Anda di halaman 1dari 6

KEKUASAAN KEHAKIMAN A.

Kekuasaan kehakiman, Kekuasaan kehakiman, dalam konteks negara Indonesia, adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Menurut Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar pasca Amandemen Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung RI, Badanbadan peradilan lain di bawah Mahkamah Agung (Peradilan Umum, PTUN, Peradilan Militer, Peradilan Agama) serta Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945). Penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman tersebut diserahkan kepada badanbadan peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya) (Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2).Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh: 1. Mahkamah Agung Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersamasama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara. Peradilan Umum pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Negeri, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Peradilan Agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Peradilan Militer pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Militer, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Militer dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Peradilan Tata Usaha negara pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha negara, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung

a.) Kewajiban dan wewenang Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah: Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi. b.) Ketua Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden. Ketuanya sejak 15 Januari 2009 adalah Harifin A. Tumpa. c.) Hakim Agung Pada Mahkamah Agung terdapat Hakim Agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim Agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi. Calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. d.) Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Adalah putusan Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam memeriksa dan memutus perkara dalam lingkup Peradilan Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Agama dan Niaga yang dikualifikasi. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang telah beberapa kali dipergunakan sebagai acuan bagi para Hakim untuk memutus suatu perkara yang sama sehingga menjadi sumber hukum yang memiliki kekuatan mengikat secara relatif. Putusan Mahkamah Agung tersebut akan diseleksi oleh Tim Khusus dan apabila dianggap layak untuk menjadi Yurisprudensi maka akan dipublikasikan oleh Mahkamah Agung. Judul atau Nama dari publikasi tersebut disesuaikan dengan tahun terbitannya misalnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2006.

2. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersamasama dengan Mahkamah Agung. a.) Kewajiban dan wewenang Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah: Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945. b.) Ketua Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun). 3. Komisi Yudisial Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung. a.) Wewenang Komisi Yudisial Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersamasama dengan Mahkamah Agung; Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH);

b.) Tugas Komisi Yudisial 1. 2. 3. 4. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung; Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; Menetapkan calon Hakim Agung; dan Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.

c.) Pertanggungjawaban dan Laporan Komisi Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat. d.) Anggota Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat Negara, terdiri dari 7 orang (termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota). Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. B. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badanbadan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan. C. Pengalihan Badan Peradilan Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh badan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Berikut adalah peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung: Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung. Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Provinsi, dan

Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung. Organisasi, administrasi, dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat peralihan ini, seluruh prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung, meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan oleh Mabes TNI. Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung. Independensi kekuasaan kehakiman merupakan bagian dari prinsip negara hukum yang demokratis, prinsip tersebut diperlukan untuk melindungi kekuasaan kehakiman dari intervensi, bujukan, rayuan, paksaan maupun pengaruh lembaga, teman sejawat, atasan atau pihak-pihak lain, sehingga hakim dalam memutus perkara hanya demi keadilan berdasarkan hukum, rasa keadilan dan hati nurani. Prinsip Independensi kekuasaan kehakiman telah diakui secara global, beberapa instrumen hukum international mengakui pentingnya independesi peradilan, antara lain : Universal Declaration of Human Rights (article 10), International Convenan on Civil dan Political Rights (ICCPR) (article 14), Vienna Declaration on Programmw for Action 1993 (paragraph 27), International Bar Association Code of Minimum Standards of Judicial Independence, New Delhi 1982, Universal Declaration on the Independece of Justice, Montreal 1983. Jaminan perwujudan Independensi kekusaan kehakiman dapat dilihat dari aspek yuridiskonstitusional, apakah konstitusi dan peraturan perundang-undangan telah mengatur secara tegas, memadai dan menjamin kepastian hukum tentang pengangkatan dan pemberhentian hakim yang tidak bersifat politis, masa jabatan dan gaji yang terjamin, tidak ada intervensi dari kekuasaan eksekutif dan legislatif terhadap proses peradilan dan pengadilan, dan adanya otonomi secara administratif, dan anggaran belanja, kelima hal ini sekaligus menjadi parameter bagi independensi kekusaan kehakiman di suatu negara (M. Akhsin Thohari; 2004). Jaminan independesi bukan berarti tidak boleh ada pihak lain selain lembaga peradilan yang berwenang untuk mengurusi sesuatu yang berhubungan dengan hakim dan pengadilan. Bukan berarti yang boleh merekrut hakim hanya kalangan hakim saja atau yang boleh mengawasi hakim hanya hakim saja, demi terlaksananya cheks and balance serta akuntabilitas, keterlibatan pihak/lembaga lain untuk mengurus hal-hal tertentu yang berhubungan dengan pengadilan jelas diperlukan, namun harus tetap dalam koridor independensi kekuasaan kehakiman. Aspek lain dari jaminan independesi kekuasaan kehakiman adalah akuntabilitas atau pertanggung jawaban. Keberadaan akuntabilitas penting artinya untuk memastikan bahwa Independesi kekuasaan kehakiman tidak digunakan untuk hal-hal lain diluar kepentingan menegakkan hukum dan keadilan, hal ini menjadi salah satu parameter penting tentang terwujud atau tidaknya Independesi kekuasaan kehakiman dalam praktek penegakan hukum.

Bila tidak ada mekanisme ini, maka lembaga peradilan akan menjadi lembaga yang tak tersentuh (antouchable) atau bahkan menjadi tirani yudisial, yang pada akhirnya justru akan merobohkan prinsip independesi kekuasaan kehakiman itu sendiri. Akuntabilitas sesungguhnya untuk menjaga hakim dan pengadilan dari praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan kehakiman untuk kepentingan pribadi dan/atau kelompok sehingga dengan demikian akan menegakkan prinsip Independensi kekuasaan kehakiman itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai