Anda di halaman 1dari 4

ASAL USUL NAMA INDONESIA

Indonesia adalah Negara yang pasti kita cintai, Negara yang selalu kita banggakan dan selalu di perjuangkan dengan seluruh jiwa dan raga, namun semua itu seakan hampa bilamana rakyatnya sendiri tak mengetahui sejarah Indonesia itu sendiri. Bahkan saya rasa masih banyak yang belum tahu mengenai asal-muasal nama Indonesia itu berasal, dari mana dan siapa pencetusnya? Ini adalah fakta dari realita masyarakat modern Indonesia yang saat ini semakin hari semakin melupakan sejarah, masyarakat seakan lupa akan tuah sang proklamator Indonesia (Ir. Soekarno) yang berkata jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Mungkin saat ini masyarakat modern Indonesia sudah memandang sejarah adalah sesuatu yang kuno dan tradisional, yang mereka anggap sudah tidak relevan dipelajari di zaman modern, di mana zaman modern adalah zaman yang selalu bergerak secara revolusioner. Namun gerak revolusioner yang dilakukan oleh masyarakat modern akan menjadi semu bila melakukan gerak tanpa berkaca dengan sejarah. Karena sejatinya sejarah adalah landasan berpikir bagi masyarakat modern untuk menentukan garis haluan yang harus diperjuangkan demi kemaslahatan Indonesia. Nama Indonesia berasal dari berbagai rangkaian sejarah panjang. Ini terjadi sebelum abad ke-20. Dahulu saat zaman kerajaan, Indonesia dikenal dengan sebutan Nusantara yang dipopulerkan oleh Kerajaan Majapahit dengan sumpah palapanya Gajah Mada, dalam bahasa Sanskerta, yaitu Nusa, yang berarti pulau dan Antara, yang berarti luar. Menurut berbagai catatan masa lalu bangsa India, dahulu bangsa India menamai Indonesia dengan nama Dwipantara, (Kepulauan Tanah Seberang), nama itu diturunkan dari kata yang terdapat dalam bahasa Sanskerta, di mana Dwipa, yang berarti pulau dan Antara, yang berarti luar atau seberang. Dalam kisah Ramayana karya pujangga Walmiki, menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, diperkirakan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Selain India, bangsa Arab pun menyebut sebutan untuk Indonesia dulu kala, menurut bangsa

Arab, menyebut tanah air kita dengan sebutan Jazair al-Jawi, (Kepulauan Jawa). Dahulu bangsa Arab datang ke Indonesia untuk berdagang dan mencari bahan baku dalam membuat kemenyan. Nama latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab yang berarti luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax Sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Oleh karena itu, sampai hari ini jemaah haji asal Indonesia sering dipanggil Jawa oleh orang Arab, bahkan bagi orang Indonesia yang berasal dari luar Jawa sekalipun. Setelah bangsa India dan bangsa Arab, lalu datanglah bangsa Eropa ke Indonesia, hingga pada masa penjajahan Belanda digunakan nama resmi yaitu Nederlandsch-Indie atau Hindia Belanda. Di masa Kolonia Belanda, ada seseorang yang berkebangsaan Belanda, yaitu Eduard Douwes Dekker (18201887), yang populer dengan nama samarannya, Multatuli, dan karyanya Max Havelar, yang pernah memberi nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu Insulinde, yang artinya juga Kepulauan Hindia, (dalam bahasa latin, Insula, yang berarti pulau). Namun nama Insulinde tidak populer ketika itu, hingga hilang ditelan waktu. Nama Indonesia pertama kali diperkenalkan di tahun 1850 dan tokoh yang berpengaruh dalam penamaan Indonesia adalah James Richardson Logan (1819-1869), asal Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh dan seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865). Tahun 1847 di Singapura, terbit sebuah jurnal ilmiah tahunan yang bernama Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang saat itu dikelola oleh J.R. Logan, setahun berselang G.S.W. Earl bergabung dalam JIAEA. Saat itu tahun 1850, JIAEA Volume IV, halaman 66-74, G.S.W. Earl menulis artikel On the Leading Charachteristics of the Papuan, Australian and MalayPolynesian Nations. Dalam artikelnya itu, Earl mengatakan dengan tegas bahwa penduduk kepulauan Hindia atau kepulauan Melayu sudah tiba saatnya untuk memiliki nama khas dan resmi, sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Oleh karena itu, Earl mengajukan dua

pilihan nama, Indunesia atau Malayunesia, (nesos, dalam bahasa Yunani berarti pulau). Akhirnya Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu, Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia (penamaan Malayunesia bisa dilihat pada halaman 71). Dalam artikelnya itu tertulis, ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians (Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi Orang Indunesia atau Orang Malayunesia). Namun usulan Earl dalam menamakan Malayunesia mendapat

pertentangan dari rekan satu JIAEA yaitu J.R. Logan. Pertentangan itu dapat dilihat dilihat di JIAEA Volume IV, di halaman 252-347, Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan sependapat dengan Earl bahwa memang diperlukannya nama yang khas bagi Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu, sebab istilah Indian Archipelago terlalu panjang dan membingungkan. Akhirnya Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl lalu memodifikasinya. Logan mengganti huruf u menjadi o agar lebih baik dan mudah diucapkan, sehingga yang pada awalnya Indunesia menjadi Indonesia. Dan untuk pertama kalinya kata Indonesians muncul di dunia setelah tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan, Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago (Mr. Earl menyarankan istilah etnografi Indunesian, tetapi menolaknya dan mendukung Malayunesian. Saya lebih suka istilah geografis murni Indonesia, yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-Pulau Hindia atau Kepulauan Hindia). Sejak saat itu, Logan secara konsisten menggunakan nama Indonesia dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan seiring berjalannya waktu pemakaian istilah ini menyebar di kalangan ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

Pada tahun1884, guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder Sie Inseln des Malaiischen Archipel (bahasa Jerman, artinya: Indonesia, atau Pulau-Pulau dari Kepulauan Malaya) sebanyak lima volume, jilid I berjudul Maluku, jilid II berjudul Timor dan Pulau-Pulau Sektarnya, jilid III berjudul Sumatera dan Daerah Sekitarnya, jilid IV berjudul Kalimantan dan Sulawesi, jilid V berjudul Jawa dan Penutup. Buku ini memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Indonesien oder Sie Inseln des Malaiischen Archipel karya Bastian inilah yang mempopulerkan istilah Indonesia di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah Indonesia itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1913. Karena pada kenyataannya, Bastian memang mengambil istilah Indonesia itu dari tulisan-tulisan Logan. Seiring berlalunya waktu, pada tahun 1913 seorang putra bangsa memperkenalkan nama Indonesia, dia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Tokoh yang populer dengan sebutan Ki Hajar Dewantara ini menggunakan nama Indonesia pada sebuah biro pers dengan nama Indonesische-Persbureau yang dibuatnya ketika dibuang ke Belanda. Selain Ki Hajar Dewantara, ada pula putra bangsa di negeri kincir angin yang memperkenalkan nama Indonesia, yaitu Muhammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam. Saat itu Muhammad Hatta dengan teman-temannya mendirikan organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negara Belanda, yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging dan berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Sementara itu, di tanah air lahir organisasi yang didirikan Dr. Sutomo dengan nama Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Lalu pada tahun 1928, nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Anda mungkin juga menyukai