Anda di halaman 1dari 3

Renungan Ramadhan XVII Sang Makmum Mencari Ikan - I Senja itu sang makmum duduk di muara pertemuan antara

air tawar dan air asin. Se sekali memandangi samudera, sesekali juga ia memandangi aliran sungai... Sambil menengadah ke langit sang makmum bergumam " Di mana garis batas perpisaha n bila ternyata tetap saling mengikat ...? apakah perjumpaan adalah perpisahan i tu sendiri ? di manakah batas langit dan bumi... di manakah siang bila malam mul ai menampakkan diri ? " Tiba -tiba muncul Pak Tua nyentrik. Rambutnya panjang mengurai putih. Topinya wa rna - warni, pakaiannya hitam dengan kantung air di belakang punggung. Matanya s ayu tetapi lingkar hitam bola matanya sangat pekat dan tegas. Dengan suara sembe r dan gaya bicara yang asal - asalan ia menegur sang makmum... " Hai anak muda...sudah menjadi takdir bahwa air akan mengalir mencari tempat te rendah dan terluas...perjumpaan dan pertemuan di wilayah ini akan memunculkan ra sa air yang tanggung, hewan - hewan beracun serta ikan berduri lembut. Wahai Pak Tua, apa maksud pembicaraanmu ? Layaknya kebingungan dirimu...ketika tersibak anugerah rahmatan lil alamin, pema haman universal seluas samudera, engkau akan termangu -mangu antara ya dan tidak . Bila engkau tak melapangkan dadamu bagai Musa yang berdoa pada Tuhan meminta k elapangan hati, engkau hanya menjadi air payau... menjadi air yang membuat bingu ng peminumnya. Cara berfikirmu layaknya daging ikan itu...seakan putih bersih padahal masih ban yak terselip duri lembut yang siap menusuk tenggorokan yang memakannya. Buah pik iranmu malah bisa meracuni orang yang mendengar. Mereka mengikutimu sedang engkau sendiri tak mau melanjutkan perjalanan. Kau hil angkan rumah mereka yang dulu tetapi tak kau pastikan di mana sesungguhnya rumah baru itu. Mereka bagai memakan racun simalakama... Hmmh...Padahal engkau sendiri sudah tidak mungkin lagi kembali ke aliran asalmu. Pun bila kau paksakan kembali pada aliran - aliran itu, jalanmu akan naik melaw an jalannya sifat air...engkau akan tersedak nak... Engkau akan menjadi angkuh karena bisa menceritakan pada khalayak umum atas pero lehan pandangan tentang samudera. Padahal engkau sendiri belum berani bermukim d i samudera tanpa batas. Hidupmu akan terasa berat, nak ! Bila engkau tak kuat menuju samudera, biarlah Sang Cahaya Mentari memanggilmu na ik dan menjadikan dirimu uap yang suatu saat diperintahkan turun di tempat yang telah ditentukan. Itu lebih jelas dan bermanfaat nak... Seakan terkesiap dari sihir kata - kata Pak Tua tadi, sang makmum memotong pembi caraan. Ah, Pak Tua....jangan sekali - kali mengguruiku...lagipula bicaramu terlalu aneh ... Sudah kuputuskan, aku lelah mencari guru...pada akhirnya semua guru memaksakan k eyakinan mereka...bukan menumbuhkan keyakinanku sendiri...guruku hanya menjeratk u dalam kebingungan - kebingungan baru... dan kayaknya mereka puas bila murid se macam aku tahluk dalam kebingungan...

Lho, tapi bagaimanapun engkau haruslah tetap berguru pada manusia...walau guru i tu bukan aku. Engkau ditakdirkan menjadi manusia dan fitrahmu mencari kelengkapa n ilmu hidup lewat seseorang yang telah mengarungi samudera ilmu...tentu, ia ada lah manusia...bukan dedhemit ataupun jenglot.... Tidak ! manusia terlalu tinggi untuk kuangkat jadi guruku. Pikiranku terlalu lel ah menuruti kata - kata orang - orang suci itu. Bagaimana tidak, paham si Fulan yang mengaji di surau sebelah mengajakku begini, sedangkan di masjid Timur hal i ni malah tidak diperbolehkan. Padahal mereka sama - sama merasa paling tahu dan kenal dekat dengan Tuhan... Tuhan itu Satu Wajah Nak...Ahad, berdiri Sendiri, dan bebas suci dari persangkaa n. Hanya isi tiap kepala manusia saja yang menjadikan Tuhan bermacam - macam waj ah. Dan itu semua akan membuat mereka saling bertengkar bila bertahan pada persa ngkaan masing - masing. Kecuali mereka telah memahami arti sembilan puluh sembil an Nama... Maksudmu ? Sembilan puluh sembilan Nama akan mengurai kebingunganmu mengenai Tuhan. Sifat d ominan dalam dirimu adalah salah satu percikan Nama. Engkau pemarah, engkau peny abar, engkau pandai, engkau perkasa atau gemulai hanyalah sebuah kemurahan Tuhan . Engkau harus mengenali Tuhan lewat sifat dominan yang ada dalam dirimu sendiri.. ..Bukankah ada yang mengatakan siapa yang mengenali dirinya sendiri akan mengena li Tuhannya ? Tetapi bila kau tak tahu peta dirimu, sifat apa yang dominan dalam dirimu, maka berlaku lah belas kasih atau sabar kepada sesama. Karena sifat itu adalah nama p embuka dan nama penutup semua sifat. Di dalamnya terangkum semua sifat. Lelaku b elas kasih dan sabar inilah yang akan memunculkan sifat dominan sesungguhnya yan g ada padamu... Bisa jadi dengan pengasahan sifat belas kasih dan sabar malah akan memunculkan b ahwa sifat aslimu yang sesungguhnya adalah pemarah. Dan sifat pemarahmu bukanlah sifat pemarah seperti yang kau lihat dan kau sangka selama ini. Sifat pemarahmu adalah sifat reflek dirimu yang engkau sendiri tak merekayasa sebab terjadinya. Aku masih tak paham Pak Tua ! Marahmu bukanlah marah dendam kesumat karena egomu terbakar. Marahmu marah non e go. Marahmu adalah marah kepedulian.Marah ketegasan nak... Layaknya sahabat Rasul Umar bin Khatab, beliau mempunyai sifat pemarah. Tetapi k emarahan itu bukanlah kemarahan ego. Kemarahan itu adalah kemarahan belas kasih demi sebuah tegaknya hidup yang adil. Beliau pemarah, tetapi beliau sangat belas kasih hingga diriwayatkan mau memangg ul kantung makanan demi mengenyangkan perut umatnya. Dan lelaku beliau itu adala h sebuah proses memarahi dirinya sendiri karena beliau teledor dalam mengurusi u mat. Ya, Beliau sangat - sangat sanggup memarahi dirinya sendiri. Jadi sangat tidak bisa engkau meniru sifat orang yang kau idolakan atau kau angg ap guru secara mentah - mentah. Engkau hanya memperoleh marah - marahnya saja te tapi tak kan mendapat hikmah apapun dalam hidupmu... akhirnya engkau hanya bisa marah kepada orang lain, tapi malas mengurusi nasib mereka yang serba kekurangan ... Engkau pun juga tak bisa berpura - pura santun mengalah dan mengajarkan kasih ci

nta damai atau apalah namanya bila engkau sendiri belum bisa keras tegas terhada p diri sendiri. Sebab mau berkeras terhadap diri sendiri adalah inti ajaran rahm an rahiem. Ajaran kasih sayang sesungguhnya... Apa sih arah pembicaraanmu Pak Tua ! Berpuasalah nak....puasakan pikiranmu selain Tuhan...puasakan ketergantungan rag amu dari makanan...agar engkau tahu bahwa yang menggerakkan kaki, tangan, jantun g dan segala jerohanmu bukanlah makanan. Apa yang kau makan hanyalah perantara w asilah kekuatan. Janganlah berhenti pada wasilah anakku...lihatlah apa sesungguh nya yang berada dibalik kekuatan makanan itu... Sebuah perantara atau wasilah hanyalah karena keterbatasan dirimu. Bila kau mau mendekat kepada Tuhan Yang Maha Tak Terbatas, maka wasilah itu semakin lama sema kin tak diperlukan.... Bila kau gali seluruh ajaran keyakinan di dunia, bab puasa pasti ada dan diwajib kan. Puasa adalah proses berkeras kepada diri sendiri yang paling jujur dan sant un. Kegagalanmu dalam proses berpuasa adalah kejujuran letak maqommu sebenarnya. Dan kegagalan itu tak membuat dirimu marah - marah. Engkau malah berani menerima peringatan kelemahan diri ini dengan santun tanpa bisa lagi mencari alasan peny angkalan...itulah wilayah kesadaran nak... Proses jatuh bangunnya berpuasa inilah yang akan membuat dirimu santun kepada ma nusia sekelilingmu. Engkau juga akan jujur menerima kekurangan mereka apa adanya layaknya engkau jujur berani mengakui kelemahan - kelemahan diri.... Akhirnya engkau menjadi manusia penyayang dan penyabar yang tak terhenti pada re torika saja... Dinukilkan juga bahwa puasa adalah rahasia Tuhan dengan hamba. Maksudnya, bila e ngkau mau berpuasa tanpa mengharap pahala apa - apa, maka Tuhan akan membukakan sedikit demi sedikit rahasia - rahasia hidup. Jati dirimu yang selama ini tertutupi dengan berbagai macam doktrin akan muncul perlahan - lahan bagai mutiara yg mulai tampak sinarnya. Itulah pahala di atas p ahala nak... Pahala di atas pahala ? Omongan apa lagi nih Pak Tua...! Bersambung...

Anda mungkin juga menyukai