Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH RASIO PATI JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Rubrum) SERTA PATI GARUT (Maranta arundinaceae L.

var Creole ) DAN KONSENTRASI BAKING POWDER TERHADAP SIFAT FISIK KIMIA ORGANOLEPTIK COOKIES Widyastika Prayestha1, Sudarminto Setyo Yuwono2
1) Alumni Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 2) Staf Pengajar Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder terhadap karakter fisik, kimia, dan organoleptik. Penelitian ini disusun secara faktorial yang dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I terdiri dari 3 level yaitu Rasio Pati jahe : Pati Garut, faktor II terdiri dari 3 level meliputi konsentrasi baking powder 0%, 1%, 2% sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder berpengaruh nyata (=0,05) terhadap rasa dan kerenyahan cookies. Perlakuan rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder berpengaruh nyata (=0,05) pada kadar pati, kadar amilosa, kadar air, daya patah, daya kembang, dan warna.

Kata Kunci: baking powder, cookies, pati jahe, pati garut

ABSTRACT The purpose of this study was to determine the effect of ginger starch ratio: arrowroot starch and baking powder concentration on physical characteristics, chemical and organoleptic. This study was carried out using factorial-designed randomized block design (RBD) with 2 factors. The first factor consists of three levels namely ratio ginger starch: starch arrowroot, factor II consists of 3 levels include baking powder concentrations 0%, 1%, 2%, so that obtained nine combination treatments with 3 replications. The results this research indicate that the interaction between ginger starch ratio: arrowroot starch and baking powder concentration had significant effect ( = 0.05) on the taste and crispness of cookies. Treatment of ginger starch ratio: arrowroot starch and baking powder concentration had significant effect ( = 0.05) on the levels of starch, amylose content, water content, separate power, expansion power, and color.

Key words: baking powder, cookies, ginger starch, arrowroot starch

PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor jahe yang cukup besar. Pada tahun 2005 ekspor jahe segar mencapai 2.401.188 kg dengan nilai nominal US $ 2.175.000 dengan negara tujuan Jepang, Hongkong, China, Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia, Vietnam, India, Nigeria, dan Australia (Anonymous, 2011). Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri cukup tinggi, salah satunya dimanfaatkan sebagai produk jahe instan, akan tetapi pada proses pengolahan jahe instan didapatkan hasil samping berupa pati jahe yang cukup tinggi namun memiliki nilai ekonomis yang rendah dan belum termanfaatkan secara maksimal. Setiap pengolahan 10 kg jahe menjadi jahe instan menghasilkan kurang lebih 1kg rendemen pati, oleh karena itu perlu dilakukan pemanfaatan pati jahe dengan mengaplikasikannya sebagai bahan baku cookies yang diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis dan daya terima masyarakat. Cookies merupakan salah satu makanan ringan yang cukup digemari di Indonesia. Terdapat banyak variasi rasa dari cookies yang dipengaruhi oleh berbagai bahan baku yang digunakan untuk memenuhi selera pasar yang luas. Pada pembuatan cookies pati jahe terdapat permasalahan yaitu after taste yang kurang dapat diterima dan dihasilkan tekstur yang remah atau mudah sekali pecah, sehingga diperlukan penambahan tepung atau pati dari bahan lain yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan after taste dan membuat tekstur menjadi lebih kuat. Garut mempunyai kandungan pati 10 20%, air 30 50%, protein 2 - 5%, lemak 0,1 - 0,3% dan mempunyai kandungan serat 1 3% (Pudjiono, 1998.). Kandungan karbohidrat (85,2 g) dan zat besi (1,5 mg) pati garut lebih tinggi, sedangkan kandungan lemaknya (0,20 g) lebih rendah dibandingkan tepung terigu (1,3 g) dan tepung beras (0,5 g), namun jumlah kalorinya hampir sama (Winarno, 2002). Oleh sebab itu dilakukan kombinasi antara pati jahe dan pati garut dalam pembuatan cookies. Penelitian ini juga dilakukan penambahan baking powder, karena baking powder memiliki peranan penting dalam pembuatan cookies, yaitu menghasilkan

tekstur cookies yang lebih baik dengan mutu yang optimal, lebih mengembang, renyah, dan tidak terlalu keras. Baking powder dengan penggunaan yang tepat dapat mengembangkan adonan sehingga produk yang dihasilkan menjadi ringan dan lebih renyah. Dari uraian diatas maka diperlukan penelitian tentang penghilangan after taste dengan pengkombinasian rasio pati jahe dengan pati garut dan perbaikan tekstur cookies dengan cara penambahan konsentrasi baking powder yang berbeda. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengoptimalkan proses pembuatan cookies pati jahe garut dengan kajian rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder, menguji karakter fisik, kimia, dan organoleptik serta mengetahui tingkat penerimaan konsumen. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pembuatan biskuit yaitu mixer merk National, timbangan merk Fuji, oven merk Daichi, loyang, baskom plastik, sendok dan ayakan. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa yaitu timbangan analitik, penetrometer, color reader, timbangan digital merk Metler 2400, desikator, labu kjedal, distilator, soxlet, buret, kertas saring, petridish, erlenmeyer, pendingin balik, penangas air, pipet tetes, gelas ukur, beaker glass, spatula, pipet ukur, corong, karet hisap, penjepit statif, mortar dan kertas saring. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati jahe kotor yang dibeli di UKM R.Rovit Batu Malang Jawa timur, pati garut yang dibeli pasar Pahing Kediri, gula halus cap Mawar, margarin merk Blue Band, baking powder, dan telur. Semua bahan baku diperoleh dari toko Avia Malang. Rancangan Percobaan Penelitian ini disusun secara faktorial yang dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I yaitu rasio pati jahe emprit : pati garut dan faktor II yaitu konsentrasi baking powder dengan 3 level perlakuan pada masing masing faktor sehingga didapatkan 9

perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali dan didapatkan 27 unit percobaan. Pencucian Pati Jahe Emprit Untuk pencucian pati jahe emprit dilakukan dengan memasukkan pati jahe sebanyak 1 kilogram dimasukkan ke dalam wadah. Kemudian ditambahkan aquades sebanyak 3 liter kemudian diaduk hingga homogen didiamkan selama 3 jam. Proses ini diulang sebanyak sebanyak 5 kali sehingga diperoleh pati yang bersih. Endapan pati yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan kain saring dan dikeringkan. Pengeringan pati menggunakan cabinet dryer pada suhu 50oC selama 9 jam. Pati yang telah kering dilakukan pengayakan 80 mesh dan siap digunakan untuk membuat cookies. Pembuatan Cookies Persiapan bahan baku cookies sesuai dengan kebutuhan untuk formula, kemudian kocok gula halus dan margarin hingga tercampur rata. Masukan telur satu per satu sambil terus diaduk hingga rata dengan menggunakan mixer kecepatan rendah. Jika sudah tercampur merata marukan baking powder ke dalam adonan. Ditempat lain campur bahan kering (pati jahe, pati garut), kemudian masukan ke adonan telur. Adonan yang diperoleh kemudian dicetak dengan berat 5 gram dan berbentuk bulat. Analisa Data Data yang dianalisa dengan ANOVA dilanjutkan dengan perbandingan uji BNT, dan jika terdapat interaksi dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 5% dan 1%. Untuk analisa uji organoleptik dianalisa dengan uji kesukaan skala hedonik, sedangkan untuk pemilihan perlakuan terbaik dengan metode De Garmo. Dilanjutkan dengan uji t untuk membandingkan antara cookies perlakuan terbaik dengan cookies kontrol (berbahan baku 100% tepung terigu). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Bahan Baku Analisis bahan baku yang dilakukan untuk pati jahe emprit dan pati garut meliputi kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin,

kadar air, dan warna (kecerahan, kemerahan, dan kekuningan). Hasil analisis beberapa karakteristik dari pati jahe emprit dan pati garut yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2: Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Pati Jahe Emprit
Parameter Kadar Air (%) Kadar Pati (%) Kadar Amilosa (%) Kadar Amilopektin (%) Warna
Sumber: a. Nirma (2004) b. Hanum (2010) c. Megan (2012)

Pati Jahe Emprit Analisa 10,50 80,23 30,16 69,84 L = 75,20 a* = 11,10 b* = 12,86 Literatur 13a 79,84b 36,94b 63,06b L = 71,73c a* = 13,16c b* = 11,83c

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Pati Garut


Parameter Kadar Air (%) Kadar Pati (%) Kadar Amilosa (%) Kadar Amilopektin (%) Warna Pati Garut Analisa 11,21 90,10 31,84 Literatur 10,41-13,09 92,24-98,78 29,67-31,94

68,16 L = 68,35 a* = 13,34 b* = 21,70

55,81-69,16 L=a* = b* = -

Sumber: (Marianti, 2002)

Tabel 1 dan 2 Menunjukan bahwa kadar air berdasarkan penelitian pada pati jahe emprit 10,50%. Dari data terlihat adanya perbedaan kadar air hasil analisa dengan literatur. Hasil analisa kadar air ini lebih rendah dari pernyataan Nirma (2004) bahwa pati jahe memiliki kadar air sebesar 13%. Hasil analisa kadar air pada pati garut diperoleh kadar air sebesar 11,21%. Hasil analisa kadar air pada penelitian ini sudah sesuai dengan kisaran yang tecantum pada literatur. Menurut Marianti (2002) kadar air pati garut berkisar antara 10,41-13,09%.

Adanya perbedaan kadar air dalam pati jahe emprit dan pati garut ini kemungkinan dipengaruhi oleh proses pengeringan yang dilakukan. Proses pengeringan adalah cara mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan, dengan cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan menggunakan energi panas sehingga yang tertinggalnya padatan dari bahan. Pati jahe emprit yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar pati sebesar 80,23%. Hasil analisa yang didapat lebih rendah dari Hanum (2010) yang menyatakan bahwa pati jahe emprit memiliki kadar pati sebesar 79,84%. Sedangkan hasil analisa pada pati garut diperoleh kadar pati sebasar 90,10%, hasil ini lebih rendah di banding dengan literatur 92,24 - 98,78% (Marianti, 2002). Hal ini dimungkinkan karena perbedaan umur panen, musim, tekkstur tanah, serta iklim penanaman jahe dan garut yang menyebabkan komposisi kimia yang terkandung di dalam keduanya pun berbeda. Selain itu, hal ini diduga karena dilakukannya proses pemurnian pati melalui proses pencucian hingga lima kali, perendaman, dan pengeringan pada pati jahe emprit kembali sehingga benar-benar didapatkan pati jahe emprit murni. Berdasarkan hasil analisa, didapatkan kadar amilosa dan amilopektin dalam pati jahe emprit masing-masing sebesar 30,16% dan 69,84% sehingga pati jahe emprit ini dapat digolongkan sebagai bahan yang memiliki kadar amilosa tinggi. Kadar amilosa dan amilopektin dalam pati garut ini sesuai dengan kisaran literatur yaitu 29,67 - 31,34% dan 55,81 - 69,16% (Marianti, 2002). Sedangkan pada penelitian diperoleh hasil masing-masing sebesar 31,4% dan 68,16%, pati garut ini dapat digolongkan sebagai bahan yang memiliki kadar amilosa tinggi. Winarno (2002) menyatakan bahwa bahan yang memiliki kadar amilosa 25 - 33% dapat dikatakan sebagai bahan dengan kadar amilosa tinggi. Berdasarkan hasil analisa warna pada pati jahe emprit diperoleh nilai kecerahan (L) 75,20, kemerahan (a*) 11,10, dan kekuningan (b*) 12,86. Dari data tersebut terlihat bahwa adanya perbedaan hasil pembacaan warna

dari hasil analisa dengan literature. Menurut Megan (2012), pati jahe emprit memiliki nilai kecerahan (L) 71,73, kemerahan (a*) 13,16, dan kekuningan (b*)11,83. Adanya perbedaan dari hasil analisa dengan literatur diduga karena proses lama waktu pencucian, perendaman, dan pengeringan pati jahe emprit yang berbeda. Hasil analisa warna pada pati garut diperoleh nilai kecerahan (L) 68,35, kemerahan (a*) 13,34, dan kekuningan (b*) 21,70. Warna pati garut dapat mempengaruhi warna cookies yang dihasilkan karena pati garut memiliki warna yang terlihat lebih kuning dan lebih gelap dibandingkan pati jahe emprit. 2. Karakteristik Kimia Edible Film Hasil analisa kadar pati, kadar amilosa, dan kadar air cookies akibat berbagai perlakuan rasio pati jahe emprit dan pati garut serta konsentrasi baking powder disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Rasio Pati Jahe Emprit dan Pati Garut Serta Konsentrasi Baking Powder
Kadar Pati (%) 53,38 a 55,51 b 58,30 c 55,34 a 55,91 a 55,94 a 0,221 Kadar Amilosa (%) 14,67 a 15,59 b 16,77 c 15,87 a 15,69 a 15,48 a 0,583 Kadar Air (%) 3,94 a 4,35 b 4,74 c 4,23 a 4,28 a 4,52 a 0,677

Rasio Pati Jahe Emprit : Pati Garut (%) Konsentrasi Baking Powder (%)
Keterangan:

80:20 70:30 60:40 0 1 2 BNT

Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)

3 menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin besar rasio pati jahe emprit dan menurunnya rasio pati garut maka kadar pati cookies yang dihasilkan semakin rendah. Sedangkan untuk perlakuan penambahan konsentrasi baking powder, terjadi penurunan kadar pati akibat penambahan konsentrasi baking powder. Hal ini dikarenakan jumlah kadar pati awal bahan yaitu pati jahe emprit relatif lebih rendah dibandingkan dengan pati garut. Berdasarkan hasil analisa kadar pati pati jahe emprit diperoleh sebesar 80,23%, sedangkan hasil analisa kadar pati pada pati garut diperoleh

Berdasarkan Tabel

sebesar 90,10%. Semakin besar rasio pati jahe emprit yang digunakan maka kadar pati yang dihasilkan akan semakin rendah. Tabel 3 menunjukan bahwa kadar amilosa cookies yang cenderung meningkat dengan adanya peningkatan rasio penambahan pati garut, dan cenderung menurun seiring dengan adanya penurunan rasio pati jahe emprit. Hal ini terjadi karena kadar amilosa dari pati garut lebih tinggi dibandingkan dengan kadar amilosa dari pati jahe emprit. Pati garut ini dapat digolongkan sebagai bahan yang memiliki kadar amilosa tinggi. Menurut Winarno, (2002) bahan yang memiliki kadar amilosa 25 - 33% dapat dikatakan sebagai bahan dengan kadar amilosa tinggi. Kadar amilosa yang tinggi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembuatan cookies karena komponen amilosa yang tinggi mampu membentuk adonan yang lebih kuat. Pada tabel 3 hasil analisa menunjukkan rerata kadar air pada cookies mengalami penurunan seiring semakin meningkatnya rasio penambahan pati jahe emprit dan menurunnya rasio pati garut. Peningkatan kadar air seiring dengan meningkatnya rasio pati garut dan menurunnya rasio penambahan pati jahe emprit disebabkan oleh tingginya kadar pati dari pati garut. Menurut Marianti (2002) kandungan kadar pati yang terkandung dalam pati garut berkisar antara 92,24% - 98,78%, sedangkan kadar pati pada pati jahe emprit sebesar 79,84% (Hanum, 2010). Adanya penurunan kadar air cookies apabila rasio pati jahe emprit dinaikkan dan rasio pati garut diturunkan. Selain itu, granula pati mempunyai kemampuan menyerap air yang sangat besar karena jumlah gugus hidroksil pati sangat besar (Winarno, 2002). Besarnya nilai kadar air pada cookies juga dipengaruhi oleh kadar pati cookies. Adapun korelasi antara kadar pati cookies dan kadar air cookies yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 1 Grafik Regresi antara Kadar Pati dan Kadar Air Cookies

Berdasarkan Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa kadar pati cookies memberikan pengaruh terhadap kadar air cookies yang dihasilkan dan memberikan korelasi yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar pati yang terkandung dalam cookies maka kadar air dari cookies juga akan semakin tinggi. Yang artinya cookies semakin tinggi rasio penambahan pati garut dalam cookies maka kadar patinya akan tinggi, dan begitu juga dengan kadar air cookies. Menurut Wirakartakusumah, et al (1986) apabila kadar amilosa tinggi, maka pati juga akan tnggi dan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak (higroskopis).

3. Karakteristik Fisik Cookies Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Rasio Pati Jahe Emprit dan Pati Garut Serta Konsentrasi Baking Powder
Daya Patah (N) Rasio Pati Jahe Emprit : Pati Garut (%) Konsentrasi Baking Powder (%) 80:20 70:30 60:40 0 1 2 BNT 3,52 a 4,32 b 5,10 c 4,65 a 4,34 b 3,95 c 0,33 Daya Kembang (%) 19,79 a 19,60 a 20,08 a 9,00 a 20,52 b 29,95 c 2,90 L 61,82 a 61,82 a 63,28 c 61,90 a 62,56 a 62,84 a 1,04 a* 2,98 2,62 2,54 2,83 2,56 2,74 b* 18,52 a 19,05ab 19,39 b 19,07 a 18,86 a 19,03 a 0,37

Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)

Daya patah cookies cenderung meningkat dengan bertambahnya rasio pati garut dan menurunya penambahan rasio pati jahe emprit. Sedangkan untuk perlakuan konsentrasi baking powder, nilai tekstur cookies semakin kecil dengan meningkatnya konsentrasi baking powder (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh lebih tingginya kadar pati pada pati garut, sehingga perlakuan yang memiliki penambahan rasio pati garut tinggi maka kadar patinya juga akan tinggi. Menurut pernyataan Guilbert and Biquet (1990) bahwa polisakarida dapat berfungsi dalam menjaga kekompakan dan kestabilan cookies. Semakin banyak polisakarida penyusunnya akan meningkatkan kekuatan peregangan sehingga kemampuan untuk meregang semakin besar dan tahan terhadap kepatahan.Menurut Hui (1999) semakin tinggi nilai tekstur, menunjukkan rendahnya nilai kerenyahan, sebaliknya tekstur yang paling rendah justru menunjukkan sifat kerenyahan yang paling baik dari produk cookies. Penurunan nilai daya patah dengan meningkatnya konsentrasi baking powder. Penurunan ini disebabkan oleh sifat dari baking powder yang mampu menghasilkan CO2. Adanya CO2, menyebabkan terbentuknya rongga-rongga pada produk sehingga produk mudah patah dan renyah (Ikrawan, 2006 dalam Nizar, 2010). Tabel 4 menunjukan bahwa daya kembang pada cookies cenderung meningkat seiring dengan semakin meningkatnya penambahan konsentrasi baking powder. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya

penambahan konsentrasi baking powder maka pada saat pengovenan air yang terikat dalam gel pati akan mudah menguap. Air mula mula akan menjadi uap akibat meningkatnya suhu, kemudian uap akan mendesak jaringan sel untuk keluar, sehingga terbentuklah kantung kantung udara, produk berongga, mengalami pemekaran dan pengembangan. Keadaan tersebut sesuai dengan sifat baking powder yang disebutkan Sebti, et al (2002) bahwa baking powder mampu memperbesar pemekaran bahan karena dapat menghasilkan gas karbondioksida pada saat bahan mengembang terkena air dan panas. Berdasarkan Tabel 4 penambahan pati jahe emprit yang semakin tinggi akan menyebabkan warna cookies semakin cerah sehingga dapat menurunkan tingkat kekeruhan. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya rasio pati jahe emprit yang di tambahkan. Pati jahe emprit memiliki warna yang lebih putih dibandingkan dengan warna pati garut. Megan (2012) mengatakan bahwa tinggkat kecerahan pada pati jahe emprit sebesar 71,73. Menunut Marianti (2002) nilai tingkat kecerahan pada pati garut sebesar 60,80. Lebih putihnya warna dari pati jahe emprit ini dimungkinkan karana adanya proses penjernihan atau pencucian dengan menggunakan air sebanyak 5 kali. Proses pencucian ini diduga dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengotor yang masih terdapat pada pati jahe emprit. Oleh karena itu semakin tingggi rasio pati jahe yang ditambahkan pada cookies maka tingkat kecerahan cookies akan semakin tinggi pula.

Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa dengan meningkatnya rasio penambahan pati jahe emprit dan menurunnyan rasio pati garut pada cookies maka tingkat kekuningannya akan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh warna awal dari pati garut yang sedikit kusam atau keruh dibandingkan dengan warna dari pati jahe emprit yang sedikit lebih putih. Megan (2012)

menyatakan bahwa pati jahe emprit memiliki tingkat kekuningan sebesar 11,83, sedangkan menurut Pudjiono (1998) pada pati garut memiliki tingkat kekuningan sebasar 18,76. Dengan rasio penambahan pati garut yang semakin tinggi maka akan menghasilkan cookies dengan tingkat kekuningan yang juga akan semakin tinggi.

4. Karakteristik Organoleptik Cookies Tabel 5. Karakteristik Organoleptik Cookies


Rasio Pati Jahe Emprit : Pati Garut (%) 80:20 Konsentrasi Baking Powder (%) 0 1 2 0 1 2 0 1 2 Warna 5,20 5,05 5,05 4,95 5,05 4,80 4,90 5,00 4,95 Rasa 3,60 ab 3,40 ab 3,15 a 5,00 cd 4,50 bc 4,50 bc 6,15 e 5,75 de 5,60 de Aroma 4,90 4,90 4,65 4,85 4,90 4,95 5,15 5,05 5,25 Kerenyahan 3,25 a 4,30 bc 4,80 bc 3,95 ab 5,20 cd 5,25 cd 5,45 cd 5,90 de 6,30 e

70:30

60:40

Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)

Tingkat kesukaan panelis terhadap warna cookies semakin naik seiring kenaikan rasio pati jahe emprit dan turunya pati garut 80 : 20% sebesar 5,37 dan kesukaan panelis menurun seiring dengan kenaikan pati garut dan penurunan pati jahe emprit 60 : 40% sebesar 5,07. Menurut panelis, warna cookies yang dihasilkan yaitu putih kecoklatan dan panelis lebih suka warna cookies yang lebih cerah. Warna cookies yang lebih putih atau lebih cerah ini diduga dikarenakan rasio penambahan pati jahe emprit pada cookies yang lebih tingi dibandingkan dengan rasio penambahan pati garut. Menurut Marianti (2002) tingkat kecerahan dari pati garut adalah 68,35, sedangkan menurut Megan (2012) nilai tingkat kecerahan pati jahe emprit sebesar 71,73. Diketahui bahwa rasa cookies meningkat seiring dengan meningkatnya rasio pati garut dan menurunnya pati jahe emprit serta menurunnya konsentrasi baking powder. Diduga hal ini dikarenakan semakin kecil rasio penambahan pati jahe emprit, maka tidak timbul after taste yang disebabkan oleh oleoresin yang masih terkandung dalam pati jahe emprit. Menurut Nirma (2004) senyawa

oleoresin jahe merupakan cairan kental berwarna kuning, dan rasanya cendrung pedas dan pahit. Masih terdapatnya oleoresin pada pati jahe emprit dimungkinkan karena pada saat proses penjernihan pati jahe oleoresin belum bisa hilang sepenuhnya. Sedangkan untuk perlakuan konsentrasi baking powder, diketahui bahwa semakin besar konsentrasi baking powder yang ditambahkan, maka kesukaan panelis terhadap rasa cookies menurun. Diduga semakin banyak konsentrasi baking powder yang digunakan maka cookies yang dihasilkan menjadi pahit dan getir. Anonymous (2011) menjelaskan bahwa baking powder sering ditambahkan dalam pembuatan cookies agar cookies menjadi renyah dan garing. Baking powder yang digunakan dalam jumlah sedikit, karena jika berlebihan akan meninggalkan rasa pahit dan getir. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cookies semakin menurun seiring kenaikan rasio pati jahe emprit dan turunnya pati garut (80 : 20%) sebesar 4,90 dan kesukaan panelis naik seiring dengan kenaikan pati garut (60 : 40%) sebesar 5,08. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan

rasio pati jahe emprit dan pati garut (80 : 20%) memiliki aroma khas dari pati jahe yang kurang disukai oleh para panelis. Aroma khas tersebut disebabkan oleh adanya minyak atsiri yang masih terkandung dalam pati jahe emprit. Menurut Rukamana (2000) dalam jahe emprit terkandung 1-3% minyak atsiri. Diketahui bahwa semakin besar rasio penambahan pati garut maka tingkat kesukaan panelis terhadap kerenyahan cookies akan semakin tinggi, sebaliknya semakin kecil rasio penambahan pati jahe emprit maka tingkat kesukaan kesukaan panelis terhadap kerenyahan cookies semakin rendah. Hal ini disebabkan kandungan pati yang terkandung pada pati garut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan pati yang terkandung pada pati jahe emprit. Semakin tinggi kadar pati yang terkandung pada cookies maka tekstuk yang terbentuk akan lebih kompak. Penambahan konsentrasi baking powder pada pembuatan cookies juga dapat mempengaruhi tingkat kerenyahan yang dihasilkan oleh cookies. Baking powder akan membentuk rongga-rongga pada adonan ketika adonan tersebut dioven atau dipanaskan. Semakin banyak rongga yang terbentuk, maka kerenyahan cookies semakin tinggi, sehingga lebih disukai oleh panelis. 5. Penentuan Perlakuan Terbaik Dalam penentuan perlakuan terbaik parameter fisik kimia dan organoleptik didapatkan cookies dengan perlakuan rasio pati jahe emprit 60% : pati garut 40% serta konsentrasi baking powder 2% (Lampiran 16 dan 17) memiliki nilai produk tertinggi. Nilai parameter fisik kimia dan organoleptik cookies perlakuan terbaik yang dibandingkan dengan kontrol yang merupakan produk dari cookies yang mengunakan 100% pati jahe dan 0% baking powder, yaitu dengan cara dilakukan uji t yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan Nilai Perlakuan Fisik Kimia dan Organoleptik Cookies Perlakuan Terbaik dengan Kontrol
Parameter Kadar Air (%) Kadar Pati (%) Kadar Amilosa (%) Daya Kembang (%) Daya Patah (N) Kecerahaan (L) Kemerahan (a) Kekuningan (b) Warna Aroma Rasa Kerenyahan Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kadar Abu (%) Perlakuan Terbaik 5,12* 58,25* 17,70* 30,76* 4,61* 61,33* 3,14 19,24 5,45 5,3* 6,1* 5,8 19,42 1,24 1,24 Kontrol 2,62 57,94 15,24 10,69 3,65 69,12 2,04 17,03 5,6 5,1 3,25 3,25

Keterangan *: berbeda nyata pada taraf 5%

KESIMPULAN 1. Interaksi dari rasio pati jahe emprit dan pati garut serta konsentrasi baking powder berpengaruh terhadap rasa dan kerenyahan cookies. 2. Perlakuan terbaik cookies parameter fisik kimia diperoleh dari kombinasi rasio pati jahe emprit dan pati garut (60%:40%) dengan konsentrasi baking powder (2%), memiliki nilai kadar air 5,12%, kadar pati 58,25%, kadar amilosa 32,04%, Daya Kembang 30,76, daya patah 4,61N, Kecerahan (L) 61,33, Kemerahan (a) 3,14, Kekuningan (b) 19,24. 3. Perlakuan terbaik parameter organoleptik diperoleh cookies dari kombinasi rasio pati jahe emprit dan pati garut (60%:40%) dengan konsentrasi baking powder (2%), dengan penilaian warna 5,45 (agak suka), rasa 6,1 (suka), aroma 5,3 (agak suka), dan kerenyahan 5,8 (suka). SARAN 1. Untuk meningkatkan tekstur cookies yang memiliki nilai terkstur rendah pada penggunaan rasio pati jahe emprit yang tinggi maka perlu dilakukan penelitian lanjutan penggunaan tepung terigu sebagai

pengganti pati garut atau penambahan emulsifier. 2. Untuk menghilangkan after taste pada cookies dengan penggunaan rasio pati jahe emprit yang tinggi, maka perlu dilakukan pemurnian pati jahe emprit dengan menggunakan pelarut organik untuk menghilangkan kadar oleoresin yang masih terdapat pada pati jahe emprit, sehingga didapatkan rasa dan aroma cookies yang lebih disukai oleh konsumen. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2011. Jahe Emprit Basah (fresh little ginger). http://www.jamujatim.com/2011/03/halo.html. Diakses tanggal 22 Mei 2012. Ghasemlou, M., F. Khodaiyan, A. Oromiehe, and M.S. Yarmand. 2011. The role of ginger starch as a binder in acetaminophen tablets. International Journal of Biological Macromolecules. 49:378 384. Guilbert, S. and B. Biquet. 1990. Edible Film and Costing in Food Packaging Technology Vol 1 . VCH Publisher Inc. New York. Hanum, F. 2010. Pemanfaatan Pati Jahe (Zingiberofficinale) Sebagai Bahan Pembuatan Edible Film. Skripsi.THP-UB. Malang. Hui, Y.H. 2006, Handbook of Food Science, Technology, and, Engineering Volume 3 . 134:1-123. CRC Press. USA. Ikrawan, Yusep. 2006. Biskuit, Makanan Pengganti Saat Lapar. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/12200 6/28/cakrawala/lain05.htm. Diakses Tanggal 11 Oktober 2012.

Marianti, 2002. Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati dan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L.) dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Megan. 2012. Pemanfaatan Pati Jahe Emprit (Zingiberofficinale) Sebagai Bahan Pembuatan Edible Film. Skripsi. THP-UB. Malang. Nirma, K. 2004. Ginger The Genus Zingiber. PN Ravindron, CRC Press. USA. Peroval, C., F. Debeaufort, D. Despre, and A. Voilley. 2002. Food Science Fifth Edition. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50:3977-3983 Pudjiono, E. 1998. Seminar dan Loka karya pengembangan Tanaman Garut Sebagai Sumber Bahan Baku Alternatif Industri Pangan. Universitas Brawijaya. Malang Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Kanisius. Yogyakarta. Sebti, I., F. Ham-Pichavant, and V. Coma. 2002. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. Journal Agric. Food Chem. 50:4290-4294. Utami, I.S. 1992. Pengolahan Roti. PAU Pangan dan Gizi UGM.Yogyakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wirakartakusumah, M.A., A. Apriantono, M.S., Maarif, Suliantari, D.Muchtadi dan K. Otaka, 1986. Isolation And Caracterization of Sago Starch And Its Utilation For Production of Liquid Sugar, dalam FAO (ed.), The Development of The Sago Palm and its Products. Report of the FAO/BPP Teknologi Consultation, Jakarta, Januari 16 21, 1984.

Anda mungkin juga menyukai