0.18 0.19 0.20 0.18 0.19 0.20 0.19 0.18

16.57 16.13 17.24 16.17 16.02 17.07 16.97 16.19 16.13

0.17 0.18 0.17 0.18 0.18 0.17 0.19 0.18 0.17 0.18 0.18 0.19

17.86

0.19 0.19

* dalam gram(gr) 3.1.2. Data Penunjang 3.2. Pembahasan 3.2.1. Pertumbuhan Udang Putih(Litopenaeus Vannamei) Tingkat pertumbuhan L. vannamei dipengaruhi oleh 2 faktor : 1. Frekuensi Molting 2. Kenaikan angka pertumbuhan (angka pertumbuhan per kali molting).

205

Karakteristik Pertumbuhan L. vannamei : Tumbuh sgt cepat mencapai MBW 20 gr, naik 3 gr/minggu pd. kepadatan tinggi (100 ekor/m2). Udang betina tumbuh lebih cepat dari udang jantan. Setelah 20 gr pertumbuhannya lambat, hanya naik 1 gr/minggu. Tahan terhadap kisaran salinitas yang luas (2 - 40 ppt), tetapi pertumbuhan akan lebih cepat pada salinitas rendah. Rasa udang dapat dipengaruhi oleh salinitas. Udang yang tumbuh pada salinitas tinggi mempunyai kandungan asam amino bebas lebih tinggi dalam dagingnya yang memungkinkan rasanya lebih manis. Suhu yang optimum adalah 2330 0C

3.2.2. Parameter Kualitas Air Pendukung Untuk Pertumbuhan Udang

a. Transparansi dan Warna Air

Parameter kualitas air ini merupakan pencerminan dari jenis dan kepadatan plankton yang ada. Kepadatan plankton dapat diperkirakan dengan mengukur kecerahan air. Kecerahan yang optimum dalam budidaya udang adalah 40-60 cm (Boyd, 1989). Inti dari pengelolaan parameter ini adalah agar tiap perubahannya dapat diikuti dan diantisipasi agar tidak terjadi stres pada udang yang dibudidayakan, sebagai akibat dari terjadinya blooming plankton dan atau didominansi oleh jenis-jenis plankton yang merugikan seperti; Blue Green Algae dan Dinoflagelata. Blooming plankton menandakan bahwa perairan tersebut didominansi oleh satu jenis plankton, dan mempunyai kecenderungan untuk mati massal. Hal ini yang tidak kita inginkan, mengingat bahwa kondisi ini akan mengakibatkan DO turun drastis, penumpukan bahan organik, yang menyebabkan kualitas udang menjadi turun.

206

b. pH (Potential Hydrogen/Derajat Keasaman) Dalam budiaya udang, kita menginginkan agar nilai pH perairan tambak adalah sama atau mendekati sama dengan nilai pH tubuh udang. Hal ini ditujukan agar udang tidak mengalami stres dalam menyesuaikan pH tubuh dengan lingkungannya. Kita harus menjaga kisaran pH perairan tambak berkisar antara 7,5 8,5 (Suyanto dan Mujiman, 1999). Jika nilai pH perairan tambak berada di bawah kisaran yang distandarkan, maka kita harus menaikkan nilai pH tersebut dengan cara pemberian kapur, demikian sebaliknya jika pH perairan tinggi, kita turunkan misalnya dengan cara pemberian saponin aktif. Pengukuran pH dilakukan setiap 5 hari sekali, pagi dan siang. Jika pH air diluar standar yang ditentukan, akan berdampak pada metabolisme udang, nafsu makan turun, bahkan sampai dengan kematian.

c. DO (Disolved Oxygen / Oksigen Terlarut) Mengelola DO menjadi sangat penting karena DO merupakan salah satu faktor kunci dalam budidaya udang. Kandungan DO pagi hari dalam budidaya udang distandarkan harus di atas 4 ppm, dan siang hari di atas 6 ppm (PT. WM, 2008). Mengelola kandungan DO dalam perairan tambak sangat erat hubungannya dengan jumlah dan jenis phytoplankton, jumlah dan kondisi aerator yang ada, biomass udang, banyak sedikitnya bahan organik dalam tambak, aktivitas bakteri dan lainnya, yang akan mempengaruhi ekosistem dalam tambak. Konsentrasi oksigen terlarut dibawah 4 ppm, akan membuat udang menjadi sulit dalam menangkap oksigen, sehingga udang akan naik ke permukaan air untuk mendapatkan oksigen. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka udang akan mati lemas. Perlakuan yang harus kita lakukan dalam kejadian ini adalah diantaranya dengan memasukkan air dari sub inlet ke tambak, memaksimalkan operasional kincir dan memberikan kapur agar proses respirasi selain udang

207

menjadi terhambat. Resiko terbesar dalam kegagalan mengelola parameter ini adalah udang mati massal karena haemocyanin udang tidak bisa membawa oksigen yang cukup untuk diedarkan ke seluruh tubuh.

d. Salinitas (Kadar Garam). Salinitas lingkungan yang optimal (15-30 ppt) dibutuhkan udang untuk menjaga kandungan air dalam tubuhnya (terutama sel tubuh) agar dapat melangsungkan proses metabolisme dengan baik. Dinding sel bersifat semipermeable. Jika kadar garam dalam sel lebih tinggi dari lingkungannya, maka air dari lingkungan akan masuk ke dalam sel. Demikian sebaliknya jika kadar garam lingkungannya lebih besar dari sel tubuh, maka cairan dalam sel akan tertarik keluar sehinggan udang akan mengeluarkan banyak energi untuk mempertahankan cairan dalam tubuhnya. Untuk itu perlu menjaga kadar garam perairan tambak, terutama jika terlalu tinggi. Kadar garam yang optimal bagi pertumbuhan udang vannamei adalah berkisar antara 15 25 ppt (Boyd, 1989). Hal yang dapat kita lakukan jika kadar garam perairan tambak terlalu tinggi adalah dengan lebih sering mengganti air. Selain seperti yang telah dijelaskan dalam diskripsi di atas, nilai salinitas yang tinggi akan membuat frekuensi molting udang menjadi lebih panjang, yang berakibat pertumbuhan udang menjadi lambat.

e. Suhu (Temperatur) Suhu perairan sangat mempengaruhi kondisi udang terutama nafsu makannya. Hal ini berkaitan dengan proses metabolisme tubuh udang. Semakin tinggi suhu perairan, semakin tinggi pula proses metabolisme dalam tubuh udang. Sebaliknya jika suhu perairan sangat rendah, maka proses metabolisme tersebut akan terhambat sehingga udang tidak mau makan. Penggunaan aerator yang optimal akan membantu menjadikan perairan mempunyai suhu yang homogen antara lapisan atas perairan, tengah dan dasar, sehingga tidak akan terjadi stratifikasi suhu. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan udang adalah berkisar antara 28 30 0 C.

208

Pengukuran suhu dilakukan tiap 5 hari sekali, pagi dan siang. Jika suhu perairan rendah (< 28 0 C), maka nafsu makan udang melambat karena proses metabolismenya terhambat. f. Total Ammonia Nitrogen (TAN) Pengukuran TAN bertujuan untuk mengetahui kandungan ammoniak dalam tambak sebagai sisa hasil metabolisme udang, plankton mati, input bahan organik serta sisa pakan yang tidak terurai. Kadar TAN maksimal dalam tambak adalah 2 ppm. Jika nilai TAN tinggi, berarti sisa bahan organik dalam tambak tidak terurai dengan baik dan tambak harus segera disiphon. Pengukuran TAN dilakukan setiap 5 hari sekali, pagi hari. Sifat udang yang ammonothelic, mengharuskan untuk meminimalkan kandungan TAN dan NH3 dalam perairan. Dengan kandungan TAN dan NH3 yang tinggi, ditambah dengan nilai pH dan suhu yang tinggi, maka daya racun amoniak akan menjadi berlipat. Resiko terbesarnya adalah udang keracunan amoniak sehingga berenang tidak tentu arah dan akhirnya mati.

g. Amoniak Bebas (NH3) Amoniak bebas ini terbentuk karena proses penguraian bahan organik tidak berjalan dengan baik. Seperti diketahui bahwa dalam budidaya udang, pakan yang diberikan mengandung kadar protein yang tinggi. Sedangkan udang yang dibudidayakan mempunyai sistim pencernaan yang sangat sederhana, sehingga kotoran udang masih mengandung kadar protein yang tinggi. Sisa pakan yang tidak terkonsumsi dan kotoran udang akan menumpuk menjadi bahan organik dengan kadar protein tinggi. Jika protein tersebut tidak terurai dengan baik, maka kandungan amoniak dalam perairan tambak akan tinggi. Kadar amoniak bebas dalam perairan tambak udang yang distandarkan adalah maksimal 0,01 ppm. Jika lebih dari itu, dasar tambak harus disiphon. Pengukuran kadar amoniak bebas dilakukan tiap 5 hari sekali, bisa bergabung dengan pengukuran TAN atau diukur tersendiri menggunakan Ammonia Test Kit.

h. Alkalinitas

209

Alkalinitas adalah jumlah basa yang terdapat dalam air. Basa yang dimaksud adalah karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-) dan hidroksida (OH-) (Ahmad, T. 1992). Alkalinitas menjadi kunci penting dalam kualitas air karena kemampuannya dalam menyangga perubahan pH karena penambahan asam, tanpa menurunkan nilai pH. Untuk itu, selain pengukuran alkalinitas total, diukur pula alkalinitas bikarbonat, yang nilainya distandarkan sama atau sedikit lebih rendah dari nilai alkalinitas total ( 70 persen dari nilai alkalinitas total). Standar nilai alkalinitas dalam perairan tambak adalah 80 ppm (PT. WM, 2008). Jika air tambak mempunyai nilai alkalinitas dibawah standar, maka yang kita lakukan adalah aplikasi kapur Dolomit, bakteri pengurai dan penambahan fermentasi. Pengukuran alkalinitas dilakukan tiap 5 hari sekali. Jika alkalinitas berada di bawah standar yang ditentukan, maka tidak ada lagi unsur yang dapat menyangga perubahan pH. Dengan demikian maka fluktuasi pH pagi dan siang akan menjdi tinggi. Nilai maksimal dari fluktuasi pH adalah 0,5. Jika fluktuasinya di atas itu, maka udang akan kehabisan energi dalam menyeimbangkan nilai pH tubuh dengan nilai pH lingkungan. Udang akan stres, pertumbuhan lambat, bahkan kematian.

210

211

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan 1. Setelah diadakan praktik kerja lapangan mahasiswa telah memahami serta dapat menggunakan alat-alat dan perlengkapan budidaya dengan baik dan benar. 2. Mahasiswa telah memahami laju pertumbuhan udang, khususnya udang putih (Litopenaeus vannamei). 3. Mahasiswa telah memahami faktor pendukung pertumbuhan udang. 4. Mahasiswa telah memahami dinamika sosial petambak dan sekitarnya.

4.2. Saran

1. Untuk mendapatkan tingkat laju (ADG) udang yang optimal, sebaiknya jangan mengabaikan para meter kualitas air, khususnya pada prosedur sampling. 2. Sampling merupakan kegiatan yang sangat penting untuk mengetahui laju pertumbuhan udang.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T. 1992. Pengelolaan Mutu Air Untuk Budidaya Ikan. Balai Penelitian Perikanan

212

Budidaya Pantai, Departemen Pertanian. Jakarta.

Boyd, C.E. 1989. Water Quality in Pond for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Alabama.

Mujiman, A. Dan SR. Suyanto. 2001. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

PT. Wachyuni Mandira. 2010. Standar Operasional dan Prosedur. Tidak Dipublikasikan. Sumatera Selatan.

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang.

213

PROSPEK BUDIDAYA IKAN LELE DI KABUPATEN BANGKA MELALUI MEDIA BUDIDAYA WARING DAN KOLAM TERPAL

Muhammad Yusuf Program Studi Agribisnis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Terbuka yusufsiahaan7@gmail.com

Abstrak

Provinsi Bangka Belitung merupakan kawasan pertambangan timah, hal ini berdampak dengan banyak sekali peninggalan kolong atau genangan air yang relatif banyak dan luas sebagai dampak dari sisa-sisa pertambangan yang sudah tidak produktif lagi. Dikabupaten Bangka sudah mulai banyak petani ikan yang bermunculan sebagai imbas dari dampak tersebut. Salah satunya adalah budidaya ikan lele dengan media waring (Karamba Jaring Apung). Provinsi Bangka Belitung juga merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang daerahnya merupakan daerah kepulauan. Sehingga diperlukan suatu metode budidaya ikan yang efektif dikembangkan di daerah dengan keterbatasan lahan. Salah satu metode budidaya yang bisa diterapkan adalah metode budidaya dengan kolam terpal. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan tentang prospek budidaya ikan lele di Kabupaten Bangka melalui media budidaya waring dan kolam terpal. Salah satu keunggulan budidaya lele dengan media waring adalah dalam hal pemanenan yang lebih mudah dilakukan. Sedangkan keunggulan budidaya ikan lele menggunakan media kolam terpal antara lain dapat diterapkan pada lahan yang sempit. Kata Kunci: Ikan Lele, Waring, Kolam Terpal

Pendahuluan

214

Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan, baik di wilayah perairan tawar (darat), payau maupun perairan laut. Hal ini didukung oleh potensi perairan umum yang begitu luas dan belum dimanfaatkan untuk usaha perikanan secara optimal. Ikan lele merupakan salah satu komoditas air tawar yang memiliki daya serap pasar yang tinggi, bila potensi tersebut dimanfaatkan secara optimal dan benar, maka akan dapat meningkatkan pendapatan petani ikan, membuka lapangan kerja, memanfaatkan daerah potensial, meningkatkan produktifitas perikanan, meningkatkan devisa negara, serta membatu menjaga kelestarian sumberdaya hayati. Ikan lele mempunyai kelebihan dan keunggulan yang khas, bila dibandingkan dengan ikan air tawar yang lainnya, yaitu pemeliharaan yang murah, mudah, serta dapat hidup di air yang kurang baik, cepat besar dalam waktu yang relatif singkat, kandungan gizi yang tinggi dalam setiap ekornya, juga memiliki rasa daging yang khas dan lezat yang tidak terdapat pada ikan lainnya (Anonim, 2012). Konsumsi ikan lele pada beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Kalau dahulu ikan lele dipandang sebagi ikan murahan dan pada umumnya hanya dikonsumsi oleh keluarga petani saja, sekarang ternyata konsumennya makin meluas. Rasa dagingnya yang khas dan cara memasak dan menghidangkannya yang secara tradisional itu ternyata sekarang menjadi kegemaran masyarakat luas. Bahkan banyak pula restoran besar yang menghidangkannya. Oleh karena itu harga ikan lele meningkat. Hal itu telah menjadi perangsang bagi petani ikan untuk membudidayakan ikan lele secara intensif. Semula pemeliharaan ikan lele hanyalah sebagai kegiatan sambilan saja, dipelihara di dalam kolam-kolam pekarangan menampung air limbah rumah tangga karena ikan lele bersifat tahan hidup di dalam lingkungan yang kotor dan kekurangan oksigen akibat proses pembusukan yang terjadi. Sekarang para petani terdorong untuk memproduksikan lele lebih banyak, maka teknik pemeliharaannya pun ditingkatkan. Kolam yang dipergunakan lebih luas, walaupun masih berupa kolam pekarangan. Airnya diusahakan dari air irigasi yang memungkinkan adanya pergantian air, sehingga kondisinya lebih segar. Dalam suasana air yang segar, pertumbuhan ikan lele menjadi lebih cepat. Berhubung pengembangan yang intensif bagi pemeliharaan ikan lele ini baru dalam tingkat permulaan, maka produksi benih maupun ikan konsumsi masih rendah. Untuk itu perbaikan-perbaikan teknis terus-menerus perlu dilakukan baik oleh para petani sendiri maupun oleh lembaga-lembaga pemerintah. Perbaikan teknis itu akan meliputi segala aspek budidaya seperti konstruksi kolam, mutu air, makanan tambahan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, bahkan telah mulai diteliti cara pemijahan dengan rangsangan hormon. Hasil penelitian-penelitian tersebut diharapkan

215

sekali untuk dapat dipraktekkan (Anonim, 2012). Selain itu sehubungan dengan hal tersebut diatas banyak sekali metode atau teknik budidaya ikan lele yang saat ini dijalankan oleh para pembudidaya ikan lele. Di Kabupaten Bangka sendiri juga banyak metode budidaya yang sekarang ini dijalankan oleh pembudidaya ikan, diantaranya adalah budidaya ikan lele dengan media kolam semen, budidaya ikan lele dengan media kolam terpal, budidaya ikan lele dengan kolam tanah, budidaya ikan lele dengan media waring, dan lain sebagainya. Tulisan ini lebih lanjut akan membahas bagaimana prospek budidaya ikan lele di Kabupaten Bangka, khususnya yang menggunakan metode budidaya kolam terpal dan metode budidaya menggunakan waring, bagaimana langkah-langkah yang digunakan petani ikan lele di kabupaten Bangka, dan bagaimana kendala, hambatan dan solusi yang selama ini digunakan para pembudidayaikan lele di Kabupaten Bangka.

Kelebihan Budidaya Ikan Lele Budidaya ikan lele, baik lele lokal maupun lele dumbo, sudah lama dikenal dan digeluti masyarakat Indonesia. Dibandingkan dengan budi daya ikan air tawar lainnya, minat masyarakat untuk membudidayakan ikan tidak bersisik ini memang lebih tinggi dan lebih merata di berbagai daerah (Thalib, 2011). Hal ini karena banyak keuntungan yang dapat diperolah seseorang dengan membudidayakan lele. Dengan kata lain, prospek bisnis budi daya lele cukup menjanjikan. Keuntungan membudidayakan lele antara lain karena lele termasuk ikan yang terkenal "tahan banting, waktu pemeliharaan lebih singkat, dan teknik budidaya yang sederhana. Untuk dapat bertahan hidup, lele tidak memerlukan kondisi atau persyaratan air khusus seperti halnya ikan air tawar Iainnya (ikan bersisik). Ikan air tawar Iain memerlukan oksigen terlarut dalam air yang cukup, sedangkan lele tidak terlalu membutuhkannya. Lele bahkan bisa menghirup oksigen di udara dengan cara menyembul ke permukaan air, karena lele memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut labirin atau arborescent. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh ikan bersisik. Kemampuan Ikan lele seperti disebut di atas membuat ikan ini dapat dibudidayakan hampir di setiap daerah dan di sembarang tempat (Jonathan, 2011). Hal ini cocok dengan kondisi kualitas air yang ada dikabupaten Bangka yang relatif kurang baik, karena cenderung bersifat asam (pH rendah), sehingga hal itu menjadikan salah satu alasan pemilihan ikan lele sebagai salah satu jenis ikan yang dibudidayakan. Masa pemeliharaan lele lebih singkat dibandingkan dengan masa pemeliharaan ikan air tawar Iainnya, baik pembenihan maupun pembesaran. Sebagai contoh, budidaya

216

pembesaran lele yang dilakukan secara intensif hanya membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi, tergantung padat penebarannya. Kondisi di atas berbeda dengan ikan air tawar lainnya yang memerlukan waktu pemeliharaan relatif lebih lama. Ikan nila misalnya, memerlukan waktu sekitar 5 - 6 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi. Sementara itu, gurami membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk panen ukuran konsumsi (Jonathan, 2011). Dengan masa pemeliharaan yang singkat secara otomatis pemanenan ikan akan lebih cepat dilakukan dan pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan lele cepat terpenuhi. Hal ini juga kemungkinan yang menjadi alasan petani ikan di Kabupaten Bangka memilih ikan lele sebagai ikan budidaya karena kebutuhan pasar yang cenderung semakin meningkat. Seperti yang diungkapkan oleh Lembaga Pengembangan Bisnis dan Investasi Daerah bahwa kebutuhan lele dumbo di Bangka diperkirakan akan meningkat karena cuaca buruk, sehingga banyak nelayan tidak bisa melaut. Selain itu, rusaknya ekosistem laut karena aktivitas penambangan bijih timah menjadikan wilayah tangkap ikan semakin jauh. Dibandingkan dengan budi daya ikan bersisik, teknik yang digunakan pada pemeliharaan lele cukup sederhana. Peralatan dan bahan yang dipakai pun terbilang mudah ditemukan di sekitar kita. Dalam hal pergantian air pun, tak harus sesering seperti membudidayakan ikan bersisik. Bahkan pada tahap pembesaran selama 10 hari pertama sejak penebaran, dianjurkan untuk tidak mengganti air sama sekali. Pembesaran lele tidak memerlukan sistem air deras seperti yang dilakukan pada pembesaran ikan mas. Kemungkinan hal ini juga yang menjadi alasan petani ikan di Kabupaten Bangka memilih ikan lele, karena sebagian petani di Kabupaten Bangka merupakan petani yang memulai bisnis secara otodidak, dan juga sebagian lagi merupakan petani ikan sambilan yang hanya memiliki waktu sedikit, sehingga dengan sifat pemeliharaan yang mudah dan sederhana akan mampu diterapkan oleh semua orang.

Budidaya Ikan Lele melalui Media Waring Provinsi Bangka Belitung merupakan kawasan pertambangan timah, hal ini berdampak dengan peninggalan kolong atau genangan air yang relatif banyak dan luas sebagai dampak dari sisa-sisa pertambangan yang sudah tidak produktif lagi. Untuk itu diperlukan suatu bentuk usaha agar genangan air sisa penambangan dapat dimanfaat dan dioptimalkan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan budidaya ikan dengan media waring. Langkah-langkah yang digunakan petani ikan dalam memulai usaha budidaya ikan lele dengan metode waring antara lain teknis pembuatan waring

217

sederhana, teknis budidaya pembesaran, teknis sortir, teknis panen, dan analisis usaha. Teknis Pembuatan Waring Kerangka waring sederhana ini terbuat dari balok kayu dan bambu. Berbeda dengan waring pada umumnya yang memakai drum atau jerigen sebagai pelampungnya. waring sederhana ini memakai balok kayu sebagai bahan tiangnya, sedangkan bambu besar sebagai pelampung dan bambu sedang sebagai pegangan bibir keramba bagian atas. Perakitan kerangka waring dilakukan di dalam kolam sehingga bentuk dan daya apungnya langsung terlihat saat perakitan. Pengikatan kayu dan bambu tersebut dilakukan dengan cara dipaku dan juga dibantu dengan tali-temali agar lebih kuat. Setelah kerangka waring selesai, waring sebelumnya sudah disiapkan dapat dipasang. Waring yang sudah siap pakai bisa dibeli di pedagang jaring/waring yang memang mengerjakan pembuatan waring. Setelah proses ini, yang harus diperhatikan adalah proses perendaman jaring. Waring yang sudah jadi jangan langsung ditebar bibit, karena mulut lele akan luka akibat kebiasaannya sendiri yang suka menghisap pinggiran kolam untuk mencari makan. Dalam hal ini jaring yang baru masih bersifat tajam, sehingga harus direndam sekitar satu bulan agar dinding jaring terlapisi oleh lumut. Teknis Budidaya Pembesaran Setelah proses pembuatan waring selesai, maka penebaran bibit dapat dilakukan. Bibit yang baru datang sebaiknya dilakukan peng-adaptasi-an dengan suhu air kolam yang akan dihuni dengan cara mengapung-apungkan bibit yang masih berada di dalam kantong oksigen selama beberapa saat. Proses ini bertujuan agar bibit tidak "kaget" saat dimasukkan ke kolam yang kemungkinan mempunyai perbedaan kualitas dari kolam asal, baik suhu, maupun PH-nya. Pemberian pakan pertama sebaiknya dilakukan minimal 12 jam pasca tebar bibit, atau setelah bibit tersebut beradaptasi dengan hunian barunya. Pakan yang diberikan sebaiknya pelet khusus lele yang bermutu tinggi, terutama pada awal-awal masa budidaya. Jika berniat memberi pakan tambahan atau alternatif, usahakan setelah lele berumur lebih dari satu bulan. Hal ini dikarenakan lele yang masih kecil sangat rawan dan metabolismenya belum stabil. Pertimbangan lain adalah karena pakan alternatif cenderung menurunkan kualitas air kolam, sehingga jika lele belum kuat maka akan terjadi kematian masal. Pemberian pakan dilakukan 2 kali per hari, yaitu pagi jam 6-7, dan sore jam 4-5. Untuk mempercepat pertumbuhan, pemberian pakan bisa dilakukan 3 kali per hari yaitu ditambah malam hari jam 22-23. Usahakan porsi pemberian pakan malam hari lebih banyak dari porsi pagi dan sore karena pertumbuhan lele lebih pesat pada saat malam hari dibanding siang hari. Waktu pemberian pakan harus tepat waktu. Pemberian pakan yang molor dari waktunya akan

218

menimbulkan sifat kanibalisme lele. Lele yang besar dan kuat akan memangsa yang kecil atau lemah sehingga tanpa kita sadari populasi kolam lama- kelamaan akan berkurang dan berdampak pada rendahnya hasil panen. Teknis Sortir Dalam budidaya pembesaran lele, penyortiran bisa dikatakan "wajib". Sedikit saja kita lalai menyortir, maka dampak yang akan terjadi adalah hilangnya sebagian populasi kolam karena kanibalisme. Penyortiran pertama dilakukan saat bibit berumur 2-3 minggu setelah tebar. Disini akan terlihat ada beberapa lele yang pertumbuhannya "bongsor", berbeda dari mayoritas populasi. Pada tahap ini, si "bongsor" harus segera disingkirkan dari kolam untuk meminimalisir kanibalisme. Penyortiran kedua bisa dilakukan 2 minggu setelah sortir pertama atau bila terlihat ketidakseragaman populasi kolam. Hal ini bisa dilihat pada saat pemberian pakan. Hal yang harus diperhatikan benar adalah jangan sampai menyepelekan sortir pertama dan langsung melakukan sortir kedua. Jika lalai menyortir pada fase pertama, hampir setengah populasi hilang, sementara akan dijumpai beberapa ekor lele "raksasa", yang menjadi penyebab hilangnya setengah populasi kolam. Proses sortir dalam budidaya pembesaran lele dengan waring sangat mudah, yaitu dengan menggulung jaring dengan batang bambu ke salah satu sisi. Lele akan terkumpul dan proses sortir dapat segera dilakukan dengan bak sortir ataupun manual. Teknis Panen Dengan media waring, proses panen menjadi lebih mudah dan cepat karena tidak perlu lagi menguras air kolam, cukup dengan menggulung jaring seperti pada proses sortir. Bedanya kalau proses sortir, lele yang diambil dilakukan pemilahan, sedangkan pada saat panen, lele yang diambil langsung ditimbang dan diantar ke pengepul atau agen.

Analisa Usaha Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petani ikan lele yang menggunakan metode waring, berikut ini adalah analisa usaha budidaya ikan lele dengan metode waring. a. Biaya investasi Merapikan Kolong Ukuran 10m x20m Rp. 1.000.000 (Sewa Ekskapator/ PC)

219

Pembelian Waring / Jaring Ukuran 2m x4m x 1m (10 Unit) @ Rp. 300.000 Biaya Merangkai Waring (KJA) JUMLAH

Rp. Rp. Rp.

3.000.000 600.000 4.600.000

b. Biaya Variabel Benih 3000 ekor/ Waring x 10 unit Pakan Ikan Rucah 6000 Kg x Rp. 2000 Pelet 5 karung @ Rp. 250.000 JUMLAH

Rp. Rp. Rp. Rp.

9.000.000 12.000.000 1.250.000 12.250.000

c. Panen 3000 Kg x Rp. 20.000

Rp.

60.000.000

Budidaya Ikan Lele melalui Media Kolam Terpal Di Kabupaten Bangka khususnya, telah banyak petani ikan lele yang menggunakan metode budidaya media kolam terpal. Hal ini dilakukan selain karena keterbatasan lahan juga disebabkan karena kondisi tanah di Kabupaten Bangka yang cenderung bertekstur pasir. Dengan demikian budidaya dengan media kolam terpal adalah salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Berikut ini adalah langkah-langkah budidaya ikan dengan media budidaya kolam terpal. Teknis Persiapan Kolam Terpal Kolam atau bak beton berlapis terpal bisa berupa kolam yang dibangun di atas permukaan tanah atau kolam yang dibangun di bawah permukaan tanah. Kolam yang akan dilapisi terpal dibersihkan dari benda-benda yang mengganggu, kemudian pastikan dasar kolam tidak mengandung air, sehingga terpal tidak akan menggelembung. Apabila kolam sangat luas, terpal dapat disambung dengan cara dipres. Kemudian terpal dipasang hingga rapat ke tepid an dilipat bagian sudutnya agar terlihat rapi. Bagian atas terpal dijepit dengan kayu atau ditindih dengan batako. Terakhir pipa paralon atau PVC ditempatkan pada tempat yang ditentukan. Apabila semua proses tersebut telah dilakukan, kolam siap diisi air. Persiapan kolam untuk budidaya lele dikolam terpal meliputi pembersihan dasar dan pinggir kolam, desinfeksi, pengisian air serta pemupukan. Teknis Penebaran Benih Penebaran benih dilakukan pada pagi/sore hari. Pada kedua kondisi ini

220

umumnya perbedaan nilai suhu air pada permukaan dan dasar kolam tidak terlalu besar. Jika perbedaan suhu air wadah benih dan air kolam tebar cukup signifikan, maka perlu dilakukan upaya penyamaan suhu air wadah benih secara bertahap terlebih dahulu agar benih tidak stress saat ditebarkan. Teknis Pemberian Pakan Dalam budidaya ikan dengan kolam terpal dapat digunakan pakan berupa pakan buatan seperti pellet atau bisa juga digunakan pakan dengan menggunakan ikan rucah. Di Kabupaten Bangka banyak ikan rucah sisa dari limbah usaha perikanan. Teknis Panen Pemanenan ikan dikolam terpal bisanya dilakukan dengan cara panen sortir atau dengan panen sekaligus. Panen sortir adalah dengan memilih ikan yang sudah layak untuk dikonsumsi atau sudah sesuai dengan keinginan pasar, kemudian ukuran yang kecil dipelihara kembali. Sedangkan panen sekaligus biasanya dengan menambah umur ikan agar ikan dapat dipanen semua dengan ukuran yang sesuai keinginan pasar. Ikan lele yang sudah dipanen kemudian dikemas dalam plastik untuk di jual. Analisa Usaha Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petani ikan lele yang menggunakan metode kolam terpal, berikut ini adalah analisa usaha budidaya ikan lele dengan metode kolam terpal.

a. Biaya investasi Pembuatan Bak terpal 4m x 6mx 1m Pembuatan Bak terpal 2m x 4mx 1m (2 unit) JUMLAH

Rp. Rp. Rp.

1.660.000 2.650.000 4.310.000

b. Biaya Variabel Benih 4000 ekor (uk. 5-7 cm) @Rp. 300 Pakan Ikan Tenaga Kerja 3 Bulan JUMLAH

Rp. Rp. Rp. Rp.

1.200.000 3.897.000 1.500.000 6.597.000

c. Panen 482 Kg x Rp. 20.000

Rp.

9.640.000

221

Hambatan dan Solusi Budidaya Ikan Lele Pada umunya kendala-kendala yang dihadapi oleh para petani ikan lele adalah masalah serangan penyakit. Berikut ini beberapa penyakit yang sering menyerang lele. Penyakit Kuning Penyebabpenyalit ini kurang begitu pasti, ada yang berpendapat karena kerusakan hati, stress, dan lain-lain. Gejalanya sangat jelas yaitu tubuh lele kuning dan gerakannya lambat. Bila didiamkan saja lama-kelamaan lele semakin lemah dan kemudian mati karena dimangsa oleh teman-temannya. Selain itu juga bisa menulari lele lain yang berada dalam kolam tersebut. Solusi yang diambil bila terjadi lele kuning biasanya adalah dengan segera mengambilnya dan mengkarantina di kolam lain yg kualitas airnya bagus, 3-5 hari kemudian lele tersebut akan normal kembali dan sehat. Ada pendapat lain yaitu dengan mencelupkannya ke dalam kobakan lumpur selama beberapa hari maka lele kuning akan pulih dari sakitnya. Penyakit Kembung Beberapa pendapat menyatakan bahwa lele kembung disebabkan karena stress terhadap perubahan suhu air yang drastis & naiknya amoniak dari dasar kolam. Lele kembung merupakan penyakit yang bisa menimbulkan kematian masal dalam budidaya lele. Dari pengalaman petani, terapi yang bisa diberikan bila terjadi lele kembung adalah dengan memberikan obat yang dicampur kedalam pakan. Hal ini berlaku untuk lele yang sudah agak besar. Jika lele masih berupa bibit, maka lebih baik obat tersebut di taburkan ke dalam air kolam. Sebaiknya jika memungkinkan sebelum pengobatan dilakukan penggantian air baru. Ada beberapa obat yang bisa dipakai dalam kasus ini, misalnya: Supertetra, Inrofloxs dari boster, dan masih banyak lagi di pasaran. Lele menggantung berdiri di permukaaan kolam Penyakit ini disebabkan turunnya kualitas air kolam. Keadaan ini bisa disebabkan karena penumpukan kotoran dan sisa pakan atau bisa disebabkan karena air baku yang kurang baik, misalnya kandungan logamnya terlalu tinggi, sehingga kualitas air hanya bertahan beberapa hari saja. Biasanya keadaan ini sudah bisa teratasi dengan melakukan penggantian air secara total. Sirip luka-luka merah dan mulut putih Kemungkinan timbulnya penyakit ini disebabkan oleh bakteri dalam kolam budidaya. Solusinya bisa dicoba dengan mengganti air baru secara total, kemudian menyiapkan larutan air dan inrofloxs atau supertetra dan menyebarkannya ke air kolam

222

untuk membasmi bakteri-bakteri penyabab penyakit tersebut.

Kesimpulan dan Saran Di Kabupaten Bangka sudah mulai banyak orang yang bertani ikan sebagai imbas dari dampak penambangan timah. Salah satunya adalah pembudidaya ikan lele dengan media waring. Selain itu banyak juga petani yang menggunakan metode budidaya media kolam terpal. Hal ini dilakukan selain karena keterbatasan lahan juga disebabkan karena kondisi tanah di Kabupaten Bangka yang cenderung bertekstur pasir. Sehingga budidaya dengan media kolam terpal adalah salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Budidaya lele memiliki beberapa kelebihan, antara lain lele merupakan ikan yang kuat dan tidak terlalu rentan penyakit, teknik pmeliharaannya cukup singkat, dan sederhana. Namun demikian, beberapa penyakit dapat saja terjangkit pada lele, seperti penyakit kuning, kembung, badan menggantung dan luka pada sirip dan mulut. Untuk ke depan, dianjurkan bahwa sebelum memulai usaha budidaya ikan lele sebaiknya tetapkan dulu tujuan budidaya yang akan dilakukan, yaitu budidaya untuk pembibitan atau untuk konsumsi. Seiring banyaknya peminat bisnis ternak lele dan potensi pasar yang meningkat maka makin besar pula permintaan bibit maupun lele konsumsi untuk untuk dikembangbiakkan. Oleh sebab itu, prospek pembibitan dan budidaya pembesaran ikan lele juga menjadi salah satu peluang bisnis yang cukup baik.

Daftar Pustaka Anonim. 2012. Teknik pemijahan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) secara induced breeding di Balai Benih Ikan (BBI) Kabupaten Sekadau. http://munirperikanan.blogspot.com/2012/12/pemijahan-lele-dumbo.html. Diakses tanggal 6 Mei 2013. Jonathan, B. 2011. Keuntungan memilih usaha budidaya ikan. http://pertenakanikan. blogspot.com/2011/11/keuntungan-memilih-usaha-budidaya-ikan.html. Diakses tanggal 6 Mei 2013. Thalib, E. A. (2011). Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Pusat Penyuluh Kelautan dan Perikanan Kementrian kelautan dan Perikanan.

223

PENGARUH PELATIHAN DINAMIKA KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KERJA SAMA KELOMPOK TANI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KARET (HAVEA BRAS ILIENSIS) DI DESA PERDAMAIAN KECAMATAN SINGKUT KABUPATEN SAROLANGUN

SARANA NIM : 013141988

Abstract

Pelatihan dinamika kelompok tani ini sejalan dengan upaya peningkatkan produktivitas karet di tingkat petani yang dibutuhkan upaya pembinaan petani melalui wadah kelompok tani. Pelatihan dinamika kelompok bertujuan untuk meningkatkan kerja sama anggota dalam kelompok dengan mengenali kemampuan yang dimiliki sendiri dan anggota lainnya Tujuan dari penelitaian ini adalah untuk mengetahui (1) sejauh mana Pelatihan Dinamika Kelompok meningkatkan kerjasama kelompok tani karet di Desa Perdamaian Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun, (2) pengaruh peningkatan kerjasama terhadap peningkatan mutu dan jumlah getah karet yang diproduksi (3) pengaruh peningkatan kerjasama terhadap biaya produksi getah karet. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan keterampilan (skill) (Thomas 2008, danSlamet 2010). Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan melakukan survey. Adapun proses pengumpulan data yaitu dengan mengumpulkan data primer (kuesionerdaninterview ) dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa Satu, Pelatihan Dinamika Kelompok meningkatkan pengetahuan anggota kelompok tentang pentingnya penguatan kelembagaan kelompok yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku (kesadaran) untuk meningkatkan keterampilan baik itu hal yang bersifat administrasi kelembagaan maupun teknis budidaya (pengelolaan); Dua, Pelatihan Dinamika Kelompok meningkatnya pengetahuan dan tumbuhnya kesadaran yang mendorong para anggota kelompok untuk menjaga standar kualitas (mutu) dan produksi getah karet; Tiga, Pelatihan Dinamika Kelompok menunmbuh

224

kembangkan kerjasama (kekompakan) yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap peningkatan effektifitas dan effisiensi produsi getah karet (Havea Brasiliensis). Empat, menunjukan bahwa hipotesis Meningkatnya kerjasama kelompok tani akan meningkatkan produktivitas getah karet dapat diterima. Keywords : Pelatihan Dinamika Kelompok, Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan, Produktivias Karet I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sarolangun dari tahun ke tahun menunjukan adanya peningkatan yang cukup signifikan terutama dari sektor non migas yang ditunjukan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lima tahun terakhir yang terus mengalami peningkatan. Produksi non migas hampir secara keseluruhan didominasi oleh komoditas perkebunan yaitu produksi tanaman sawit dan karet. Seiring dengan hal tersebut Pemerintah Kabupaten Sarolangun melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan bersama Badan Penyuluhan Pertanian terus berkomitmen untuk mempertahankan dan terus berupaya meningkatkan dua komoditas andalan tersebut melalui upaya pembinaan yang simultan terhadap para petani sawit dan karet. Upaya pembinaan yang dilaksanakan mengarah pada peningkatan kapasitas dan kapabilitas petani terutama petani karet untuk terus secara dinamis meningkatkan produktivitasnya. Komoditas karet merupakan salah satu produk unggulan perkebunan di Kabupaten Sarolangun yang menunjang perekonomian masyarakat di tingkat pedesaan.Hal ini memicu masyarakat untuk memperluas areal perkebunan rakyat dengan kegiatan pembukaan kebun karet baru yang ternyata tidak hanya berdampak pada pola kegiatan perekonomian masyarakat saja tetapi juga berimbas pada aktivitas konversi lahan yang dulunya hutan. Berdasarkan data statistik (2010 potensi perkebunan karet rakyatvdi Kabupaten Sarolangun cukup menjanjikan dengan luas tanaman seluas 118.399 Ha dengan capaian produksi kurang lebih 54.224 ton. Dengan potensi tersebut tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi petugas penyuluh lapangan dalam membina petani karet untuk meningkatkan produktivitas karet melalui upaya pambinaan kelompok tani karet untuk menjadi kelompok mandiri. Sebagai salah satu upaya terobosan dalam meningkatkan kerjasama kelompok tani, mulai dari tahun 2005 sampai dengan sekarang telah dilakukan Pelatihan Dinamika Kelompok bagi petani karet.

225

Pelatihan dinamika kelompok tani ini sejalan dengan upaya peningkatkan produktivitas karet di tingkat petani yang dibutuhkan upaya pembinaan petani melalui wadah kelompok tani. Pelatihan dinamika kelompok bertujuan untuk meningkatkan kerja sama anggota dalam kelompok dengan mengenali kemampuan yang dimiliki sendiri dan anggota lainnya. Hal ini erat kaitannya dalam upaya peningkatan kinerja petani dalam meningkatakan produktivitas hasil panen karet baik kuantitas maupun kualitas nya.

1.2. Perumusan Masalah Menurut Suhardiyono (1992), dinamika kelompok tani adalah gerakan bersama yang dilakukan oleh anggota kelompok tani secara serentak dan bersama-sama dalam melaksanakan seluruh kegiatan kelompok tani dalam mencapai tujuannya yaitu peningkatan hasil produksi dan mutunya yang gilirannya nanti akan meningkatkan pendapatan mereka. Dalam pelaksanaan pelatihan dinamika kelompok, beberapa literatur mengemukakan unsur-unsur dinamika kelompok yang menjadi kekuatan-kekuatan atau penggerak dalam kelompok ditinjau dari psikologi sosial berfungsi sebagai sumber energi bagi kelompok yang bersangkutan. Adanya keyakinan yang sama akan menghasilkan kelompok yang dinamis. Namun demikian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pelatihan dinamika kelompok terhadap peningkatan kerjasama kelompok terutama bagi petani karet belum teruji secara empiris melalui hasil studi atau penelitian.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum

Peran sub-sektor perkebunan sangat besar bagi perekonomian Kabupaten Sarolangun maupun Propinsi Jambi. Karet adalah salah satu komoditas perkebunan andalan bagi Kabupaten Sarolangun, serta berperan besar sebagai sumber pendapatan daerah dan juga sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya. Perkebunan karet rakyat sangat dominan dengan luas 118.399 ha dan jumlah produksi 54.224 ton/tahun (BPS Sarolangun, 2010). Karena itu pemerintah Kabupaten telah memberikan perhatian sangat besar terhadap pembangunan karet rakyat.

226

Dari beberapa literature hasil penelitian tentang produktivitas karet pada umumnya banyak melakukan penelitian dari segi teknik budidaya seperti kualitas benih atau bibit, pola tanam, teknologi pemanenan dan penanganan pasca panen, sedangkan penelitian yang berkaitan dengan sistem kelembagaan terutama kelompok tani belum banyak dilakukan. Banyak usaha telah dilakukan pemerintah dalam pembangunan dan pengembangan perkebunan karet-rakyat, seperti melalui SRDP1, TCSDP2, dan PRPTE3, dsb. Tapi strategi pembangunan (proyek) perkebunan yang ditempuh saat itu bertujuan untuk meningkatkan devisa negara melaui ekspor yang dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi melalui berbagai langkah modernisasi dengan mengadopsi dan menggunakan teknologi diberbagai bidang pertanian (seperti pemakian bibit unggul, pupuk kimia, pengendalian hama/penyakit, dll, sampai ke teknik-teknik pengolahan). Menyadari kekeliruan tersebut, untuk mengimbangi peningkatan kemampuan teknologi juga dilakukan upaya pembinaan kelompok tani melalui berbagai pelatihan ataupun trainning sebagai penguatan kelembagaandalam upaya menunjang kinerja kelompok tani dalam meningkatkan produktivitas petani karet. Salah satunya pelatihan dinamika kelompok tani yang merupakan project Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian.

2.2. Dinamika Kelompok Paradigma pembinaan kelompok tani dari waktu ke waktu terus mengalami pergeseran tidak hanya sebatas pembentukan kelompok yang berorientasi kebutuhan project tetapi bagaimana membangun kelompok mandiri atau kelompok sejati. Kelompok tani sebagai wadah dari individu petani terus bergerak dinamis, beberapa definisi kelompok dapat disajikan pada Tabel 1.sebagai berikut :

Tabel 1. Definisi Kelompok No Pengertian 1 Menurut pendapat Mayor Polak (1979), kelompok didefinisikan adalah sejumlah orang yang ada diantara hubungan satu sama lain dan antar hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur. 2 Pengertian kelompok menurut Mardikanto (1993) adalah himpunan yang terdiri dari dua atau lebih individu (manusia) yang memiliki ciri-ciri: (1) memiliki ikatan yang nyata, (2) memiliki interaksi dan interrelasi sesama anggotanya, (3) memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas, (4) memiliki kaidah-kaidah atau norma tertentu yang disepakati bersama, dan (5) memiliki keinginan dan tujuan bersama.

227

3 4

Menurut Horton dan Hunt (1999) adalah sejumlah orang yang memiliki pola interaksi yang terorganisasi dan terjadi secara berulang-ulang. Definisi lain diungkapkan oleh Kartono (2001) yakni kelompok adalah kumpulan dua atau lebih individu yang kehadirannya masing-masing individu memiliki arti dan nilai bagi individu lainnya satu sama lain. Sedangkan Page dan Mac. Iver (Soekanto, 2006) menjelaskan kelompok sebagai himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, memiliki hubungan timbal balik, dan memiliki kesadaran untuk saling tolong-menolong. Definisi kelompok menurut Slamet (2010) adalah dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya kesamaan (tujuan, kebutuhan, minat, jenis) yang saling berinteraksi melalui pola/struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dalam kurun waktu yang relatif panjang.

2.3. Unsur-unsurpentingdinamikakelompok

Slamet (2010) mengemukakan unsur-unsur dinamika kelompok yang menjadi kekuatan-kekuatan atau penggerak dalam kelompok ditinjau dari psikologi sosial berfungsi sebagai sumber energi bagi kelompok yang bersangkutan. Adanya keyakinan yang sama akan menghasilkan kelompok yang dinamis. Adapun unsur-unsur tersebut terdiri dari ; (1) Tujuan Kelompok, (2) Struktur Kelompok, (3) Fungsi Tugas, (4) Pembinaan dan Pengembangan Kelompok, (5) Kekompakan Kelompok, (6) Suasana Kelompok, (7) Ketegangan Kelompok, (8) Keefektifan Kelompok, dan (9) Maksud Tersembunyi.

2.4 Tujuan Dinamika Kelompok Untuk membangun kelembagaan kelompok, meningkatkan kebersamaan, dan kerjasama kelompok melalui pelatihan dinamika kelompok menjadi tujuan utama pelatihan tersebut. Hal inisen ada dengan pendapat yang disampaikan oleh Thomas (2008)bahwa tujuan dinamika kelompok adalah : 1. Meningkatkan proses interaksi antara anggota kelompok sehingga menyebabkan terjalinnya hubungan psikologi yang nyata di antara anggota kelompok, seperti rasa solidaritas kelompok, rasa memiliki kelompok, rasa saling tergantung diantara anggota kelompok, dan sebagainya. 2. Meningkatkan produktivitas kelompok melalui peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan (PKS) anggota kelompok. 3. Mengembangkan kelompok kearah yang lebih baik, maju, dan kompak.

228

4.

Meningkatkan kesejahteraan hidup anggota kelompok.

Berdasarkan hal tersebut di atas jelas bahwa pelatihan dinamika kelompok erat kaitannya dengan peningkatan kapasitas individu baik secara internal (perbaikan pola perilaku, sikap, dan pengetahuan) dan external yaitu perbaikan sistem, teknologi yang digunakan, sarana dan prasarana serta dukungan kebijakan atau program baik melalui pemerintah dan non pemerintah. Menurut United Nation Development Program (UNDP 1998) mendefinisikan "capacity asthe ability of individuals, institutions and societies to perform functions, solveproblems, and set and achieve objectives in a sustainable manner.Hal ini dengan jelas menyatakan bahwa kapasitas adalah kemampuan individu, lembaga atau masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsinya, memecahkan masalah, dan dalam menyusun dan mencapai tujuan secaraber kesinambungan. Pengembangan kemampuan (kapasitas) melalui penguatan kelembagaan tetap mengacu padatigaranah yang mendasarinya, yaituranahpengetahuan, sikap dan keterampilan atau tindakan(konatif). Menurut Kenneth dan Stanley (McKenzie 1991),pengetahuan (knowladge) merujuk pada konteks segala sesuatu yang diketahui, dengan demikian cakupannya sangat luas terhadap segala sesuatu yang diketahui manusia. Thurstone, Likert, dan Osgood (Azwar 1997) menyatakan bahwa sikap diartikan sebagai bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap juga diartikan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, seperti yang dinyatakan oleh Chave, Borgadus, La Piere, Mead, Allport (Azwar 1997). Pengertian sikap yang lain adalah sikap sebagai konstelasi komponen-konponen kognitif, afektif, dankonatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek, seperti yang dinyatakan oleh Secord & Backman (Azwar 1997).

Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan keterampilan sebagai kemampuan untuk mengerjakan tugas secara fisik dan mental. Adapun kategori keterampilan oleh Yukl (1998) dibagi menjadi tiga jenis, yaitu keterampilan teknis, keterampilan antar pribadi, dan keterampilan konseptual. Kapasitas yang dimiliki oleh seseorang tidak serta merta diperoleh dengan sendirinya, melainkan berkembang sesuai dengan perkembangan dirinya sebagai manusia yang meliputi perkembangan biologi, psikologi, dan tingkah laku.

III.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

229

3.1.

Gambaran Umum Lokasi Desa Perdamaian terletak sebelah timur dari kota Kecamatan Singkut dengan jarak 5

km dari kota kecamatan dan 27 km dari ibu kota Kabupaten Sarolangun. Desa Perdamaian secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun dengan luas wilayah 3.500 ha dengan jumlah penduduk 3.282 jiwa yang mempunyai luas tanaman karet rakyat 1.500 ha dan telah menghasilkan dengan produksi rata-rata 700 kg/ha/tahun. Adapunbatas-batasdengandesalainadalahsebagaiberikut: Sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Sungai Benteng Sebelah timur berbatasan langsung dengan Desa Sungai Gedang

SebelahselatanberbatasanlangsungdenganKecamatanSurulangunKabupatenMusiRawas Provinsi Sumatera Selatan Sebelah barat berbatasan langsung dengan Desa Bukit Murau Adapun lokasi penelitian secara jelas dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut :

Gambar 2.Peta Lokasi Desa Perdamaian, Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun 3.2. Kondisi Sosial Ekonomi

230

3.2.1.

Mata Pencaharian

Pada umumnya penduduk Desa Perdamaian 50 % memiliki mata pencaharian sebagai petani, dan sisanya terdiri dari pegawai swasta, pegawai negeri, buruh, pedagang, dan usaha lainnya (Monografi Desa, 2011). Lebih dari 60 % jumlah petani di Desa Perdamaian menjadikan karet sebagai penggerak roda perekonomian keluarganya, sebagaimana terlampir pada Tabel3. Tabel 3 : Klasifikasi Penduduk Mata Pencaharian di Desa Perdamaian Kecamatan Singkut Tahun 2011 Jenis Pekerjaan Jumlah (Org) Persentase (%) Petani Pemilik 320 31,28 Petani Penggarap 145 14,17 Buruh Tani 100 9,77 Pedagang 180 17,59 PNS / ABRI 170 16,61 Pensiunan 58 5,56 Dll 50 4,88 Jumlah 1.023 100

No 1 2 3 4 5 6 7

Sumber Data : Monografi Desa Perdamaian Tahun 2011 Jumlah penduduk Desa Perdamaian sebanyak 3.282 orang yang terdiri dari 1.683 orang laki-laki dan 1.599 orang perempuan, untuk lebih jelas klasifikasi penduduk berdasarkan umur, dapat dilihat pada Tabel4sebagaiberikut : Tabel 4 : Klasifikasi Penduduk berdasarkan Umur di Kecamatan Singkut Tahun 2011 Jumlah Penduduk (Orang) Klasifikasi Umur (Tahun) Laki-laki Perempuan 0 15 453 428 16 30 664 603 31 50 335 293 50 keatas 231 275 Jumlah 1.683 1.599 3.2.2. Pendidikan Desa Perdamaian

No 1 2 3 4

Jumlah 881 1.267 628 506 3.282

Sumber Data : Monografi Desa Perdamaian Tahun 2011

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Perdamaian didominasi oleh lulusan SLTP dan SLTA. Berdasarkan data statistik Kabupaten Sarolangun (2010) 30 % lulusan SLTP dan 40 % lulusan SLTA dan sisanya lulusan SD seperti dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan jumlah penduduk yang belum melek huruf tergolong rendah yaitu dibawah 2 %.

231

No 1 2 3 4 5 6

Tabel 5 : Klasifikasi Penduduk berdasarkan Tingkat Perdamaian Kecamatan Singkut Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Jumlah (Org) Belum Sekolah 512 Tamat SD 300 Tamat SLTP 980 Tamat SLTA 1.253 Akademi 78 Perguruan Tinggi 159 Jumlah 3.282

Pendidikan di Desa Persentase 15,7 9,2 29,8 38,2 2,3 4,8 100

Sumber Data : Monografi Desa Perdamaian Tahun 2011

3.2.3.

Kelembagaan Desa

Kelembagaan desayang terbentuk selain dari pemerintahan desa terdiri dari lembaga desa yang formal dan informal. Adapun maksud dari lembaga desa yang formal adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang tentang pemerintahan desa seperti Badan Perwakilan Desa (BPD), Lembaga Perwakilan Tokoh Masyarakat (LPM), dan Lembaga Adat Desa. Sedangkan lembaga informal adalah lembaga-lembaga atau kelompok yang dibentuk oleh masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat desa seperti kelompok tani.

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. WaktudanLokasiPenelitian Penelitian dilakukan selama 2 minggu yaitu mulai tanggal 18 Maret 2013 sampai dengan 1 April 2013, dengan lokasi penelitian di Desa Perdamaian Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun.

4.2. MetodePelaksanaanPenelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan melakukan survey.Adapun proses pengumpulan data yaitu dengan mengumpulkan data primer (kuesionerdaninterview ) dengan purposive sampling yaitu sampel yang diambil didasarkan atau disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian yang didukung oleh data sekunder

232

(data statistik, laporan instansi pemerintah, artikel, dan studi literatur). 4.3. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan adalah berupa laporan instansi pemerintah yang berkaitan langsung dengan tujuan penelitian yaitu Dinas Perkebunan dan Kehutan Kabupaten Sarolangun dan Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Sarolangun, serta data pendukung tentang kondisi umum lokasi penelitian dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarolangun.

4.4. Pengumpulan Data Primer Untuk pengambilan data primer berupa kuesioner dan interview dilakukan terhadap 4 kelompok tani karet yang telah mengikuti pelatihan dinamika kelompok yaitu (1) Kelompok Tani Al-Hikmah, (2) Kelompok Tani Sido Mulyo, (3) Kelompok Tani Karya Mukti, (4) Kelompok Tani Karya Damai dan (5) Kelompok Tani Maju Bersama, yang masing-masing kelompok tani diambil 6 orang sebagai responden, sehingga jumlah responden keseluruhan dari kelompok tani adalah 30 responden. Selain itu sebagai cross check (triangulasi) data juga dilakukan kuesioner dan interview terhadap dinas atau instansi terkait yaitu Dinas Perkebunan dan Kehutanan 1 responden, Balai Penyuluh Pertanian 2 respondendan Pemerintah Desa 2 orang sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 35 responden. 4.5. Unit Analisis, Variabel dan Indikator Unit analisis penelitian ini terdiri dari kelompok tani, instansi terkait, dan pemerintah desa. Adapun untuk variabel dan indikator penelitian telah dirancang seperti dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Variabel dan Indikator Pertanyaan Variabel Penelitian

Indikator

Sumber Data

233

Tujuan Penelitian: 1. Mengetahui sejauh mana Pelatihan Dinamika Kelompok meningkatkan kerjasama kelompok tani karet di Desa Perdamaian Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun 2. Mengetahui pengaruh peningkatan kerjasama terhadap peningkatan mutu dan jumlah getah karet yang diproduksi 3. Mengetahui pengaruh peningkatan kerjasama terhadap biaya produksi getah karet Apakah pelatihan Pengurus dan dinamika Pengetahuan Angota Kelompok kelompok Kerjasama Sikap Instansi terkait meningkatkan Kelompok Keterampilan dan Pemerintah kerjasama Desa kelompok tani dalam budidaya karet ? Apakah peningkatan kerja Pengetahuan Pengurus dan sama kelompok Produktivitas Sikap Angota Kelompok tani berpengaruh Kelompok Keterampilan langsung terhadap mutu dan jumlah getah karet yang diproduksi ? Apakah peningkatan Pengurus dan kerjasama Produktivitas Biaya Produksi Angota Kelompok kelompok tani berpengaruh langsung terhadap biaya produksi getah karet ? Sumber : Penulis, 2013

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Umum

Dalam bagian ini menjelaskan hasil dari survey dan data yang dikumpulkan selama proses penelitian di Desa Perdamaian Kabupaten Sarolangun. Untuk mengetahui sejauh mana pelatihan dinamika kelompok berpengaruh dalam meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan produktivitas karet, beberapa indikator digunakan seperti peningkatan

234

pengetahuan, perubahan perilaku, dan peningkatan keterampilan.

5.2. Pelatihan Dinamika Kelompok Meningkatkan Kerjasama Kelompok Tani Dalam Budidaya Karet

Dalam penelitian ini telah dilakukan survey melalui beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh pelatihan dinamika kelompok terhadap peningkatan kerjasama kelompok tani dengan indikator pengetahuan ( knowledge ), sikap ( attitude ), dan keterampilan (skill) (Thomas, 2008, dan Slamet, 2010).

5.2.1 Peningkatkan pengetahuan anggota kelompok dan kerjasama kelompok.

Dari hasil quesioner yang dilakukan terhadapa anggota kelompok tani seperti yang terlihat pada Tabel 6 ; pertama, 20 dari 30 respondent menyatakan setuju bahwa pelatihan dinamika kelompok meningkatkan pengetahuan anggota kelompok dan kedua, 19 dari 30 respondent setuju bahwa dengan meningkatnya pengetahuan anggota kelompok akan meningkatkan kerjasama dalam kelompok. Tabel 6. Hasil quesioner Peningkatkan pengetahuan anggota kelompok dan kerjasama kelompok (Respondent : Anggota Kelompok Tani) No Pertanyaan Jawaban Frekuensi 1 Apakah dengan pelatihan dinamika Ya 20/30 kelompok meningkatkan pengetahuan Tidak 3/30 anggota kelompok ? Tidak Tahu 7/30 2 Jika Ya, apakah dengan meningkatnya Ya 19/30 pengetahuan anggota kelompok Tidak 5/30 meningkatkan kerjasama dalam Tidak Tahu 6/30 kelompok ? Keterangan : Total respondent 30 orang Dari pernyataan anggota kelompok juga didukung oleh keterangan dari berbagai dinas atau instansi terkait seperti dapat dilihat pada Tabel 7, bahwa 3 dari 5 respondent menyatakan pelatihan dinamika kelompok meningkatkan pengetahuan anggota kelompok, dan 4 dari 5 respondent menyatakan setuju bahwa dengan meningkatnya pengetahuan anggota kelompok telah meningkatkan kerjasama dalam kelompok. Tabel 7. Hasil quesioner Peningkatkan pengetahuan anggota kelompok dan kerjasama kelompok (Respondent : Instansi terkait). No Pertanyaan Jawaban Frekuensi

235

Apakah dengan pelatihan dinamika kelompok meningkatkan pengetahuan anggota kelompok ? 2 Jika Ya, apakah dengan meningkatnya pengetahuan anggota kelompok meningkatkan kerjasama dalam kelompok ? Keterangan : Total respondent 5 orang

Ya Tidak Tidak Tahu Ya Tidak Tidak Tahu

3/5 1/5 1/5 4/5 1/5 0/5

5.2.2Perubahan sikap dan peningkatan kerjasama kelompok

15 dari 30 respondent menyatakan bahwa pelatihan dinamika kelompok merubah sikap anggota kelompok ke arah yang lebih baik, 8 dari 30 respondent menyatakan tidak berpengaruh dan 7 dari 30 menyatakan tidak tahu. Tabel 7. Hasil quesioner Perubahan sikap dan peningkatan kerjasama kelompok (Respondent : Anggota Kelompok Tani) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan pelatihan dinamika Ya 15/30 kelompok merubah sikap anggota Tidak 8/30 kelompok ke arah yang lebih baik ? Tidak Tahu 7/30 Jika Ya, apakah dengan perubahan sikap Ya 20/30 tersebut meningkatkan kerjasama dalam Tidak 5/30 kelompok ? Tidak Tahu 5/30

No 1

Keterangan : Total respondent 30 orang Mayoritas perwakilan dari instansi terkait menyatakan pernyataan yang sama dengan perwakilan kelompok bahwa pelatihan dinamika kelompok merubah sikap kelompok yang mengarah pada peningkatan kerjasama antara anggota kelompok seperti dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil quesioner Perubahan sikap dan peningkatan kerjasama kelompok (Respondent : Instansi terkait) No Pertanyaan Jawaban Frekuensi 1 Apakah dengan pelatihan dinamika Ya 4/5 kelompok merubah sikap anggota Tidak 1/5 kelompok ke arah yang lebih baik ? Tidak Tahu 0/5 2 Jika Ya, apakah dengan perubahan sikap Ya 3/5 tersebut meningkatkan kerjasama dalam Tidak 2/5 kelompok ? Tidak Tahu 0/5 Keterangan : Total respondent 5 orang 5.2.3Peningkatan keterampilan kelompok dan kerjasama anggota kelompok

236

Muncul beberapa pendapat dari respondent kaitannya dengan peningkatan keterampilan anggota kaitannya dengan kerjasama kelompok. 15 dari 30 respondent menyatakan peningkatan keterampilan anggota kelompok sangat berpengaruh terhadap peningkatan kerjasama kelompok. Selain itu hampir setengah nya (lihat Tabel 9) dari total respondent juga berpendapat lain, justru dengan adanya peningkatan keterampilan menyebabkan kurang kompaknya anggota dalam pemahaman kegiatan atau program kerja kelompok tani.

Tabel 9. Hasil quesioner Peningkatan keterampilan kelompok dan kerjasama anggota kelompok (Respondent : Anggota Kelompok Tani) No Pertanyaan Jawaban Frekuensi 1 Apakah pelatihan dinamika kelompok Ya 15/30 meningkatkan keterampilan anggota Tidak 14/30 kelompok ? Tidak Tahu 1/30 2 Jika Ya, apakah dengan meningkatnya Ya 20/30 keterampilan anggota kelompok Tidak 5/30 meningkatkan kerjasama antar anggota Tidak Tahu 5/30 kelompok ? Keterangan : Total respondent 30 orang

Kontra pendapat juga disampaikan oleh respondent dari instansi terkait yang menyatakan bahwa peningkatan keterampilan anggota mendukung peningkatan kerjasama angota kelompok, hanya satu respondent yang menyatakan bahwa peningkatan keterampilan anggota kelompok mengarah pada peningkatan kerjasama kelompok (lihat Tabel 10). Tabel 10. Hasil quesioner Peningkatan keterampilan kelompok dan kerjasama anggota kelompok (Respondent : Instansi terkait) No Pertanyaan Jawaban Frekuensi 1 Apakah pelatihan dinamika kelompok Ya 2/5 meningkatkan keterampilan anggota Tidak 2/5 kelompok ? Tidak Tahu 1/5 2 Jika Ya, apakah dengan meningkatnya Ya 1/5 keterampilan anggota kelompok Tidak 3/5 meningkatkan kerjasama antar anggota Tidak Tahu 1/5 kelompok ? Keterangan : Total respondent 5 orang 5.3. Apakah Peningkatan Kerjasama Kelompok Tani Berpengaruh Langsung Terhadap Mutu dan Jumlah Getah Karet 5.3.1 Peningkatan pengetahuan dan peningkatan kualitas dan kuantitas getah karet

237

Mayoritas responden (20 dari 30 responden) menyatakan bahwa pelatihan dinamika kelompok meningkatkan pengetahuan anggota kelompok dalam peningkatan mutu dan jumlah getah karet yang diproduksi dan hanya sebagian kecil dari respondent (5 dari 30 respondent) menyatakan tidak (lihat Tabel 11). Tabel 11. Peningkatan pengetahuan dan peningkatan kualitas dan kuantitas getah karet (Respondent : Anggota Kelompok Tani) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan pelatihan dinamika kelompok Ya 20/30 meningkatkan pengetahuan anggota kelompok Tidak 5/30 tentang peningkatan mutu dan jumlah getah Tidak 5/30 karet yang diproduksi ? Tahu Keterangan : Total respondent 30 orang Begitu juga dengan hasil quesioner dari instansi terkait, mayoritas responden menyatakan bahwa pelatihan dinamika kelompok meningkatkan pemahaman dan kesadaran anggota kelompok untuk meningkatkan pengetahuan tentang budidaya karet (produktivitas karet), sehingga muncul pemahaman bersama dalam penentuan standar mutu (kualitas) dan jumlah produksi getah karet yang ingin dicapai (lihat Tabel 12). Namun demikian mereka mengatakan bayak faktor penentu produktivitas karet menjadi optimal. Tabel 12. Peningkatan pengetahuan dan peningkatan kualitas dan kuantitas getah karet (Respondent : Instansi terkait) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan pelatihan dinamika kelompok Ya 4/5 meningkatkan pengetahuan anggota kelompok Tidak 1/5 tentang peningkatan mutu dan jumlah getah Tidak 0/5 karet yang diproduksi ? Tahu Keterangan : Total respondent 5 orang Menurut Pusat Penyuluhan Pertanian 1997, bahwa kendala yang dihadapi oleh kelompok dalam meningkatkan produktivitas kelompok dikenal dengan 5 L ; 1) Lemah Ilmu Pengetahuan; 2) Lemah Perencanaan dan Administrasi; 3) Lemah Permodalan; 5) Lemah menjalin kemitraan dengan pihak lain. Hal tersebut akan difasilitasi dalam pelatihan dinamika kelompok.

5.3.2 Perubahan sikap dan perilaku terhadap penerapan standar kualitas dan kuantitas getah karet Hampir semua responden (25 dari 30 responden) menyatakan bahwa pelatihan dinamika

238

kelompok merubah sikap dan perilaku (membentuk kesadaran) anggota dalam penerapan standar mutu dan jumlah getah karet yang harus diproduksi (lihat Tabel 10). Tabel 10. Perubahan sikap dan perilaku terhadap penerapan standar kualitas dan kuantitas getah karet (Respondent : Anggota Kelompok Tani) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan pelatihan dinamika kelompok Ya 25/30 merubah sikap dan perilaku anggota kelompok Tidak 3/30 dalam penerapan standar mutu dan jumlah Tidak 7/30 getah karet yang diproduksi ? Tahu Keterangan : Total respondent 30 orang Demikian juga dengan pernyataan responden dari instansi terkait, 3 dari 5 orang responden menyatakan hal yang sama seperti dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perubahan sikap dan perilaku terhadap penerapan standar kualitas dan kuantitas getah karet (Respondent : Instansi terkait) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan pelatihan dinamika kelompok Ya 3/5 merubah sikap dan perilaku anggota kelompok Tidak 1/5 dalam penerapan standar mutu dan jumlah Tidak 1/5 getah karet yang diproduksi ? Tahu Keterangan : Total respondent 5 orang

5.3.3 Peningkatan keterampilan anggota dan peningkatan mutu dan jumlah produksi getah karet

17 dari 30 responden menyatakan bahwa pelatihan dinamika kelompok meningkatkan keterampilan anggota kelompok dalam peningkatan mutu dan jumlah karet, 12 dari 30 menyatakan sebaliknya (lihat Tabel 12).

Tabel 12. Peningkatan keterampilan anggota dan peningkatan mutu dan jumlah produksi getah karet (Respondent : Anggota Kelompok Tani) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan pelatihan dinamika kelompok Ya 17/30 meningkatkan keterampilan anggota kelompok Tidak 12/30 dalam peningkatan mutu dan jumlah getah Tidak 1/30 karet yang diproduksi ? Tahu

239

Keterangan : Total respondent 30 orang

Meskipun demikian, hasil dari quesioner responden dari instansi terkait menunjukan pernyataan yang sedikit berbeda (lihat Tabel 13). 3 dari 5 responden manyatakan bahwa pelatihan dinamika kelompok tidak meningkatkan keterampilan secara teknis anggota kelompok dalam meningkatkan mutu dan jumlah getah karet yang diproduksi. Menurut pendapat mereka pelatihan dinamika kelompok lebih menekankan pada penguatan kelembagaan kelompok. Tabel 13. Peningkatan keterampilan anggota dan peningkatan mutu dan jumlah produksi getah karet (Respondent : Instansi terkait) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan pelatihan dinamika kelompok Ya 2/5 meningkatkan keterampilan anggota kelompok Tidak 3/5 dalam peningkatan mutu dan jumlah getah Tidak 0/5 karet yang diproduksi ? Tahu Keterangan : Total respondent 5 orang

5.4. Apakah Peningkatan Kerjasama Kelompok Tani Berpengaruh Langsung Terhadap Biaya Produksi

Mayoritas responden (25 dari 30) menyatakan bahwa peningkatan kerjasama antara anggota kelompok berpengaruh terhadap biaya produksi getah karet (lihat Tabel 12). Mereka menyampaikan dengan terjalinnya kerjasama anggota kelompok mempermudah dalam penentuan standar kualitas, penentuan rencana program kerja kelompok, dan penentuan tujuan akhir kelompok. 15 dari 30 responden menyatakan bahwa dengan meningkatnya kerjasama kelompok berpengaruh langsung dalam menurunkan biaya produksi.

No 1

Tabel 12. Peningkatan kerjasama kelompok tani berpengaruh langsung terhadap biaya produksi (Anggota Kelompok Tani) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan meningkatnyakerjasama Ya 25/30 antara anggota kelompok Tidak 4/30 berpengaruhterhadap biaya produksi Tidak 1/30 getah karet? Tahu

240

Jika Ya, apakah berpengaruh secara langsung dalam menurunkan biaya produksi ?

Ya Tidak Tidak Tahu

15/30 10/30 5/30

Keterangan : Total respondent 30 orang

Hasil quesioner dari instansi terkait menyatakan hal yang sama, 4 dari 5 responden menyatakan bahwa terbangunnya kerjasama kelompok berpengaruh secara tidak langsung dalam menurunkan biaya produksi getah karet secara khusus dan budidaya karet secara keseluruhan (lihat Tabel 13).

No 1

Tabel 13. Peningkatan kerjasama kelompok tani berpengaruh langsung terhadap biaya produksi (Instansi terkait) Pertanyaan Jawaban Frekuensi Apakah dengan meningkatnyakerjasama Ya 4/5 antara anggota kelompok berpengaruh Tidak 0/5 terhadap biaya produksi getah karet? Tidak 1/5 Tahu Jika Ya, apakah berpengaruh secara Ya 1/5 langsung dalam menurunkan biaya Tidak 3/5 produksi ? Tidak 1/5 Tahu

Keterangan : Total respondent 5 orang

Kerjasama kelompok menunjukan kekompakan antara anggota kelompok yang menentukan kefektifan anggota kelompok dalam melaksanakan program kerja kelompok. Menurut Rusdi (1989) menyampaikan bahwa keefektifan kelompok hanya dapat dicapai apabila kelompok tersebut dinamis, sampai sejauh mana kelompok tersebut dapat memahami tujuannya, atau dasar aktivitas yang disertai kekompakan para anggota sehingga timbul kepuasan antar anggota.

241

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Dari indikator atau parameter yang diukur yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Pelatihan Dinamika Kelompok Terhadap Peningkatan Kerja Sama Kelompok Tani Dalam Meningkatkan Produktivitas Karet ( Havea Brasiliensis ) di Desa Perdamaian Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut ; Satu, Pelatihan Dinamika Kelompok meningkatkan pengetahuan anggota kelompok tentang pentingnya penguatan kelembagaan kelompok yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku (kesadaran) untuk meningkatkan keterampilan baik itu hal yang bersifat administrasi kelembagaan maupun teknis budidaya (pengelolaan); Dua, Pelatihan Dinamika Kelompok meningkatnya pengetahuan dan tumbuhnya kesadaran yang mendorong para anggota kelompok untuk menjaga standar kualitas (mutu) dan produksi getah karet; Tiga, Pelatihan Dinamika Kelompok menunmbuh kembangkan kerjasama (kekompakan) yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap peningkatan effektifitas dan effisiensi produsi getah karet (Havea Brasiliensis). Empat, dari hasil kesimpulan diatas menunjukan bahwa hipotesis Meningkatnya kerjasama kelompok tani akan meningkatkan produktivitas getah karet dapat diterima.

6.2 Saran Sebagai bagian dari pungsi penyuluhan dalam meningkatkan kinerja kelompok tani dan keberhasil program pemerintah daerah khususnya di Kabupaten Sarolangun mengharapkan agar pemerintah daerah sebelum menggulirkan program yang bersentuhan langsung dengan kelompok tani baik berupa bantuan perlu danya penguatan kelembagaan kelompok tani melalui pelatihan dinamika kelomok dan upaya pendampingan kelompok yang berkesinambunagan.

Daftar Pustaka

242

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarolangun, 2010, Sarolangun Dalam Angka 2010 Firdaus F, 2007 Konvergensi Keefektivan Kepemimpinan (Skripsi), Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor, 2000 Konsep Tentang Kapasitas dan Pengembangan Kapasitas, Bogor Indonesia InstitutPertanian Bogor, 2000 AgribisnisKaret Indonesia, Bogor Indonesia Marzuki, S. 1999, Pembinaan Kelompok, Universitas Terbuka, Jakarta Rahadian D, 2002 HubunganPerilaku Usaha PeternakdanProduktivitasKelompokPeternakDombaGarut (Skripsi),InstitutPertanian Bogor

Thomas, S. 2008. Dinamika Kelompok. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. United Nation Development Program (UNDP 1998)

243

244

PENGARUH SOSIAL EKONOMI PETANI TERHADAP PEMAKAIAN PUPUK BUATAN PADA TANAMAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILUS)

Yulmaida

Abstrak

Untuk mengetahui tingkat pengaruh sosial Ekonomi petani terhadap pemakaian pupuk buatan pada tanaman jeruk keprok, secara tepat jenis, tepat dosis,tepat waktu dan tepat cara, yang dilaksakan di Desa Telago Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten kerinci,di ambil sampel dari petani Jeruk Keprok sebanyak 30 orang.Penarikan sampel secara acak sederhana atau sampling random, pengumpulan data yang di lakukan dengan wawancara lansung dengan petani responden dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan. Hasil Wawancara menunjukkan pengaruh sosial ekonomi petani, yang mempengaruhi terdiri dari variable pendidikan non Formal,luas lahan usahatani,pendapatan usahatani dan anggotakeluarga, secarabersama tidak berpengaruh terhadap penerapan pemupukan pada tanaman pada jeruk keprok. Pada umumnya petani jeruk keprok dalam berusaha tani belum mengaplikasikan pemupukan buatansesuai dengan anjuran atau belum sesuai dengan tekhnologi yang tepat guna,sebagaimana dosisnya: umur tanaman jeruk keprok 6-7 tahun,Kebutuhan urea 700 gram/batang/th,sp 36/tsp 175 gram/batang/th, Kcl1400/batang/th,dengan demikian timbul permasalahan pada petani jeruk keprok di Desa Telago yaitu terjadinya pertumbuhan tanaman yang kurang subur.Untuk mengatasi hal tersebut maka dianjurkan kepada petani agar memupuk tanaman supaya tanaman jeruk keprok dapat meningkat hasil dan produksinya serta meningkat pendapatan petani itu sendiri.

Kata kunci: Pengaruh sosial ekonom petani, peningkatan Produksi, Peningkatkan pendapatan

245

A.

PENDAHULUAN

Luas wilayah desa Telago kecamatan keliling danau kabupaten kerinci adalah 1574 Ha, dimana penggunaaan lahan adalah lahan sawah 70 Ha,Kolam ikan 3 Ha,ladang 300 Ha,Kebun Jeruk 50 Ha,Hutan 873 Ha.jika dilihat dari penggunaan lahan, petani jeruk keprok hanya 3,17 %dari jumlah lahan yang ada di wilayah desa telago,Sedangkan permasalahan yang terjadi pada tanaman jeruk keprok di desa telago ini adalah tanaman kurang subur ,kurang bercabang,tanaman tinggi dengan daun agak menguning,batang tanaman kurus,hasil kurang .Untuk meningkatkan kesuburan tanaman dan diharapkan hasil yang sangat memuaskan maka perlu diadakan pemupukan dengan pupuk buatan untuk meningkatkan produksi buah jeruk dan sekaligus menambah pendapatan petani.

246

Menurut data yang diperoleh dari 30 0rang responden maka hasilnya sangat rendah sekali rata rata per batang per tahun 4-5 kg pada umur 6-7 tahun,sedangkan hasil yang di capai pada demplot Pemupukan dengan umur yang sama maka terjadi peningkatan yaitu 8 -9 KG per batang per tahun. Berdasarkan hasil tersebut penulis berpendapat bahwa pemupukan yang dilakukan tepat jenis, tepat dosis dan tepat waktu dan tepat cara di pengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi petani, yang meliputi pendidikan non formal,luas lahan usaha tani, pendapatan usaha tani dan anggota keluarga. lebih lanjut AAK (1994 ) mengatakan jeruk mempunyai nilai komersial yang tinggi, bibit mudah didapat,,kulit buah mudah dikupas,serat buah halus,rasanya manis dan segar,mengandung vitamin C yang tinggi untuk kebutuhan tubuh kita. Melihat perbedaan produksi diatas masih ada peluang untuk melakukan pemupukan serta pemeliharan jeruk keprok yang ada. Karena berbagai alasan diantaranya petani belum memanfaatkanTeknologi tepat guna, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor biologis, sosial ekonomi, sehingga teknologi pemupukan belum sepenuhnya diketahui oleh petani setempat karena keterbatasan dalamArus informasi, kondisi sosial ekonomi, pengetahuan petani, dan kebijaksanaan serta keterbatasan dalam tindakan operasional yang diterapkan. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul pengaruh sosial ekonomi petani terhadap pemakaian pupuk buatan pada tanaman jeruk keprok(citrus nobilis)Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas.

B.

METODE

Pemupukan salah satu alternatf yang sangat memungkinkan untuk meningkatkan Produkksi dan produktivitas jeruk keprok di Desa telago, karena kegiatan pemupukan telah dilaksanakan dengan metode penelitian deskriptif analisa abstrak yaitu metode metode penelitian yang didasarkan pada data yang diperoleh dan dianalisa dengan teori yang tersedia. a. Lokasi dan waktu Lokasi penelitian dilaksanakan di desa telago kecamatan keliling danau kabupaten kerinci propinsi jambi. 1. Keadaan fisik wilayah. Desa telago merupakan bagian wilayah kecamatan keliling danau kabupaten

247

kerinci yang terletak disebelah timur dari ibu kota kabupaten kerinci dengan luas wilayah keseluruhannya 1574 ha dengan batas-batasnya sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan desa koto dian Sebelah selatan berbatas dengan desa benik Sebelah barat berbatas dengan kecamatan gunung raya Sebelah timur berbatas dengan danau kerinci Berdasarkan dari luas wilayah yang ada menurut penggunaan lahan dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1.Luas wilayah menurut penggunaan lahan di desa Telago No Penggunaan Luas lahan (ha) 1 Sawah Irigasi tekhnis Irigasi Tekhnis 25 Irigasi Desa 40 Payo rawa 5 Tadah hujan 702 3 4 5 6 7 8 Kebun/ Ladang Hutan Lahan kritis Bangunan/Pekarangan Padang Pengembalaan Kolam ikan Lain Lain 300 873 100 35 31 3 118

% 3,30 3,56 0,32 19,06 55,46 6,35 2,22 1,97 0,25 7,51

Jumlah

1574

100

Sumber data : data monografi desa 2012

Type iklim didesa telago tergolong type sedang, dengan suhu rata- rata berkisar 18 derajat celcius 22 derajat celcius dan terletak pada ketinggian 794 sampai dengan 945 dpl ( dari permukaan laut ), curah hujan selama 5 ( Lima ) tahun terakhir dapat dilihat sebagai berikut. 2. Penduduk Jumlah penduduk desa telago sebanyak 938 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK ) 219, yang terdiri dari dari 459 jiwa, laki-laki dan 489 jiwa permpuan. 3. Tingkat Pendidikan Pengetahuan dan tekhnologi petani tentang pemupukan buatan pada tanaman

248

jeruk keprok sangat kurang sekali, sehingga menyebabkan petani tidak mudah menerima inovasi inovasi baru yang diberikan oleh penyuluh, dengan demikian maka pemakaian pupuk buatan masih rendah sekali. 4. Kelembagaan. a. Kelompok Tani Di desa telago mempunyai 7 kelompok tani dengan jumlah anggota 150 orangs,Kelompok tani berfungsi sebagai wadah kerjasama,forum musyawarah dan kelas belajar bagi anggota kelompok taninya, dengan semakin kuat ( Solidnya ) kelompok tani diharapkan akan mendiorong keberhasilan petani terutama dalam program pemupukan tanaman jeruk dengan tujuan peningkatan hasil produksi tanaman jeruk keprok.

Tabel 2. Nama Kelompok tani dan jumlah anggota kelompok tani yang ada di desa telago.
No 1 2 3 4 5 6 7 Nama Kelompok tani Surya pagi Telago Sakti Danau Udang Telago Indah Lubuk Aro Telago Sawahan Lubuk Pagar Jumlah Jumlah Anggota (orang) 35 25 20 15 20 20 15 150 Tahun berdiri 1992 1997 1999 1999 1999 2001 1999 Kelas Kelompok Madya Lanjut Pemula Pemula Pemula Pemula Pemula Keterangan

Sumber data: Monografi Desa Tahun 2012.

RANCANGAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan observasi yang meliputi pencarian data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) ,sedangkan data sekunder diperoleh dari monografi desa / petugas PPL setempat dan instansi terkait lainnya.

249

PELAKSANAAN Pelaksanaan kegiatan penelitian dilaksanakan secara purposive dengan menunjuk 3 dusun dari 6 dusun yang ada di desa telago yang terdapat tanaman jeruk keprok. Dari 3 (Tiga) dusun tersebut masing- masing diambil 10 (sepuluh ) orang petani sampel yang diambil secara acak sederhana sehingga petani sampel jumlahnya 30 orang petani jeruk keprok.

PENGAMATAN Pengamatan dilakukan dengan cara antara lain: 1. Dengan cara mengumpulkan data primer yang diperoleh dari petani responden dengan mengadakan Tanya jawab menggunakan kuisioner yang telah disiapkan, sedangkan untuk mendapatkan data sekunder diperoleh dari monografi desa petugas lapangan setempat dan dinas instansi terkait. 2. Dengan menggunakan kuisioner beriskan pertanyaan yang terdiri dari identitas petani responden 3. Dengan mengadakan pertemuan dengan kelompok tani dan diskusi dengan petani di desa telago, untuk mengetahui masalah yang dicapai petani dan cara pemecahannya. 4. Orientasi lapangan dan melakukan pengamatan secara kontinyu.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian A. Analisis Deskriptf. Untuk mengetahui gambaran awal dari kegiatan pelaksanaan pemakaian pupuk buatan pada tanaman jeruk keprok ini diperlukan analisis deskriptif sebelum dilakukan uji hipotesis untuk menggambarkan secara makro dapat digunakan tabulasi, dengan diadakan wawancara dengan 30 orang petani responden di desa telago kecamatan keliling danau sebagai berikut. a. Pendidikan Non Formal. Pendidikan Non Formal di hitung banyaknya petani yang mengikuti penyuluhan, pertemuan kelompok tani, kursus tani, dan konsultasi tentang pemakaian pupuk buatan pada tanaman jeruk keprok sehingga didapat data

250

mengenai pendidikan non formal, yang dimiliki petani, jumlah dibawah rata-rata sebanyak satu kali dan yang diatas rata-rata sebanyak tiga kali sebabai tabel berikut :

Tabel 3. Persentase Tingkat Pendidikan Non Formal.


No 1 2 3 Tingkat pendidikan non formal Dibawah rata-rata 1 Rata rata 2 Di atas rata-rata 3 Jumlah Jumlah respondem 13 10 7 30 Persentase 43.33 33.34 23.33 100 %

Sumber Data: Analisis Data Primer Tahun 20012. Berdasarkan pengamatan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah petani yang memiliki pendidikan non formal di bawah rata-rata 43.33 %,yang rata-rata 33.34 % dan diatas ratata-rata hanya 23,33 %. b. Luas lahan usaha tani

Persentase luas lahan yang dimiliki responden dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu di bawah rata-rata o,25 Ha, Rata-rata 0,50 Ha, dan diatas rata-rata 0,75 Ha. Seperti tabel di bawah ini

Tabel 4. Persentase luas lahan usaha tani tanaman jeruk Keprok desa telago.
No 1 2 3 Luas lahan usaha tani Dibawah rata-rata 0,25 Rata-rata 0,50 Diatas rata-rata 0,75 Jumlah Jumlah responden 19 5 6 30 Persentese 63,33 16,67 20 100%

Sumber analisis data primer Tahun 2012. Tabel tersebut diatas menunjukkan luas usaha tani jereuk keprok yang dimiliki responden sebagian besar dibawah rata-rata yaitu 63.33 %. Sedangkan yang lahan rata-rata 0,50 ha 16,67% dan tingkat diatas rata-rata mencapai 20 %.

Pendapatan Usaha tani. Pendapatan yang di peroleh dari penjualan dapat diklasifikasikan sebagaimana tabel berikut

c.

Tabel 5.Persentase pendapatan usaha Tani Pada tanaman jeruk keprok.

251

No 1

Jumlah Pendapatan usaha tani (Rp) Dibawah rata-rata 1 000 000 1 399 000

Jumlah respondem 20

persentase 66,67

2 3

Rata-rata 1 400 000- 1 999 000 Diatas rata-rata 2 000 000 2 500 000 Jumlah

6 4

20 13,33

30

100

Sumber Data: Analisis data primer tahun 2012 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pendapatan usaha tani yang diperoleh dari responden sebagian besar adalah dibawah rata-rata yaitu 66,67%, sedangkan pendapatan rata-rata adalah 20 % dan diatas rata-rata adalah 13,33 %. B. Penerapan penggunaan pupuk buatan pada tanaman jeruk.
Tabel 6. Persentase sesudah penggunaan pupuk buatan pada tanaman jeruk keprok.
No 1 2 3 Penerapan sesuai rekomendasi(Luas Ha) Dibawah rata rata(0,25) Rata-rata (0,50) Di atas rata-rata(0,75) Jumlah Jumlah responden 20 6 4 30 Persentase 83,34 16,66 0 100

Sumber data analisis data primer tahun 2012 Berdasarkan pada semua uraian di atas meka persentase tingkat pemupukan buatan pada tanaman jeruk keprok berdasarkan 3 (tiga) aspek (Pendidikan non formal,luas lahan dan pendapatan usahatani) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7.
No Aspek Jumlah responden Scor maksimal Scor dicapai Scor rata-rata persentase

252

Pendidikan non formal Dibawah rata-rata Rata-rata Diatas Rata-rata

13 10 7

30 60 90

280 226 176

21,53 22,60 25,14

41,05 33,14 25,81

Total Luas usaha tani Dibawah rata-rata Rata-rata Diatas Rata-rata Total Pendapatan usaha tani Dibawah rata-rata Rata-rata Diatas rata-rata

30 19 5 6 30

100 30 60 90 180

682 412 116 154 682

69,27 21,68 23,20 25,66 70,54

100 60,41 17,01 22,58 100

20 6 4

30 60 90

434 145 103

21,70 24,16 25,75

63,64 21,26 15,10

Sumber data analisissdata primer tahun 2012. Jika dilihat tabel diatas maka 3 tepat factor social tersebut tergambar sbb: Pendidikan non formal dibawah rata-rata 43,33 %,Luas usaha tani dibabawah rata-rata 63,3 %,serta Pendapatan usaha tani juga dibawah rata- rata 33 % . 2. Pembahasan A. Faktor sosial Minimnya Pengetahuan petani tentang pemupukan buatan dikarnakan tinhgkat pendidikan yang rendah Kurangnya kesiapan petani dan kelompok tani sebagai variable sosial dalam pemupukan buatan. Belum berfungsi kelompok tani sebagai wadah kerja sama,forum komunikasi dan kelas belajar bagi petani. Faktor ekonomi Harga jual jeruk Keprok yang diterima petani kurang menggembirakan (rendah ) sedangkan harga pupuk tinggi (mahal).

B.

253

DAFTAR PUSTAKA

Herianto. (2005) Peranan Kelompok tani dalam rangka Program Intensifikasi Khusus.(tidak dipublikasikan) Faperta Unja Jambi Sosrosoedirjo,(2002) ilmu memupuk,yayasan Jakarta Makarim,(2003) Kandungan Bahan organic tanah.Gramedia Jakarta Anonymous,(2005) Pengelolaan Organisme Pengganggu tumbuhan secara terpadu pada tanaman jeruk,Dinas Pertanian Propinsi Jambi AAK,(2003) Budidaya Tanaman Jeruk Penerbit kanisius Pracaya, (2004), Jeruk manis,Varietas,Budidaya,Pasca Panen,Penerbit Swadaya Jakarta. W.P Eviladewi,(2001) Cara Praktis bertanam Jeruk Aneke Ilmu Semarang.

254

KESIMPULAN DAN SARAN 1.KESIMPULAN Dari uraian pembahasan dan hasil penelitian, pengaruh social ekonomi petani terdiri dari pendidikan non formal, luas usaha tani, dan pendapatan usaha tani secara bersama- sama simultan berpengaruh tidak nyata terhadap pemakaian pupuk buatan pada tanaman jeruk keprok sedangkan secara sendiri sendiri dap[at kita simpulkan sebagai berikut : 1. Pendidikan non Formal berbengaruh tidak nyata terhadap memakaian pupuk buatan pada tanamn Jeruk Keprok ,dikarenakan dalam pemupukan tanaman Jeruk Keprok dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang tinggi tentang pemupukan , bila pendidikan non formal tinggi, petani ada kesulitan dalam kegiatan pemakaian pupuk buatan pada tanaman Jeruk Keprok. Pengaruh tidak nyata terhadap pemakaian pupuk buatan pada tanaman jeruk keprok karena Luas lahan usaha tani Jeruk Keprok yang dimiliki sebagian besar petani adalah kecil antara 0,25 sampai dengan 0,75,sehingga petani dalam pemeliharaan dan pemupukan tanaman Jeruk tidak di utamakan dikarenakan usaha tani Jeruk keprok merupakan usaha tani sampingan. Berpengaruh tidak nyata terhadap pemakaian pupuk buatan pada tanaman jeruk keprok ini disebabkan harga pupuk tinggi dan juga pemupukan jeruk keprok dibutuhkan biaya yang cukup

2.

3.

Tinggi dimana tidak seimbang dengan pendapatan usaha taninya.

2. SARAN

255

1.

Pendidikan non formal petani dibidang pertanian khususnya pemupukan supaya ditingkatkan agar meningkatkan kemampuan dan keterampilan sehingga petani mampu melaksanakan pemupukan Luas lahan yang sedikit dikarenakan usaha sampingan

2.

256

STUDI DIVERSIFIKASI USAHA TERNAK SAPI POTONG DENGAN TANAMAN KARET DI DESA TELUK KETAPANG KECAMATAN PEMAYUNG KABUPATEN BATANGHARI

Raden Suhaimi1

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani ternak dalam diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan tanaman Karet dan mengetahui pola perilaku petani ternak dalam diversifikasi usaha tersebut. Materi penelitian adalah 45 petani ternak di desa Teluk Ketapang yang melakukan usaha-usaha ternak sapi potong dan usaha tanaman karet. Metode yang digunakan secara survei, penentuan lokasi penelitian sebagai sampel secara purposive sampling yaitu sampel bersifat tidak acak yang dipilih atas dasar pertimbangan tertentu. Analisis data dilakukan secara diskriptif tabulasi, dijumlahkan dan diprosentasekan lalu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku petani ternak dalam diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan tanaman karet dilakukan uji statistik test chi-square ( Saleh, 1985). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor: tingkat pendidikan, penguasaan lahan, penguasaan ternak, pengetahuan dan lama berusaha tani akan berpengaruh terhadap perilaku diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan tanaman karet dengan nilai x2 hitung < dari nilai x2 tabel pada df2. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada pola perilaku petani ternak terhadap usaha ternak sapi potong dengan tanaman karet, keadaan ini secara tehnis petani ternak belum menguasai pola Diversifikasi usahanya.

Kata Kunci : Diversifikasi, Ternak Sapi, Tanaman Karet

257

I. Pendahuluan

Pembangunan di bidang pertanian telah lama dilaksanakan di Indonesia melalui pengenalan dan penyebaran teknologi baru ke pedesaan. Teknologi yang diimplementasikan tersebut berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat, keadaan ini dapat dilihat dalam kegiatan pemenuhan faktor produksi para petani tidak lagi tergantung pasar dalam desa tetapi beralih ke pasar luar desa, selanjutnya kegiatan petani menjadi semakin terkait dengan sistem pasar sehingga keputusan-keputusan produksi petani semakin banyak dilakukan berdasarkan perhitungan nilai ekonomis dan pertimbangan komersil. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sektor pertanian dikarenakan adanya ketergantungan yang dominan terhadap ekologi maupun lahan, disamping adanya faktor produksi dan surplus tenaga kerja yang dimiliki oleh masyarakat. Keadaan ini mendorong petani untuk melakukan kegiatan lain dalam memanfaatkan lahan dan tenaga kerja yang ada, tetapi masih dalam lingkup sektor pertanian. Selain itu petani memiliki sifat khas yaitu bersikap hati-hati dalam berperilaku yang diwujudkan dalam tindakan memilih sesuatu yang lebih pasti, sikap ini yang mendasari pemikiran petani ketika mendistribusikan resiko usaha. Sejalan dengan pernyataan diatas maka timbulah suatu alternatif agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani melalui diversifikasi usaha. Konsep diversifikasi diajukan oleh Pakpahan (1990) yang diartikan sebagai aksi usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu seperti meningkatkan keuntungan dan menurunkan resiko. Pengertian aksi dalam diversifikasi dapat dilihat dari sebagai usaha penganekaragaman komoditas dalam sektor pertanian sehingga adanya peningkatan produksi, pendapatan, peluang kerja, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka peningkatan produksi ternak potong dan pendapatan petani maka pemerintah berusaha mengembangkan ternak sapi potong melalui dana APBN dan APBD yang diberikan kepada petani di desa . Teluk Ketapang Adopsi usaha sapi potong yang dilakukan oleh petani mempengaruhi struktur sosial ekonomi dalam usaha ternak sapi potong, sedangkan disisi lain tampak adanya perubahan organisasi produksi yang terwujud dalam struktur sosial terutama pada differensiasi pekerja keluarga dan luar keluarga petani, keadaan ini dapat dilihat dari curahan tenaga kerja.

258

Struktur sosial baru dapat dilihat pada diversifikasi usaha yang dilakukan oleh petani yaitu : perkebunan karet, adopsi teknologi ini mulai dikembangkan di desa Teluk Ketapang Kecamatan Pemayung, adopsi ini akan mewujudkan suatu perubahan sosial yang dapat dilihat dalam kehidupan individu dalam masyarakat. Keadaan ini diartikan oleh Lauer (1989) sebagai pembentuk struktur sosial baru dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Struktur sosial baru yang dimaksud dapat dilihat dalam hubungan kerja sosial ekonomi antar petani, koperasi, penyuluh peternakan. Disamping itu ada juga pedagang perantara, penjual rumput, pemanfaatan kompos dan usaha lain yang berkaitan dengan dua komoditi diatas. Sesuai dengan uraian diatas, maka petani ternak sapi potong di desa Teluk Ketapang dalam mengadopsi perkebunan karet melalui program diversifikasi usaha yang didasari oleh konsensus sebagai kapasitas adaftif terhadap lingkungan, disamping itu Diversifikasi usaha akan menyebabkan perubahan pelapisan masyarakat yang didasarkan atas pemilihan usaha sapi potong dan perkebunan karet. Penelitian ini bertujuan untuk ; mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani ternak dalam diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan tanaman karet dan mengetahui pola perilaku petani ternak dalam diversifikasi usaha tersebut.

II. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Teluk Ketapang Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari, dari Tanggal 6 Maret s/d 20 April 2013 . Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 45 petani ternak yang memiliki usaha sapi potong dan usaha tanaman karet, serta daftar pertanyaan (Quesioner), balpoin serta alat dan bahan lain yang membantu terlaksananya penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara survei, dengan tujuan untuk mengumpulkan data primer dan sekunder sebagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data sekunder diperoleh dari Kantor Kecamatan, Dinas Peternakan Kabupaten dan lembaga terkait lainnya. Penentuan lokasi penelitian sebagai sampel secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel bersifat tidak acak, yang dipilih atas dasar pertimbangan tertentu,

259

yaitu merupakan daerah yang sebagian besar masyarakat melakukan usaha ternak sapi potong dan usaha perkebunan karet. Pertimbangan lain adalah daerah tersebut merupakan daerah pengembangan dan penyebaran sapi potong, dan usaha tanaman karet yang telah berproduksi (Konversi). Berdasarkan catatan yang diperoleh dari desa Teluk Ketapang ternyata ada 158 orang petani ternak usaha sapi potong dan 52 orang diantaranya mengusahakan tanaman karet. Dari jumlah populasi tersebut direncanakan akan diambil sebagai responden yang terpilih sebanyak 45 petani ternak sapi potong yang melakukan diversifikasi usaha tanaman karet. Pengambilan responden dilakukan dengan metoda KREJCIE (Soedijanto Padmowiharjo. 2002) dimana jumlah responden 45 orang sudah mewakili dari seluruh peternak dan petani karet ( 52 orang ). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan menguraikan proses penelitian dan pola perilaku petani ternak dalam diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan tanaman karet.

k i=1

Untuk mengetahui karakteristik individu terhadap pola diversifikasi usaha petani ternak dan karet, dilakukan diuji Chi-Square (Saleh. S, 1986).

260

(Oi Ei)2 Ei

Dengan rumus : X2 =

Oi = Nilai pengamatan yang diperoleh pada kategori yang ke i

k i=1

Ei = Nilai harapan (expected value) pada kategori yang ke i. = Jumlah Kategori yang diamati.

IV. Hasil dan Pembahasan

261

1. Deskripsi Daerah Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di desa Teluk Ketapang Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi. Keadaan umum desa ini meliputi luas desa : 2,200 Ha, dengan ketinggi dari permukaan laut berkisar 10-20 m dpl, kondisi daerah bergelombang dan berbukit, dengan suhu berkisar 26-320C. Keasaman tanah di desa ini berkisar54,5-6, dengan jenis tanah yang dominan yaitu Podzolik merah kuning (PMK) = 75%, aluvial = 15% dan jenis lainnya10%. Keadaan penduduknya berjumlah1.296 jiwa, perempuan sebanyak 655 jiwa, laki-laki 691 jiwa, Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani . Dengan usaha yang dominan adalah berkebun karet, jumlah KK peternak 235 KK yang memelihara 474 ekor ternak sapi, dari jumlah KK petani dan peternak tersebut diatas 52 KK diantaranya adalah KK yang mengusahakan ternak sapi potong dengan diversifikasi tanaman karet.

11

2. Karakteristik Individu Terhadap Diversifikasi A. Umur. Distribusi umur dan perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi dengan tanaman karet di desa Teluk Ketapang Kec. Pemayung Kabupaten Batanghari, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Umur dan Perilaku Petani ternak terhadap Diversifikasi. Umur (Thn) < 30 30 50 > 50 Jumlah Rendah N % 7 50 3 21,43 4 28,57 14 100,00 Sedang N % 2 9,52 12 57,14 7 33,34 21 100,00 Tinggi N % 1 10 7 70 2 20 10 100,00 Jumlah N % 10 22,22 22 48,89 13 28,89 45 100,00 X2

10,82

262

Keterangan : X2 = Rata-rata perilaku petani ternak N = Jumlah petani ternak Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa 22,22 % petani ternak berumur muda, 48,89 % petani ternak berumur sedang dan 28,89 % berumur tua, dengan rata-rata perlaku (x2) 10,82. Jika dibandingkan dengan x2 tabel pada df 2 (5,991), x2 hitung lebih besar dari x2 tabel. Keadaan diatas menunjukkan bahwa tingkat umur tidak mempengaruhi perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan karet.

B.Tingkat Pendidikan Distribusi tingkat pendidikan dan perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak dengan tanaman karet di Desa Teluk Ketapang Kecamatan Pemayung Kab. Batanghari, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Tingkat Pendidikan dan Perilaku petani ternak terhadap Diversifikasi. Tingkat Pend (Th) <6 6 12 > 12 Jumlah Rendah N % 12 80,00 3 20,00 15 100,00 Sedang N % 13 46,43 15 53,57 28 100,00 Tinggi N % 1 50,00 1 50,00 2 100,00 Jumlah N % 26 57,78 19 42,22 45 100,00 X2

4,54

Keterangan : X2 = Rata-rata perilaku petani ternak N = Jumlah petani ternak

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa 57,78% petani ternak berpendidikan rendah, dan 42,22% petani ternak berpendidikan sedang, dengan rata-rata perlaku (x2) 4,54. Jika dibandingkan dengan x2 tabel pada df 2 (5,991), x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel. Keadaan diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi potong dan tanaman karet, artinya semakin tinggi

263

tingkat pendidikan semakin mudah mengadopsi ide baru, karena wawasan berfikir lebih luas. Penelitian yang dilakukan oleh Tohir (1991) melaporkan bahwa petani dengan tingkat pendidikan tinggi akan menerima secara wajar sampai batas tertentu terhadap reaksi atas perubahan, sedangkan petani dengan tingkat pendidikan rendah akan menolak adanya perubahan.

C. Penguasaan Lahan. Distribusi tingkat penguasaan lahan dan perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak terhadap usaha ternak sapi dengan tanaman karet di Desa Teluk Ketapang Kecamatan Pemayung Kab. Batanghari, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Penguasaan Lahan dan Perilaku petani ternak terhadap Diversifikasi.
Penguasaan Lahan (ha) <2 25 >5 Jumlah Rendah N 2 10 12 Sedang N % 2 8 19 76 4 16 25 100,00 Tinggi N 1 7 8 Jumlah N % 5 11,11 36 80,00 4 8,89 45 100,00 X2

% 16,67 83,33 100,00

% 12,5 87,5 100,00

3,92

Keterangan : X2 = Rata-rata perilaku petani ternak N = Jumlah petani ternak

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa 11,11% petani ternak penguasaan lahannya berkatagori rendah, 80% berpenguasaan lahan sedang dan 8,89% berkatagori tinggi, dengan rata-rata perilaku (x2) 3,92. Jika dibandingkan dengan x2 tabel pada df 2 (5,991) x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel. Keadaan tersebut diatas, menunjukkan bahwa tingkat pengusaan lahan mempengaruhi perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan karet. Soekartawi (1988) melaporkan bahwa perbedaan penguasaan lahan akan mempengaruhi besar kecilnya pemberian rekomendasi dari keuntungan yang diberikan

D. Penguasaan Ternak. Distribusi PenguasaanTernak dan perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi dengan tanaman karet di Teluk Ketapang Kecamatan

264

Pemayung Kab. Batanghari, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Penguasaan Ternak dan Perilaku Petani Ternak terhadap Diversifikasi.

Penguasaan Ternak (ekr) <4 48 >8 Jumlah

Rendah N % 6 46,15 7 53,85 13 100,00

Sedang N % 11 39,29 16 57,14 1 3,57 28 100,00

Tinggi N % 2 50 1 25 1 25 4 100,00

Jumlah N % 19 42,22 24 53,33 2 4,45 45 100,00

X2

5,16

Keterangan : X2 = Rata-rata perilaku petani ternak N = Jumlah petani ternak

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa 42,22% petani ternak mempunyai ternak sapi berkatagori rendah, 53,33% berketagori sedang dan 4,45% berkatagori tinggi, dengan rata-rata perilaku (x2) 5,16. Keadaan diatas dapat dilihat bahwa x2 hitung (3,141) lebih kecil dari x2 tabel (5,991), Keadaan ini dapat menunjukkan bahwa tingkat penguasaan ternak mempengaruhi perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak sapi potong yang dimiliki oleh petani ternak maka prilaku terhadap diversifikasi usaha semakin baik. Baharsjah (1987) menjelaskan bahwa peningkatan jumlah ternak dan skala pemilikan, populasi diharapkan juga semakin meningkat serta produksi akan meningkat pula.

265

E. Pengetahuan Petani Ternak. Distribusi Penguasaan Ternak dan perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak terhadap usaha ternak sapi dengan tanaman karet di Desa Teluk Ketapang Kecamatan Pemayung Kab. Batanghari, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Distribusi Pengetahuan petani ternak dan perilaku petani ternak terhadap Diversifikasi.

Pengetahuan Petani Rendah Sedang Tinggi Jumlah

Rendah N % 2 15,38 10 76,92 1 7,7 13 100,00

Sedang N % 5 20 17 68 3 12 25 100,00

Tinggi N % 2 28,58 3 42,84 2 28,58 7 100,00

Jumlah N % 9 20 30 66,67 6 13,.33 45 100,00

X2

2,696

Keterangan : X2 = Rata-rata perilaku petani ternak N = Jumlah petani ternak

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa 20% petani ternak mempunyai pengetahuan rendah, 66,67% berpengetahuan sedang dan 13,33% berpengetahuan tinggi, dengan rata-rata perlaku (x2) 2,696. Jika dibandingkan dengan x2 tabel pada df 2 (5,991) x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel, maka memang benar tingkat pengetahuan petani ternak mempengaruhi perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin meningkatnya pengetahuan petani ternak maka perilaku diversifikasi usahanya akan semakin baik, karena dengan tingkat pengetahuan yang tinggi, semakin banyak fakta dan informasi yang berkaitan dengan diversifikasi usahatani yang diketahui oleh petani ternak. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Hanafi (1987) menyatakan bahwa pengetahuan teknis meliputi informasi yang diperlukan mengenai cara penggunaan suatu inovasi, semakin tepat pengetahuan maka semakin tepat perilakunya.

266

F. Lama Usaha Tani. Distribusi lama usaha tani dan perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak terhadap usaha ternak sapi dengan tanaman karet di Teluk Ketapang Kecamatan Pemayung Kab. Batanghari, dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Distribusi lama usaha tani dan Perilaku petani ternak terhadap Diversifikasi.

Lama Usaha Tani (Thn) <6 6 12 > 12 Jumlah

Rendah N 1 8 4 13 % 7,69 61,54 30,77 100,00

Sedang N 1 20 7 28 % 3,57 71,43 25,00 100,00

Tinggi N 4 4 % 100,00 100,00

Jumlah X2 N 2 32 11 45 % 4,44 71,11 24,45 100,00

2,343

Keterangan : X2 = Rata-rata perilaku petani ternak N = Jumlah petani ternak Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 10. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa 4,44 % petani ternak mempunyai usaha tani berkatagori baru, 71,11% berketagori sedang dan 24,45 % berkatagori lama, dengan rata-rata perilaku (x2) 2,343, setelah dibandingkan dengan x2 tabel (5,991), x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel. Keadaan ini menunjukkan bahwa tingkat lama usaha tani akan mempengaruhi perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan karet. Semakin lama petani ternak melakukan usaha tani karet maka petani ternak tersebut merasa bahwa dirinya telah mempunyai pengetahuan lebih banyak yang diperoleh

267

dari pengalaman dalam melakukan usaha tani tanaman karet. Pengalaman sangat mempengaruhi seseorang dalam menerima sesuatu inovasi. 3. Perilaku Petani Ternak Terhadap Diversifikasi Usaha Perilaku petani ternak terhadap diversifikasi sapi potong dengan tanaman karet di Desa Teluk Ketapang dipengaruhi secara Nyata oleh pendidikan, penguasaan lahan, penguasaan ternak , pengetahuan, dan lama berusaha tani. Hasil analisis diperoleh hubungan yang tidak Nyata antara umur dengan perilaku diversifikasi ternak sapi potong dengan usaha tanaman karet (x2 hitung > x2 tabel). Keadaan ini menunjukkan bahwa umur petani ternak tidak berpengaruh terhadap diversifikasi usaha, begitu juga sebaliknya.

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah lamanya pendidikan formal yang ditempuh petani ternak dalam satuan tahun, semakin tinggi tingkat pendidikan petani ternak semakin dapat menerima diverisifikasi ternak sapi potong dengan usaha tanaman karet. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin kurang menerima diversifikasi usaha (x2 hitung < x2 tabel). Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi petani peternak mempunyai cara berpikir yang lebih dinamis dan lebih terbuka menerima inovasi. Penguasaan lahan terhadap diversifikasi usaha menunjukkan hubungan yang Nyata (x2 hitung < x2 tabel), keadaan ini menunjukkan bahwa lahan yang Penguasaan ternak merupakan jumlah ternak sapi yang diusahakan dalam satuan ekor, hasil analisis diperoleh hubungan yang Nyata antara penguasaan ternak dengan perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan usaha tanaman karet (x2 hitung < x2 tabel). Keadaan ini menunjukkan bahwa semakin banyak ternak sapi maka semakin baik dalam diversifikasi usaha, karena semakin tinggi pendapatan yang diperoleh dari kedua komoditas yang diusahakan. luas akan cenderung melakukan diversifikasi usaha ternak sapi dengan usaha tanaman karet. Tingkat pengetahuan yang dimaksud adalah banyaknya fakta atau data yang diketahui dan dimengerti oleh petani ternak tentang diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan usaha tanaman karet. Pengetahuan tentang diversifikasi usaha meliputi perilaku atau tindakan sosial : luas lahan, jumlah sapi dan pendapatan masing-masing komoditas diatas. Hasil analisis diperoleh hubungan yang Nyata (x2 hitung < x2 tabel) antara tingkat pengetahuan dengan perilaku diversifikasi usaha, berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin banyak fakta yang diketahui mengenai diversifikasi.

268

Faktor lama usaha juga mempengaruhi perilaku petani ternak dalam diversifikasi usaha sapi potong dengan usaha tanaman karet, karena hasil analisis menunjukkan hubungan yang nyata (x2 hitung < x2 tabel). Keadaan ini menjelaskan bahwa semakin lama usaha yang dilakukan maka perilaku semakin baik terhadap diversifikasi usaha, petani ternak yang telah lama melakukan usaha tanaman karet mempunyai pengalaman yang lebih banyak dan turun-temurun. Pengalaman sangat mempengaruhi sectoring dalam melakukan sesuatu dan menerima inovasi baru.

4. Pola Perilaku Petani Ternak Terhadap Diversifikasi Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pola perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha sapi potong dengan usaha tanaman karet tidak terdapat perbedaan yang nyata di desa Teluk Ketapang, keadaan ini disebabkan secara teknis petani ternak belum menguasai pola diversifikasi usaha yang baik, yaitu antara bidang perkebunan dengan bidang peternakan, sehingga perilaku petani ternak dibidang perkebunan dan peternakan sama-sama rendah. Selain itu, tidak adanya perbedaan antara kedua bidang usaha artinya ada kecocokan atau saling berhubungan antara kedua usaha yang dilakukan. Perilaku petani ternak yang dimaksud diatas, dapat diperbaiki melalui upaya pembinaan dan bimbingan yang kontiniu bagi yang melakukan diversifikasi usaha. Pembinaan dilakukan mulai dari peningkatan frekuensi penyuluhan tentang diversifikasi usaha pada kelompok taninya. Hal ini dapat menjalin kerjasama yang lebih erat antara petani ternak, Menurut Marat (1981) bahwa didalam interaksi ada aktivitas yang sebenarnya bersifat resiprokal berdasarkan kebutuhan bersama, aktivitas merupakan pengungkapan perasaan, motivasi dan interaksi yang semuanya dinyatakan dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan.

V. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perilaku petani ternak terhadap diversifikasi usaha ternak sapi potong dengan usaha tanaman karet dipengaruhi oleh : tingkat pendidikan (x2 hitung = 4,54) penguasaan lahan (x2 hitung = 3,92), penguasaan ternak (x2 hitung = 5,16) dan pengetahuan tentang diversifikasi usaha (x2 hitung = 2,696) dan lama berusaha tani (x2 hitung = 2,343).

269

2.

Tidak terdapat perbedaan yang sangat nyata pada pola perilaku petani ternak terhadap usaha ternak sapi potong dengan usaha tanaman karet, berarti petani ternak belum menguasai pola diversifikasi usaha dengan baik.

2.

Saran

Perlu diselenggarakan penyuluhan tentang diversifikasi usaha sapi potong dengan usaha tanaman karet di desa Teluk Ketapang secara teratur dan berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Adjit, D.A. 1990. Peranan Penyuluhan Pertanian dalam diversifikasi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Anonim, 1990. Pedoman Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Baharsyah, S. 1987. Pola Usaha Pertanian yang Menunjang Penunjangan Agroindustri, Makalah Pada simposium Nasional Agroindustry II. Faperta IPB, Bogor. Bunasor. 1990. Diversifikasi dan Program Pembangunan Pertanian. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Gladys, G. 1973. Division of Extension Research and training United State Departement of Agriculture first edition. Seventh Printing, Kansas. Hanafi, A. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Usaha Nasional, Jakarta. Harper, C.J. 1989. Exploring Social Change. Printice Hall. Engiewood, New Jersey Horton, P.B. and Hunt. C.L. 1989. Socialogi. Penerbit Erlangga, Jakarta. Koentjaraningrat, 1981. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT. Gramedia, Jakarta. Lauer, M.R. 1989. Prespektif tentang perubahan sosial, Bina Aksara, Jakarta. Marat. 1981. Sikap dan Perubahan serta Pengukurannya, Ghalia, Indonesia.

270

Mardikanto, t. dan Sutarni, S. 1986. Petunjuk Penyuluhan Pertanian. Sinar Harapan, Surabaya. Mubyarto, 1979. Pengantar Ilmu Pertanian. LP3ES, Jakarta. Pakpahan, A. 1990. Reflasi Diversifikasi dalam Teori Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Padmo wiharjo, 2002. Evaluasi Penyuluhan Pertanian, Universitas Terbuka, Jakarta Rogers, E.M. 1983. and Shoemaker, F.F. 1971. Communication of Innovation A Cross Cultural Approach. The Free Press a Divition of Macmillan Publising Co. Inc, New York. Rogers, E.M. 1983. Difution of Innovation. The Free Press a Divition of Macmillan Publising Co. Inc. New York. Saleh, S, 1986. Statistik Non Parametrik, BPFE, Jogjakarta. Sastropoetro. R.A.S. 1988. Partisipasi Komunikasi Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung. Sayogyo, 1990. Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Rangka Industrialisasi. PSPLP IPB dan ISEI, Jakarta. Sumodiningrat. G. 1990. Aspek Sosial Ekonomi Diversifikasi Sektor pertanian pangan. Pustak Sinar harapan, Jakarta. Soekartawi, R.A.S 1988, Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian , UI Press, Jakarta.

Temple. G. 1976. Mundurnya involusi Pertanian Migrasi Kerja dan Pembagian pendapatan Pedesaan Jawa, Prisma (3) 18-29. Tohir, K. 1991. Usaha Tani Indonesia, Rineka Cipta. Jakarta Yamane, 1979. Mathematic for Economi and Elementry Survey Enylewood Cloots.

271

272

Anda mungkin juga menyukai