f
c
4f
y
b
w
d dan
1.4
f
y
b
w
d,
kecuali untuk komponen struktur besar dan masif, luas tulangan yang diperlukan pada se-
tiap penampang, positif maupun negatif, paling sedikit harus sepertiga lebih besar dari yang
diperlukan berdasarkan analisis.
BL .b Rasio tulangan () tidak boleh melebihi 0.025.
BL .c Sekurang - kurangnya harus ada dua batang tulangan atas dan dua batang tulangan bawah
yang dipasang secara menerus.
BL .d Kuat lentur positif komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh lebih kecil dari
setengah kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik kuat lentur negatif maupun positif
pada setiap penampang sepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperempat kuat lentur
terbesar yang disediakan pada kedua muka kolom tersebut (gambar 1.3).
- M
+
uend
1
2
M
uend
- M
+
uspan
1
4
max[M
+
u
, M
u
]
end
- M
uspan
1
4
max[M
+
u
, M
u
]
end
4 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 1.3: Keterangan Ketentuan Lentur Balok [2]
BL .e Sambungan lewatan pada tulangan lentur hanya diizinkan jika ada tulangan spiral atau seng
kang
tertutup yang mengikat bagian sambungan lewatan tersebut. Spasi sengkang yang mengikat
daerah sambungan lewatan tersebut tidak boleh melebihi
d
4
atau 100 [mm]. Sambungan
lewatan tidak boleh digunakan pada daerah hubungan balok-kolom, pada daerah hingga jarak
dua kali tinggi balok dari muka kolom dan pada tempat-tempat yang berdasarkan analisis,
memperlihatkan kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis struk-
tur rangka.
Ketentuaan untuk tulangan transversal pada elemen yang direncanakan memikul lentur dan beban
gempa (elemen balok) [4]:
BT .a Sengkang tertutup harus dipasang pada komponen struktur pada daerah hingga dua kali tinggi
balok diukur dari muka tumpuan ke arah tengah bentang, di kedua unjung komponen struktur
lentur, dan pada daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari suatu penampang dimana
leleh lentur diharapkan dapat terjadi sehubungan dengan terjadinya deformasi inelastis struktur
rangka.
BT .b Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 [mm] dari muka tumpuan. Jarak
maksimum antara sengkang tertutup tidak boleh melebihi
d
4
, delapan kali diameter terkecil
tulangan memanjang, 24 kali diameter batang tulangan sengkang tertutup, dan 300 [mm]
(gambar 1.4).
FTSL ITB 5
I-MHERE@ETABS
Gbr. 1.4: Keterangan Ketentuan Penulangan Transversal Balok [2]
BT .c Pada daerah yang memerlukan sengkang tertutup, tulangan memanjang pada perimeter harus
mempunyai pendukung lateral yang didapat dari sudut sebuah sengkang atau kait ikat yang
sudut dalamnya tidak lebih dari 135
o
dan tidak boleh ada batang tulangan sepanjang masing-
masing sisi sengkang atau sengkang ikat yang jarak bersihnya lebih dari 150 [mm] terhadap
batang tulangan yang didukung secara lateral. Jika tulangan longitudinal terletak disekeliling
perimeter suatu lingkaran, maka sengkang berbentuk lingkaran penuh dapat dipergunakan
BT .d Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang dengan kait gempa pada
kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih dari
d
2
di sepanjang bentang komponen
struktur ini (gambar 1.5).
6 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 1.5: Tulangan Transversal dan Pengait [2]
BT .e Sengkang tertutup dalam komponen struktur lentur diperbolehkan terdiri dari dua unit tu-
langan, yaitu: sebuah sengkang dengan kait gempa pada kedua ujung dan ditutup oleh pengikat
silang. Pada pengikat silang yang berurutan yang mengikat tulangan memanjang yang sama,
kait 90 derajatnya harus dipasang secarang selang seling. Jika tulangan memanjang yang diberi
pengikat silang dikekang oleh pelat lantai hanya pada satu sisi saja maka kait 90 derajatnya
harus dipasang pada sisi yang dikekang.
1.3.2 Desain SRPMK pada elemen kolom (elemen menerima lentur dan aksial)
Ketentuan berikut berlaku untuk elemen struktur SRPMK yang memikul gaya akibat beban gempa,
dan menerima beban aksial terfaktor yang lebih besar dari 0.1A
g
f
c
[4]:
KU .a Ukuran penampang terkecil, diukur pada garis lurus yang melalui titik pusat geometris penam-
FTSL ITB 7
I-MHERE@ETABS
pang, tidak kurang dari 300 [mm].
KU .b Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah tegak lurusnya
tidak kurang dari 0.4.
Ketentuan kuat lentur minimum kolom [4] adalah :
KK .a Kuat lentur kolom harus memenuhi persamaan
M
e
_
6
5
_
M
g
,
dimana
M
e
adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom sehubungan dengan
kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut. Kuat lentur
kolom harus dihitung dengan gaya aksial terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral
yang ditinjau yang menghasilkan nilai kuat lentur terkecil. Sedangkan
M
g
jumlah momen
pada pusat balok-kolom sehubungan dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangkak
pada hubungan balok-kolom tersebut (gambar 1.6) .
Gbr. 1.6: Kuat lentur minimal kolom [2]
KK .b Kuat lentur harus dijumlahkan sedemikian hingga momen kolom berlawanan dengan momen
balok
KK .c Jika butir a tidak dipenuhi maka kolom pada hubungan balok-kolom tersebut harus diren-
canakan dengan memberikan tulangan transversal seperti yang ditentukan pada butir KT a
s/d e yang dipasang sepanjang tinggi kolom.
Tulangan memanjang pada kolom harus memenuhi beberapa ketentuan berikut [4]:
KL .a Rasio tulangan memanjang
t
tidak boleh kurang dari 0.01 dan tidak boleh lebih dari 0.06
8 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
KL .b Sambungan lewatan hanya diizinkan di lokasi setengah panjang elemen struktur yang berada
ditengah, direncanakan sebagai sambungan lewatan tarik, dan harus diikat dengan tulangan
spiral atau sengkang tertutup yang direncanakan.
Beberapa ketentuan tulangan transverasal kolom adalah [4]:
KT .a Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin (
s
) ,tidak boleh kurang dari
0.12
f
c
f
yh
dan juga tidak boleh kurang dari
0.45
_
A
g
A
c
- 1
_
f
c
f
y
dengan f
y
adalah kuat leleh tulangan spiral tidak boleh diambil lebih dari 400 [MPa] (gambar
1.7) .
Gbr. 1.7: Tulangan transversal spiral [2]
FTSL ITB 9
I-MHERE@ETABS
KT .b Luas total penampang sengkang tertutup persegi (A
sh
) tidak boleh kurang dari
0.3
_
s h
c
f
c
f
yh
__
A
g
A
ch
- 1
_
,
dan
0.09
_
s h
c
f
c
f
yh
_
,
(gambar 1.8).
Gbr. 1.8: Tulangan transversal tertutup persegi [2]
KT .c Tulangan transversal harus berupa sengkang tunggal atau tumpuk. Tulangan pengikat silang
dengan diameter dan spasi yang sama dengan diameter dan spasi sengkang tertutup boleh
digunakan. Tiap ujung tulangan pengikat silang harus terkait pada tulangan longitudinal
terluar. Pengikat silang yang berurutan harus ditempatkan secara selang-seling berdasarkan
10 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
bentuk kait ujungnya (gambar 1.9).
Gbr. 1.9: Contoh tulangan transversal pada kolom [2]
KT .d Bila kuat rencana pada bagian inti komponen struktur telah memenuhi ketentuan kombinasi
pembebanan termasuk pengaruh gempa maka persamaan
0.3
_
s h
c
f
c
f
yh
__
A
g
A
ch
- 1
_
,
dan
0.45
_
A
g
A
c
- 1
_
f
c
f
y
,
tidak perlu diperhatikan.
KT .e Bila tebal selimut beton di luar tulangan transversal pengekang melebihi 100 [mm], tulangan
transversal tambahan perlu dipasang dengan spasi tidak melebihi 300 [mm]. Tebal selimut di
luar tulangan transversal tambahan tidak boleh melebihi 100 [mm].
KT .f Tulangan transversal harus diletakkan dengan spasi tidak lebih daripada satu per empat dari
diameter terkecil komponen struktur, enam kali diameter tulangan longitudinal, dan tidak lebih
dari s
x
, sesuai dengan persyaratan
s
x
=
_
100 + (
350 h
x
3
)
_
.
Nilai s
x
tidak perlu lebih besar dari 150 [mm] dan tidak perlu lebih kecil dari 100 [mm].
KT .g Tulangan pengikat silang tidak boleh dipasang dengan spasi lebih daripada 350 [mm] dari
sumbu ke sumbu dalam arah tegak lurus sumbu komponen struktur.
KT .h Tulangan transversal harus dipasang sepanjang l
o
dari setiap muka hubungan balok-kolom dan
juga sepanjang l
o
pada kedua sisi dari setiap penampang yang berfungsi membentuk leleh lentur
akibat deformasi lateral inelastis struktur rangka. Panjang l
o
ditentukan tidak kurang daripada
tinggi penampang komponen struktur pada muka hubungan balok-kolom atau pada segmen
FTSL ITB 11
I-MHERE@ETABS
yang berpotensi membentuk leleh lentur, seperenam bentang bersih komponen struktur, dan
500 [mm]
KT .i Bila gaya-gaya kasial terfaktor pada kolom akibat beban gempa melampaui 0.1A
g
f
c
, dan gaya
aksial tersebut berasal dari komponen struktur lainnya yang sangat kaku yang didukungnya,
misalnya dinding, maka kolom tersebut harus diberi tulangan transversal pada seluruh tinggi
kolom
KT .j Bila tulangan transversal tidak dipasang diseluruh panjang kolom maka pada daerah sisanya
harus dipasang tulangan spiral atau pengekang tertutup dengan spasi sumbu ke sumbu tidak
lebih daripada nilai terkecil dari enam kali diameter tulangan longitudinal kolom atau 150 [mm].
1.3.3 Desain SRPMK pada hubungan balok-kolom
Ketentuan umum untuk hubungan balok kolom adalah [4]:
HU .a Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-kolom harus ditentukan
dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1.25f
y
.
HU .b Kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan menggunakan faktor reduksi kekuatan
HU .c Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus diteruskan hingga mencapai
sisi jauh dari inti kolom terkekang dan diangkur.
HU .d Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati hubungan balok-kolom, dimensi
kolom dalam arah paralel terhadap tulangan longitudinal balok tidak boleh kurang dari 20
kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok untuk beton berat normal. Bila digunakan
beton ringan maka dimensi tersebut tidakb oleh kurang daripada 26 kali diameter tulangan
longitudinal terbesar balok.
Kententuan tulangan transversal pada hubungan balok kolom adalah [4]:
HT .a Tulangan transversal berbentuk sengkang tertutup sesuai yang ditentukan pada KT s/d harus
dipasang di dalam daerah hubungan balok-kolom, kecuali bila hubungan balok-kolom tersebut
dikekang oleh komponen-komponen struktur sesuai HIb
HT .b Pada hubungan balok-kolom dimana balok-balok dengan lebar setidak-tidaknya sebesar tiga
perempat lebar kolom, merangka pada keempat sisinya, harus dipasang tulangan transversal
paling sedikit sejumlah setengan dari yang ditentukan pada KT a s/d e. Tulangan transversal ini
dipasang di daerah hubungan balok-kolom setinggi balok terendah yang merangka ke hubungan
tersebut. Pada daerah tersebut, spasi tulangan transversal dapat diperbesar menjadi 150 [mm]
HT .c Pada hubungan balok-kolom, dengan lebar balok lebih besar daripada lebar kolom, tulangan
trasnversal yang ditentukan pada KT a s/d e harus dipasang pada hubungan tersebut untuk
memberikan kekangan terhadap tulangan longitudinal balok yang berada diluar daerah inti
kolom, terutama bila kekangan tersebut tidak disediakan oleh balok yang merangka pada
hubungan tersebut.
12 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Ketentuan kekuatan geser nominal hubungan balok-kolom [4]:
HK .a Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil lebih besar daripada ketentuan
berikut ini untuk beton berat normal.
- Untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya 1.7
f
c
A
i
- Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi yang berlawanan 1.25
f
c
A
i
- Untuk hubungan lainnya 1.0
f
c
A
i
Luas hubungan balok-kolom A
i
ditunjukkan pada gambar 1.10. Suatu balok yang merangka
pada hubungan balok-kolom dianggap memberikan kekangan bila setidak-tidaknya tiga perem-
pat bidang muka hubungan balok-kolom tersebut tertutupi oleh balok yang merangka tersebut.
Hubungan balok-kolom dapat dianggap terkekang bila ada empat balok yang merangka pada
keempat sisi hubungan balok-kolom tersebut
Gbr. 1.10: Luas efektif hubungan balok-kolom [2]
HK .b Untuk beton ringan, kuat geser nominal hubungan balok koloma tidak boleh diambil lebih
besar daripada tiga per empat nilai-nilai yang diberikan pada butir HK a
Panjang penyaluran tulangan tarik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut [4]:
HP .a Panjang penyaluran l
dh
untuk tulangan tarik dengan kait 90
o
dalam beton berat normal tidak
boleh diambil lebih kecil daripada 8d
b
, 150 [mm], dan nilai
l
dh
=
f
y
d
b
5.4
f
c
FTSL ITB 13
I-MHERE@ETABS
untuk diameter tulangan sebesar 10 [mm] hingga 36 [mm]. Untuk beton ringan, panjang
penyaluran tulangan tarik tidak boleh diambil lebih kecil dari 10d
b
, 190[mm], dan 1.25 kali
nilai l
dh
. Kait 90
o
harus ditempatkan di dalam inti terkekang kolom atau komponen batas.
HP .b Untuk diameter 10 [mm] hingga 36 [mm], panjang penyaluran tulangan tarik l
d
tanpa kait tidak
boleh diambil lebih kecil daripada 2.5 kali panjang penyaluran l
dh
bila ketebalan pengecoran
beton di bawah tulangan tersebut kurang daripada 300 [mm], dan 3.5 kali panjang penyaluran
l
dh
bila ketebalan pengecoran di bawah tulangan tersebut melebihi 300 [mm]
14 FTSL ITB
2 Perangkat lunak ETABS
Software yang digunakan dalam perencanaan bangunan tahan gempa ini adalah ETABS versi 9.x.
ETABS merupakan perangkat lunak yang dirancang khusus untuk menganalisis dan merencanakan
struktur gedung secara tiga dimensi [9].
Struktur gedung diidealisasikan oleh ETABS sebagai rakitan (assemblage) dari luasan, garis dan objek
titik [11]. Objek-objek ini merepresentasikan elemen-elemen dinding, lantai, kolom, balok, pengaku
(bracing) dan pegas (spring). Geometri struktur dapat tidak simetris dan denah gedung tidak harus
selalu persegi. Perilaku torsi dari lantai gedung dan kompatibilitas antar lantai dapat direpresentasikan
secara akurat oleh program ETABS [8].
2.1 Terminologi pemodelan
Dalam program ETABS, bagian-bagian sik dari suatu struktur gedung direpresentasikan sebagai
Objects, Members dan Elements. Objects merepresentasikan elemen-elemen sik dari struktur gedung
(balok, kolom, pelat, dll.). Elements (shell, membrane, dll.) mengacu kepada metoda elemen hingga
yang digunakan oleh program untuk menghasilkan matriks kekakuan struktur. Dalam banyak kasus
objects dan elements berkorespondensi langsung, dan objects inilah yang "digambar" oleh pengguna
melalui antarmuka (GUI, Graphical User Interface) program ETABS.
Objects bertujuan untuk merepresentasikan secara akurat elemen-elemen sik dari struktur gedung
dengan meminimalisasi intervensi dari pengguna dalam pemodelan matematika yang digunakan (ele-
ments) dalam analisis struktur tersebut. Sebagai contoh, sebuah garis (line object) dapat memodelkan
suatu balok induk dari struktur gedung secara utuh dan akurat, tanpa perlu membagi-bagi balok induk
menjadi elemen-elemen yang lebih kecil, walaupun banyak balok-balok anak atau elemen-elemen struk-
tur lainnya (termasuk pola pembebanannya) yang terhubung pada balok induk ini. Meshing dari suatu
elemen sik pelat lantai dilakukan otomatis oleh program ETABS menjadi elemen-elemen hingga (shell
atau membrane) yang diperlukan dalam analisis. Dengan menggunakan software ETABS, pemodelan
dan penyajian hasil analisis cukup dilakukan hanya dalam tingkatan object saja. Hal ini merupakan
terminologi pemodelan ETABS yang sangat menguntungkan dalam pemodelan dan analisis struktur
gedung dibandingkan dengan software-software lainnya [10].
2.2 Teknik analisis
Berikut ini adalah beberapa jenis-jenis analisis yang dapat dilakukan oleh program ETABS, meliputi
analisis modal, analisis respon spektrum, analisis riwayat waktu, analisis P-Delta dan analisis non-linier.
Analisis statik linier
Analisis statik linier secara otomatis akan diikut sertakan dalam setiap kasus beban (load case)
yang didenisikan. Efek non-linier dari geometri dan material tidak diperhitungkan dalam
analisis statik linier, kecuali apabila efek dari analisis inisial P-Delta diikut sertakan dalam
setiap kasus beban statik.
15
I-MHERE@ETABS
Analisis modal
Analisis ini menghitung ragam getar dari struktur berdasarkan kekakuan dan massa struktur
yang merupakan dasar untuk perhitungan analisis respon spektra dan analisis riwayat waktu.
Analsis ragam getar yang dapat dilakukan adalah analisis vektor eigen dan analisis vektor Ritz.
Analisis respon spektra
Dalam analisis ini percepatan tanah akibat gempa dalam setiap arah diberikan sebagai kurva
respon spektra yang merupakan hubungan antara respon akselerasi pseudo-spectral dan perioda
getar dari struktur. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan respon maksimum dari struktur.
Analisis dinamik riwayat waktu
Analisis dinamik riwayat waktu digunakan untuk mengetahui respon dari struktur terhadap
pembebanan dinamik.
Analisis dinamik riwayat waktu non-linier
Metode analisis riwayat waktu non-linier yang digunakan dalam ETABS adalah perbaharuan
dari metode Analisis Nonlinier Cepat "Fast Nonlinear Analysis"(FNA). Metode ini sangat esien
dan dimaksudkan untuk digunakan dengan sistem struktur yang elastis linier, tetapi memiliki
sejumlah elemen-elemen nonlinier standar, seperti bangunan dengan dasar isolator dan/atau
peredam.
Initial P-Delta analysis
Initial P-Delta analysis mengakomodasi perilaku kekakuan lateral elemen pada sistem struktur
akibat adanya gaya aksial tekan atau tarik. Gaya aksial tekan akan mengurangi kekakuan lateral
dari elemen dan sebaliknya untuk gaya aksial tarik, yang merupakan efek P-Delta.
Analisis statik non-linier
Analisis statis nonlinier yang dapat dilakukan ETABS:
Nonlinier material pada elemen balok dan kolom.
Nonlinear, hook, dan perilaku plastis pada link.
Nonlinier geometris, termasuk large deection dan efek P-Delta.
Analisis nonlinear pada saat konstruksi.
Analisis statik beban dorong (pushover analysis).
2.3 Kombinasi beban
Kombinasi pembebanan yang digunakan dalam mendisain sistem rangka struktur di ETABS adalah
sebagai berikut:
1.4D
1.2D + 1.6L
1.2D + 0.5L Ev SPECTF
1.2D + 0.5L Ev SPECTFT
0.9D Ev SPECTF
0.9D Ev SPECTFT
(Bila ditotalkan terdapat 10 Kombinasi)
16 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Apabila struktur yang dianalisis adalah dual sistem maka SPECTF dan SPECTFT merupakan spektra
gempa yang didalam faktor skalanya berisi
g
I
R
f
D
f
,
pada arah gempa dimana bekerja dual sistem (sistem rangka dan dinding geser).
Nilai
f
:
f
= max
_
1,
0.25 Gaya geser total pada satu arah yang ditinjau
Gaya geser rangka pada arah yang ditinjau
_
.
Arah yang ditinjau haruslah arah dimana dual sistem bekerja.
FTSL ITB 17
3 Perencanaan bangunan tahan gempa, studi kasus
Perencanaan struktur bangunan mengacu kepada SNI 03-2847-2002 (SNI Beton) [4], SNI 03-1726-
2002 (SNI Gempa) [3] dan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung [12]. Kedua standar ini
(SNI Gempa dan SNI Beton) masing-masing mengacu kepada ACI 318-02 [2] dan UBC 1997 [13].
3.1 Data bangunan
Bangunan yang akan direncanakan adalah struktur gedung 12 lantai. Luas setiap lantai tipikal adalah
63 25 [m
2
]. Fungsi dari bangunan adalah gedung perkantoran. Bangunan akan didisain dengan
jenis struktur Frame System.
Data dari bangunan gedung ini adalah:
A. Tinggi lantai 1 (dasar) = 4.5 [m] dan tinggi lantai-lantai tipikal di atasnya = 3.5 [m].
B. Dimensi balok adalah
- B-25X50 dengan ukuran 25 [cm] 50 [cm] dipasang dari story 9 hingga story atap
- B-30X50 dengan ukuran 30 [cm] 50 [cm] dipasang dari story 5 hingga story 8
- B-40X60 dengan ukuran 40 [cm] 60 [cm] dipasang dari story 1 hingga story 4
Gbr. 3.1: Denah lantai tipikal bangunan gedung
C. Tebal pelat lantai dan pelat atap = 15 [cm].
D. Mutu beton yang digunakan f
c
= 30 [MPa].
18
I-MHERE@ETABS
E. Tegangan leleh baja f
y
= 420 [MPa].
F. Modulus Elastisitas E = 4700
_
f
c
[MPa].
Perkiraan awal minimum dari luas penampang elemen kolom (A
col
) dapat dihitung berdasarkan beban
gravitasi pada tributary area (A
trib
) yang dipikul oleh kolom:
(A
col
) =
n
str
_
A
trib
(1.2 DL + 1.6 LL) + LD
etc
_
0.65 f
c
, (3.1)
dimana n
str
adalah jumlah lantai yang dipikul di atas elemen kolom yang ditinjau, DL adalah besar
beban mati total persatuan luas, LL adalah besar beban hidup total persatuan luas dan LD
etc
adalah
beban terfaktor lainnya yang dipikul kolom. Perkiraan dimensi kolom ditampilkan pada tabel 3.1.
Ukuran Kolom Story
50 [cm] 50 [cm] Story 9 s/d Story atap
60 [cm] 60 [cm] Story 5 s/d Story 8
80 [cm] 80 [cm] Story 1 s/d Story 4
Tab. 3.1: Perkiraan luas minimum penampang elemen kolom
3.2 Data pembebanan
3.2.1 Beban gravitasi pada struktur gedung
A. Beban mati
Beban mati pada gedung ini adalah:
Berat sendiri struktur (balok, kolom, pelat, dinding).
Beban mati tambahan (superimposed), yaitu:
Plesteran keramik direncanakan setebal 1.5 [cm] dengan berat jenis mortar adukan
sebesar 2000 [kg/m
3
].
Berat lantai keramik = 14 [kg/m
2
].
Berat plafon = 10 [kg/m
2
].
Mechanical and electrical = 20 [kg/m
2
].
Beban tembok = (tinggi tipikal lantai tinggi balok) [m] x 250 [kg/m
2
] (untuk tem-
bok
1
2
bata). Beban tembok ini diberikan hanya pada balok-balok disisi luar gedung.
B. Beban hidup
Beban hidup [12] pada pelat lantai struktur gedung ini adalah sebesar 250 [kg/m
2
] untuk perkan-
toran. Untuk pelat lantai atap ditetapkan sebesar 100 [kg/m
2
].
FTSL ITB 19
I-MHERE@ETABS
3.2.2 Beban gempa pada struktur gedung
Gedung berada di wilayah gempa 4 [3] di atas tanah sedang. Analisis beban gempa dilakukan dengan
cara respon spektra.
A. Klasikasi beban gempa
Berdasarkan SNI-03-1726-2003 [5], beban gempa di klasikasikan menjadi beberapa bagian sebagai
berikut.
a. Beban Gempa Rencana.
Beban Gempa Rencana adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang
masa layan gedung 50 tahun adalah 10 persen atau nilai beban gempa yang perioda ulangnya
adalah 500 tahun.
b. Beban Gempa Nominal.
Nilai Beban Gempa Nominal ditentukan oleh tiga hal, yaitu oleh besarnya Gempa Rencana, oleh
tingkat daktilitas yang dimiliki struktur yang terkait, dan oleh tahanan lebih yang terkandung
di dalam struktur tersebut. Menurut Standar ini, tingkat daktilitas struktur bangunan gedung
dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan faktor tahanan lebih dari f
1
untuk
struktur bangunan gedung secara umum nilainya sekitar 1,6. Dengan demikian, Beban Gempa
Nominal adalah beban akibat pengaruh Gempa Rencana yang direduksi dengan faktor daktilitas
struktur dan faktor tahanan lebih f
1
.
c. Beban Gempa Sedang.
Beban Gempa Sedang adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang
masa layan gedung 50 tahun adalah 50 persen atau nilai beban gempa ynag perioda ulangnya
adalah 75 tahun. Akibat Beban Gempa Sedang tersebut struktur bangunan gedung tidak boleh
mengalami kerusakan struktural namun dapat mengalami kerusakan non-struktural ringan.
d. Beban Gempa Kuat.
Beban Gempa Kuat adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya adalah rentang masa
layan gedung 50 tahun adalah 2 persen atau nilai beban gempa yang perioda ulangnya adalah
2.500 tahun. Akibat Beban Gempa Kuat tersebut struktur bangunan gedung dapat mengalami
kerusakan struktural yang berat namun harus tetap dapat berdiri sehingga korban jiwa dapat
dihindarkan
B. Kategori gedung
Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur
gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana,
struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi
di ambang keruntuhan. Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar
probabilitas terjadinya terbatas pada 10 persen selama umur gedung 50 tahun.
Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur
gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh Gempa Ren-
cana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I menurut persamaan :
I = I
1
I
2
(3.2)
di mana I
1
adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan
penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung, sedangkan I
2
adalah Faktor
Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung
tersebut. Faktor-faktor Keutamaan I
1
, I
2
dan I ditetapkan menurut Tabel 3.2.
20 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
G
b
r
.
3
.
2
:
P
e
t
a
G
e
m
p
a
FTSL ITB 21
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.3: Respons spektra
22 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Tab. 3.2: Faktor keutamaan struktur
C. Keteraturan struktur bangunan gedung
Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
- Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40
m.
- Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun mempunyai ton-
jolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25 persen dari ukuran terbesar denah struktur
gedung dalam arah tonjolan tersebut.
- Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun mempunyai coakan
sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15 persen dari ukuran terbesar denah struktur
gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
- Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral yang arahnya
saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal denah struktur gedung
secara keseluruhan.
- Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun mempunyai
loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-
masing arah, tidak kurang dari 75 persen dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung
sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat
tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.
- Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya tingkat lunak.
FTSL ITB 23
I-MHERE@ETABS
Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah
kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan
lateral rata-rata 3 tingkat di atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral
suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan satu satuan
simpangan antar-tingkat.
- Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai tingkat
memiliki berat yang tidak lebih dari 150 persen dari berat lantai tingkat di atasnya atau di
bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini.
- Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban lateral yang
menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari
setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.
- Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau bukaan yang
luasnya lebih dari 50 persen luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan
lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20 persen dari jumlah lantai
tingkat seluruhnya.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh be-
ban gempa statik ekuivalen, sehingga menurut Standar ini analisisnya dapat dilakukan berdasarkan
analisis statik ekuivalen.
Struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan diatas, ditetapkan sebagai struktur
gedung tidak beraturan. Untuk struktur gedung tidak beraturan, pengaruh Gempa Rencana
harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan
berdasarkan analisis respons dinamik.
D. Daktilitas struktur dan pembebanan gempa nominal
a. Faktor daktilitas struktur gedung adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung
akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan
m
dan
simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama y, yaitu:
1, 0 =
m
y
m
(3.3)
Dalam pers. 3.3 = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur gedung yang berperilaku
elastik penuh, sedangkan m adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan
oleh sistem struktur gedung yang bersangkutan menurut Pasal Dd
b. Apabila V
e
adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana yang dapat dis-
erap oleh struktur gedung elastik penuh dalam kondisi di ambang keruntuhan dan V
y
adalah
pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama di dalam struktur gedung, maka dengan
asumsi bahwa struktur gedung daktail dan struktur gedung elastik penuh akibat pengaruh
Gempa Rencana menunjukkan simpangan maksimum
m
yang sama dalam kondisi di ambang
keruntuhan, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
V
y
=
V
e
(3.4)
di mana adalah faktor daktilitas struktur gedung
c. Apabila V
n
adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana yang harus
24 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
ditinjau dalam perencanaan struktur gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut :
V
n
=
V
y
f
1
=
V
e
R
(3.5)
di mana f
1
adalah faktor kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam struktur
gedung dan nilainya ditetapkan sebesar :
f
1
= 1, 6 (3.6)
dan R disebut faktor reduksi gempa menurut persamaan:
1, 6 R = f
1
R
m
(3.7)
Dalam pers. 3.7 R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur gedung yang berperilaku
elastik penuh, sedangkan Rm adalah faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan
oleh sistem struktur yang bersangkutan menurut Pasal Dd
Dalam Tabel 3.3 dicantumkan nilai R untuk berbagai nilai yang bersangkutan, dengan keten-
tuan bahwa nilai dan R tidak dapat melampaui nilai maksimumnya menurut Pasal Dd
Tab. 3.3: Parameter Daktilitas Struktur Gedung
d. Nilai faktor daktilitas struktur gedung di dalam perencanaan struktur gedung dapat dipilih
menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari nilai faktor daktilitas maksimum
m
yang dapat dikerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem struktur gedung. Dalam
Tabel 3.4 ditetapkan nilai
m
yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan subsistem
struktur gedung, berikut faktor reduksi maksimum R
m
yang bersangkutan.
FTSL ITB 25
I-MHERE@ETABS
Tab. 3.4: Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor tahanan lebih
struktur dan faktor tahanan lebih
26 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
e. Apabila dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh Gempa Rencana sistem struktur
gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem struktur gedung yang berbeda, faktor reduksi
gempa representatif dari struktur gedung itu untuk arah pembebanan gempa tersebut, dapat
dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-
masing jenis subsistem sebagai besaran pembobotnya menurut persamaan :
R =
V
s
V
s
/R
s
(3.8)
di mana R
s
adalah nilai faktor reduksi gempa masing-masing jenis subsistem struktur gedung
dan V
s
adalah gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing jenis subsistem struktur
gedung tersebut, dengan penjumlahan meliputi seluruh jenis subsistem struktur gedung yang
ada. Metoda ini hanya boleh dipakai, apabila rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa dari
jenis-jenis subsistem struktur gedung yang ada tidak lebih dari 1,5.
f. Untuk jenis subsistem struktur gedung yang tidak tercantum dalam Tabel 3.4, nilai faktor
daktilitasnya dan faktor reduksi gempanya harus ditentukan dengan cara-cara rasional, misalnya
dengan menentukannya dari hasil analisis beban dorong statik (static push-over analysis)
E. Jenis tanah dan perambatan gelombang gempa
a. Kecuali bila lapisan tanah di atas batuan dasar memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam
Pasal Ec, pengaruh Gempa Rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis peram-
batan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan
gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar menurut Tabel 3.6.
Akselerogram gempa masukan yang ditinjau dalam analisis ini, harus diambil dari rekaman
gerakan tanah akibat gempa yang didapat di suatu lokasi yang mirip kondisi geologi, topogra
dan seismotektoniknya dengan lokasi tempat struktur gedung yang ditinjau berada. Untuk
mengurangi ketidak-pastian mengenai kondisi lokasi ini, paling sedikit harus ditinjau 4 buah
akselerogram dari 4 gempa yang berbeda, salah satunya harus diambil Gempa El Centro N-S
yang telah direkam pada tanggal 15 Mei 1940 di California. .
b. Batuan dasar adalah lapisan batuan di bawah muka tanah yang memiliki nilai hasil Test Pene-
trasi Standar N paling rendah 60 dan tidak ada lapisan batuan lain di bawahnya yang memiliki
nilai hasil Test Penetrasi Standar yang kurang dari itu, atau yang memiliki kecepatan rambat
gelombang geser vs yang mencapai 750 m/detik dan tidak ada lapisan batuan lain di bawahnya
yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser yang kurang dari itu.
c. Jenis tanah ditetapkan sebagai Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak, apabila untuk
lapisan setebal maksimum 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Tabel
3.5.
FTSL ITB 27
I-MHERE@ETABS
Tab. 3.5: Jenis-jenis Tanah
Dalam Tabel 3.5 v
s
, N dan S
u
adalah nilai rata-rata berbobot besaran itu dengan tebal lapisan
tanah sebagai besaran pembobotnya yang harus dihitung menurut persamaan-persamaan se-
bagai berikut :
v
s
=
m
i=1
t
i
m
i=1
t
i
/v
s
i
(3.9)
N =
m
i=1
t
i
m
i=1
t
i
/N
i
(3.10)
S
u
=
m
i=1
t
i
m
i=1
t
i
/S
u
i
(3.11)
di mana t
i
adalah tebal lapisan tanah ke-i, v
s
i adalah kecepatan rambat gelombang geser
melalui lapisan tanah ke-i, N
i
nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i, S
u
i adalah
kuat geser niralir lapisan tanah ke-i dan m adalah jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan
dasar. Selanjutnya, dalam Tabel 3.5 PI adalah Indeks Plastisitas tanah lempung, w
n
adalah
kadar air alami tanah dan S
u
adalah kuat geser niralir lapisan tanah yang ditinjau.
d. Yang dimaksud dengan jenis Tanah Khusus dalam Tabel 3.5 adalah jenis tanah yang tidak
memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam tabel tersebut. Di samping itu, yang termasuk
dalam jenis Tanah Khusus adalah juga tanah yang memiliki potensi likuifaksi yang tinggi,
lempung sangat peka, pasir yang tersementasi rendah yang rapuh, tanah gambut, tanah dengan
kandungan bahan organik yang tinggi dengan ketebalan lebih dari 3 m, lempung sangat lunak
dengan PI lebih dari 75 dan ketebalan lebih dari 10 m, lapisan lempung dengan 25 kPa < S
u
< 50 kPa dan ketebalan lebih dari 30 m. Untuk jenis Tanah Khusus percepatan puncak muka
tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa menurut Pasal Ea
28 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Tab. 3.6: Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-
masing Wilayah Gempa Indonesia
FTSL ITB 29
I-MHERE@ETABS
3.3 Pemodelan struktur gedung
3.3.1 Inisialisasi pemodelan struktur
Langkah pertama yang dilakukan untuk merencanakan struktur gedung sesuai dengan data pada
sub-bab 3.1 adalah dengan memulai model baru pada program ETABS.
Gbr. 3.4: ETABS startup screen
A. Jalankan program ETABS dan klik X untuk menutup window Tip of the Day apabila tampil.
B. Sesuaikan satuan yang akan digunakan dengan meng-klik drop-down menu pada sudut kanan
bawah program ETABS (gambar 3.4). Satuan default program ETABS adalah [kip-in], satuan
yang akan digunakan selanjutnya dalam pelatihan ini adalah [kgf-m].
C. Klik File > New Model pada menubar. Setelah form inisialisasi (gambar 3.5) tampil, lalu klik
tombol pilihan No. Keterangan lebih lanjut tentang form ini dapat dilihat dengan menekan tombol
keyboard F1 pada saat form ini tampil.
Gbr. 3.5: Inisialisasi pemodelan struktur baru
D. Setelah meng-klik tombol No di atas, akan muncul form (gambar 3.6) untuk menginisialisasi data
bangunan yaitu ukuran denah, tinggi lantai dasar dan tinggi setiap lantai tipikal di atas lantai
30 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.6: Building plan grid system dan stroy denition
dasar dari struktur gedung. form ini digunakan untuk menentukan grid horizontal, data setiap
tingkat dari gedung dan untuk kasus tertentu model struktur dapat juga digenerasi dari template.
Untuk studi kasus dalam pelatihan ini tidak digunakan template yang disediakan oleh program
ETABS.
E. Isikan data gedung yang akan direncanakan yaitu jumlah grid di arah X, Y dan spasi masing-
masing grid. Tinggi lantai dasar dan tinggi lantai tipikal di atasnya juga diisikan dalam form ini.
Data gedung yang digunakan untuk studi kasus dalam bab ini dapat dilihat pada form gambar
3.6.
F. Pilih Grid Only lalu klik OK.
G. Atur story data, dengan cara pilih dan klik Edit > Edit Story Data > Edit Story pada menubar
untuk menampilkan form pada gambar 3.7. Story diatur sehingga typical story adalah dari story
1 hingga story 4, dari story 5 hingga story 8, dari story 9 hingga story 11 sedangkan story roof
merupakan master story tersendiri.
Gbr. 3.7: Edit Story Data
FTSL ITB 31
I-MHERE@ETABS
Setelah meng-klik tombol OK, model dari struktur gedung akan terlihat di window utama ETABS
dengan tampilan dua windows vertikal. Denah gedung (Plan View) ditampilkan pada bagian sebelah
kiri dan tampak 3 dimensi (3-D View) pada bagian sebelah kanan seperti pada gambar 3.8.
Gbr. 3.8: Two windows view
32 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
3.3.2 Data material dan elemen-elemen struktur gedung
Langkah selanjutnya adalah memasukkan data material dan elemen yang digunakan sesuai dengan
data pada sub-bab 3.1.
A. Data material (Material properties)
Untuk memudahkan kita dalam memasukkan material properties, input satuan dirubah dahulu
menjadi [N-mm] dengan meng-klik ComboBox di bagian sudut kanan bawah (gambar 3.4).
pilih dan klik Dene > Material Properties pada menubar untuk menampilkan form pada
gambar 3.9:
Gbr. 3.9: Dene material properties
Pilih CONC lalu klik Modify/Show Material untuk menampilkan form pada gambar 3.10.
Gbr. 3.10: Material properties data
Isikan data yang sesuai untuk material beton bertulang (f
c
dan f
y
) sesuai dengan sub-bab
3.1 (gambar 3.10).
Tutup form dengan meng-klik tombol OK setelah selesai melakukan pengisian data material.
FTSL ITB 33
I-MHERE@ETABS
B. Elemen-elemen struktur gedung
1. Elemen kolom
Elemen kolom di kelompokkan menjadi 3 buah ukuran, Kolom ukuran 50X50 cm, ukuran
60X60 cm dan ukuran 80X80 cm. Berikut adalah cara mendenisikan elemen kolom.
pilih dan klik Dene > Frame Sections pada menubar untuk menampilkan form pada
gambar 3.11.
Gbr. 3.11: Dene frame properties
Klik ComboBox di form ini dan pilih Add Rectangular untuk menampilkan form pada
gambar 3.12.
Gbr. 3.12: Column rectangular section
Data penampang kolom CR-50X50 diisikan pada form ini. Label kolom dalam studi
kasus ini didenisikan sebagai CR-50X50, dengan ukuran penampang adalah 500[mm]
500[mm].
Klik tombol Reinforcement untuk menampilkan form pada gambar 3.13. Tipe penu-
langan tentukan dahulu yaitu sebagai penulangan kolom. Selanjutnya sebaiknya biarkan
ETABS yang menentukan berapa banyak jumlah tulangan perlu dengan cara memilih
34 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Reinforcement to be Design pada form ini. Namun tentukan dahulu Conguration of
Reinforcement, dan jarak Cover to Rebar Center. Untuk selanjutnya form ini dapat diisi
dengan data tulangan yang sesuai, data pada form ini dapat dirubah di kemudian waktu
apabila diperlukan. Klik tombol OK setelah selesai, untuk kembali ke form sebelumnya.
Gbr. 3.13: Column reinforcement data
Selanjutnya Klik tombol Set Modiers untuk menampilkan form Set Modiers kolom
lalu isi form tersebut seperti gambar 3.14.
Gbr. 3.14: Column set modiers data
Elemen kolom CR-60X60 dan CR-80X80
Langkah yang sama seperti pada kolom CR-50X50 di atas dilakukan untuk mendenisikan
elemen kolom CR-60X60 dan CR-80X80. Label kolom CR-60X60 dalam studi kasus ini
didenisikan dengan ukuran penampang adalah 600[mm]600[mm], dan label kolom CR-
80X80 dalam studi kasus ini didenisikan dengan ukuran penampang adalah 800[mm]
800[mm].
FTSL ITB 35
I-MHERE@ETABS
2. Elemen balok
Untuk elemen balok dibuat 3 jenis ukuran balok B-25X50, B-30X50 dan B-40X60.
Untuk setiap jenis ukuran balok di denisikan dua kali, satu untuk balok melintang (arah
sumbu Y), satu lagi untuk balok memanjang (arah sumbu X). Berikut adalah langkah -
langkah untuk mendenisikan elemen balok
Pilih dan klik Dene > Frame Sections pada menubar untuk menampilkan form pada
gambar 3.11.
Klik ComboBox di form ini dan pilih Add Rectangular untuk menampilkan form pada
gambar 3.15.
Gbr. 3.15: Beam rectangular section
Data penampang balok diisikan pada form ini. Label kolom dalam studi kasus ini diden-
isikan sebagai B-25X50-X, ukuran penampang adalah b h = 250[mm] 500[mm].
Klik tombol Reinforcement untuk menampilkan form pada gambar 3.16. form ini diisi
dengan tipe penulangan adalah penulangan balok. Lalu kosongkan data tulangan untuk
membiarkan ETABS menghitung banyaknya tulangan perlu. Data ini dapat dirubah dike-
mudian waktu apabila diperlukan. Klik tombol OK setelah selesai, untuk kembali ke form
sebelumnya.
Gbr. 3.16: Beam reinforcement data
36 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Selanjutnya Klik tombol Set Modiers untuk menampilkan form Set Modiers balok
lalu isi form tersebut seperti gambar 3.17.
Gbr. 3.17: Beam set modier data
Lalu sama seperti mendenisikan balok B-25X50-X, denisikan juga untuk balok B-
25X50-Y, B-30X50-X, B-30X50-Y, B-40X60-X, dan B-40X60-Y
Pada form Dene Frame Properties akan tersedia semua elemen balok dan kolom seperti pada
gambar 3.18.
Gbr. 3.18: Dene Frame Properties
FTSL ITB 37
I-MHERE@ETABS
3. Elemen pelat lantai
pilih dan klik Dene > Wall/Slab/Deck Sections pada menubar untuk menampilkan
form pada gambar 3.19.
Pilih SLAB1ComboBox di form ini dan klik tombol Modify/Show Section untuk menam-
pilkan form pada gambar 3.20.
Gbr. 3.19: Dene Wall/Slab/Deck sections
Isikan data elemen pelat lantai yang sesuai pada form ini. Tebal pelat lantai adalah 15
[cm]
_
0.15 [m]
_
dengan tipe elemen hingga yang digunakan adalah Shell (gambar 3.20).
Gbr. 3.20: Wall/Slab section
Selanjutnya klik tombol Set Modiers untuk menampilkan form Set Modiers slab lalu
isi form tersebut seperti gambar 3.21.
38 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.21: Slab set modier data
3.3.3 Pemodelan elemen kolom pada struktur gedung
Pemodelan elemen kolom pada ETABS dilakukan dengan menggambar geometri objek garis (line
object) pada garis bantu atau grid yang telah didensikan sebelumnya. Elemen kolom yang dimod-
elkan sebagai objek garis ini dapat digambar pada tampak 3 dimensi dari struktur atau juga pada
tampak denahnya. Dalam studi kasus ini, dimana dimensi elemen kolom adalah
- CR-50X50 (dari stori 9 hingga stori atap)
- CR-60X60 (dari stori 5 hingga stori 8)
- CR-80X80 (dari stori 1 hingga stori 4)
akan lebih memudahkan apabila elemen kolom digambar pada tampak denahnya.
Gbr. 3.22: Pemodelan elemen kolom, similar stories
FTSL ITB 39
I-MHERE@ETABS
A. Klik ComboBox pada sudut kanan bawah dan pilih Similar Stories (gambar 3.22). Hal ini
dilakukan agar ketika kita menggambar elemen kolom pada denah suatu lantai (Plan View),
otomatis elemen kolom ini akan terdenisikan juga untuk semua lantai-lantai yang telah diden-
isikan sebelumnya sebagai lantai yang similar (gambar 3.8) dengan lantai yang sedang ditinjau.
B. Window yang diset aktif adalah Plan View window pada main window ETABS. Untuk lebih
memudahkan dapat juga Plan View window dimaksimalkan, sehingga main window ETABS hanya
menampilkan 1 window saja.
C. Atur agar Plan View dimulai pada lantai paling atas. Klik View > Set Plan View lalu pilih
ROOF pada form (gambar 3.23), lalu kilik OK.
Gbr. 3.23: Select plan level
D. Penggambaran elemen kolom dimulai dengan meng-klik Draw > Draw Line Objects > Create
Column in Region or at Clicks (Plan) pada menubar (gambar 3.22) atau dengan meng-klik
icon pada toolbar vertikal di sebelah kiri main window ETABS.
E. Pilih penampang elemen kolom CR-50X50 pada form pilihan yang tampil (gambar 3.24).
Gbr. 3.24: Column object properties
F. Penggambaran dilakukan dengan meng-klik tombol kiri pada mouse di lokasi-lokasi titik kolom
yang diinginkan (gambar 3.25).
40 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.25: Kolom-kolom Roof
G. Langkah yang sama (D s/d F) diatas dilakukan kembali dalam pemodelan kolom-kolom lainnya.
Perlu ditambahkan lagi kolom dengan label penampang CR-50X50) untuk similar story dari story
9 hingga story 11, label penampang CR-60X60) untuk similar story dari story 5 hingga story 8,
dan label penampang CR-80X80) untuk similar story dari story 1 hingga story 4. pada struktur
gedung. Hingga diperoleh keseluruhan kongurasi kolom yang diinginkan. (gambar 3.26)
Gbr. 3.26: Kongurasi Kolom Akhir
FTSL ITB 41
I-MHERE@ETABS
3.3.4 Pemodelan elemen balok pada struktur gedung
Dalam studi kasus ini dimesi balok adalah
- B-25X50-X (dari story 9 hingga story atap sejajar sumbu X)
- B-25X50-Y (dari story 9 hingga story atap sejajar sumbu Y)
- B-30X50-X (dari story 5 hingga story 8 sejajar sumbu X)
- B-30X50-Y (dari story 5 hingga story 8 sejajar sumbu Y)
- B-40X60-X (dari story 1 hingga story 4 sejajar sumbu X)
- B-40X60-Y (dari story 1 hingga story 4 sejajar sumbu Y)
A. Klik View > Set Plan View lalu pilih ROOF pada form (gambar 3.23), lalu kilik OK. Hal ini
dilakukan untuk Plan View pada lantai paling atas (ROOF).
B. Klik ComboBox pada sudut kanan bawah dan pilih Similar Stories (gambar 3.27). Hal ini
dilakukan agar ketika elemen balok ini digambar pada denah suatu lantai (Plan View), otomatis
elemen balok ini akan terdenisikan juga untuk semua lantai-lantai tipikal dengan lantai yang
sedang ditinjau.
Gbr. 3.27: Pemodelan elemen balok, similar stories
C. Penggambaran elemen balok dimulai dengan meng-klik Draw > Draw Line Objects > Draw
Lines (Plan, Elev, 3D) pada menubar, atau dengan meng-klik icon , atau bisa juga dengan
meng-klik icon pada toolbar vertikal di sebelah kiri main window ETABS.
D. Pilih Type of Line adalah Frame dan penampang elemen balok B-25X50-X pada form pilihan
yang tampil (gambar 3.28).
42 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.28: Beam object properties
E. Penggambaran menggunakan icon dilakukan dengan meng-klik tombol kiri pada mouse di
posisi awal dan akhir yang diinginkan dari lokasi elemen balok (gambar 3.27). Tombol kanan
dari mouse digunakan untuk menghentikan proses penggambaran line object yang sedang di-
lakukan. Sedangkan apabila menggunakan icon dilakukan cukup dengan mem-block grid
yang diinginkan sebagai lokasi balok.
F. Penggambaran elemen-elemen balok selanjutnya pada arah sumbu-X dapat dilakukan dengan cara
me-replicate dari elemen balok yang telah ada pada grid 1 (gambar 3.27).
G. Pilih (select) elemen-elemen balok pada grid 1 (gambar 3.29). Untuk memilih elemen gunakan
icon pada toolbar vertikal di sebelah kiri main window ETABS.
Gbr. 3.29: Elemen-elemen balok pada grid 1, similar stories
H. Klik Edit > Replicate pada menubar, lalu diisikan dy=5.0 dan Number=5 pada form yang
tampil (gambar 3.30). Hal ini dilakukan untuk mereplikasi seluruh balok di grid 1 ke grid-grid di
arah sumbu-X lainnya pada denah bangunan.
FTSL ITB 43
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.30: Replikasi elemen-elemen balok, similar stories
I. Langkah yang sama dilakukan untuk menggambar dan mereplikasi balok-balok lainnya pada grid-
grid yang searah dengan sumbu-Y . (gambar 3.31)
Gbr. 3.31: Elemen balok sumbu X dan Y, similar stories
J. Selanjutnya klik View > Set Plan View lalu pilih STORY 11 pada form (gambar 3.23), lalu
klik OK. Hal ini dilakukan untuk menampilkan Plan View pada STORY 11. Ulangi langkah B
s/d I pada sub-bab 3.3.4 dengan menggambarkan balok B-25X50-X dan B-25X50-Y
K. Klik View > Set Plan View lalu pilih STORY 8 pada form (gambar 3.23), lalu klik OK. Hal ini
dilakukan untuk menampilkan Plan View pada STORY 8. Ulangi langkah B s/d I pada sub-bab
3.3.4 dengan menggambarkan balok B-30X50-X dan B-30X50-Y
L. Dan yang terakhir klik View > Set Plan View lalu pilih STORY 4 pada form (gambar 3.23),
lalu klik OK. Hal ini dilakukan untuk menampilkan Plan View pada STORY 4. Ulangi langkah
B s/d I pada sub-bab 3.3.4 dengan menggambarkan balok B-40X60-X dan B-40X60-Y
44 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
M. Hingga akhirnya semua balok pada setiap story tergambar. (gambar 3.32)
Gbr. 3.32: Elemen kolom dan balok akhir
FTSL ITB 45
I-MHERE@ETABS
3.3.5 Pemodelan elemen pelat lantai pada struktur gedung
Pelat lantai untuk semua story tebalnya 15 cm.
A. klik View > Set Plan View lalu pilih STORY ROOF pada form (gambar 3.23), lalu klik OK.
Pastikan Similar Stories terpilih pada Combo Box dikanan bawah windows ETABS
B. Penggambaran elemen pelat lantai dimulai dengan meng-klik Draw > Draw Area Objects >
Draw Rectangular Areas (Plan, Elev) pada menubar, atau dengan meng-klik icon pada
toolbar vertikal di sebelah kiri main window ETABS.
C. Pilih penampang elemen pelat SLAB1 pada form pilihan yang tampil (gambar 3.33).
Gbr. 3.33: Slab object properties
D. Untuk memudahkan dan memperjelas penggambaran pelat lantai, opsi tampilan di layar monitor
diset terlebih dahulu dengan meng-klik Set Building View Options icon pada toolbar di
sebelah atas main window ETABS.
E. Lalu dipilih opsi Object Fill dengan meng-klik CheckBox pada form yang tampil (gambar 3.34),
lalu klik tombol OK.
Gbr. 3.34: Set building view options
46 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
F. Penggambaran dilakukan dengan meng-klik tombol kiri pada mouse dan men-drag mouse dari
posisi awal menuju posisi akhir dari kedua sudut yang berhadapan dari suau luasan pelat. Pada
contoh ini, elemen pelat pertama kali digambar dengan men-drag mouse dari titik 2-A menuju
titik 1-B pada gambar 3.35. Karena elemen pelat yang tipikal, penggambaran elemen-elemen
berikutnya pada denah dapat dilakukan dengan cara mereplikasi.
Gbr. 3.35: Penggambaran elemen pelat lantai, similar stories
G. Langkah tipikal pada sub-bab 3.3.4 sebelumnya dilakukan untuk mereplikasi elemen pelat pada
arah X dan Y pada denah gedung di seluruh bangunan.
H. Selanjutnya klik View > Set Plan View lalu pilih STORY 11 pada form (gambar 3.23), lalu klik
OK. Hal ini dilakukan untuk menampilkan Plan View pada story 11. Lalu pastikan juga combo
box yang terpilih di kanan bawah adalah Similar Stories (langkah B pada sub-bab 3.3.4).
I. Lakukan kembali penggambaran elemen pelat seperti yang telah dijelaskan pada bagian B s/d G
di sub-bab 3.3.5.
J. Selanjutnya klik View > Set Plan View lalu pilih STORY 8 pada form (gambar 3.23), lalu klik
OK. Hal ini dilakukan untuk menampilkan Plan View pada story 8. Lalu pastikan juga combo
box yang terpilih di kanan bawah adalah Similar Stories (langkah B pada sub-bab 3.3.4).
K. Lakukan kembali penggambaran elemen pelat seperti yang telah dijelaskan pada bagian B s/d G
di sub-bab 3.3.5.
L. Selanjutnya klik View > Set Plan View lalu pilih STORY 4 pada form (gambar 3.23), lalu klik
OK. Hal ini dilakukan untuk menampilkan Plan View pada story 4. Lalu pastikan juga combo
box yang terpilih di kanan bawah adalah Similar Stories (langkah B pada sub-bab 3.3.4).
M. Lakukan kembali penggambaran elemen pelat seperti yang telah dijelaskan pada bagian B s/d G
di sub-bab 3.3.5.
FTSL ITB 47
I-MHERE@ETABS
Untuk memeriksa geometri pemodelan yang telah dilakukan sampai dengan tahapan ini, denah ban-
gunan dan tampak 3 dimensi dalam 2 windows vertikal (gambar 3.36) dapat ditampilkan dengan
memilih Options > Windows > Two Tiled Vertically pada menubar.
Gbr. 3.36: Struktur gedung (balok-kolom dan pelat)
48 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
3.4 Pembebanan pada model struktur gedung
3.4.1 Pembebanan gravitasi
Berat sendiri struktur dhitung secara otomatis oleh program ETABS. Dalam studi kasus ini, kasus
beban (load case) untuk pembebanan gravitasi dibagi menjadi beban mati berat sendiri (dead load),
beban mati tambahan super impose dead load) dan beban hidup (live load). Input Kasus beban
dilakukan dengan memilih Dene > Static Load Cases pada menubar lalu mendensikannya di
form gambar 3.37.
Gbr. 3.37: Load case denition
Pengaruh berat sendiri struktur hanya dimasukkan di kasus beban DEAD dengan memasukkan faktor
pengali (Self Weight Multiplier ) sebesar 1 (gambar 3.37).
Beban mati tambahan total selain berat sendiri sesuai data pembebanan pada sub-bab 3.2.1 pada
studi kasus ini adalah sebesar 74 [kg/m
2
]. Dikarenakan pada studi kasus ini properties pelat adalah
sama untuk keseluruhan lantai gedung (sub-bab 3.3.2), maka beban ini dapat dimasukkan dengan
langkah-langkah berikut:
A. Sesuaikan satuan yang akan digunakan dengan meng-klik drop-down menu pada sudut kanan
bawah program ETABS (gambar 3.4). Satuan default program ETABS adalah [kip-in], satuan
yang akan digunakan selanjutnya dalam pelatihan ini adalah [kgf-m].
B. Pilih elemen pelat berdasarkan properties-nya yaitu SLAB1 dengan meng-klik Select > By
Wall/Slab/Deck Section pada menubar, lalu pilih SLAB1 (gambar 3.38) dan klik tombol OK.
FTSL ITB 49
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.38: Slab select section
C. Setelah terpilih elemen pelat SLAB1 klik Assign > Shell/Area Loads > Uniform pada
menubar. Setelah tampil form pengisian data, isikan data beban mati tambahan sebesar 344 [kg/m
2
]
seperti pada gambar 3.39.
Gbr. 3.39: Uniform surface loads
Selain beban mati tambahan pada pelat terdapat juga beban mati tambahan pada balok. Beban mati
tambahan ini berasal dari beban tembok sesuai yang telah didenisikan pada sub-bab 3.2.1. Apabila
dihitung maka beban tembok yang diberikan pada balok-balok pada sisi luar gedung adalah sebesar
750 [kg/m]
A. Pilih View > Set Plan View > STORY 11. Lalu ubah ComboBox di bagian kanan bawah
tampilan menjadi Similar Stories.
B. Untuk memudahkan, maka pilih symbol pada toolbar di sisi kiri tampilan ETABS. Selanjutnya
pilihlah balok-balok pada sekeliling gedung yang akan diberi beban tembok.
C. Selanjutnya pilih Assign > Frame/Line Loads > Distributed lalu masukkan besarnya beban
seperti pada gambar 3.40.
D. Beban tembok juga dimasukkan pada story - story lainnya kecuali story atap. Pilih View > Set
Plan View > STORY 8. Pastikan ComboBox di bagian kanan bawah tampilan menjadi Similar
Stories. lakukan kembali langkah B dan C
50 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.40: Frame Distributed Load
E. Pilih View > Set Plan View > STORY 4. Pastikan ComboBox di bagian kanan bawah tampilan
menjadi Similar Stories. lakukan kembali langkah B dan C
FTSL ITB 51
I-MHERE@ETABS
Beban hidup sesuai data pembebanan pada sub-bab 3.2.1 pada studi kasus ini adalah sebesar 250 [kg/m
2
]
untuk perkantoran. Untuk pelat lantai atap ditetapkan sebesar 100 [kg/m
2
]. Dimasukkan dengan
langkah yang hampir sama seperti langkah di atas hanya dengan besar beban dan kasus beban yang
beban yang berbeda.
A. Pilih elemen pelat berdasarkan properties-nya yaitu SLAB1 dengan meng-klik Select > By
Wall/Slab/Deck Section pada menubar, lalu pilih SLAB1 (gambar 3.38) dan klik tombol OK.
B. Dikarenakan besar beban hidup yang berbeda di lantai atap (ROOF), klik Select > Deselect
> By Story Level pada menubar, lalu pilih ROOF dan klik OK.
C. Klik Assign > Shell/Area Loads > Uniform pada menubar. Setelah tampil form pengisian
data, isikan data beban hidup sebesar 250 [kg/m
2
] seperti pada gambar 3.41.
Gbr. 3.41: Uniform surface loads, oor
D. Pemasukan data beban hidup untuk lantai atap dapat dilakukan dengan meng-klik Select > By
Story Level lalu dipilih ROOF.
E. Klik Assign > Shell/Area Loads > Uniform pada menubar, setelah tampil form pengisian
data, isikan data beban hidup sebesar 100 [kg/m
2
] seperti pada gambar 3.42.
Gbr. 3.42: Uniform surface loads, roof
52 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
3.4.2 Pembebanan gempa
Pembebanan gempa dilakukan dengan memasukkan kurva respon spektra sesuai wilayah gempa
A. Pilih Dene > Response Spectrum Functions pada menubar. Pilih UBC97 Spectrum pada
ComboBox di form ini (gambar 3.43). Selanjutnya Klik Add New Function.
Gbr. 3.43: Dene Response Spectrum Function
B. Masukkan nilai Ca dan Cv sesuai dengan wilayah gempa dan jenis tanah dari bangunan (nilai Ca
dan Cv dapat dilihat pada gambar 3.3). Untuk bangunan dengan wilayah gempa 4 dan jenis tanah
sedang maka nilai Ca = 0.28 dan Cv = 0.42. Sedangkan untuk rasio redaman diisi dengan 0.05
(gambar 3.44). Lalu klik OK hingga semua form tertutup.
Gbr. 3.44: Response Spectrum UBC 97 Function Denition
FTSL ITB 53
I-MHERE@ETABS
C. Selanjutnya untuk memberikan beban gempa pada bangunan. Pilih Dene > Response Spec-
trum Cases pada menubar. Akan muncul form seperti pada gambar 3.45. Lalu klik Add New
Spectrum.
Gbr. 3.45: Dene Response Spectra
D. Masukkan spektrum gempa yang telah di denisikan sebelumnya pada form yang muncul. Lalu
pada kolom Scale Factor diisi dengan besarnya gaya gravitasi. (gambar 3.46)
Gbr. 3.46: Response Spectrum Case Data
54 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
3.5 Langkah-langkah tambahan dalam pemodel struktur gedung
3.5.1 Mass Source
Massa harus didenisikan terlebih dahulu agar ETABS dapat menghitung massa dari gedung. Massa
gedung diambil dari 100 persen beban mati dan 25 persen beban hidup.
A. Pilih Dene > Mass Source pada menubar. Lalu isi form Mass Source, pilih Mass Denition
From Loads, lalu Dene satu persatu Mass Multiplier dari tiap bebannya seperti pada gambar
3.47.
Gbr. 3.47: Mass Source
B. Beri tanda Check pada pilihan Include Lateral Mass Only dan Lump Lateral Mass at Story
Levels. Lalu klik OK untuk kembali ke tampilan awal.
FTSL ITB 55
I-MHERE@ETABS
3.5.2 Special Seismic Data
Special Seismic Data untuk disain tidak perlu dimasukkan. Untuk itu maka perlu didenisikan terlebih
dahulu.
A. Pilih Dene > Special Seismic Load Eect pada menubar. Lalu klik Do Not Include Special
Seismic Design Data seperti pada gambar 3.48.
Gbr. 3.48: Special Seismic Load Eect
B. Selanjutnya klik OK untuk kembali ke tampilan awal.
56 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
3.5.3 Diafragma Kaku
Dilakukan diaframa kaku untuk semua elemen pelat pada masing-masing lantai.
A. Pilih Select > by Wall/Slab/Deck Sections pada menubar. Pilih SLAB1 lalu klik OK.
B. Selanjutnya pilih Assign > Shell/Area > Diaphragms (gambar 3.49. Pilih diafragma D1 lalu
klik OK. Bila belum ada diafragma D1, maka tambahkan dengan memilih Add New Diaphragms
lalu pilih diaragma Rigid pada form yang muncul.
Gbr. 3.49: Assign Diaphragms
C. Maka pada tampilan ETABS akan berubah seperti gambar 3.50
Gbr. 3.50: Diaphragms Extent
FTSL ITB 57
I-MHERE@ETABS
3.5.4 Meshing Elemen Shell
Karena elemen yang digunakan untuk elemen Slab adalah elemen shell maka untuk memperoleh hasil
yang lebih akurat perlu dilakukan meshing pada elemen ini. Terdapat dua macam cara melakukan
meshing elemen di ETABS. Cara yang pertama adalah ETABS di-setting agar meshing secara
otomatis. Sedangkan cara yang kedua adalah kita melakukan meshing elemen secara manual.
A. Cara Pertama. Men-setting agar ETABS melakukan meshing secara Otomatis
a. Pilih Select > by Wall/Slab/Deck Sections pada menubar. Pilih SLAB1 dengan menekan
tombol Ctrl pada keyboard sehingga dapat dipilih keduanya secara sekaligus seperti pada
gambar 3.51. Lalu klik OK.
Gbr. 3.51: Select Slab
b. Pilih Assign > Shell/Area > Area Object Mesh Option pada menubar. Pada form yang
muncul, pilih Auto Mesh Object into Structural Elements. Beri tanda check pada keempat
pilihan dibawahnya, dan isi Maximum Element Size sebesar 1[m] (lihat gambar 3.52).
Gbr. 3.52: Auto Mesh Option
58 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
B. Cara Kedua. Secara Manual melakukan meshing pada elemen shell
a. Pilih Select > by Wall/Slab/Deck Sections pada menubar. Pilih SLAB1 lalu klik OK.
b. Pilih Edit > Mesh Area. Masukkan jumlah elemen hasil meshing. 4 buah elemen sejajar
Sumbu X dan 4 buah elemen sejajar Sumbu Y (gambar 3.53) lalu klik OK.
Gbr. 3.53: Slab Meshing form
c. Hasil meshing elemen slab dapat dilihat pada gambar 3.54
Gbr. 3.54: Meshing Elemen Shell
FTSL ITB 59
I-MHERE@ETABS
3.5.5 Perletakan (restraints)
Tahap terakhir dari pemodelan geometri struktur dalam studi kasus ini adalah penentuan titik-titik
perletakan dari struktur. Dalam studi kasus ini semua titik di lantai dasar (elevasi 0 [m]) dianggap
mempunyai jenis perletakan jepit.
A. Klik ComboBox pada sudut kanan bawah dan pilih One Story (gambar 3.55). Hal ini dilakukan
agar kita meng-assign perletakan hanya pada satu lantai yang sedang ditinjau.
Gbr. 3.55: Titik-titik perletakan pada level BASE
B. Window yang diset aktif adalah Plan View window pada main window ETABS.
C. Atur agar Plan View dimulai pada bagian dasar lantai 1 (BASE). Klik View > Set Plan View
pada menubar, atau dengan meng-klik icon pada toolbar di sebelah atas main window ETABS.
Lalu pilih BASE pada form (gambar 3.56), lalu kilik OK.
Gbr. 3.56: Select plan,level BASE
60 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
D. Pilih (select) semua titik-titik pada level BASE (gambar 3.55).
E. Pilih menu inisialisasi jenis perletakan dengan meng-klik Assign > Joint/Point > Restraints
(Supports) pada menubar atau dengan meng-klik icon pada toolbar di sebelah atas main
window ETABS.
F. Pilih degree of freedom tertahan yang sesuai dengan perletakan jepit, yaitu dengan meng-klik
CheckButtons yang tersedia pada form Assign Restraints (gambar 3.57). Hal ini bisa juga di-
lakukan dengan meng-klik tombol fast restraints pada form.
Gbr. 3.57: Restraints assignment, level BASE
FTSL ITB 61
I-MHERE@ETABS
3.5.6 Preferences Design
Pengaturan preference design dimaksudkan agar ETABS menghitung sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
A. Pilih Optins > Preferences > Concrete Frame Design pada menubar. Lalu ganti Design
Code-nya menjadi ACI 318-99 kemudian ganti beberapa nilai Phi agar sesuai dengan SNI 03-
2847-2002 seperti pada gambar 3.58. Lalu klik OK
Gbr. 3.58: Concrete Frame Design Preference
B. Pilih Optins > Preferences > Live Load Reduction pada menubar. Lalu ganti menjadi
Inuence Area (ASCE7-95) seperti pada gambar 3.59. Lalu klik OK
Gbr. 3.59: Live Load Reduction Factor
62 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
3.5.7 Setting Analysis Option
Sebelum melakukan Analisis lebih baik di setting terlebih dahulu tipe analisis yang akan dilakukan
ETABS
A. Pilih Analyze > Set Analysis Options pada menubar. Klik pada gambar Full 3D atau beri
tanda check pada UX, UY, UZ, RX, RY, dan RZ (gambar 3.60).
Gbr. 3.60: Analysis Option
B. Beri tanda check juga pada Dinamic Analysis. Lalu klik Set Dynamic Parameter. Masukkan
Number of Modes sebanyak 36 (Total Mode suatu struktur yang di diafragma kaku adalah 3
kali jumlah tingkat struktur itu). Lalu pilih tipe analisis Eigenvector (gambar 3.61). Lalu klik
OK.
Gbr. 3.61: Dynamic Parameter
FTSL ITB 63
I-MHERE@ETABS
C. Setelah kembali pada form gambar 3.60 beri tanda check pada Include P-Delta. Lalu klik Set
P-Delta Parameter. Pada form P-Delta Parameter pilih metode Non-iterative Base on Mass
(gambar 3.62).
Gbr. 3.62: P-Delta Parameter
64 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
3.6 Analisis struktur
3.6.1 RUN 1 Struktur
Tujuan dari RUN 1 Struktur adalah
- untuk memastikan dua mode pertama struktur adalah translasi
- Jumlah mode shape struktur mencukupi (diatas 90 persen pada semua arah).
- Menentukan Massa Struktur, Periode Getar Struktur, dan Arah Gempa yang harus bekerja
pada struktur.
Maka langkah - langkah yang harus dilakukan adalah
A. Untuk memastikan bahwa kedua mode pertama dari stuktur adalah translasi maka struktur perlu
di-animasi -kan.
a. Pilih Analyze > Run Analysis pada menubar untuk me-run struktur
b. Setelah selesai di-run. Pilih View > Set Plan View pada menubar lalu pilih ROOF dan klik
OK. Kemudian pilih Display > Show Mode Shape pada menubar lalu pilih Mode Number
1 (gambar 3.63) selanjutnya klik OK. Klik Start Animation pada sisi kanan bawah tampilan
ETABS sehingga struktur bergerak sesuai mode shape-nya. Periksa apakah gerakan struktur
translasi (gambar 3.64).
Gbr. 3.63: Show Mode Shape
FTSL ITB 65
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.64: Mode Shape 1 (translasi sumbu x)
c. Cek juga arah gerakan struktur pada mode shape kedua dengan meng-klik tanda panah kekanan
di sisi kanan bawah dari tampilan ETABS (gambar 3.65).
Gbr. 3.65: Mode Shape 2 (translasi sumbu y)
d. Setelah diperiksa ternyata kedua mode pertama dari struktur adalah translasi
66 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
B. Untuk menampilkan hasil analisis dalam bentuk tabel, pilih Display > Show Tables pada
menubar. Di kolom Edit pilih Mass Data, Modal Information, dan Building Output. Lalu
untuk beban dan kombinasinya dapat ditampilkan seluruhnya (gambar 3.66). Lalu klik OK
Gbr. 3.66: Display Show Tables Run 1
C. Untuk memeriksa apakah jumlah Mode Shape sudah mencukupi, pilih Modal Participating Mass
Ratio pada ComboBox di form table yang muncul (gambar 3.67). Pada mode terakhir di cek
nilai SumUX, SumUY, SumRX, SumRY, dan SumRZ semuanya harus diatas 90 persen. Dari
gambar 3.67 terlihat bahwa syarat itu terpenuhi.
Gbr. 3.67: Modal Participating Mass Ratio (Jumlah Mode)
FTSL ITB 67
I-MHERE@ETABS
D. Selanjutnya pilih Center Mass Rigidity pada ComboBox. Lalu catat Massa Tiap Lantai dan
Massa Total Gedung. (gambar 3.68)
Gbr. 3.68: Center Mass Rigidity
E. Pilih Modal Participating Mass Ratio pada ComboBox. Lalu catat Periode Getar dari mode
1 (T
1
) dan mode 2 (T
2
) (gambar 3.69).
Gbr. 3.69: Modal Participating Mass Ratio (Periode Getar)
F. Pilih Response Spectrum Base Reactions pada ComboBox. Lalu catat nilai F1 dan F2 dari
mode 1 akibat gempa SPEC1 (gambar 3.70). Dari nilai F1 dan F2 maka arah gempa dapat
dihitung dengan rumus = arctan(
F2
F1
). Dalam studi kasus ini diperoleh = 0 derajat.
68 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.70: Response Spectrum Base Reactions (Arah Gempa)
G. Setelah selesai mengambil data yang diperlukan, maka ETABS dapat di-unlock kembali dengan
meng-klik symbol pada toolbar.
FTSL ITB 69
I-MHERE@ETABS
3.6.2 RUN 2 Struktur
Tujuan dari RUN 2 Struktur adalah
- Memeriksa Story Drift struktur
- Menentukan Faktor Skala.
A. Setelah ETABS di-unlock ubah Set Modier pada elemen balok dan kolom. Pilih Dene >
Frame Section lalu ubah set modier dari elemen balok I
b
= 0.35I
b
(gambar 3.71), sedangkan
set modier untuk elemen kolom diubah menjadi I
k
= 0.7I
k
(gambar 3.72).
Gbr. 3.71: Set Modier Balok (Run 2)
Gbr. 3.72: Set Modier Kolom (Run 2)
B. Tambahkan dua buah spektrum gempa baru yang diarahkan pada arah gempa hasil perhitungan
dari RUN 1 dan tegak lurus dari arah gempa itu. Pilih Dene > Response Spectrum Cases
lalu klik Add New Spectrum. Spektrum gempa pertama diisi sama seperti gambar 3.73, dan
faktor skala diisi dengan nilai g
I
R
. Lalu tambahkan spektrum gempa yang kedua, form Response
70 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Spectrum kedua diisi hampir sama dengan form pertama, namun pada bagian Input Response
Spectra direction yang dipilih adalah U2 dengan scale factor yang sama yaitu sebesar g
I
R
dan
Excitation angel sebesar sudut = 0 yang diperoleh dari RUN 1 (gambar 3.74). Lalu klik OK
untuk kembali ke tampilan awal ETABS.
Gbr. 3.73: Response Spectrum Run 2(E1)
Gbr. 3.74: Response Spectrum Run 2(E2)
C. Kemudian struktur dapat di run ulang dengan cara menekan tombol F5 pada keyboard atau
memilih Analyze > Run Analysis pada menubar.
D. Lalu lakukan control terhadap inter story drift ratio. Pilih Display > Show Tables pada
menubar. Di kolom Edit pilih Mass Data, Modal Information, dan Building Output (gambar
3.75). Lalu untuk kombinasinya dipilih dari kombinasi E1 dan E2 (gambar 3.76)
FTSL ITB 71
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.75: Show Table Form
Gbr. 3.76: Kombinasi yang dipilih
E. Lakukan pengontrolan drift pada tiap lantai dalam kondisi service dengan rumus
S
i
h
i
< min[
0.03
R
,
30mm
h
i
].
Sedangkan pada kondisi ultimate dikontrol dengan rumus 0.7R
S
i
h
i
< 0.02. Pengontrolan di-
lakukan untuk Response Spectra Case E2 dan Response Spectra Case E2.
72 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.77: Control Drift Ratio
Dari hasil drift ratio yang dikeluarkan ETABS (gambar 3.77) maka dapat di kontrol drift pada
setiap lantai struktur. (tabel 3.7)
FTSL ITB 73
I-MHERE@ETABS
Tab. 3.7: Kontrol Drift
Story Drift X Drift Y Tinggi Max Drift Max Drift Keterangan
Lantai Allowed Allowed
(m) (Service) (Ultimate)
Story Roof 0.000743 0.000655 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 11 0.001142 0.001037 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 10 0.001439 0.001321 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 9 0.001593 0.001463 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 8 0.001548 0.001389 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 7 0.001635 0.001470 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 6 0.001654 0.001497 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 5 0.001450 0.001315 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 4 0.001133 0.001004 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 3 0.001097 0.000987 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 2 0.000990 0.000912 3.5 0.003529 0.003361 OK
Story 1 0.000547 0.000528 4.5 0.003529 0.003361 OK
F. Selanjutnya untuk menentukan besarnya faktor skala, maka perlu diketahui terlebih dahulu be-
sarnya gaya geser dasar CQC akibat gempa. Pilih Display > Show Tables. Di kolom Edit pilih
Mass Data, Modal Information, dan Building Output. Lalu untuk beban dan kombinasinya
dapat ditampilkan seluruhnya (gambar 3.66). Lalu klik OK
G. Catat nilai F1 dari Spec E1 untuk semua mode dan arah (V
o1
) seperti pada gambar 3.78, dan
nilai F2 dari Spec E2 untuk semua mode dan arah (V
o2
) seperti pada gambar 3.79.
Gbr. 3.78: Gaya Geser Dasar Dinamik CQC arah X
74 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.79: Gaya Geser Dasar Dinamik CQC arah Y
H. Lalu nilai faktor skala dapat dihitung dengan cara :
Arah X Arah Y
T
x
= T
1
T
y
= T
2
Ta
x
= Ct H
x
Ta
y
= Ct H
x
Ct = 0.0731(frame system) Ct = 0.0731(frame system)
x = 0.75 x = 0.75
T = T
1
bila T
1
Cu Ta
x
T = T
2
bila T
2
Cu Ta
y
T = Ta
x
bila T
1
> Cu Ta
x
(dengan Cu = 1.2) T = Ta
y
bila T
2
> Cu Ta
y
Cs = min[
2.5A
o
I
R
,
A
r
I
RT
] Cs = min[
2.5A
o
I
R
,
A
r
I
RT
]
W
total
= M
total
gravitasi W
total
= M
total
gravitasi
V s
1
= Cs W
total
V s
2
= Cs W
total
f
D1
= max[
0.8V s
1
V o
1
, 1] f
D2
= max[
0.8V s
2
V o
2
, 1]
Nilai faktor skala yang digunakan
f
D
= max [f
D1
, f
D2
] (3.12)
Dalam studi kasus ini nilai faktor skala yang diperoleh adalah f
D
= 1.931
I. ETABS dapat di-unlock kembali dengan meng-klik symbol pada toolbar.
FTSL ITB 75
I-MHERE@ETABS
3.6.3 RUN 3 Struktur
Tujuan dari RUN 3 Struktur adalah
- Mendisain elemen struktur
- Memeriksa apakah dimensi balok dan kolom sudah cukup kuat
- Menentukan jumlah tulangan perlunya.
A. Tambahkan dua buah spektrum gempa baru yang diarahkan pada arah gempa hasil perhitungan
dari RUN 1. Masing-masing spektrum gempa terdiri dari dua buah gempa yang saling tegak lurus
dengan kombinasi absolute 100 persen dan 30 persen. Pilih Dene > Response Spectrum
Cases lalu klik Add New Spectrum. Spektrum gempa pertama diisi sama seperti gambar 3.80,
gempa pada arah U1 dan U2 dengan faktor skala f
D
g
I
R
. Lalu tambahkan spektrum gempa
yang kedua, form Response Spectrum kedua diisi hampir sama dengan form pertama, namun
pada bagian Eccentricity diisi dengan nilai 0.05 (gambar 3.81). Lalu klik OK untuk kembali ke
tampilan awal ETABS.
Gbr. 3.80: Response Spectrum Run 3 (tanpa torsi)
76 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.81: Response Spectrum Run 3 (dengan torsi)
B. Tambahkan kombinasi pembebanan untuk disain, pilih Dene > Load Combinations lalu klik
Add New Combo (gambar 3.82). Masukkan kombinasi pembebanan satu per satu (gambar
3.83). Total kombinasi pembebanan untuk Struktur Frame System adalah 10 buah kombinasi
masing - masingnya adalah sebagai berikut:
1.4D
1.2D + 1.6L
1.2D + 0.5L Ev SPECT
1.2D + 0.5L Ev SPECTWT
0.9D Ev SPECT
0.9D Ev SPECTWT
(Bila ditotalkan terdapat 10 Kombinasi)
Dengan Ev adalah gempa vertikal yang menurut persamaan (20) pada SNI 03-1726-2002 (SNI
Gempa) [3], nilainya sebesar
Ev = IA
o
D (3.13)
Dan nilai dapat diperoleh berdasarkan wilayah gempa struktur (tabel 3.8)
FTSL ITB 77
I-MHERE@ETABS
Wilayah Gempa
Wilayah 1 0.5
Wilayah 2 0.5
Wilayah 3 0.5
Wilayah 4 0.6
Wilayah 5 0.7
Wilayah 6 0.8
Tab. 3.8: Koesien untuk menghitung faktor respons gempa vertikal [3]
Gbr. 3.82: Dene Load Combination
Gbr. 3.83: Load Combination 1
C. Kemudian struktur dapat di run ulang dengan cara menekan tombol F5 pada keyboard atau
memilih Analyze > Run Analysis pada menubar.
D. Sebelum melakukan Frame Design, pilih terlebih dahulu Design Combo yang telah di buat se-
belumnya. Pilih Design > Concrete Frame Design > Select Design Combo lalu ganti default
kombinasi dari ETABS dengan 10 kombinasi yang telah di dene sebelumnya seperti pada gambar
3.84. Selanjutnya Concrete Frame siap di disain dengan memilih Design > Concrete Frame
Design > Start/Check of Structure pada menubar.
78 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.84: Design Combo Frame
E. Setelah ETABS selesai mendisain, maka hasil disain dapat dilihat dengan memilih Design >
Concrete Frame Design > Display Design Info pada menubar (gambar 3.85). Pada form
Design Info ini dapat beberapa macam design output yang dihasilkan ETABS setelah mendisain
concrete frame salah satunya Longitudinal Reinforcing (gambar 3.86)
Gbr. 3.85: Design Info Frame
Gbr. 3.86: Longitudinal Reinforcing
FTSL ITB 79
I-MHERE@ETABS
F. Penulangan Longitudinal Balok
Dari tulangan longitudinal yang dihasilkan oleh ETABS dilakukan penentuan jumlah tulangan
memanjang yang diperlukan oleh masing-masing balok. Pengelompokan beberapa balok yang
tipikal (akan dipasang tulangan dengan jumlah yang sama), dapat dilakukan untuk mempermudah
penulangan.
Dalam studi kasus ini balok dengan label yang sama dirancang untuk memiliki jumlah tulangan
yang sama pula.
Untuk memudahkan mencari nilai luas tulangan terbesar digunakan bantuan program Excel.
a Pilih Select > by Frame Sections lalu pilih balok B-25X50-X. Lalu klik OK
b Ubah satuan terlebih dahulu dalam [N-mm] untuk memudahkan.
c Pilih Display > Show Tables pada form Edit pilih Beam Summary Data (gambar 3.87).
Lalu klik pada select Cases/Combo disebelah kanan form, dan pilih Combo1 s/d Combo10
(gambar 3.88), pastikan pula option Section Only di-check dibagian kanan form. Lalu tekan
OK.
Gbr. 3.87: Display Tables Beam Summary Data
Gbr. 3.88: select Cases/ Combo
80 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
d Akan muncul tabel seperti pada gambar 3.89. Data ini seluruhnya dipindahkan ke Excel, dengan
cara pilih Edit > Copy Entire Table. Buka program Microsoft Excel lalu klik paste pada
menubar atau tekan Ctrl+V untuk menampilkan data yang telah di-copy tadi.
Gbr. 3.89: Beam Summary Data
FTSL ITB 81
I-MHERE@ETABS
Label Tulangan Tumpuan Tulangan Lapangan
Balok Jumlah Luas [mm] Jumlah Luas [mm]
B-25X50-X
Atas 3 1472.622 2 981.747
Bawah 2 981.747 2 981.747
B-25X50-Y
Atas 3 1472.622 2 981.747
Bawah 2 981.747 2 981.747
B-30X50-X
Atas 4 1963.495 2 981.747
Bawah 2 981.747 2 981.747
B-30X50-Y
Atas 4 1963.495 2 981.747
Bawah 3 1472.622 2 981.747
B-40X60-X
Atas 4 1963.495 2 981.747
Bawah 2 981.747 2 981.747
B-40X60-Y
Atas 4 1963.495 2 981.747
Bawah 3 1472.622 2 981.747
Tab. 3.9: Tulangan Longitudinal Balok
e Dengan menggunakan bantuan Excel data dapat di-sort sehingga dapat diperoleh luas tulangan
longitudinal maksimal yang diperlukan oleh balok B-25X50-X.
f Dari luas tulangan perlu inilah dapat diperoleh jumlah tulangan longitudinal pada sisi atas dan
bawah balok di daerah tumpuan dan lapangan. Perhatikan pula syarat penulangan (BL.a s/d
BL.e) terutama pada point BL.d. Jumlah tulangan boleh dianggap sebanding dengan besarnya
Momen.
g Ulangi kembali langkah Fa s/d Ff diatas untuk balok-balok lainnya. (B-25X50-Y, B-30X50-X,
B-30X50-Y, B-40X60-X, B-40X60-Y)
h Dalam studi kasus ini gunakan tulangan D25 [mm] untuk semua balok. Hasil jumlah tulangan
yang dipasang pada setiap balok dalam studi kasus ini adalah pada tabel 3.9.
G. Lalu ETABS dapat di-unlock kembali dengan meng-klik symbol pada toolbar.
H. Pilih Dene > Frame Section, pilih salah satu elemen balok lalu klik Modify/Show Property.
Selanjutnya klik Reinforcement lalu isikan luas tulangan yang tadi telah dihitung berdasarkan
tabel 3.9. (gambar 3.90)
82 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.90: Assign Beam Longitudinal Reinforcing
I. Lakukan langkah H diatas pada setiap balok untuk memasang tulangan longitudinal pada seluruh
balok.
J. Setelah seluruh tulangan longitudinal balok dipasang, Run kembali ETABS dengan menekan
F5 lalu Run Design ETABS dengan memilih Design > Concrete Frame Design > Start
Design/Check of Structure
K. Penulangan Transversal Balok
Setelah seluruh tulangan longitudinal balok terpasang, baru dilakukan penulangan transversal pada
Balok, untuk memastikan bahwa tulangan transversal yang terpasang lebih kuat dari tulangan
longitudinal yang terpasang.
a) Lakukan lagi hal yang sama seperti pada saat melakukan penulangan longitudinal balok
langkah F diatas. Setelah data tabel dipindahkan ke Excel dicari nilai maksimum dari
VRebar. Nilai ini merupakan
Av
s
yang digunakan untuk melakukan penulangan transversal.
b) Tulangan transversal yang digunakan adalah D10 [mm] dengan 2 kaki, juga dihitung pada
dua posisi, di lapangan dan di tumpuan. Hasilnya lalu ditabelkan sebagai berikut. (tabel
3.10)
FTSL ITB 83
I-MHERE@ETABS
Label Tulangan Tumpuan Tulangan Lapangan
Balok Jumlah Jarak [mm] Jumlah Jarak [mm]
B-25X50-X 2D10 175 2D10 175
B-25X50-Y 2D10 125 2D10 125
B-30X50-X 2D10 150 2D10 150
B-30X50-Y 2D10 100 2D10 100
B-40X60-X 2D10 125 2D10 125
B-40X60-Y 2D10 75 2D10 75
Tab. 3.10: Tulangan Transversal Balok
L. Penulangan Longitudinal dan Transversal Kolom
Setelah tulangan balok ditentukan, barulah menentukan tulangan Kolom. Hal ini bertujuan agar
syarat Strong Column Weak Beam terpenuhi, sehingga dapat di pastikan bahwa ETABS juga
telah menghitung kekuatan kolom yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan tulangan longi-
tudinal yang telah terpasang pada balok. Sama seperti ketika menulangi balok, ketika menulangi
kolom pun sebaiknya dilakukan beberapa pengelompokan kolom. Kolom-kolom yang diinginkan
memiliki jumlah tulangan yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok. Dalam studi kasus
ini setiap kolom dengan label yang sama akan memiliki tulangan yang sama pula.
Berikut adalah langkah-langkah penulangan kolom:
1. Pilih Select > by Frame Sections lalu pilih kolom CR-50X50. Lalu klik OK
2. Ubah satuan terlebih dahulu dalam [N-mm] untuk memudahkan.
3. Pilih Display > Show Tables pada form Edit pilih Column Summary Data. Lalu klik pada
select Cases/Combo disebelah kanan form, dan pilih Combo1 s/d Combo10 (gambar
3.88), pastikan pula option Section Only di-check dibagian kanan form. Lalu tekan OK.
4. Sama seperti pada saat menulangi balok, seluruh data kolom di copy kedalam Microsoft
Excel untuk di-sort, sehingga diperoleh luas tulangan dan
Av
s
maksimum yang diperlukan.
5. Selanjutnya luas tulangan dan
Av
s
digunakan untuk menulangi kolom. Dalan studi kasus ini
digunakan ukuran tulangan 25 [mm] untuk tulangan longitudinal dan ukuran 10 [mm] untuk
tulangan transversal
6. Untuk menulangi kolom CR-60X60 dan CR-80X80 ulangi kembali langkah L1 s/d L5.
7. Berikut adalah hasil penulangan kolom. (tabel 3.11)
84 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Tab. 3.11: Tulangan Longitudinal dan Transversal Kolom
Label Tulangan Longitudinal Tulangan Transversal
Kolom Jumlah Tumpuan (sekitar Joint) Lapangan
Jumlah Jarak [mm] Jumlah Jarak [mm]
CR-50X50 16D25 3D10 125 3D10 150
CR-60X60 12D25 3D10 200 3D10 200
CR-80X80 24D25 3D10 200 3D10 200
M. Setelah diperoleh tulangan kolom, ETABS dapat di-unlock kembali dengan meng-klik symbol
pada toolbar.
FTSL ITB 85
I-MHERE@ETABS
3.6.4 RUN Check Struktur
Tujuan dari RUN Check Struktur adalah untuk memastikan bahwa hasil disain tulangan maupun di-
mensi mampu menahan beban yang bekerja. Setiap elemen baik balok dan kolom dimasukkan jumlah
tulangan yang akan dipasang. Kemudian ETABS di run kembali untuk memastikan semua elemen
balok dan kolom kuat menahan beban.
A. Setelah ETABS di unlock, pilih Dene > Frame Sections pilih kolom CR-50X50. Lalu tekan
Modify/ Show Property, lalu pilih Reinforcment. Masukkan jumlah dan ukuran tulangan
yang telah dihitung sesuai dengan tabel 3.11. Dan kemudian pilih Reinforcement to be Check
(gambar 3.91). Lalu klik OK dua kali untuk kembali ke form Dene Frame Properties
Gbr. 3.91: Reinforcement Data to be Checked
B. Lakukan juga point A diatas untuk kolom-kolom lainnya (CR-60X60 dan CR-80X80)
C. Run kembali struktur dengan menekan F5 lalu kemudian Run Design ETABS dengan memilih
Design > Concrete Frame Design > Start Design/Check of Structure
D. Setelah run selesai, Periksa kekuatan elemen - elemen balok dan kolom. Pastikan tidak ada yang
mengalami Over Stress. Pilih Design > Concrete Frame Design > Display Design Info
(gambar 3.92). Pada Combo Box Design Output ubah menjadi Column P-M-M Interaction
Ratios, lalu klik OK
86 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 3.92: Display Design Result
E. Periksa elemen kolom, pastikan tidak ada yang mengalami Over Stress.
F. Kemudian pilih lagi Design > Concrete Frame Design > Display Design Info untuk memeriksa
Design Output (6/5) Beam/Column Capacity Ratios. Pastikan tidak ada elemen kolom yang
mengalami Over Stress.
G. Bila terdapat elemen yang Over Stress, maka langkah pertama yang dapat dilakukan adalah
perbanyak jumlah tulangan. Jika terpaksa harus mengubah dimesi dari kolom, maka sebaiknya
Analisis diulangi dari Run 1 subbab 3.6.1
FTSL ITB 87
4 Analisis statik non-linier
4.1 Pengertian dan prosedur analisis beban dorong statik
4.1.1 Pengertian
Analisis pushover merupakan suatu cara analisis statik non-linier yang merupakan penyederhanaan
dari analisis non-linier riwayat waktu (time history). Analisis pushover dilakukan dengan mengap-
likasikan suatu beban yang nilainya meningkat secara bertahap pada suatu struktur sampai dengan
suatu kondisi tertentu yang diinginkan sehingga didapat gambaran perilaku struktur baik sebelum
terjadi kelelehan pertama kali maupun sesudahnya.
Di dalam analisis statik non-linier ini, pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung
dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai. Nilai
beban-beban statik inilah yang ditingkatkan secara bertahap sampai melampaui pembebanan yang
menyebabkan terjadinya pelelehan pertama (sendi plastis) pada struktur gedung. Penigkatan be-
ban yang lebih lanjut mengakibatkan struktur mengalami perubahan bentuk paska-elastik yang besar
sampai mencapai kondisi plastik.
Analisis pushover bertujuan untuk mengevaluasi perilaku seismik struktur terhadap beban gempa
rencana dengan :
- Memperoleh nilai aktual dan R aktual dari struktur
- Memperlihatkan skema kelelehan (formasi sendi plastis) yang terjadi
- Menentukan performance level dari struktur yang dianalisis
4.1.2 Prosedur
Analisis beban dorong yang dilakukan memiliki tahapan sebagai berikut
a. Desain komponen-komponen struktur dan menentukan jumlah tulangan yang diperlukan untuk
masing-masing komponen
b. Memasang tulangan pada masing-masing komponen struktur dengan memperhatikan persyaratan
tulangan
c. Mendenisikan sendi plastis Pushover Load Cases
d. Melakukan analisis beban dorong
e. Melakukan evaluasi analisis beban dorong
Pada ETABS langkang-langkah berikut dapat dilakukan, namun mebelum melakukan analisis non-
linier beban dorong statik (pushover ), tulangan balok dan kolom harus sudah terpasang terlebih
dahulu.
88
I-MHERE@ETABS
A. Setelah penulangan pada balok dan kolom selesai, ETABS dapat di-unlock kembali dengan meng-
klik symbol pada toolbar
B. Pada menubar pilih Dene > Static Load Cases, lalu tambahkan dua buah beban gempa static
berdasarkan IBC 2006 (gambar 4.1)
Gbr. 4.1: Static Load Cases Pushover
C. Lalu pilih bebannya dan selanjutnya klik Modify Lateral Load, masukkan data seperti pada
gambar 4.2 dan 4.3.
Gbr. 4.2: Modify Lateral Load EX
FTSL ITB 89
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.3: Modify Lateral Load EY
D. Lalu modelkan sendi platis yang terjadi pada struktur. Pilih semua elemen balok dengan cara klik
Select > by Frame Section > Pilih Semua Elemen Balok pada menubar lalu selanjutnya
pada menubar klik Assign > Frame/Line > Frame Nonlinear Hinges. Isi form yang tampil
seperti pada gambar 4.4. Kemudian pilih semua elemen kolom pada Story 1 dengan cara klik View
Gbr. 4.4: Assign Frame Hinges Balok
> Set Plan View > STORY 1 pada menubar lalu pilih secara manual semua elemen kolom
pada lantai itu, pastikan terpilih One Story pada Combo Box di kanan bawah tampilan ETABS,
lalu pilih Assign > Frame/Line > Frame Nonlinear Hinges pada menubar. Selanjutnya isi
form yang tampil seperti pada gambar 4.5
90 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.5: Assign Frame Hinges Kolom
E. run ETABS dengan cara meng-klik Analyze > Run, lalu lakukan frame design dengan cara
meng-klik Design > Concrete Frame Design > Start Design/Check of Structure.
F. Sebelum mendenisikan gaya - gaya Pushover, harus ditentukan terlebih dahulu joint yang akan
dibaca peralihannya. Joint ini adalah joint tengah pada lantai atap. Cara mencari tahu nomor
jointnya adalah
- Pilih Display > Display Undeform Shape pada menubar, Pilih View > Set Plan View lalu
pilih ROOF
- Klik kanan pada joint tepat di pusat lantai atap. (gambar 4.6). Akan muncul form seperti pada
gambar 4.7.
Gbr. 4.6: Roof Plan View (Pushover joint)
FTSL ITB 91
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.7: Pushover joint
- Nomor joint yang tertera pada form seperti pada gambar 4.7 inilah yang akan dicatat perali-
hannya. Joint nomor 1875
G. Selanjutnya denisikan pushover cases dengan cara meng-klik Dene > Static Nonlinear/Psuhover
Cases pada menubar. Tambahkan 7 buah pushover cases sebagai berikut (gambar 4.8 s/d gambar
4.14)
Gbr. 4.8: Pushover Cases GRAV
92 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.9: Pushover Cases PUSH1
Gbr. 4.10: Pushover Cases PUSH2
FTSL ITB 93
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.11: Pushover Cases PUSH3
Gbr. 4.12: Pushover Cases PUSH4
94 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.13: Pushover Cases PUSH5
Gbr. 4.14: Pushover Cases PUSH6
FTSL ITB 95
I-MHERE@ETABS
Struktur siap di Run. Pilih Analyze > Run Static Nonlinear Analysis. Lama analisis dan keaku-
ratan hasil analisis tergantung pada stepping yang ditentukan ketika mendenisikan Pushover Cases
diatas
96 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
4.2 Sendi plastis
4.2.1 Hinge properties
Pemodelan sendi dilakukan untuk mendenisikan perilaku non-linier force displacement dan/atau
momen-rotasi yang dapat ditempatkan pada beberapa tempat di sepanjang bentang balok atau kolom.
Pemodelan ini dilakukan dengan mengacu kepada kurva hubungan force-displacement yang memiliki
tipe yang sama dengan kurva hubungan antara momen-rotasi seperti yang terlihat pada gambar 4.15
Gbr. 4.15: Kurva Hubungan Force-Displacement
Kurva pada gambar 4.15 memiliki lima titik utama, yaitu titik A,B,C,D dan E. Titik A merupakan titik
awal sebelum struktur dikenai beban gempa. Titik B memperlihatkan kelelehan, namun deformasi
belum terjadi. Titik C merepresentasikan kekuatan sisa (residual strength) untuk analisis pushover.
Sementara titik E menunjukkan kondisi keruntuhan total.
Gbr. 4.16: Kurva Hubungan Force-Displacement / Momen Rotasi
Sendi plastis yang digunakan dalam pemodelan adalah:
1. Balok
Sendi plastis pada elemen balok menggunakan Default-M3 sesuai program ETABS dengan
nilai Relative Distance-nya 0,(0.5),dan 1. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa balok akan
efektif menahan momen pada arah sumbu kuatnya (sumbu 3), oleh sebab itu sumbu inilah yang
akan mengalami sendi plastis pada balok.
FTSL ITB 97
I-MHERE@ETABS
2. Kolom
Sendi plastis pada elemen kolom menggunakan Default-PMM sesuai program ETABS dengan
nilai Relative Distance-nya 0 dan 1. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa pada elemen kolom
terdapat hubungan antara gaya aksial dan momen seperti pada diagram iterasi kolom.
4.2.2 Distribusi Sendi Plastis
Sendi plastis akibat momen lentur akan terjadi bila beban yang bekerja pada struktur melebihi kapa-
sistas momen lentur yang ditinjau. Sendi plastis pada pemodelan struktur dapat terjadi pada elemen
balok dan kolom.
Akan tetapi kolom harus didisain lebih kuat daripada balok (kolom-kuat, balok-lemah). Oleh karena
itu, sendi plastis boleh terjadi pada balok dan hanya pada kolom lantai dasar saja (beam-sway mech-
anism)
Gbr. 4.17: Sendi Plastis
4.3 Distribusi vertikal beban gempa
Berikut ini akan disajikan beberapa macam bentuk distribusi beban gempa untuk analisis beban
dorong, yaitu distribusi beban gempa merata , distribusi beban gempa sesuai bentuk moda serta
distribusi beban gempa berdasarkan ASCE 07-05 / IBC 2006 [1].
4.3.1 Distribusi beban gempa merata (uniform)
Distribusi beban gempa yang merata membagi beban gempa yang diaplikasikan pada pusat massa
masing-masing lantai dengan besar yang sama rata. Pembagian beban didasarkan pada perbandin-
gan massa masing-masing lantai terhadap massa total. Rumus berikut digunakan untuk menentukan
distribusi bebena gempa merata.
F
i
=
m
i
m
i
V (4.1)
98 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
dimana m
i
= massa lantai ke-i dan V = gaya geser dasar
4.3.2 Distribusi beban gempa sesuai bentuk moda
Distribusi beban gempa mengikuti bentuk mode merupakan pembagian beban gempa yang diap-
likasikan pada pusat massa masing-masing lantai dengan perbandingan beban pada masing-masing
lantai sesuai dengan perbandingan mode-nya. Distribusi beban gempa berdasarkan bentuk mode
hanya baik diasumsikan bila struktur gedung memiliki Modal Participating Mass Ratio lebih besar
daripada 80 persen.
Besarnya distribusi vertikal beban gempa untuk masing-masing lantai ditentukan oleh rumus sebagai
berikut:
F
i
=
m
i
i
m
i
i
V (4.2)
dimana m
i
= massa lantai ke-i,
i
= aplitude of the elastic rst mode at i-th story dan V = gaya
geser dasar
4.3.3 Distribusi beban gempa berdasarkan ASCE 07-05 / IBC 2006 [1]
Berikut ini adalah metode untuk menentukan besarnya beban statik yang dianggap terpusat pada
masing-masing pusat massa pada setiap lantai berdasarkan ASCE 07-05 / IBC 2006.
1. Menghitung nilai C
s
C
s
= max[0.01; min(
S
DS
I
R
;
S
DS
I
RT
)] (4.3)
untuk struktur dengan nilai S
i
0.6g, maka nilai C
s
minimum :
C
s,min
=
0.5S
1
I
R
(4.4)
dengan C
s
= Koesien Respon Gempa, S
DS
= 2.5 A
o
, S
D1
= A
r
, R = Faktor Reduksi Gempa,
I = Faktor Keutamaan Bangunan, T = Periode fudamental.
Nilai Periode Fundamental dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut
T =
_
_
T
a
, bila T
1
T
a
T
1
, bila T
a
< T
1
< C
u
T
a
C
u
T
a
, bila T
1
C
u
T
a
T
1
merupakan nilai periode fundamental bangunan untuk mode 1. Sementara C
u
diperoleh
dari tabel 4.1.
2. Menentukan nilai W
W adalah berat bangunan ditambah dengan beban-beban lain yang dimasukkan dalam eective
seismic weight seperti ketentuan Tabel4.2
FTSL ITB 99
I-MHERE@ETABS
Tab. 4.1: Nilai Koesien C
u
S
D1
0.4 0.3 0.2 0.15 0.1
C
u
1.4 1.4 1.5 1.6 1.7
Tab. 4.2: Eective Seismic Weight berdasarkan ASCE 07-05 / IBC 2006
Description Include in Seismic Weight
Areas of storage (other than public 25 percent of oor live load
garages and open parking garages)
Building with partitions 10 [psf] or actual weight, whichever is greater
Building with roofs designed for snow Where at roof snow loads are greater than 30 [psf],
20 percent of the design snow load
needs to be icluded, regardless of actual roof slope
Permanent equipment 100 percent of operating weight
3. Menentukan nilai gaya geser dasar Gaya geser dasar akibat beban gempa dapat ditentukan
dengan rumus :
V = C
s
W (4.5)
4. Menentukan nilai distribusi gaya gempa Nilai distribusi gaya gempa pada masing-masing lantai
struktur adalah
F
x
= C
vx
V (4.6)
Sementara nilai C
vx
diperoleh dari rumus sebagai berikut:
C
vx
=
W
i
H
k
i
n
i=1
W
i
H
k
i
(4.7)
dengan nilai k ditentukan sebagai berikut
k =
_
_
1, untuk struktur denganT 0.5 detik
2, untuk struktur denganT 2.5 detik
2 atau interpolasi antara 1 dan 2, untuk struktur dengan 0.5 detik < T < 2.5 detik
Dimana W
i
= Berat lantai ke-i, H
i
= Tinggi antar lantai ke-i, V = Gaya geser dasar dan F
x
= Distribusi gaya gempa masing-masing lantai
Ketiga pola distribusi pembebanan gempa dapat dilihat pada gambar 4.18.
100 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.18: Pola Distribusi Pembebanan
4.4 Performance based design
4.4.1 Pengertian dan prosedur
Disain berbasis kinerja merupakan suatu metode disain dimana pengendalian nisbah simpangan dipan-
dang sebagai pengendalian terhadap kerusakan struktur apabila struktur dibebani oleh gempa rencana.
Analisis struktur tidak hanya ditinjau dari segi kekuatan saja, tetapi juga ditinjau dari besarnya per-
alihan yang dialami struktur. Kinerja adalah bagaimana struktur akan berperilaku ketika mengalami
gempa.
Ide utama dari evaluasi performance based design adalah mencocokkan "permintaan" dengan "kap-
asitas". Permintaan adalah besarnya gempa yang diaplikasikan kepada struktur, sementara kapasitas
adalah kemampuan struktur untuk menahan beban gempa tersebut. Pada disain berdasarkan kinerja
ini, ukuran daripada permintaan dan kapasitas adalah peralihan
Disain struktur berdasarkan konsep kinerja ini dapat memberikan penjelasan mengenai bagian ban-
gunan yang akan mengalami kegagalan pertama kali dan selanjutnya. Seiring dengan bertambahnya
beban, elemen-elemen lainnya akan mengalami leleh dan deformasi inelastis. Oleh sebab itu dapat
disimpulkan bahwa kelebihan cara analisis ini adalah dapat diperolehnya gambaran perilaku struktur,
deformasi bagian-bagian struktur, dan urutan bagian-bagian struktur yang mengalami leleh setelah
struktur melewati batas elastiknya.
Penilaian struktur tahan gempa tidak hanya kekuatan dan daktilitas saja, tetapi juga dinilai dari kinerja
bangunan saat gempa, ATC-40 [6] menggunakan metode spektrum kapasitas (Capacity Spectrum
Method) untuk menilai kinerja struktur terhadap gempa yang dilakukan dengan menggunakan tata
cara FEMA-356 dan FEMA-440 [7]. Disain berbasis kinerja (Performance Based Design) ini dipakai
untuk mengevaluasi kinerja bangunan yang telah berdiri maupun bangunan baru.
Terdapat beberapa jenis prosedur evaluasi metode analisis beban dorong yaitu Capacity Spectrum
FTSL ITB 101
I-MHERE@ETABS
Method (CMS) dan Displacement Coecient Method (DCM). Prosedur CMS akan dilakukan berdasarkan
tata cara ATM-40. Sementara prosedur DCM akan dilakukan berdasrkan tata cara FEMA-256 dan
FEMA-440
Prosedur evaluasi berdasarkan CMS menggunakan perpotongan dari kurva kapasitas dan kurva re-
sponse spectrum yang mengalami reduksi untuk memperkirakan nilai peralihan maksimum dari struk-
tur yang dianalisis. Sementara prosedur dengan DCM menggunakan koesien-koesisen tertentu
untuk memperkirakan peralihan masksimum dari sktruktur yang sedang dianalisis.
4.4.1.1 Tahapan Capacity Spectrum Method berdasarkan ATC-40 [6]
1. Menentukan respons spektrum tradisional dengan redaman 5 persen (Gambar 4.19).
Gbr. 4.19: Response Spectra dengan redaman 5 persen
2. Mengubah respons spektrum tradisional dengan redaman 5 persen (Sa*-T) menjadi demand
spectrum (Sa*-Sd) dalam bentuk ADRS (gambar 4.20).
Gbr. 4.20: Bentuk ADRS (Acceleration-Displacement Response Spectra)
3. Menentukan kurva kapasitas (Vb-x
roof
). Kurva kapasitas merupakan kurva yang memperli-
hatkan hubungan antara masing-masing nilai peralihan lantai atap dengan gaya geser dasarnya
(base shear) akibat pemberian beban lateral secara bertahap pada struktur (gambar 4.21).
102 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.21: Capacity Curve
4. Mengubah kurva kapasitas (Vb-x
roof
) menjadi capacity spectrum (Sa*-Sd) (gambar 4.22)
Gbr. 4.22: Capacity Spectrum
PF
1
=
N
i=1
(m
i
i1
)
N
i=1
(m
i
2
i1
)
(4.8)
1
=
N
i=1
(m
i
i1
)
2
N
i=1
(m
i
)
N
i=1
(m
i
2
i1
)
(4.9)
Dengan PF
1
= Modal Patricipating Factor untuk mode 1,
1
= Modal Mass Coecient untuk
mode 1, m
i
= massa lantai ke-i,
i
= lantai ke-i mode 1, V = gaya geser dasar, W = berat
mati bangunan,
roof
= peralihan atap S
a
= spectral acceleration S
d
= spectral displacement
5. Plot demand spectrum dan capacity spectrum dalam satu grak dengan sumbu x sebagai Sd
dan sumbu y sebagai Sa*. Kemudian menentukan perkiraan awal a
pi
dan d
pi
(gambar 4.23)
FTSL ITB 103
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.23: Plot Demmand Spectrum dan Capacity Spectrum
6. Membentuk kurva representasi bilinear dari capacity spectrum (gambar 4.24) Dengan K
i
adalah
Gbr. 4.24: Representasi Bilinier Capacity Spectrum
Initial Stiness, didenisikan sebagai garis singgung dari kurva capacity spektrum dari kon-
disi awal. Untuk komponen yang didominasi oleh lentur, nilai K
i
kira-kira adalah nilai fully-
cracked stiness. Untuk komponene yang didominasi oleh geser, nilai K
i
kira-kira adalah nilai
uncracked-stiness. Kurva bilinear dari capacity spectrum dibuat sedemikian rupa sehingga luas
daerah A
1
sama dengan A
2
. Dengan pertimbangan agar masing-masing daerah memiliki energi
yang sama.
7. Menentukan nilai
o
Damping Energi (E
D
) (gambar 4.25):
E
D
= 4(a
y
d
p
i d
y
a
p
i) (4.10)
104 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.25: Damping Energy
Maximum Strain Energi (E
S0
) (gambar 4.26):
E
S0
=
a
pi
d
pi
2
(4.11)
Gbr. 4.26: Maximum Strain Energy
o
=
1
4
E
D
E
S0
=
1
4
4(a
y
d
pi
d
y
a
pi
a
pi
d
pi
2
0.637(a
y
d
pi
d
y
a
pi
)
a
pi
d
pi
x 100 (dalam persen) (4.12)
8. Menghitung faktor reduksi spektral (SRA dan SRV). Kemudian, plot demand spectrum yang
sudah dipengaruhi oleh faktor reduksi spektral dengan kurva representasi bilinear.
a. Menentukan nilai K (tabel 4.3)
FTSL ITB 105
I-MHERE@ETABS
Structural
o
(percent) K
Behavior Type
Type A
16.25 1
> 16.25 1.13
0.51(ayd
pi
dya
pi
)
a
pi
d
pi
Type B
25 0.67
> 25
0.446(ayd
pi
dya
pi
)
a
pi
d
pi
Type C any value 3.33
Tab. 4.3: Nilai K berdasarkan ATC-40
b. Menentukan nilai
eff
eff
=
0
K + 5 (dalam persen) (4.13)
c. Menentukan nilai SRA dan SRV
SRA =
3.21 0.68Ln(
eff
)
2.12
SRA
min
(4.14)
SRV =
2.31 0.41Ln(
eff
)
1.65
SRV
min
(4.15)
Dengan nilai SRA
min
dan SRV
min
untuk masing-masing tipe struktur dapat dilihat pada
tabel 4.4 Structural Behavior Type dapat dilihat pada tabel 4.5
Structural Type SRA
min
SRV
min
A 0.33 0.5
B 0.44 0.56
C 0.56 0.67
Tab. 4.4: SRA
min
dan SRV
min
Shaking
Duration
Essentially
Existing
Building
Average
Existing
Building
Poor Existing
Building
Short Type A Type B Type C
Long Type B Type C Type C
Tab. 4.5: Structural Behavior Type (ATC-40)
106 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
d. Plot demand spectrum yang sudah dupengaruhi oleh faktor reduksi spektral dengan kurva
bilinier (gambar 4.27)
Gbr. 4.27: Demand Spectrum dan Representasi Bilinear
9. Menentukan titik potong antara demand spectrum yang sudah dipengaruhi oleh faktor reduksi
spektral dengan kurva representasi bilinear. yaitu titik (d
i
, a
i
). Apabila titik perpotongan
tersebut ada di dalam batas toleransi 5 persen, maka spektral performance point adalah (d
pi
,
a
pi
). Apabila titik perpotongan tersebut ada di luar batas toleransi 5 persen, maka ulang lagi
prosedur mulai dari langkah 6 dengan a
pi
= a
i
, d
pi
= d
i
sampai memenuhi batas toleransi 5
persen.
10. Mengubah d
pi
(spektral displacement saat performance terjadi) menjadi nilai displacement saat
performance terjadi dan mengubah a
pi
(spectral acceleration saat performance terjadi) menjadi
nilai gaya geser saat performance terjadi.
S
d
=
roof
PF
1
1,roof
(4.16)
Maka displacement saat performance terjadi
roof
= S
d
PF
1
1,roof
roof
= d
pi
PF
1
1,roof
(4.17)
S
a
=
V
W
1
(4.18)
Maka gaya geser saat performance terjadi
V = S
a
W
1
V = a
pi
W
1
(4.19)
Dengan PF
1
= Modal Participating Factor untuk mode 1,
1
= Modal Mass Coecient untuk
mode 1,
1,roof
= lantai atap, mode 1, V = gaya geser dasar, W = berat mati bangunan,
roof
= peralihan atap, S
a
= Spectral acceleration dan S
d
= Spectral displacement
Sehingga nilai performance point adalah (
roof
,V )
FTSL ITB 107
I-MHERE@ETABS
4.4.1.2 Pembentukan Kurva Kapasitas Bilinear (Force-Displacement) pada
Displacement Coecient Method [15]
Kurva kapasitas bilinier dari DCM, dalam hal ini adalah berdasarkan tata cara FEMA-356 dan FEMA-
440 dibentuk kurva hubungan force-displacement (gambar 4.28) Dengan K
i
= Initial Stiness K
e
=
Gbr. 4.28: Kurva Bilinear pada DCM
Eective Stiness, nilainya diambil sebagai gradien garis yang berpotongan pada kurva kapasitas pada
ordinat 0.6 Vy. Nilai Vy tidak boleh lebih besar daripada nilai gaya geser maksimum pada titik-titik
dalam kurva kapasitas aktual.
Hubungan antara Initial Stiness dan Eective Stiness adalah
T
e
= T
i
_
K
i
K
e
(4.20)
Dengan T
e
= periode fundamental efektif bangunan T
i
= periode mode ke-i
Kurva representasi bilinear dari kurva kapasitas pada DCM bersifat sangat sensitif karena representasi
kurva bilinear yang sedikit berbeda saja akan menghasilkan nilai performance point yang berbeda
juga.
108 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
4.4.1.3 Tahapan Displacement Coecient Method berdasarkan FEMA-356 [15]
Nilai target displacement berdasarkan FEMA-356 adalah (gambar 4.29)
Gbr. 4.29: Tahapan DCM berdasarkan FEMA-356
t
= C
0
C
1
C
2
C
3
S
a
T
2
e
4
2
g (4.21)
Dengan
t
= target displacement g = percepatan gravitasi
C
0
= faktor modikasi yang menghubungkan spectral displacement pada suatu sistem derajat kebe-
basan tunggal dengan peralihan lantai atap pada bangunan dengan sistem derajat kebebasan banyak.
Nilai untuk C
0
dapat dilihat pada tabel 4.6.
C
1
= faktor modikasi yang menghubungkan peralihan maksimum yang diharapkan dari pergerakan
pada sistem derajat kebebasan tunggal inelastik dengan peralihan yang dihitung menggunakan respons
elastik linier.
C
1
=
_
_
_
1.0, bila T
e
T
s
1+
(R1)Ts
Te
R
, untuk T
e
< T
s
R =
S
a
W
V
y
C
m
(4.22)
Dengan T
e
= periode fundamental efektif bangunan, T
s
= periode karakteristik dari respons spektrum,
didenisikan sebagai periode transisi terletak pada perpotongan segmen akselerasi konstan dengan
segmen velocity, R = ratio dari permintaan kekuatan elastis untuk menghitung koesien kuat leleh,
S
a
= response spectrum acceleration pada periode getar fundamental bangunan, V
y
= kuat leleh
FTSL ITB 109
I-MHERE@ETABS
Tab. 4.6: Faktor Modikasi C
0
berdasarkan FEMA-356
Number of Stories
Shear Buildings
2
Other Buildings
Triangular
Load
Pattern
Uniform
Load
Pattern
Any Load Pattern
1 1 1 1
2 1.2 1.15 1.2
3 1.2 1.2 1.3
5 1.3 1.2 1.4
10+ 1.3 1.2 1.5
1. Linear interpolation shall be used to calculate intermediate values
2. Buildings in which, for all stories, interstory drift decreases with increasing height.
yang dihitung dari kurva hubungan gaya dan peralihan yang ideal dari analisis nonlinier pushover, W
= beban gempa eetif dan C
m
= eectif model mass untuk mode fundamental dengan menggunakan
analisis Eigen value (tabel 4.7).
Tab. 4.7: Faktor Modikasi C
m
berdasarkan FEMA-356
Nilai C
m
No. of Stories 1-2 3 or more
Concrete Moment Frame 1 0.9
Concrete Shear Wall 1 0.8
Concrete Pier-Sprandel 1 0.8
Steel Moment Frame 1 0.9
Steel Concretic Braced Frame 1 0.9
Steel Eccentric Braced Frame 1 0.9
Other 1 1
C
2
= faktor modikasi yang memperlihatkan pengaruh dari pinched hysteretic shape, shape degrada-
tion, dan strength deterioration pada respons peralihan maksimum. Nilai C
2
dapat dilihat pada tabel
4.8.
Nilai T
s
dihitung dengan persamaan berikut
T
s
=
S
D1
S
DS
(4.23)
C
3
= faktor modikasi untuk menggambar kenaikan peralihan akibat pengaruh P-
C
3
=
_
_
_
1, untuk bangunan dengan positive-yield stiness
1 +
|a|(R1)
3
2
Te
, untuk bangunan dengan negative-yiled stiness
110 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
T
a
b
.
4
.
8
:
F
a
k
t
o
r
M
o
d
i
k
a
s
i
C
2
b
e
r
d
a
s
a
r
k
a
n
F
E
M
A
-
3
5
6
S
t
r
u
c
t
u
r
a
l
P
e
r
f
o
r
m
a
n
c
e
L
e
v
e
l
T
0
.
1
s
e
c
o
n
d
3
T
T
s
s
e
c
o
n
d
3
F
r
a
m
i
n
g
T
y
p
e
1
1
T
y
p
e
2
2
T
y
p
e
1
1
T
y
p
e
2
2
I
n
t
e
r
m
e
d
i
a
t
e
O
c
c
u
p
a
n
c
y
1
1
1
1
L
i
f
e
S
a
f
e
t
y
1
1
1
1
I
n
t
e
r
m
e
d
i
a
t
e
O
c
c
u
p
a
n
c
y
1
.
3
1
1
.
1
1
C
o
l
a
p
s
e
P
r
e
v
e
n
t
i
o
n
1
.
5
1
1
.
2
1
1
.
S
t
r
u
c
t
u
r
a
l
i
n
w
h
i
c
h
m
o
r
e
t
h
a
n
3
0
p
e
r
c
e
n
t
o
f
t
h
e
s
t
o
r
y
s
h
e
a
r
a
t
a
n
y
l
e
v
e
l
i
s
r
e
s
i
s
t
e
d
b
y
a
n
y
c
o
m
b
i
n
a
t
i
o
n
o
f
t
h
e
f
o
l
l
o
w
i
n
g
c
o
m
p
o
n
e
n
t
s
,
e
l
e
m
e
n
t
s
,
o
r
f
r
a
m
e
s
:
o
r
d
i
n
a
r
y
m
o
m
e
n
t
-
r
e
s
i
s
t
i
n
g
f
r
a
m
e
,
c
o
n
c
e
n
t
r
i
c
a
l
l
y
-
b
r
a
c
e
d
f
r
a
m
e
s
,
f
r
a
m
e
s
w
i
t
h
p
a
r
t
i
a
l
l
y
r
e
s
t
r
a
i
n
e
d
c
o
n
n
e
c
t
i
o
n
s
,
t
e
n
s
i
o
n
-
o
n
l
y
b
r
a
c
e
s
,
u
n
r
e
i
n
f
o
r
c
e
d
m
a
s
o
n
r
y
w
a
l
l
s
,
s
h
e
a
r
-
c
r
i
t
i
c
a
l
,
p
i
e
r
,
a
n
d
s
p
e
n
d
r
e
l
s
o
f
r
e
i
n
f
o
c
e
d
c
o
n
c
r
e
t
e
m
a
s
o
n
r
y
.
2
.
A
l
l
f
r
a
m
e
s
n
o
t
a
s
s
i
g
n
e
d
t
o
F
r
a
m
i
n
g
T
y
p
e
1
3
.
L
i
n
e
a
r
i
n
t
e
r
p
o
l
a
t
i
o
n
s
h
a
l
l
b
e
u
s
e
d
f
o
r
i
n
t
e
r
m
e
d
i
a
t
e
v
a
l
u
e
s
o
f
T
.
FTSL ITB 111
I-MHERE@ETABS
dengan adalah rasio post-yield stiness terhadap eective elastic stiness.
4.4.1.4 Tahapan Displacement Coecient Method berdasarkan FEMA-440 [7]
Nilai target displacement berdasarkan FEMA-440 adalah sebagai berikut
t
= C
0
C
1
C
2
S
a
T
2
e
4
2
g (4.24)
Dengan
C
0
= MPF
1
= [
(W
i
i
)/g
(W
i
2
i
)/g
] (4.25)
C
1
=
_
_
1 +
R1
aT
2
e
, untuk 0.2 s T
e
1 s
nilai C
1
dengan T
e
= 0.2 s, untuk T
e
0.2 s
1, untuk T
e
> 1 s
dengan nilai a sesuai ketentuan berikut
a =
_
_
130, untuk Site Clases B
90, untuk Site Clases C
60, untuk Site Clases D,E,F
C
2
=
_
_
1 +
1
800
(
R1
T
)
2
, untuk 0.2 s T 0.7 s
nilai C
2
dengan T = 0.2 s, untuk T < 0.2 s
1, untuk T > 0.7 s
dengan nilai R adalah
R =
S
a
W
V
y
C
m
(4.26)
Dimana T
e
=T
1
= periode fundamental efektif bangunan, R = ratio dari permintaan kekuatan elastis
untuk menghitung koesien kuat leleh, S
a
= response spectrum acceleration pada periode getar
fundamental bangunan, V
y
= kuat leleh yang dihitung dari kurva hubungan gaya dan peralihan yang
ideal dari analisis nonlinier pushover, W = beban gempa efektif dan C
m
= eective model mass
untuk mode fundamental dengan menggunakan analisis Eigen value. Nilainya diperoleh dari tabel 4.7
112 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
4.5 Taraf Kinerja
Taraf Kinerja menunjukkan keadaan atau tingkat kerusakan yang terjadi pada suatu bangunan bila
beban gempa rencana terjadi. Taraf kinerja merupakan kondisi batas maksimum kerusakan struktural
maupun nonstruktural yang terjadi pada struktur akibat beban gempa rencana itu. Taraf kinerja di-
nyatakan sesuai kriteria tingkat kerusakan sik yang terjadi, ancaman terhadap keruskan jiwa manusia
dan kemampuan layan struktur pasca gempa.
4.5.1 Klasikasi Taraf Kinerja
Berikut ini beberapa macam klasikasi taraf kinerja, yaitu:
1. Taraf Penghunian Segera (Immediate Occupancy [IO]) Pada taraf ini struktur bangunan aman.
Resiko korban jiwa dari kegagalan struktur tidak terlalu berat, gedung tidak mengalami kerusakan
yang berarti dan dapat segera difungsikan/beroperasi kembali setelah mengalami gempa. Struk-
tur bangunan yang seharusnya berada dalam kategori ini adalah bangunan sebagai sarana penye-
lamatan, bangunan yang menyimpan barang berbahaya atau bangunan yang dapat mempen-
garuhi ekonomi nasional bila rusak parah. Contohnya adalah rumah saki, gedung bahan bakar/
bahan berbahaya, dan kantor pemadam kebakaran.
2. Taraf Kontrol Kerusakan (Demage Control [DC]) Pada taraf ini struktur bangunan rusak, na-
mun tidak runtuh. Risiko korban jiwa sangat rendah. Kerusakan yang terjadi bervariasi diantara
kategori [IO] dan [LS]. Kriteria yang ingin dicapai lebih ketat daripada taraf [LS] namun ke-
layakan huni bukanlah masalah utama [IO]. Contoh bangunan yang seharusnya berada dalam
taraf ini adalah benguna-bangunan bersejarah
3. Taraf Keselamatan Jiwa (Life Safety [LS]) Kerusakan struktural dapat terjadi tetapi kerun-
tuhan struktural parsial maupun total tidak terjadi. Resiko korban jiwa masih sangat rendah.
Contohnya pada gedung perkantoran, perumahan, gudang, bangunan niaga dan lainnya.
4. Taraf Keamanan Terbatas (Limited Safety [LS]) Taraf ini bukan merupakan level spesik, tetapi
merupakan taraf di antara [LS] dan [CP]
5. Taraf Stabilitas Struktur (Collapse Prevention atau Structural Stability [CP]) Pada taraf ini,
gedung berada di ambang batas keruntuhan total.
6. Taraf yang tidak diperhitungkan Taraf ini bukan merupakan tingkat kinerja, tetapi khusus untuk
situasi-situasi dimana hanya untuk evaluasi seismik nonstruktural atau retrot.
FTSL ITB 113
I-MHERE@ETABS
Penjelasan khusus mengenai kondisi balok dan kolom pada berbagai kategori taraf kinerja ditunjukkan
pada tabel 4.9.
Tab. 4.9: Klasikasi Taraf Kinerja berdasarkan Kondisi Balok dan Kolom
Taraf Kinerja Balok Kolom
Penghunian Segera
[IO]
Mengelupasnya selimut beton ter-
batas terjadi pada join balok-
kolom. Retak akibat lentur sangat
terbatas terjadi pada daerah sendi.
Tidak terdapat lendutan perma-
nen. Kapasistas struktur menahan
gaya gravitasi tetap.
Retak akibat lentur dan geser san-
gat terbatas tanpa disertai den-
gan mengelupasnya selimut beton.
Tidak ada peralihan horisontal per-
manen. Kapasitas struktur mena-
han gaya gravitasi tetap.
Kontrol Kerusakan
[DC]
Mengelupasnya selimut beton ter-
batas terjadi pada join balok-
kolom. Retak akibat lentur sangat
terbatas terjadi pada daerah sendi.
Tidak terjadi lendutan permanen.
Kapasitas struktur menahan gaya
gravitasi tetap.
Retak akibat lentur dan geser san-
gat terbatas tanpa atau dengan
sedikit mengelupasnya selimut be-
ton. Tidak ada peralihan horison-
tal permanen. Kapasitas struktur
menahan gaya gravitasi tetap.
Keselamatan Jiwa
[LS]
Mengelupasnya selimut beton seke-
liling join balok-kolom dan daerah
sendi. Retak akibat lentur dan
geser terjadi pada daerah sendi
dan mengarah pada join balok-
kolom. Lendutan vertikal perma-
nen mendekati
1
175
bentang. Kap-
asitas struktur menahan gaya grav-
itasi tetap.
Sendi telah terjadi pada bagian
bawah bangunan, menyebabkan
mengelupasnya selimut beton di
atas dan di bawah join balok-
kolom. Peralihan horisontal per-
manen mendekati 2 persen beda
peralihan antar lantai. Kapais-
tas struktur menahan gaya gravi-
tasi tetap.
Stabilitas Struktur
[CP]
Mengelupasnya selimut beton yang
meluas pada join balok-kolom dan
daerah sendi. Retak yang meluas
akibat lentur dan geser terjadi pada
daerah sendi dan mengarah pada
join balok-kolom. Kegagalan sen-
gkang geser. Lendutan vertikal
permanen mendekati
1
175
bentang.
Kapasitas struktur menahan gaya
gravitasi tetap.
Sendi telah terbentuk pada bagian
bawah bangunan menyebabkan
mengelupasnya selimut beton
yang signikan di atas dan di
bawah join balok-kolom dan beton
pada inti join hancur. Peralihan
horisontal permanen mendekati
3.5 persen beda peralihan antar
lantai. Kpasitas struktur menahan
gaya gravitasi tetap hampir di
seluruh struktur.
114 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
4.5.2 Klasikasi Deformation Limit
Performance Point hasil evaluasi menggunakan Capacity Spectrum Method maupun Displacement
Coecient Method, digunakan untuk mendapatkan nilai drift. Nilai drift ini digunakan sebagai in-
dikator kinerja dari struktur yang sedang dianalsis.
Tabel 4.10 memperlihatkan klasikasi batas deformasi pada berbagai tingkat kinerja
Tab. 4.10: Deformation Limit pada berbagai tingkat kinerja ATC-40
Performance Level
Interstory
Drift Limet
Immediate
Occupancy
Demage
Control
Life Safety Structural
Stability
Maximum
Total Drift
(
Xmax
H
)
0.01 0.01-0.02 0.02 0.33
V i
Pi
Maximum In-
elastic Drift
0.005 0.005-0.015 No Limit No Limit
FTSL ITB 115
I-MHERE@ETABS
4.6 Evaluasi
4.6.1 Hasil Capacity Spectrum
Dari hasil Capacity Spectrum output ETABS (gambar 4.30 s/d 4.35) dapat diperoleh besar Drift
Ratio. Nilai drift ratio ini yang digunakan untuk memeriksa taraf kinerja dari bangunan dan ke-
layakannya. Gempa yang dikerjakan pada bangunan adalah Response Spectrum Wilayah 4 Tanah
Sedang (Ca=0.28 dan Cv=0.42)
Gbr. 4.30: Capacity Spectrum PUSH1
116 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.31: Capacity Spectrum PUSH2
Kemudian dengan melihat hasil peralihan dari gambar 4.30 s/d 4.35 dan dengan menggunakan tabel
4.10 dapat diperoleh Performance Level dari struktur, disajikan pada tabel 4.11.
Tab. 4.11: Performance Level Struktur
Pushover Displacement
[m]
Maximum total
drift
Performance Level
PUSH1 0.398 0.009255 Immediate Occupancy
PUSH2 0.361 0.008395 Immediate Occupancy
PUSH3 0.330 0.007674 Immediate Occupancy
PUSH4 0.299 0.006953 Immediate Occupancy
PUSH5 0.296 0.006883 Immediate Occupancy
PUSH6 0.374 0.008697 Immediate Occupancy
Dari hasil analisis Pushover seluruhnya menunjukkan bahwa Performance Level dari struktur ini
adalah Immediate Occupancy. Dengan mengacu pada tabel 4.9 terlihat bahwa tidak terjadi
kerusakan yang berarti pada struktur ketika menerima beban gempa.
FTSL ITB 117
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.32: Capacity Spectrum PUSH3
Gbr. 4.33: Capacity Spectrum PUSH4
118 FTSL ITB
I-MHERE@ETABS
Gbr. 4.34: Capacity Spectrum PUSH5
Gbr. 4.35: Capacity Spectrum PUSH6
FTSL ITB 119
5 Daftar Pustaka
[1] ASCE Standard 07-05. Minimum Design Load for Building and Other Structures. American
Society of Civil Engineerings, 2005.
[2] Committee 318. Building Code Requirements for Structural Concrete: (ACI 318-02) and Com-
mentary (ACI 318R-02). American Concrete Institute, 38800 Country Club Drive, Farmington
Hills, MI 48331, USA, 2002.
[3] Badan Standardisasi Nasional. SNI - Standar Nasional Indonesia. In Standar Perencanaan Keta-
hanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI-03-1726-2002. BSN, Jakarta, Indonesia,
2002.
[4] Badan Standardisasi Nasional. SNI - Standar Nasional Indonesia. In Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2002. BSN, Jakarta, Indonesia, 2002.
[5] Badan Standardisasi Nasional. SNI - Standar Nasional Indonesia. In Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2003. BSN, Jakarta, Indonesia, 2003.
[6] California Seismic Safety Commission. Seismic Evaluation and Retrot of Concrete Buildings
(ATC-40), volume 1. Applied Technology Council.
[7] California Seismic Safety Commission. Improvement of Nonlinier Static Seismic Analysis Proce-
dure. Applied Technology Council (ATC-55 Project), 2005.
[8] Computer and Structures Inc. CSI Analysis Reference Manual, for SAP2000, ETABS and SAFE.
1995 University Avenue Berkeley, California 94704 USA, October 2005.
[9] Computer and Structures Inc. ETABS Users Guide. 1995 University Avenue Berkeley, California
94704 USA, version 9 edition, November 2005.
[10] Computer and Structures Inc. Introductory Tutorial. 1995 University Avenue Berkeley, California
94704 USA, November 2009.
[11] Computer and Structures Inc. Welcome to ETABS. 1995 University Avenue Berkeley, California
94704 USA, November 2009.
[12] Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung.
Departemen Pekerjaan Umum, Jalan Tamansari No. 84 Bandung, 1983.
[13] ICC. Uniform Building Code 1997 - UBC, volume 1, 2, 3. ICC - International Code Council,
1997.
[14] Iswandi Imran and Fajar Hendrik. Perencanaan Struktur Gedung Beton Bertulang Tahan Gempa;
Berdasarkan SNI 03-2847-2002. Penerbit ITB, Jalan Ganesha 10 Bandung, 2009.
[15] American Society of Civil Engineers. Prestandard and Commentary for The Seismic Rehabilitation
of Buildings. Federal Emergency Management Agency, 2000.
121