Anda di halaman 1dari 28

SAW.

YAPI BANGIL
3 04 2009
Teks pidato berbahasa arab dalam acara Maulid Nabi SAWW di Yapi Bangil pada
tanggal 23 Maret 2009 oleh santri Yapi yang bernama Sayyid Husein Haidar Al-
Muchdhor :
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang mengadakan segala sesuatu. Shalawat
serta salam selalu tercurah pada tuhan kami, kekasih kami, cahaya maata kami,
Rasulullah SAW beserta keluarganya yang suci dan para sahabat yang mulia. Ama
ba’du. Sebelum semuanya saya ungkapkan, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada acara yang elah memberikan kesempatan kepada saya ini
untuk menyampaikan kepada kalian semua kalimat-kalimat berbahasa arab didalam
acara yang sangat berbahagia ini demi mengingat kelahiran Rasul SAW.
Para hadirin yang dimuliakan oleh Allah SWT. Sesungguhnya kelahiran rasul adalah
kejadian yang sangat agung yang wajib kita syukuri. Karena Rasul SAW adalah
pembawa rahmat, penyampai segala wahyu ilahi dan sumber segala keberadaan yang
kalau bukan karenanya Alllah tidak akan menciptakan langit, bumi, dan seisinya. Para
hadirin yang dimuliakan oleh Allah. Umat Islam saat ini hidup di suatu zaman yang
berat yang tidak ada tandingannya didalam sejarah yang mana mereka hidup
dihadapan semua tantangan dari musuh-musuhnya para zionis dan salbis dengan tanpa
kekuatan, tidak ada peraturan, dan kesatuan, tidak ada hukum yang adil dan iman
yang adil yang sesungguhnya mereka hidup didalam kehinaan tanpa kemuliaan.
Para hadirin yang dimuliakan oleh Allah. Sesunggunhnya kita sekarang dihadapkan
dengan masalah berat. Di sana terdapat dekadensi moral yang memimpin pemuda-
pemuda islam generasi yang di tangannya terdapat masa depan umat yang sekarang
telah menjadi kaum yang lemah didalam iman yang yakin yang mana jika mereka
melakukan sholat mereka melakukan dengan cara bermalas-malasan dan tidak ada
pendirian antara mereka dan keburukan mereka tidak lebih buruk dari perbuatan-
perbuatan mereka dan kelakuan mereka. Dan disisi lain kita bias melihat perpecahan
antara kelompok-kelompok Islam dan partai-partai muslim yang pasti menyebabkan
pertanyaan dan permusuhan diantara umat Islam yang terus-menerus yang
melemahkan kekuatan Islam di dunia. Para zionis Internasional dan seharurnya benar-
benar telah mempermainkan Islam seperti yang kita lihat di Pakistan, Afganistan, Iraq
dan yang terpenting di Palestina hari ini. Ulama-ulama Islam sibuk dengan
pertentangan madzhab sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain mereka
lupa akan keadaan yang miskin dan lemah di dunia ini. Naka pada kesempatan kali ini
seharusnya bagi kita untuk berhenti sejenak dihadapan berbagai macam masalah
untuk mengambil sifat positif dan untuk memanfaatkan pelajaran-pelajaran baru yang
telah diberikan oleh guru-guru kita untuk di peraktikan didalam kehidupan kita sehari-
hari dan seharusnya bagi kita untuk saling menolong dalam 1 barisan dengan kasih
sayang tanpa melihat madzhab dan partai-partai kita dan wajibkan bagi kita untuk
memperbarui baiat kita kepada Rasul SAW untuk membantu beliau untuk
mengangkat nama baik beliau dan mempelajari Islam yang asli dari menjadikan hidup
kita dan keluarga kita hidup yang Islami yang makmur dengan meneladani Rasulullah
SAW. Semoga Allah menjadikan kelompok yang mengikutinya dan berjalan diatas
kebenaran. Amin Ya Rabbal Alamin. Hanya ini saja yang dapat saya sampaikan. Jika
kalian mendapatkan kesalahan dari perkataan saya, saya mohon maaf.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
« Imam Mahdi a.s. dalam Pandangan Ulama Ahlisunnah Hubungan Mesir-Israel
Makin Mesra »
BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 37-47
http://bioscientiae.tripod.com
KEMAMPUAN BAKTERI Acetobacter xylinum MENGUBAH
KARBOHIDRAT PADA LIMBAH PADI (BEKATUL) MENJADI
SELLULOSA
Nadiyah1, Krisdianto1, Aulia Ajizah2
1
FMIPA Unlam, Jl. A.Yani Km 38.5 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
2
FKIP Unlam, Jl H.Hasan Basri Banjarmasin Kalimantan Selatan

ABSTRACT
The capability of Acetobacter xylinum to convert carbohidrate of rice-bran to
cellulose was studied. Six treatments: 0, 1, 5, 10, and 20 g/L of rice-bran water were applied,
and the thickness, weight and fiber from cellulose as fermentation results were recorded. It
was discovered that higher concentration of rice-bran increased the thickness, weight and
amount of fibers. Significant increase in fiber were found among 1 g/L, 5 g/L, and 10g/L of
rice-brand. Higher concentration of rice-brand did not produced significant increase in fibers.
Key words: rice-bran, Acetobacter xylinum, cellulosa

PENDAHULUAN
Dalam proses penggilingan padi, ada empat jenis limbah yang dapat dibedakan satu
dengan yang lain, yaitu sekam, dedak, bekatul dan menir (Soemardi et al., 1991). Dedak dan
bekatul (±10% berat gabah kering giling) merupakan hasil sampingan yang diperoleh dari
lapisan luar beras pecah kulit dalam penyosohan yang hasil utamanya adalah beras putih atau
beras sosoh (Tangendjaja, 1991). Dari penyosohan pertama akan diperoleh dedak yang terdiri
dari perikarp, nuselus, tegmen (kulit ari), lapisan aleuron, dan lembaga. Dari penyosohan
kedua, diperoleh bekatul yang mengandung lebih banyak subaleuron dari endosperm. Akan
tetapi, di
© Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat
BIOSCIENTIAE. 2005. 2(2): 37-47
Indonesia, proses penyosohan beras umumnya dilakukan hanya dalam satu tahap saja.
Dengan demikian, hasil samping dari sosohan tersebut, yaitu dedak dan bekatul, bercampur
menjadi satu, sehingga limbah penggilingan padi yang berupa dedak berarti pula bekatul
(Iskandar, 2002).
Walaupun merupakan hasil sampingan dari proses penyosohan padi, kandungan gizi dan
komposisi kimia bekatul cukup tinggi: protein 11,3-14,4%, lemak 15,0-19,7%, serat kasar
7,0-11,4%, karbohidrat 34,1-52,3% dan abu 6,6-9,9% (Lubis et al., 2002). Berdasarkan data
tersebut kandungan karbohidrat yang paling banyak terdapat pada bekatul. Bekatul kaya akan
serat dengan kandungan hemiselulosa yang tinggi (Anonim2, 2002), bahkan menurut Buckle
et al. (1978) kandungan karbohidrat bekatul mencapai 80% dari berat kering.
Pemanfaatan limbah yang mengandung karbohidrat telah banyak dilakukan antara
lain air kelapa yang dimanfaatkan menjadi nata de coco, limbah cair pembuatan tahu menjadi
nata de soya dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Komposisi kimia tersisa
pada bekatul yang cukup tinggi memungkinkan limbah ini masih dapat dimanfaatkan.
Dipertanyakan apakah karbohidrat pada bekatul juga dapat dimanfaatkan Acetobacter
xylinum untuk membentuk selulosa, dan jika dapat, seberapa besar kemampuan bakteri ini
mengubah karbohidrat tersebut menjadi selulosa.

BAHAN DAN METODE

Analisis Kadar Serat Kasar


Analisis dilakukan dengan mengacu pada Sudarmadji et al. (1997). Sebanyak 2 g
bekatul di dalam erlenmeyer ditetesi 1 tetes zat anti buih (antifoam agent). Kemudian ke
dalamnya ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih (1.25 ml H2SO4 pekat/ 100 ml
aquadest) dan ditutup dengan pendingin balik, lalu dididihkan selama 30 menit. Suspensi
disaring, residu dicuci sampai air cucian tidak bersifat asam lagi. Residu dipindahkan dari
kertas saring ke dalam erlenmeyer
38 Nadiyah et al. – Kemampuan A.xylinum mengubah karbohidrat menjadi selulosa
kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1025 gr
NaOH pekat/ 100 ml aquadest) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam
erlenmeyer. Dididihkan kembali dengan pendingin balik sambil digoyang-goyang selama 30
menit. Residu disaring melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya, residu dicuci
sampai pH netral. Residu dicuci dengan 15 ml K2SO4 10%, lalu dengan aquadest. Setelah
mendidih dicuci dengan 15 ml alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan pada 110 oC selama 1-
2 jam, lalu didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Pembuatan Nata
Bekatul seberat 1, 5, 10, 15, 20 g dilarutkan dalam satu liter air. Larutan bekatul
kemudian dicampur dengan 10% gula, 0.5% ZA dan asam asetat sampai pH 4, lalu dididihkan
sampai 100oC. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker yang steril, ditutup dengan kertas
steril. Setelah dingin diinokulasi dengan 10% Acetobacter xylinum. Diinkubasi selama 15 hari
pada suhu 30°C.

Analisis Data
Hasil perhitungan kadar serat sellulosa dianalisis dengan ANAVA. Yang berpengaruh
signifikan dilanjutkan dengan uji Tukey.

HASIL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Acetobacter xylinum mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan sellulosa dengan ketebalan, berat basah dan kadar serat yang berbeda.
Peningkatan kadar serat seiring dengan meningkatnya konsentrasi bekatul yang diberikan.
Peningkatan kadar serat tampak nyata pada pemberian bekatul 1 g/L, 5 g/L, dan 10g/L.
Namun, pemberian bekatul sebesar 15 g/L dan 20g/L tidak menunjukkan peningkatan kadar
serat yang nyata.
39 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(2): 37-47
012345678910Ketebalan Selulosa (mm)015101520Konsentrasi Bekatul (g/L)Hubungan Ketebalan Selulosa dengan
Konsentrasi Bekatul
Gambar 1. Ketebalan Selulosa Pada Berbagai Konsentrasi Bekatul
0510152025Berat Selulosa (g)015101520Konsentrasi Bekatul (g/L)Hubungan Berat Selulosa dengan Konsentrasi
Bekatul
Gambar 2. Berat Sellulosa Pada Berbagai Konsentrasi Bekatul
40 Nadiyah et al. – Kemampuan A.xylinum mengubah karbohidrat menjadi selulosa
Serat (%)00.0010.0050.010.0150.02S1Konsentrasi
0.3536.6138.2911.89212.94214.5420246810121416Kadar Bekatul
(M)Gambar 3. Grafik Kadar Serat Sellulosa Pada Kadar Bekatul yang Berbeda

DISKUSI

Kemampuan Acetobacter xylinum Menghasilkan Sellulosa


Perbedaan konsentrasi bekatul menyebabkan perbedaan nilai kadar serat yang
dihasilkan oleh Acetobacter xylinum (Gambar 3). Perbedaan ini menggambarkan perbedaan
kemampuan Acetobacter xylinum dalam menjalin selulosa (serat). Perbedaan kemampuan ini
disebabkan adanya perbedaan kadar nutrien yang tersedia dalam medium. Nilawati et al.
(1997) menyatakan bahwa kandungan nutrisi yang tersedia dalam medium seperti
karbohidrat, protein, lemak abu dan vitamin B-kompleks lainnya mempengaruhi
pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum. Nutrien adalah substansi anorganik dan
organik yang dalam larutan melintasi membran sitoplasma. Agar mendapatkan nutrien dari
makanan, sel harus mampu
41 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(2): 37-47
mencerna makanan tersebut dengan cara mengubah molekul-molekul protein,
karbohidrat, dan lipida yang kompleks dan besar menjadi molekul yang sederhana dan kecil
dan segera melarut sehingga dapat memasuki sel. (Pelczar & Chan, 1989).
Nutrien yang ada pada medium untuk menumbuhkan Acetobacter xylinum sebagian
besar diperoleh dari bekatul. Karena sebagaimana menurut Lubis, dkk (2002) bahwa didalam
bekatul masih terdapat 11,3-14,4% protein, 15,0-19,7% lemak, 7,0-11,4% serat kasar, 34,1-
52,3% karbohidrat, dan 6,6-9,9% abu, maka diduga komponen inilah sebagai nutriennya.
Diasumsikan semakin banyak kadar nutrien, semakin besar kemampuan menumbuhkan
bakteri tersebut. Semakin banyak Acetobacter xylinum diduga semakin banyak selulosa yang
terbentuk. Hubungan peningkatan jumlah selulosa dengan peningkatan kadar bekatul terlihat
pada Gambar 1. Menurut Ardiansyah (2004), kandungan nutrisi penting lainnya di dalam
bekatul adalah sejumlah multi vitamin penting seperti vitamin B dan vitamin E. Protein yang
terdapat pada bekatul berperan sebagai penyedia bahan-bahan untuk pertumbuhan dan
memelihara jaringan tubuh; sebagai pengatur kelangsungan proses didalam tubuh; dan
memberi energi jika tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Suhardjo & Kusharto, 1987;
Marsetyo & Kartasapoetra, 1990; Fardiaz, 1992).
Faktor-faktor pertumbuhan yang mempengaruhi kemampuan Acetobacter xylinum
menghasilkan selulosa selain ketersediaan nutrien pada medium, juga pH medium antara 3-6,
suhu lingkungan berkisar antara 20 - 28OC (Fardiaz, 1992). Sel-sel akan tumbuh dan
membelah diri secara eksponensial yang dibantu oleh kondisi lingkungan yang sesuai. La
Teng (1999) menyatakan bahwa biosintesis sellulosa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
lain seperti kandungan oksigen pada permukaan medium, kondisi medium mengalami agitasi
atau tidak, dan ketersedian sumber karbon yang cukup. Ketersediaan sumber karbon erat
sekali dengan kandungan karbohidrat. Dengan demikian biosintesis selulosa akan meningkat
seiring meningkatnya jumlah karbohidrat yang diubah. Hubungan peningkatan berat basah
selulosa dengan peningkatan kadar bekatul tergambar pada Gambar 2.
42 Nadiyah et al. – Kemampuan A.xylinum mengubah karbohidrat menjadi selulosa
Hubungan Kadar Bekatul dengan Ketebalan, Berat dan Kadar Serat Sellulosa
Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan pada medium fermentasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa ketersediaan nutrien yang cukup pada medium tumbuh menyebabkan
bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk
metabolismenya pun semakin banyak. Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter
xylinum terus berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus
menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter xylinum. Semakin
banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin tebal pula selulosa yang dihasilkan
dari proses fermentasi.
Berat sellulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah
nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia,
maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan (Gambar 2) sebagai
produk metabolit sekunder. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk
ikatan yang kokoh dan kompak. Menurut Djutikah (2002), berat sellulosa yang dihasilkan
selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan.
Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya.
Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar konsentrasi bekatul
pada medium, semakin besar pula kadar serat yang dihasilkan (gambar 3). Hal ini
mengindikasikan semakin besar pula kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan
metabolit sekunder, yang berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk serat kasar.
Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh terhadap kadar serat yang
dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai
oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan
oleh bakteri selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O
dan N yang berguna untuk
43 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(2): 37-47
menyusun protoplasma (Dwidjoseputro, 1989). Nutrien yang berperan utama dalam
proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan
untuk perbanyakan sel (Kadir, 2003). Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini
terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa (Hidayat, et al., 2003).
Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam
lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa
sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan
medium.. Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi proses glikolisis
yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-posfat yang kemudian diakhiri
dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah
yang digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan metabolit primer
berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali dalam siklus metabolismenya.
Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi
yang optimum untuk pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O. Menurut Mandel
(2004) bakteri Acetobacter xylinum bersifat “overoxidizer” yaitu dapat mengubah asam asetat
dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O, apabila gula dalam medium fermentasi telah
habis dimetabolisir. Banyaknya mikroba yang tumbuh pada suatu media sangat dipengaruhi
oleh nutrisi yang terkandung di medium (Gaman & Sherrington, 1994).
Analisis varian (α = 0,05) menunjukkan adanya pengaruh nyata pemberian bekatul
terhadap kadar serat yang dihasilkan selama proses fermentasi. Perbedaan yang nyata pada 1
g/L, 5 g/L, dengan 10 g/L. Serat yang dihasilkan pada 15 g/L bekatul tidak berbeda nyata
dengan 10 g/L dan 20 g/L. Penambahan jumlah bekatul tidak diikuti dengan penambahan
kadar serat dari sellulosa secara signifikan. Berdasarkan hal ini, penambahan jumlah bekatul
10 g/L pada medium tumbuh lebih efisien dibandingkan daripada 15 g/L. Acetobacter
xylinum tidak mampu mensintesis sellulosa lebih banyak lagi walaupun nutrien pada medium
masih
44 Nadiyah et al. – Kemampuan A.xylinum mengubah karbohidrat menjadi selulosa
tersedia, sehingga kadar serat yang dihasilkan pun tidak berbeda nyata. Hal ini
dimungkinkan keterbatasan kondisi medium yang sudah tidak optimal untuk pertumbuhan
dan pembiakan bakteri tersebut karena terjadi perubahan faktor-faktor fisik medium (Baron,
et al, 1994).
Acetobacter xylinum yang difermentasi di dalam medium dengan suasana asam (pH 4)
dan kadar gula yang tinggi akan membentuk nata (Anonim1, 2002). Terjadinya peningkatan
kadar selulosa diindikasikan sebagai akibat penambahan bekatul yang meningkatkan kadar
glukosa pada medium. Menurut Mandel (2004) bakteri Acetobacter xylinum yang
ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula akan menggunakan sebagian glukosa
untuk aktivitas metabolisme dan 19% gula menjadi selulosa (Anonim1, 2004). Rendahnya
kadar selulosa yang dihasilkan pada medium yang tanpa ditambahkan bekatul (kontrol)
diduga karena gula yang terkandung di medium sebagian besar telah digunakan oleh
Acetobacter xylinum untuk memperoleh energi metabolisme, sedangkan yang akan digunakan
untuk sintesis selulosa hanya sedikit.
Selama fermentasi terjadi penurun pH dari 4 menjadi 3. Derajat keasaman medium
yang tinggi ini merupakan syarat tumbuh bagi Acetobacter xylinum (Kadir, 2003).
Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Pada medium yang asam sampai
kondisi tertentu akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme sel menjadi lebih baik,
sehingga metabolitnya pun banyak. Menurut Kadir (2003) penurunan pH medium ini salah
satunya disebabkan karena terurainya gula menjadi etanol oleh Acetobacter xylinum yang
kemudian berubah menjadi asam asetat seperti pada persamaan reaksi berikut:
ADP + Pi ATP ADP + Pi ATP
Glukosa Etanol Asam asetat
Peningkatan jumlah bekatul pada medium fermentasi menyebabkan ketersediaan
nutrien semakin besar. Pada medium yang nutriennya tinggi (sampai batas tertentu) akan
menyebabkan kesempatan Acetobacter xylinum untuk
45 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(2): 37-47
melakukan reproduksi semakin besar sehingga populasi Acetobacter xylinum pada
medium pun lebih banyak. Suatu medium dengan populasi Acetobacter xylinum yang besar
menyebabkan metabolit primer yang dihasilkan berupa asam asetat pun semakin banyak,
yang akan menyebabkan pH medium menjadi semakin rendah. Sisa-sisa metabolisme yang
meningkat (Dwidjoseputro, 1989) pun menjadikan kondisi yang tidak optimal bagi
pertumbuhan Acetobacter xylinum. Hal demikian menyebabkan kemampuan dari Acetobacter
xylinum untuk bermetabolisme pun menjadi berkurang, sehingga selulosa yang dihasilkan
menjadi lebih sedikit. Hal ini tergambar pada penambahan bekatul yang lebih banyak ternyata
tidak menyebabkan kadar selulosa yang dihasilkan menjadi lebih banyak.

KESIMPULAN

Karbohidrat yang terkandung di dalam bekatul dapat dimanfaatkan Acetobacter xylinum


menjadi nata (selulosa). Setiap peningkatan 5 g bekatul sampai kadar 10 g/L terjadi
peningkatan kadar serat antara 2 - 6 %.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1996. Cellulose. Department of Polymer Science. University of Southern
Mississippi http://www.psrc.usm.edu/index.html Diakses tanggal : 13 Juli 2004
Anonim1. 2002. Teknologi Tepat Guna Pengolahan Pangan: Nata De Soya.
http://www.iptek.net.id/Ind./warintek. Diakses tanggal 22 Juli 2004
Anonim2. 2002. Bekatul Dapat Sembuhkan Ambeien. Sriwijaya Post
.http://www.indomedia.com/sripo/2002/01/24/2401dae2.htm . Diakses 4 Agt 2004
Anonim1. 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas
http://www.kompas.co.id/ Diakses tanggal 22 Juli 2004
Anonim2. 2004. Acetobacter. http://en.wikipedia.org/wiki/Acetobacter.
Diakses tanggal 28 Nopember 2004
Ardiansyah. 2004. Sehat Dengan Mengkonsumsi Bekatul.
http://www.beritaiptek.com/pangan.shtml Diakses tanggal 28 Nopember 2004
46 Nadiyah et al. – Kemampuan A.xylinum mengubah karbohidrat menjadi selulosa
Baron EJ. Paterson LR. Finegold SM. 1994. Baley and Scott’s Diagnostic Microbiology. 9th
ed. Mosby-Year Book Inc. St. Louis.
Buckle K.A.; R.A. Edwards; G.H. Fleet; M. Wootton. 1978. Ilmu Pangan (Terjemahan).
Departement of education and culture directorate general of higher education.
International development program of Australian Universities and Colleges.
Djutikah, E. 2002. Pengembangan Proses Pembuatan Nata de Coco. Balai Litbang Industri
Surabaya. Vol. XXVIII No. 1
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.
Gaman, P.M & K.B Sherrington. 1981. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi.
Gadjahmada University Press. Yogyakarta.
Iskandar, marzuki, 2002. Bekatul Sereal Padi Kaya Gizi. Kompas Cyber Media.
http://kcm/google.com/ Diakses tanggal 4 Agustus 2004
Kadir, S. 2003. Karakteristik Nata de Coco Dari Starter Ampas Nenas Melalui Penambahan
Sukrosa Dan Keasaman Medium. Journal Agroland 10(2):145-150.
La Teng, P.N. 1999. Mengenal “Nata de Coco”. Balai Industri Ujung Pandang. Vol. 27. No-1
: 32-46.
Lubis, S., R. Rachmat, Sudaryono., S. Nugraha. 2002. Pengawetan Dedak Dengan Metode
Inkubasi. Balitpa Sukamandi, Kerawang
Mandel, JH. 2004. Efek Penambahan Gula Dan Perbedaan Asal Inokulum Terhadap Tebal
Dan Berat Pelikel Nata Pada Pembuatan “Nata De Coco”. Majalah Ilmiah BIMN
Edisi 6.
Marsetyo, H & G. Kartasapoetra. 1990. Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan dan
Produktivitas Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.
Nilawati; K. Hariyanto; L. Halimah. 1997. Pengaruh Lama Penyimpanan Limbah Cair Tahu
Dan Konsentrasi Asam Asetat Terhadap Mutu Nata De Soya. Buletin HPI Balai
Industri Banda Aceh. Vol. X: 01-02.
Pelczar, M. J., Chan, ECS. 1989. Dasar-dasar Mikrobioogi. Jilid 1. Terjemahan. UI Press,
Jakarta.
Sahputra, S. 2004. Gizi Tersembunyi dari Sebutir Padi (Unpolished/Coarse Rice Powder).
http://www.sehatalami.com/ Diakses tanggal 4 Agustus 2004
Soemardi & Ridwan T. 1991. penanganan Pascapanen Padi. Balai penelitian tanaman
pangan, Bogor.
Sudarmadji, S.; B.Haryono; Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty, Yogyakarta
Tangendjaja, Budi. 1991. Pemanfaatan Limbah Padi untuk Industri. Balai penelitian ternak,
Bogor.
47

IOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 17-22


http://bioscientiae.tripod.com

STUDI KERAGAMAN RAYAP TANAH DENGAN TEKNIK


PENGUMPANAN PADA TUMPUKAN JERAMI PADI DAN
AMPAS TEBU DI PERUSAHAAN JAMUR PT. ZETA AGRO
CORPORATION JAWA TENGAH
Anang Kadarsah
Program Studi Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A. Yani km 35,8 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

ABSTRACT

Subterranean termites is one kind of termites that live in the soil. This termites build their nest
and find their food in the soil and the woods and trees is as a mainly food for their life.
Because of their activities, the subterranean termites as a dangerous animals.
The aims of study is looking for and found the kind and the diversity of subterranean termites
that live under the rice straw and the bagasse .This research is done with cluster random
sampling and collected by baiting technique.
Seven kind of subterranean termites from genus Macrotermes, Microtermes, Odontotermes
and Capritermes. All of the species is subterranean termites, except Capritermes are not
potential to destroy the woods.
Key words : diversity, subterranean termites, baiting technique.

PENDAHULUAN

Jerami padi adalah bahan sisa panen padi yang terdiri atas batang, pucuk, kelopak
daun, dan daun yang biji serta butiran padinya telah dituai dengan kadar selulosa 59-67%
(Sutrisno, 1993), sedangkan ampas tebu adalah serat kasar dan pendek sebagai residu sisa
perasan tanaman tebu yang diolah dipabrik gula dan
© Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat
BIOSCIENTIAE. 2005. 2(2): 17-22
memiliki kadar selulosa 55-60% (Muliah, 1975). Jerami padi dan ampas tebu
biasanya ditumpuk begitu saja, untuk dijadikan bahan organik berupa kompos.
Selain dipakai untuk kompos, jerami padi dan ampas tebu juga digunakan untuk
bahan baku media tanam jamur kancing (champhignon). Salah satu perusahaaan yang
memanfaatkan kedua bahan organik diatas adalah PT. Zeta Agro Corporation yang
terletak di Desa Wanatirta Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Jawa Tengah.
Tempat penimbunan jerami padi dan ampas tebu merupakan tempat yang menarik bagi
kedatangan hewan-hewan pendegradasi selulosa seperti rayap tanah. Rayap tanah akan
memakan serat-serat pendek jerami padi dan ampas tebu sehingga tidak bisa dipakai
untuk bahan baku media tanam jamur. Apabila kondisi ini dibiarkan maka kapasitas
produksi perusahaan dapat terganggu.
Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang ramah
lingkungan. Dilakukan dengan menginduksikan racun slow action ke dalam kayu umpan,
dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam
koloninya (French, 1994). Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat
digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah. Pemakaian teknik pengumpanan
apabila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan
antara lain: tidak mencemari tanah, sasaran bersifat spesifik, dan memudahkan
pengambilan sampel (French, 1994).
Penelitian ini bertujuan mempelajari jenis-jenis dan keragaman rayap tanah yang
merusak jerami padi dan ampas tebu serta hidup di bawah tumpukannya.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2001 sampai Pebruari 2002 di Desa Kayu
Gadung Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Jawa Tengah, kurang lebih 10 km arah
Utara kantor pusat PT Zeta Agro Corporation. Tempat yang dikelola oleh Departemen
Logistik ini memiliki dua blok, yaitu blok penyimpanan jerami padi dan ampas tebu masing-
masing seluas 10 hektar. Jerami padi dan ampas tebu ditumpuk pada petak-petak terpisah
seluas 10x10 meter persegi dengan
18 Kadarsah – Rayap tanah pada jerami padi dan ampas tebu
ketinggian tumpukan mencapai 5 meter. Tumpukan media jamur ini ditutup dengan
atap rumbia untuk melindungi dari panas sinar matahari dan air hujan. Identifikasi dan
analisis data dilakukan di Laboratorium Entomologi dan Parasitologi Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah.
Pengambilan data dilakukan dengan metode survey dan metode cluster random
sampling. Untuk mengumpulkan dan menangkap rayap tanah digunakan teknik
pengumpanan, yaitu dengan menanamkan kayu umpan pada tempat pengambilan data yang
sebelumnya telah dikeringkan dalam oven. Pola penanaman patok kayu umpan didasarkan
atas banyaknya tumpukan jerami padi dan ampas tebu yang telah disimpan selama satu tahun.
Total patok yang ditanam adalah 30 buah. Pengamatan dan pengambilan sampel kayu
dilakukan setelah satu bulan penanaman.
Sampel penelitian diperoleh berdasarkan jumlah rayap tanah yang mengerumuni
patok umpan dan berada disekitarnya. Pola analisis dilakukan dengan cara
mengidentifikasi dan menghitung indeks keragaman rayap tanah. Identifikasi rayap tanah
mengacu pada kunci identifikasi Ahmad (1959). Untuk menghindari kesalahan
identifikasi dibandingkan dengan hasil penelitian Arthadi (1989).
Langkah awal identifikasi secara umum digunakan untuk mengetahui jenis-jenis
rayap tanah, berdasarkan (1) ukuran rayap tubuh kasta prajurit, pekerja, dan reproduktif;
(2) bentuk mandibula pada kasta prajurit.
Alat yang digunakan adalah kayu umpan, oven, soil tester, luxmeter, dan soil
termometer. Bahan yang digunakan adalah botol sampel, alkohol 70%, dan mikroskop
binokuler.

HASIL

Identifikasi Rayap Tanah


Rayap tanah yang ditemukan dideskripsikan sebagai berikut :
a. Mandibula tipis; basis konkaf; antenna 12-15 ruas; spesies berukuran kecil; rayap prajurit
lebih kecil daripada rayap pekerja. Dari ciri-ciri di atas berdasarkan Akhmad (1959)
termasuk dalam genus Microtermes.

19 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(2): 17-22


b. Mandibula tebal; basis tidak konkaf; mandibula kiri mempunyai satu gigi; antenna 15-19
ruas. Dari ciri-ciri diatas berdasarkan Akhmad (1959) termasuk dalam genus
Odontotermes.
c. Ujung labrum mempunyai lapisan hyalin; meso dan metanotum meluas ke lateral; prajurit
dimorfis; caput gelap; kedua sisi bertemu di anterior; antenna 16-17 ruas; mandibula tidak
punya gigi; spesies berukuran besar. Dari ciri-ciri diatas berdasarkan Akhmad (1959)
termasuk dalam genus Macrotermes.
d. Kepala tanpa penonjolan dari bagian depan ; mandibula asimetris; bagian tengah mandibula
kiri sangat melengkung; ujung mandibula kiri meluas; tidak menekuk,seperti bentuk kait.
Dari ciri-ciri diatas berdasarkan Akhmad (1959) termasuk dalam genus Capritermes.

Keragaman Rayap Tanah di Bawah Tumpukan Jerami Padi dan Ampas Tebu.
Keragaman rayap tanah di bawah tumpukan jerami padi dan ampas tebu dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Keragaman rayap tanah di bawah tumpukan jerami padi dan ampas tebu.
Σ individu
Lokasi Spesies (ekor/lokasi
penimbunan)
Jerami Padi Microtermes insperatus Kemner 708
Odontotermes
javanicus 523
Holmgren
Microtermes
pallidus 217
(Haviland)
Odontotermes
Holmgreni 198
Snyder&Emerson
Macrotermes
87
gilvus (Hagen)
Ampas Tebu Microtermes insperatus Kemner 301
Microtermes
pallidus 224
(Haviland)
Odontotermes
Holmgreni 178
Snyder&Emerson
Odontotermes
grandiceps 123
Kemner
Capritermes
buitenzorgi 14
Kemner

Kadarsah – Rayap tanah pada jerami padi dan ampas tebu

DISKUSI
Rayap tanah yang ditemukan dalam timbunan jerami padi dan ampas tebu berjumlah tujuh
jenis. Pada jerami padi yang paling banyak adalah Microtermes, kemudian berturut-turut
Odontotermes dan Macrotermes. Pada ampas tebu dijumpai Microtermes, Odontotermes,
kemudian Capritermes.
Jenis rayap tanah yang dikelompokkan dalam genus Microtermes karena mempunyai
ciri-ciri antara lain: Mandibula tipis; basis konkaf; antenna 12-15 ruas; spesies berukuran
kecil; rayap prajurit lebih kecil daripada rayap pekerja. Rayap ini beradaptasi dengan cara
membuat bukit-bukit tanah diatas koloni induknya dan saluran kembara yang seperti
terowongan, mampu menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi tanah, walaupun rayap-rayap
lain populasinya kecil (Sumarni dan Ismanto, 1988).
Genus Odontotermes ditemukan sebanyak tiga jenis memiliki ciri-ciri sebagai berikut
: Mandibula tebal; basis tidak konkaf; mandibula kiri mempunyai satu gigi; antenna 15-19
ruas. Hasan (1984), telah menulis bahwa Odontotermes adalah rayap pembersih sampah yang
sering memakan kayu maupun kulit kayu yang sudah mati atau membusuk. Penyerangan
terhadap jaringan ini akan menghalangi penyembuhan luka-luka dan menyebabkan lubang-
lubang di dalam batang.
Rayap tanah Macrotermes ditemukan satu jenis dengan ciri-ciri : Ujung labrum
mempunyai lapisan hyalin; meso dan metanotum meluas ke lateral; prajurit dimorfis; caput
gelap; kedua sisi bertemu di anterior; antenna terdiri dari 16-17 ruas; mandibula tidak punya
gigi; spesies berukuran besar. Natawiria (1979) melaporkan Macrotermes dapat hidup pada
tanah keras, lembab dan basah pada waktu musim kering dimana rayap jenis lain tidak dapat
hidup. Jenis ini juga diketahui memiliki kebiasaan memelihara dan membiakkan fungi di
dalam sarangnya.
Rayap lain yang ditemukan jumlahnya relatif sedikit yaitu genus Capritermes. Jenis
ini tidak lazim menyerang kayu, sehingga tidak berpotensi merusak kayu bangunan, biasanya
hanya memanfaatkan serasah di sekitar kayu, ranting atau batang pohon lapuk sebagai
makanannya (Amir, 1981).
21 BIOSCIENTIAE. 2005. 2(2): 17-22
KESIMPULAN

1. Penelitian ini menemukan enam jenis rayap tanah perusak kayu bangunan genus
Macrotermes, Microtermes, Odontotermes dan satu jenis diindikasikan rayap
pendegradasi sampah dari genus Capritermes,
2. Rayap tanah genus Microtermes paling banyak ditemukan pada timbunan jerami padi dan
ampas tebu.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. 1959. Key to The Indomalayan Termites. Departement of Zoology. University of


The Punjabi, Lahore. Pakistan.
Amir, M. 1981. Serangga Tanah dan Perombak Bahan Organik di Pekarangan di Daerah
Teluk Naga Tangerang. Konggres Biologi, Semarang.
Arthadi. 1989. Species Rayap (Ordo Isoptera) di Hutan Pinus KPH Banyumas Timur. Studi
Kekerabatan dan Ciri-ciri Bioekologik. Thesis. Fakultas Pascasarjana UGM,
Yogyakarta.
French, J.R.J. 1994. Physical Barrier and Bait Toxicant : The Romeo and Juliet of Future
Termite Control. Paper Prepared for The 25th Annual Meeting International Research
Group on Wood Preservation.
Hasan, T. 1984. Rayap dan Pemberantasannya (Penanggulangan dan Pencegahan). Yayasan
Pembinaan Watak Bangsa, Jakarta.
Muliah. 1975. Ampas Tebu dan Pengaruh Penyimpanannya. Berita Selulosa Vol. XI, No. 1.
Pp 1 -10. Lembaga Penelitian Selulosa, Bandung.
Nandika, D.1982. Keragaman Jenis Rayap Subteran Yang Merusak Tegakan Serta Frekuensi
Serangannya di Hutan Alam dan Hutan Tanaman Yanlappa. Fakultas Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Natawiria, Dj. 1979. Timbulnya Serangan Rayap Coptotermes travians Hav. Dan
Coptotermes curvignathus Holmgren pada Tanaman Kehutanan di Indonesia. Lembaga
Penelitian Hutan, Jakarta.
Sumarni, G. dan Ismanto, A. 1988. Komunitas Rayap Tanah Pada Empat Lokasi di Jakarta
dan Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 5 No. 1. Pp. 1-5.
Supriyana, N. 1984. Rayap : Serangga Berukuran Kecil,Perusak Bangunan Besar. Berita
Entomologi. Halaman 15-18.
Sutrisno. 1993. Peningkatan Kualitas Jerami Sebagai Pakan (Tahap 1). Laporan Penelitian
Hibah Bersaing Perguruan Tinggi 1992/1993. LPM UNDIP, Semarang.
22
BIOSCIENTIAE
Volume 1, Nomor 2, Juli 2004 Halaman 31-40
Versi online: http://bioscientiae.tripod.com
© 2004 Program Studi Biologi FMIPA Unlam 31
STUDI KEANEKARAGAMAN BAKTERI DALAM SALURAN PENCERNAAN
SEMUT GENUS CAMPONOTUS: SEBUAH ANALISIS BERDASARKAN
JENIS MAKANAN SEMUT
St Wahidah Arsyad
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Brigjen H. Hasan Basry, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
ABSTRACT
This research aims to express the diversity of bacteria in digestion
channel of ants, study the interation between bacteria and ants, and
the
existence of bacteria degrades celules base on the kind of ant food.
This
research is done with exsplorative – survei - description of bacteria
in
digestion channel of ant. This research is succesful to find out six
kind of
bacteria of ants genus Camponotus. From six kind of bacteria, one
of them
are able to degrade celulosa.
Kata kunci : keanekaragaman bakteri, saluran pencernaan semut,
jenis
makanan semut
PENDAHULUAN
Semut merupakan serangga ordo Hymenoptera yang jumlah jenis dan
populasinya sangat berlimpah. Semut hidup kosmopolit (Borror,1992),
penyebarannya sangat ditentukan oleh faktor makanan Noble (1989).
umumnya
semut omnivor, walaupun memiliki preferensi (tingkat kesukaan) terhadap
makanan
yang khas pada habitat tropis dengan suplai makanan tersedia sepanjang
tahun
(Slanky,1987).
BIOSCIENTIAE: Vol. 1, No. 1, 2004: 31-40
32
Menurut Foth (1984) semut merupakan hewan tanah yang berperan
penting
dalam perombakan bahan organik. Semut memakan sisa organisme yang
mati dan
membusuk. Pada umumnya perombakan bahan-bahan organik dalam
saluran
pencernaan dibantu oleh berbagai macam enzim pencernaan yang
dihasilkan oleh
mesenteron dan oleh mikroorganisme yang secara tetap bersimbiosis
dalam saluran
pencernaannya (Elzinga, 1978).
Indonesia adalah negara yang paling kaya akan jenis semut di seluruh
dunia,
yaitu terdiri atas 126 jenis dan 22 diantaranya adalah genus endemik.
Namun
penelitian tentang semut di Indonesia masih sangat sedikit
(Hadisusanto,1992)
khususnya mengenai mikroorganisme seperti bakteri pada saluran
pencernaan
semut.
Penelitian ini bermaksud mengungkapkan keanekaragaman bakteri dalam
saluran pencernaan semut, mempelajari interaksi antara bakteri dengan
semut yang
tergolong omnivora, dan keberadaan bakteri pendegradasi selulosa
berdasarkan jenis
makanan semut.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan eksploratif deskriptif yaitu
survei bakteri dalam saluran pencernaan pada satu jenis semut, dan
identifikasi jenis
bakteri pada saluran pencernaan semut berkaitan dengan jenis makanan.
Sampel penelitian ditetapkan berdasarkan jenis sampel seadanya yaitu
semut
yang sedang mengerumuni dan/atau mengangkut makanannya.
Identifikasi semut
mengacu pada Borror (1992), Nurdin (1997), dan Anonim (1973),
sedangkan untuk
bakteri digunakan Bergey’s Manual (1957).
Alat yang digunakan adalah filttrap, homogenat, inkubator, autoklaf,
kawat
inokulasi lurus, kawat inokulasi bulat. Bahan yang digunakan adalah
alkohol 95%,
kloroks, agar nutrien (NA), nutrien broth (NB; kaldu nutien), pewarna gram
A, gram
B, gram C dan gram D, pewarna Malacit green dan Safranin, medium
sellulosa, dan
medium motilitas.
Arsyad – Bakteri dalam saluran pencernaan semut Camponotus
33
Metode identifikasi secara umum dilakukan untuk mengetahui langkah
awal
memulai identifikasi bakteri, berdasarkan informasi minimum mengenai:
(1) ukuran,
bentuk dan susunan organisme; (2) reaksi pewarnaan gram; (3)
pergerakan; serta (4)
penampilan koloni bakteri. Dengan pengamatan minimal dimungkinkan
untuk
menentukan bagian atau famili; bahkan kadang-kadang genus dapat
ditentukan
secara tepat (Volk, 1984; Cappuccino, 1983).
Isolasi bakteri dan pengujian diringkas seperti pada Gambar 1.

Semut
Sterilisasi Permukaan Dengan kloroks,
Selama 1 menit

Pembilasan dengan Aquades Steril


(3X)
Pemisahan dan pemencetan Abdomen
pada gelas benda serta
Penambahan aquades steril 10 ml

Mengambil dan meletakkan 1 ml pada


medium NA

Inkubasi pada suhu 25°C selama 24-48jam

Isolasi bakteri dengan metode Kuadran dan agar miring

Metode identifikasi bakteri secara umum

Uji kemampuan mikroba


Dalam mendegradasi selulosa

Gambar 1. Prosedur Isolasi Bakteri dari Saluran Pencernaan Semut dan


pengujian
laboratorium.

BIOSCIENTIAE: Vol. 1, No. 1, 2004: 31-40


34
HASIL
Identifikasi Semut

Semut yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologi, dan


dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Antena dua belas ruas dengan bagian ujung antena tidak berbentuk
bonggol, seluruh
tubuh berwarna hitam pekat. Seluruh permukaan tubuh, kepala dan
pedicel
kasar/kesat. Mandibula pendek, seperti segitiga. Abdomen bergaris
memanjang
dengan konstruksi antara segmen-segmen basal terlihat jelas., petiola
satu ruas
dengan bentuk pipih, ukuran tubuh semut pekerja 10-12mm.
Dari ciri-ciri di atas berdasarkan Borror dkk (1992) termasuk dalam famili
Formicidae,Genus Camponotus.
Identifikasi Bakteri
Bakteri yang ditemukan dapat dikelompokkan ke dalam enam Famili, yaitu
Micrococcaceae, Bacillaceae, Neisseriaceae (genus Veillonella),
Enterobacteraceae,
Lactobacillaceae, dan Corynebacteraceae.
Hubungan Jenis Makanan dan Jenis Bakteri dalam Saluran Pencernaan
Semut.
Hubungan jenis makanan semut dan jenis bakteri dalam saluran
pencernaan semut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan Jenis semut, jenis makanan semut, dan jenis bakteri
dalam
saluran pencernaan semut.
Jenis Semut Jenis Makanan Jenis Bakteri
Genus
Camponotus
- Biji, putik dan buah jenis
palm-palman.
- Kayu lapuk.
- Seresah daun.
- Nasi.
- Sayuran.
- Ikan.
- Daging dan tulang ayam.
- Corynebacteraceae (1 jenis)
- Neisseraceae (3 jenis)
- Micrococcaceae (5 jenis)
- Enterobacteraceae (1 jenis)
- Bacillaceae (1 jenis)
- Lactobacillaceae (1 jenis)
Arsyad – Bakteri dalam saluran pencernaan semut Camponotus
35
DISKUSI
Keanekaragaman Semut
Dalam penelitian ini semut yang tergolong genus Camponotus memiliki
ciri
morfologi yang sesuai dengan yang dilaporkan oleh Borror (1992) dan
Nurdin
(1997), hanya saja ukuran pekerjanya diketahui sekitar 10-12 mm;
terdapat satu
petiola yang berbentuk pipih; seluruh permukaan tubuh, kepala dan
pedicel kesat;
mandibula pendek seperti segitiga; abdomen bergaris memanjang dengan
konstruksi
antara segmen-segmen basal terlihat jelas; kepala berbentuk persegi;
sarang berada
dalam tanah yang ditumbuhi tanaman.
Semua ciri-ciri yang telah dikemukakan tersebut di atas nampak adanya
beberapa perbedaan antara ciri semut yang ditemukan dalam penelitian
ini dan ciri
semut dalam satu genus yang telah dilaporkan oleh Anonim (1973), Borror
(1992)
dan Nurdin (1997). Perbedaan ini disebabkan karena jenis semut tersebut
berbeda
dalam tingkat spesies walaupun semut ini dapat dikelompokkan ke dalam
genus
yang sama berdasarkan banyaknya persamaan ciri yang dimiliki untuk
dikelompokkan ke dalam satu genus. Menurut Borror (1992) bahwa
spesies semut
dalam kelompok subfamili Formicinae saja terdapat kurang lebih 200
spesies di
Amerika Utara. Sedangkan menurut Hadisusanto (1992) di Indonesia
ditemukan 126
jenis dan 22 diantaranya adalah jenis endemik.
Keanekaragaman Bakteri
Bakteri yang ditemukan dalam saluran pencernaan semut Camponotus
berjumlah 6 jenis. Yang paling banyak dijumpai adalah famili
Micrococcaceae,
kemudian berturut-turut diikuti oleh Neisseriaceae, Bacillaceae,
Enterobacteraceae,
Lactobacillaceae, Corynebacteriaceae.
Jenis bakteri yang ditemukan dikelompokkan dalam famili Micrococcaceae
karena mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut: gram positif;
bentuk dan
susunan sel vegetatif berbentuk stafilococcus, sarcina, basil, dan coccus;
pertumbuhan koloni pada media nutrien secara tusukan maupun pada
agar miring
sangat bervariasi bentuknya yaitu berbentuk filiform, echinulate, effuse,
beaded,
BIOSCIENTIAE: Vol. 1, No. 1, 2004: 31-40
36
spreading, dan plumose; koloni pada medium gelatin secara tusukan
berbentuk
crateriform, napiform, infundiculiform, dan saccate; koloni pada medium
nutrien
agar secara tusukan ada yang berwarna putih transparan, putih susu,
putih krem, dan
kuning muda; umumnya ditemukan jenis yang melakukan respirasi secara
anaerob
fakultatif, mikroaerofil, dan anaerob; ukuran sel berkisar antara 0,005-0,1
mm.
Namun menurut Breed, dkk (1957) dalam kelompok famili Micrococcaceae
ini juga
dapat ditemukan bakteri jenis aerobik dengan pertumbuhan yang
melimpah pada
medium pertumbuhan secara umum dan dapat tumbuh pada kondisi
aerob. Bentuk
koloni dan bentuk sel bakteri yang ditemukan dalam kelompok famili
Micrococcaceae ini sangat bervariasi. Namun peneliti tidak dapat
menelusuri lebih
jauh hingga ke tingkat spesies karena berbagai keterbatasan yang ada
pada peneliti.
Bakteri dari famili Bacillaceae ditemukan 1 jenis dengan ciri-ciri antara
lain:
gram positif; menghasilkan endospora; respirasi sel secara aerob; sel
vegetatif
berbentuk basil; ukuran sel berkisar antara 0,005-0,02 mm; pertumbuhan
koloni
pada media nutrien agar miring berbentuk spreading; pertumbuhan koloni
pada
medium nutrien agar dengan tusukan berbentuk villous, dengan warna
putih susu.
Menurut Breed, dkk (1957) bakteri yang mempunyai ciri antara lain sel
berbentuk
batang, dapat menghasilkan spora bentuk cylindrik, elips atau spherik,
dengan lokasi
dipusat sel, subterminal atau terminal; biasanya gram positif; motil
(peritrichous)
atau non motil; biasanya membentuk pigmen; bersifat aerob, anaerob
fakultatif,
anaerob, atau aerotoleran; umumnya saprophyt,biasanya ditemukan di
tanah, atau
beberapa hewan atau sebagai parasit atau patogen pada serangga.
Breed dkk. (1957) telah melaporkan bahwa bakteri dapat dikelompokkan
ke
dalam famili Neisseriaceae bila mempunyai ciri antara lain sel berbentuk
coccus,
kubus, tersusun dalam bagian atau berkelompok/berkumpul; nonmotil;
gram-negatif;
dapat atau tidak dapat menghasilkan pigmen; bersifat aerob, anaerob
fakultatif dan
anaerob; temperatur optimumnya berkisar pada 37°C; tergolong spesies
parasit;
ukuran sel biasanya kurang dari 0,5 µm. Pada penelitian ini, ditemukan 3
jenis
bakteri yang termasuk dalam famili Neisseriaceae dengan ciri-ciri antara
lain
sebagai berikut: gram-negatif; sel vegetatif berbentuk coccus; bersifat
aerob, dan
Arsyad – Bakteri dalam saluran pencernaan semut Camponotus
37
anaerob fakultatif; pertumbuhan koloni pada media nutrien agar miring
berbentuk
filiform, beaded, dan spreading; ukuran sel berkisar antara 0,001-0,005
mm.
Menurut Breed dkk. (1957) bakteri dalam famili Enterobacteraceae jika
memiliki ciri-ciri antara lain: sel berbentuk batang; motil atau non motil;
gramnegatif;
tumbuh baik pada medium buatan; banyak ditemukan pada saluran
pencernaan hewan ataupun manusia, beberapa spesies sebagai
saprophyt. Pada
penelitian ini ditemukan 1 jenis bakteri yang dapat dikelompokkan ke
dalam famili
Enterobacteraceae. Jenis bakteri ini memiliki ciri morfologi sebagai berikut:
gramnegatif;
bersifat anaerob fakultatif; sel vegetatif berbentuk bacil; ukuran sel
berkisar
antara 0,005-0,01 mm; pertumbuhan koloni pada media nutrien agar
secara tusukan
dan pada agar miring berbentuk echinulate, dengan warna kuning muda.
Menurut Breed, dkk. (1957) bakteri yang dikelompokkan ke dalam famili
Lactobacillaceae memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sel berbentuk batang
panjang
atau pendek, coccus, biasanya seperti tetrad, kadang-kadang berikatan
membentuk
seperti cabang; biasanya non motil; gram positif; beberapa spesies
menghasilkan
pigmen kuning, orange, merah atau agak coklat; bersifat mikroaerofilik
atau
anaerobik; ditemukan secara umum pada saluran pencernaan hewan atau
manusia,
beberapa spesies sangat patogen. Pada penelitian ini ditemukan 1 jenis
bakteri yang
termasuk famili Lactobacillaceae dengan ciri-ciri sebagai berikut: gram-
positif;
ukuran sel berkisar antara 0.001-0,01 mm; sel vegetatif berbentuk bacil
panjang;
pertumbuhan koloni pada media nutrien agar miring berbentuk spreading;
pertumbuhan koloni pada media nutrien agar berbentuk irregulair,
permukaan
opaque dengan tepian crenate; bersifat mikroaerofilik.
Bakteri dari famili Corynebacteraceae mempunyai ciri-ciri antara lain
sebagai berikut: sel biasanya berbentuk batang, beberapa
memperlihatkan perbedaan
bentuk; non motil; umumnya gram-positif; bersifat anaerob fakultatif,
beberapa
spesies bersifat anaerob; tidak membentuk spora dan tidak berkapsul;
merupakan
spesies parasit dan patogen pada tumbuhan dan hewan (Breed, dkk,
1957). Pada
penelitian ini ditemukan 1 jenis bakteri yang dikelompokkan ke dalam
famili
Corynebacteraceae dengan ciri morfologi sebagai berikut: gram-positif;
ukuran sel
berkisar antara 0.005-0,01 mm; sel vegetatif berbentuk bacil;
pertumbuhan koloni
BIOSCIENTIAE: Vol. 1, No. 1, 2004: 31-40
38
pada media nutrien agar miring berbentuk spreading; pertumbuhan koloni
pada
media nutrien agar berbentuk irreguler.
Jenis Bakteri Dalam Saluran Pencernaan Semut Berdasarkan Jenis
Makanan
Berdasarkan keragaman bakteri yang ditemukan dalam saluran
pencernaan
semut Camponotus, nampak sangat mencolok perbedaan jenis dan
jumlah
bakterinya. Di antara bakteri tersebut terdapat 1 jenis bakteri yang dapat
mendegradasi selulosa. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan uji degradasi
selulosa
yang memperlihatkan hasil (+) dengan tumbuhnya secara baik bakteri
tersebut
setelah dilakukan inokulasi dengan cara streak pada medium selulosa.
Berdasarkan hasil survei terhadap makanan semut dari genus
Camponotus
yang dilakukan di lokasi penelitian selama satu bulan ditemukan berbagai
jenis
makanan semut dari genus Camponotus ini berupa biji, putik, dan buah
jenis palmpalman
yang berguguran di tanah sekitar akar pohon palm yang merupakan
sarang
semut tersebut. Selain itu semut dari genus ini juga ditemukan sedang
mengerumuni
sisa nasi, sayuran, ikan, daging dan tulang ayam dalam sebungkus kertas
maupun
dalam daun pembungkus nasi yang berserakan disekitar tempat sampah
dekat kantin
di Universitas Negeri Malang. Peneliti juga sempat mengamati semut ini
sedang
mengerumuni ranting maupun batang pohon yang telah lapuk dalam
jumlah yang
berlimpah pada daerah sekitar pohon palm tersebut.
Berdasarkan hasil survei lapangan dan pengamatan di laboratorium
nampak
bahwa semut Camponotus tergolong omnivora karena selain memakan
bahan
organik yang belum melalui proses pengolahan oleh manusia seperti biji,
buah dan
putik palm serta kayu lapuk, juga memakan bahan yang telah melalui
proses
pengolahan oleh manusia seperti nasi, ikan, daging dan tulang ayam.
Dalam saluran
pencernaan semut ini selain terdapat bakteri yang termasuk parasit
ataupun patogen
pada manusia dan hewan seperti jenis bakteri yang tergolong famili
Micrococcaceae. Selain itu ditemukan juga bakteri dari famili
Enterobacteraceae
yang umumnya merupakan flora normal dalam saluran pencernaan hewan
maupun
manusia. Bakteri dari famili Lactobacillaceae juga ditemukan dalam
saluran
pencernaan semut genus Camponotus. Bakteri ini dapat menghambat
produksi
Arsyad – Bakteri dalam saluran pencernaan semut Camponotus
39
enterotoksin yang dapat dihasilkan oleh bakteri yang tergolong famili
Micrococcaceae seperti jenis Staphylococcus aureus (Supardi dan
Sukamto, 1999).
Belum diketahui secara jelas fungsi bakteri yang ditemukan dalam saluran
pencernaan makanan semut Camponotus. Namun dilihat dari jenis
makanan yang
merupakan sumber makanan semut ini diduga bahwa adanya bakteri
tersebut di atas
akibat kontaminasi bakteri dengan makanan semut. Dalam hal ini,
kontaminasi
bakteri terhadap makanan pernah dilaporkan oleh Supardi dan Sukamto
(1999)
bahwa beberapa jenis makanan seperti ikan, sayuran, daging dan hasil-
hasil olahan
sayur dapat ditumbuhi bakteri dari famili Micrococcaceae,
Corynebacteraceae,
Enterobacteraceae maupun Lactobacillaceae. Kebanyakan bakteri yang
tergolong
dalam famili tersebut merupakan patogen terhadap manusia dan hewan.
Bakteri pendegradasi selulosa dari famili Bacillaceae juga ditemukan
dalam
saluran pencernaan semut Camponotus. Hal ini berkaitan dengan jenis
makanan
semut berupa tumbuhan atau bagian tumbuhan yang kaya bahan-bahan
karbohidrat
kompleks seperti selulosa. Untuk mencerna bahan makanan tersebut
diperlukan
enzim tertentu. Belum diketahui keberadaan dan jenis enzim yang
terdapat pada
saluran pencernaan semut. Namun menurut Salle (1973) bahwa pada
hewan-hewan
invertebrata yang mengkonsumsi tumbuhan atau bagian tumbuhan
khususnya
hewan-hewan yang bersifat herbivora ditemukan bakteri yang dapat
mendegradasi
selulosa dalam saluran pencernaannya. Bakteri ini dapat menghasilkan
enzim yang
dapat memutuskan ikatan ß-glukosida pada rantai selulosa. Diduga pada
serangga
seperti semut juga belum memiliki enzim khusus untuk membantu
memecahkan
selulosa yang terdapat pada makanannya seperti biji, buah ataupun putik
tersebut,
sehingga semut ini memerlukan bakteri yang bersimbiosa dalam saluran
pencernaan
makanannya untuk saling mendukung keperluan masing-masing.
KESIMPULAN
1. Pada penelitian ini ditemukan 6 jenis bakteri dengan satu jenis bakteri
pendegradasi selulosa ditemukan dalam saluran pencernaan semut dari
genus
Camponotus .
BIOSCIENTIAE: Vol. 1, No. 1, 2004: 31-40
40
2. Semut yang mengandung bakteri pendegradasi selulosa, ternyata
mengkonsumsi
makanan antara lain berupa biji, nektar, putik, buah ataupun ranting
pohon dari
bunga rumput maupun pohon jambu atau palm.
3. Semut genus Camponotus bersifat omnivora yang memiliki jumlah dan
keragaman bakteri cukup besar . Hal ini berkaitan dengan variasi jenis
makanannya dengan memakan segala jenis baik tumbuhan segar, atau
bagian
tumbuhan dan hewan yang telah mengalami proses pemasakan.
KEPUSTAKAAN
Anonimous. 1973. The Insects of Australia. Victoria: Wilke and Co. Ltd.
Borror,Dj., Triplehorn, C.A., Johnson. Tanpa Tahun. Pengenalan Serangga.
Terjemahan oleh Mukayat Djarubito. 1992. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Breed, R.S., Murray, E.G.D., Smith, N.R. 1957. Bergeys Manual of
Determinative
Bacteriology. 7th ed. Baltimore: The Williams and Wilkins Co.
Brown, W.L., Taylor, R.W. 1970. Superfamili Formicoidea. Victoria:
Melbourne
University Press.
Cappucino, J.G., Sherman, N. 1983. Microbiology: A Laboratory Manual.
New
York: Addison-Wesley Publishing company..
Elzinga, R.J. 1978. Fundamental of Entomology. New Delhi: Prentice-Hall
of India
Private Limited.
Forth, H.D. 1984. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Terjemahan oleh Endang Dwi
Purbayanti, Dwi Retno Lukiwati, Rahayuning Trimulatsih. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Hadisusanto,S. 1992. Ekologi Semut . Makalah. Yogyakarta: UGM.
Noble, E.R., Noble, G.A. Tanpa Tahun. Parasitologi, Biologi Parasit Hewan.
Terjemahan oleh Wardianto. 1989. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Nurdin, M.S. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara-PAU Ilmu
Hayati
ITB.
Salle, A.,J. 1973. Fundamental Principles of Bacteriology.7th Ed. Toronto:
McGraw-Hill Book company.
Slansky, F.J.R., Rodriquez, J.G. 1987. Nutritional Ecology of Insect, Mites,
Spiders
and Related Invertebrates. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Supardi, I., Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan
Keamanan Pangan.
Penerbit Alumni: Bandung.
Volk, W.A., Wheeler, M.F. 1984. Mikrobiologi Dasar. I. Terjemahan oleh
Soenarto
Adisoemarto (Ed.). 1993. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai