Anda di halaman 1dari 7

PANDANGAN BEBERAPA AHLI YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIOLOGI HUKUM ABSTRAK Sosiologi hukum Marx mementingkan cara-cara dengan

mana hukum dapat mengabdi kepada kepentingan-kepentingan obyektif dari kelas-kelas sosial tertentu. Weber terutama mementingkan mempelajari bagaimana hukum dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan, baik kepentingan-kepentingan materiil maupun kepentingan-kepentingan ideal, dan oleh cara berpikir kelas-kelas sosial dan kelompok-kelompok yang berpengaruh dalam masyarakat, terutama kelompok-kelompok ahli hukum.Durkheim lebih mementingkan fungsi hukum bagi masyarakat sebagai sebuah kesatuan. Para sosiolog yang tergolong pemuka perkembangan ilmu ini, telah mengakui adanya hubungan esensial antara lembaga-lembaga hukum dan tertib sosial. Berikut ini akan saya sajikan / jelasakan beberapa pokok pikiran serta analisis dari pendapat para ahli sosiologi tersebut, antara lain Karl Heinrich Marx, Max Weber dan Emile Durkheim. 1. Karl Heinrich Marx ( 1818 -1883) Seorang Karl Marx memiliki alur pemikiran karakteristik dan khas, yang mana membedakannya dengan banyak filsuf lainnya. Pada diri Marx melekat sejumlah atribut, diantaranya sebagai bapak dan guru sosialisme modern, ekonom, dan pemikir sosial ( sosiolog ). Hampir semua pemikiran besar modern, di bidang ekonomi dan sosiologi sangat terpengaruh oleh pemikiran kefilsafatan Marx. Sedemikian besar pengaruh pemikiran Marx dalam sejarah umat manusia, maka tidak berlebihan bila ia di masukkan sebagai salah satu filsuf, sosiolog, dan ahli ekonomi terkemuka abad ke-19. Pemikiran Marx pada dasarnya tidak hanya berkutat pada persoalan politis-ideologis perjuangan kaum buruh ( sebagai ideologi perjuangan ), tetapi menyebar luas (pervasive) ke dalam stuktur kognisi masyarakat dalam pembentukan teori-teori ilmu pengetahuan. Marx memahami alam kehidupan melalui pendekatan Materialisme Dialektis sebagai sebuah paradigma. Maka struktur dasar konsep pengetahuan yang muncul pun selalu diletakkan pada pemahaman atau asumsi Marx tentang dunia ( alam kehidupan) ini. Dari semua sosiolog yang terkemuka dan pikirannya bersifat orisinil adalah Karl Max. Marx berpendapat bahwa setiap masyarakat dalam setiap tahap perkembangannya secara historis, selalu didasarkan pada suatu pondasi ekonomis. Pondasi ekonomis tersebut mencakup dua unsur

pokok, yakni : a. Kerangka fisik atau teknologis dari kegiatan-kegiatan ekonomis; b. Hubungan antara manusia dan bentuk hubungan tersebut dalam kegiatan-kegiatan ekonomis. Bagi Marx cara-cara berproduksi merupakan variabel yang menentukan, sehingga perubahanperubahan padanya akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada pola-pola hubungan sosial. Beliau berpendapat bahwa hukum merupakan hasil perkembangan kekuatan-kekuatan ekonomis; hukum merupakan suatu sarana yang dipergunakan oleh pihak yang memegang kekuasaan untuk mempertahankan kekuasaannya; hukum sebagai sarana mengadakan pengendalian sosial, lama kelamaan akan pudar. Sebagai salah satu pemikir Evolusionis, Marx mengasumsikan adanya dinamika perubahan sosial dalam masyarakat, yaitu suatu perubahan transisional yang tidak terelakkan sehubungan dengan adanya keniscayaan dialektik yang kodrati yang termaefestasikan dalam sejarah, dimana hukum sebagai komponen dari sistem kehidupan ikut berubah secara fungsional. Menurut Marx, setiap tertib politik, sosial, agama dan budaya ditentukan oleh setiap sistem produksi yang ada dan merupakan bagian dari struktur yang didasarkan pada hubungan ekonomi. Para pemilik modal ( kapitalis ) ini akan selalu memperoleh keuntungan dalam banyak sektor, termasuk kesempatan yang sangat luas di dalam memanfaatkan dan mendesakkan kepentingankepentingan hukumnya. Ajaran Marx tentang hukum terlampau memberikan tekanan pada bidang ekonomi, yang dia anggap menentukan proses kehidupan hukum. Oleh karena itu bagi Marx, perubahan-perubahan sosial yang secara historis didorong atau dipicu oleh konflik ekonomi tersebut, menempatkan hukum sebagai pengemban amanat kepentingan ekonomi para pemilik modal. Hukum bukanlah model adealisasi moral masyarakat. Hukum kata Marx tidak lain adalah epifennema, atau gejala sampingan yang berasal infrastruktur dan fungsi-fungsi yang tidak lain adalah untuk menjaga kelangsungan cara produksi yang sudah ada. Dengan demikian hukum dipandang berguna bagi kelas yang berkuasa sebagai sarana penindasan dan sarana penipuan untuk menciptakan dan mempertahankan ilusi-ilusi yang mencitrakan seolah nilai tatanan masyarakat yang ada lebih berharga daripada sebenarnya. Menurut Soerjono Soekanto, pandangan Marx diatas tidak benar, beliau berpendapat : Sebagai salah satu bidang kehidupan, maka hukum di satu pihak dipengaruhi oleh bidang-bidang

kehidupan lainnya ( seperti bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya), dan di lain pihak mempengaruhi bidang-bidang tersebut. Hukum bukan merupakan sarana untuk mempertahankan kekuasaan, akan tetapi merupakan sarana untuk mengatur kekuasaan tersebut sehingga tidak timbul kesewenang-wenangan. Kita tentunya paham Marx adalah seorang cendikiawan revolusioner yang ingin meningkatkan perjuangan, yang dalam pandangannya selaku seorang teoritikus dianggapnya benar. Banyak tulisan Marx yang tidak sepenuhnya bersifat ilmiah akademis, tetapi sangat kental nuansa politis. Kegiatan ilmiahnya tidak dilakukan untuk kemajuan ilmu itu sendiri, melainkan diarahkan kepada tujuan merubah dunia. Namun demikian Marx sangat yakin bahwa teori dan praktek sebagai dua hal yang bersifat berkaitan, dan inilah pandangan utama Marx.

2. Max Weber ( 1864 - 1920 ) Max Weber yang lahir di Erfurt, Thuringia Jerman pada tahun 1864 adalah seorang sosiolog dan yuris / ilmuan hukum Jerman, yang memegang peranan penting dalam perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Weber adalah salah seorang pendiri sosiologi komtemporer di samping Karl Heinrich Marx dan Emile Durkheim. Dari sejumlah buku yang ia terbitkan, karya yang berjudul Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism dan Wirtschaft und Gesselschaft ( Economic and Society) merupakan karya yang sangat terkenal. Weber berpendapat bahwa hukum merupakan suatu tertib memaksa yang mempunyai dukungan potensial dari kekuatan negara. Dia membedakan hukum dari norma-norma lain seperti adat istiadat dan konvensi yang mempunyai sanksi-sanksi yang berbeda. Weber beranggapan, bahwa perkembangan sistem hukum yang formal-rasional sebagai pencerminan dan prasyarat bagi tumbuhnya kapitalisme modern. Weber juga membedakan antara sistem hukum yang didasarkan pada rasionalitas formal ( didasarkan pada sistematisasi norma-norma umum dengan pola ketergantungan procedural, adanya prosedur hukum yang dapat dikendalikan oleh golongan intelektual) dengan yang didasarkan pada rasionalitas substantif ( disandarkan pada pertimbangan keadilan terhadap keputusan kasus-kasus individual ). Weber mengidentifikasikan 3 (tiga) tipe administrasi keadilan, yakni Keadilan Kahdi (diterapkan pada peradilan syariat, yang didasarkan pada persepsi keagamaan), Keadilan Empiris (didasarkan

atas dasar analogis, preseden maupun penafsiran), Keadilan Rasioanal (didasarkan pada prinsipprinsip birokrasi yang sifatnya universal, beorientasi pada kontrak dan bukan status). Salah satu sumbangan pemikirannya yang penting adalah pendapatnya atau tekanannya pada segi rasional dari perkembangan lembaga-lembaga hukum terutama pada masyarakat-masyarakat barat. Menurut Weber, perkembangan hukum materil dan akal mengikuti tahap-tahap perkembangan tertentu. Mulai dari bentuk sederhana yang didasarkan pada kharisma sampai pada tahap termaju di mana hukum disusun secara sistematis, serta dijalankan oleh orang-orang yang telah mendapatkan pendidikan dan latihan-latihan di bidang hukum. Tahap-tahap perkembangan hukum yang dikemukan oleh Max Weber tersebut lebih banyak merupakan bentuk-bentuk hukum yang dicita-citakan dan menonjolkan kekuatan-kekuatan sosial. Hal yang sama dapat pula ditafsirkan terhadap teori Max Weber tentang tipe-tipe ideal dari sistem hukum, yaitu yang rasional dan irasional. Dengan adanya birokrasi pada masyarakatmasyarakat industri yang modern, maka sistem hukum rasional dan formal timbul, di mana faktor kepastian hukum lebih ditekankan daripada keadilan. Perubahan-perubahan hukum sebagai mana dinyatakan oleh Max Weber, adalah sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem sosial dan masyarakat yang mendukung sistem hukum yang bersangkutan. 3. Emile Durkheim ( 1858 1917) Emile Durkheim adalah salah seorang tokoh sosiologi terkemuka yang lahir pada tahun 1858 di Epinal, suatu perkampungan kecil orang Yahudi di bagian timur Perancis. Sebelum meninggal dalam usia 59 tahun, Durkheim telah melahirkan beberapa karya besar yang sangat berpengaruh. Satu diantaranya yang sangat terkenal adalah De la Division du Travail Social Penale yang kemudian pada tahun 1915 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berjudul Division of Labor in Society. Di dalam bukunya mengenai pembagian kerja dalam masyarakat ini, Durkheim menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai hukum dalam masyarakat. Dia menelaah perkembangan tertib sosial melalui lembaga-lembaga sosial dan ekonomi. Kemudian dia mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan hukum dengan menegaskan bahwa hukum merupakan ukuran bagi adanya tipe-tipe solidaritas tertentu dalam masyarakat. Menurut dia, didalam masyarakat terdapat dua macam solidaritas yang pertama bersifat mekanis (mechanical solidarity) dan yang kedua bersifat organis (organic solidarity).

Solidaritas yang mekanis ini didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama, dan terdapat pada masyarakat-masyarakat yang sederhana dan homogen, di mana ikatan dari para warganya didasarkan pribadi serta tujuan yang sama. Solidaritas ini merupakan solidaritas yang tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Karena itu individualitas tidak berkembang (dilumpuhkan). Solidaritas yang organis terdapat pada masyarakat-masyarakat yang heterogen di mana terdapat pembagian kerja yang kompleks (bertambah besar dan luas). Solidaritas ini didasarkan pada rasa saling ketergantungan yang tinggi. Munculnya perbedaan-perbedaan di tingkat individu ini, merombak kesadaran kolektif yang pada akhirnya menjadi kurang penting lagi sebagai dasar untuk keteraturan sosial. Sejalan dengan adanya dua tipe solidaritas tersebut, terdapat dua tipe hukum yakni, Hukum Represif dan Hukum Restitutif. Pada masyarakat bersahaja dengan solidaritas mekanis, terdapat hukum represif dan hukum pidana. Penghukuman dimaksudkan sebagai upaya untuk melindungi dan mempertahankan solidaritas sosial. Pelaku penyelewengan di hukum sebagai suatu contoh atau pencerminan bahwa penyimpangan tidak akan dibiarkan berlangsung demikian saja. Pada masyarakat modern yang heterogen tadi terdapat kecenderungan berkurangnya peranan hukuman represif, yang kemudian diganti dengan hukuman restitutif, yang menekankan pada pemberian kompensasi. Penghukuman dimaksudkan sebagai upaya penggantian atau restitusi serta perbaikan terhadap kerugin-kerugian yang diderita korban. Hukuman diberikan atau dijatuhkan atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang berguna bagi pelaku di dalam kerangka proses rehabilitasi. Dengan demikian Durkheim beranggapan, hukum pidana merupakan pencerminan solidaritas mekanis. Sebenarnya Durkheim sama sekali tidak mengembangkan suatu kerangka acuan untuk mengadakan analisa sosiologis terhadap hukum. Namun gagasannya mengenai hukum menimbulkan mahzab tersendiri yang mengembangkan minat terhadap studi hukum sebagai suatu proses sosial. Tujuan kedua tipe hukum diatas sangat berbeda. Hukum Represif pada masyarakat solidaritas mekanis merupakan ungkapan kemarahan kolektif yang dirasakan kuat ; sementara hukum Restitutif berfungsi mempertahankan atau melindungi pola salinf ketergantungan yang kompleks antara pelbagai individu yang berkelompok-kelompok dalam masyarakat.

Lawrence M. Friedman menjelaskan ada tiga unsur atau komponen dalam sistem hukum, atau biasa disebut Three Elemens of Legal Sistem, merupakan faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu komponen struktur, komponen substansi, dan komponen kultur atau budaya hukum. Ketiga komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang bulat dan utuh, serta saling berhubungan, atau biasa disebut dengan sistem. Teori Sistem Hukum FriedmanMenurut Lawrence Meir Friedman, seorang ahli sosiologi hukum dari Stanford University, adaempat elemen utama dari sistem hukum (legal system), yaitu:1. Struktur Hukum (Legal Structure)2. Isi Hukum (Legal Substance)3. Budaya Hukum (Legal Culture)4. Dampak Hukum (Legal Impact)
C. HASIL-HASIL PEMIKIRAN SOSIOLOG TENTANG HUKUM. 1. Emil Durkheim : Durkheim membagi 2 macam hukum, yaitu : 1. Hukum Represif, yaitu hukum yang sanksi-sanksinya mendatangkan penderitaan bagi mereka yang melanggar kaidah hukum yang bersangkutan. Sanksi kaidah hukum tersebut menyangkut hari depan kehormatan seseorang warga masyarakat, atau bahkan merampas kemerdekaan dan kenikmatan hidupnya . 2. Hukum Restitutif, yaitu hukum yang tujuan utamnya bukan mendatangkan penderitaan, melainkan tujuan utamnya adalah untuk mengembalikan kaidah pada situasi semula (pemulihan keadaan), sebelum terjadinya kegoncangan sebagai akibat dilanggarnya suatu kaidah hukum . 2. MaxWeber:

Teori Max Weber tentang hukum dikemukakan empat tipe ideal dari hukum, yaitu : 1. Hukum irrasional dan material, yaitu di mana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidah pun. 2. Hukum irrasional dan formal, yaitu di mana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah di luar akal, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan.

3. Hukum rasional dan material, di mana keputusan-keputusan para pembentuk undangundang, dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijakasanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi. 4. Hukum rasional dan formal yaitu di mana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsepkonsep abstrak dari ilmu hukum.

Anda mungkin juga menyukai