Anda di halaman 1dari 17

METODE ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ORGANIK (Tugas Mata Kuliah Biologi Tanaman Obat)

Oleh: Sisca Pusipita Sari N NPM 1013024062

PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2013

Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbedabeda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Dalam penelitian lebih lanjut diketahui bahwa senyawa metabolit sekunder memiliki manfaat bagi organisme itu sendiri maupun organisme lain. Banyak jenis tanaman yang telah diketahui mengandung beberapa jenis metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, fenol dan lain-lain. Namun untuk mengidentifikasi jenis dari metabolit sekunder pada suatu tanaman tidak dengan mudah dapat dilakukan, perlu dilakukan metode tertentu dalam analisisnya. Ada dua jenis model analisis, yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif membahas mengenai identifikasi zat zat. Urusannya adalah unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu sampel atau contoh. Pada pokoknya tujuan analisis kualitatif adalah memisahkan dan mengidentifikasi sejumlah unsur (Vogel, 1985). Analisis kualitatif merupakan suatu proses dalam mendeteksi keberadaan suatu unsur kimia dalam cuplikan yang tidak di ketahui. Analisis kualitatif merupakan suatu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan.Dalam metode analisis kualitatif,kita menggunakan beberapa pereaksi,di antaranya pereaksi golongan dan pereaksi spesifik ( Miessler,1991 ).

Senyawa metabolit sekunder atau fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam uji fitokimia antara lain: Pembuatan simplsia Pengujian simplisia

Proses Ekstraksi Identifikasi Komponen Kimia Secara Kromatografi dan menggunakan spektrofotometri

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah pembuatan simplisia.

Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara berikut ini: a) Pengeringan b) Fermentasi c) Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat) d) Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati)

Pengujian Simplisia

a) Uji makroskopis Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau indera. Fungsinya untuk mencari kekhususan morfologi ukuran dan warna simplisia yang diuji. b) Uji mikroskopik Pengujian dilakukan dengan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun ,membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik di cari unsure-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing simplisia. c) Uji histokimia Pengujian bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan pereaksi spesifik,zat zat kandungan tersebut akan memberikan warna yang spesifik pula sehingga mudah dideteksi.

d) Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia yang di uji. e) Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ). Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar. f) Parameter Non-Spesifik 1. Penentuan Kadar Air Untuk mengetahui besarnya kandungan air yang terdpat pada simplisia yang diuji. 2. Penentuan Kadar Abu Untuk mengetahui besarnya kandungan abu yang terdapat pada simplisia yang diuji. 3. Penetapan Susut Pengeringan Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali dinyatakan lain , suhu peetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap. Susut pengeringan = (bobot awal bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu

kandungan air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan. 4. Penetuan Kadar Abu yang tidak larut Asam Untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau tanah silikat. 5. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air Untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari suatu simplisia. 6. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol Untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan etanol dari suatu simplisia. Simpilisa yang sudah dibuat kemudian di ekstraksi. Ekstraksi simplisia Ekstraksi dapat diartikan penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat yang bertujuan untuk untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Dalam pengertian lain, ekstraksi merupakan proses pemisahan secara kimia dan fisika kandungan zat simplisia menggunakan pelarut yang sesuai. Proses yang terjadi selama proses ekstraksi : 1. Pembilasan senyawa-senyawa dalam simplisia keluar dari simplisia 2. Melarutnya kandungan senyawa kimia oleh pelarut keluar dari sel tanaman melalui proses difusi dengan 3 tahapan : 1 . penentrasi pelarut kedalam sel tanaman sehingga terjadi pengembangan (swelling ) sel tanaman. 2. proses disolusi yaitu melarutnya kandungan

senyawa didalam pelarut. 3. difusi dari senyawa tanaman, keluar dari sel tanaman (simplisia). Pertimbangan pemilihan metode ekstraksi didasarkan pada :

Bentuk/tekstur bahan yang digunakan Kandungan air dari bahan yang diekstrasi Jenis senyawa yang akan diekstraksi Sifat senyawa yang akan diekstraks

2. Analisis Awal Kandungan Kimia Organik Simplisia Hasil Ekstraksi dengan Berbagai Indicator

Setelah dilakukan ekstraksi terhadap simplisia maka telah terjadi proses pemisahan secara kimia dan fisika kandungan zat. Maka langkah selanjutnya dalam mengidentifikasi kandungan kimia organik tanaman adalah dengan skrining fotokimia.

Skrining fitokimia atau penapisan kimia merupakan tahapan awal untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, krna pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang dikandung tumbuhan yang sedang kita uji/teliti. keberadaan senyawa tertentu dalam kelompok senyawa yang diteliti dapat ditentukan dengan cara:

uji warna penentuan kelarutan bilangan Rf ciri spektrum UV

namun secara umum penentuan golongan senyawa kimia dilakukan denga cara uji warna dengan menggunakan pereaksi yang spesifik karena dirasakan lebih sederhana. Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan, gugus fungsi digolongkan menjadi :

Senyawa fenol, bersifat hidrofil, biosintesisnya berasal dari asam shikimat terpenoid, berasal dari lipid, biosintesisnya berasal dari isopentenil pirofosfat asam organik, lipid dan sejenisnya, biosintesisnya berasal dari asetat senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap ninhidrin atau dragendorf

gula dan turunannya makromolekul, umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi Sedangkan berdasarkan biogenesisnya senyawa bahan alam dikelompokkan menjadi :

Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, dan kuinon karbohidra : monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida isoprenoid : tepenoid, steroid, karotenoid senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan nukleat Dari semua kelompok senyawa, skrining fitokimia umumnya hanya dilakukan terhadap kelompok senyawa fenol, flavonoid, terpenoid, kumarin, antrakuinon senyawa nitrogen, dan alkaloid.

1. Uji Senyawa Fenol dan Flavonoid Fenol dan flavonoid dapat dideteksi menggunakan larutan FeCl3 1% dalam etanol. Hasil uji dianggap positif apabila dihasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam. Uji s hinoda (Mg dan HCl pekat) dapat juga digunakan untuk mendeteksi

flavonoid. Flavonoid akan menunjukkan warna merah ceri yang sangat kuat jika disemprot dengan pereaksi ini (Harborne, 1987). Senyawa fenol ditandai dengan struktur cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. cendrung mudah larut dalam air, contoh senyawa : polifenol, flavonoid, tanin dan quinon

2. Uji Senyawa terpenoid Pereaksi Lieberman-Burchard adalah pereaksi yang sering digunakan untuk uji senyawa terpenoida. Pereaksi ini dibuat dari campuran anhidrid asetat dan H2SO4 pekat. Kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru dengan pereaksi ini. Cara lain untuk mendeteksi terpena adalah menyemprot plat KLT dengan larutan KMnO4 0,2% dalam air, antimon dalam kloroform, H2SO4 pekat atau vanillin-H2SO4. Setelah penyemprotan, senyawa yang positif mengandung terpenoid akan menunjukkan perubahan warna (Harborne, 1987).

3. Uji Senyawa Nitrogen senyawa nitrogen yang ada pada tumbuhan seperti : asam amino, amina, alkaloid, glikosida, sianogen, porfirin, purin, piridin, sitokinin dan klorofil (pigmen porifirin), tetapi kelah terbesar dari senyawa nitrogen adalah alkaloid 4. Uji Tanin Serbuk simplisia lebih kurang 2 gram ditempatkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan aquadest 50ml, kemudian dididihkan selama 15 menit. Ambil filtrat 5ml dipindahkan kedalam tabung reaksi kemudian diteteskan pereaksi besi (III) klorida, lalu terjadi warna hitam kehijauan, menunjukkan adanya golongan senyawa tanin. 5. 6. Uji Kumarin dan Antrakuinon Kumarin dan antrakuinon dapat dideteksi menggunakan pereaksi semprot NaOH dan KOH 5% dalam alkohol. Setelah penyemprotan, kumarin akan berfluorosensi

hijau-kuning yang terlihat bila plat KLT yang sudah kering disinari dengan sinar UV. Antrakuinon dapat dideteksi bila senyawa pada plat KLT yang semula kuning dan coklat kuning berubah menjadi merah, ungu, hijau, atau lembayung setelah disemprot (Harborne, 1987)

7. Uji Saponin Serbuk simplisia lebih kurang 500 mg ditempatkan dalam tabung reaksi tambahkan 10 ml aquadest, lalu dipanaskan di atas penangas air selama 30 menit, dinginkan, lalu setelah dingin dikocok kuat-kuat dan terjadinya busa setinggi 1 cm yang bertahan selama 5 menit. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N buih tidak hilang, menandakan positif saponin. 8. Uji Alkaloid Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendapan. Pereaksi Mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini alkaloid akan memberikan endapan berwarna putih. Peraksi Dragendorf mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit berair. Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan dengan pereaksi Dragendrof membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).

3. Analisis Kandungan Kimia Organik dengan Spektrofotometri dan Kromatografi.

A. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Organik Menggunakan Spektrofotometri Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan mengguankan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detector Fototube. Dalam analisis cara spektrofotometri

terdapat tiga daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200-380 nm), daerah Visible (380- 700 nm), daerah Inframerah (7003000 nm). Berikut ini adalah metode yang dilakukan untuk menentukan kandungan flavonoid spektrofotometer UV-Vis. Analisis dilakukan dengan tahapan pembuatan larutan standar, yakni dengan menggunakan larutan standar flavonoid rutin, optimasi panjang gelombang, penentuan absorbansi isolat murni senyawa flavonoid, dan kalibrasi hasil pengukuran dengan standar yang sudah dibuat. Larutan standar yang digunakan adalah senyawa flavonoid rutin dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 mg.L-1 masing-masing dibuat 25 mL dalam pelarut metanol dari larutan standar induk 1000 mg.L-1. Konsentrasi 0 mg.L-1 adalah konsentrasi blanko berupa metanol murni. Langkah pertama analisis adalah dengan melakukan optimasi panjang gelombang dilakukan untuk menentukan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan dalam pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan menggunakan salah satu larutan standar rutin. Dari hasil pengukuran diperoleh tiga panjang gelombang maksimum khas senyawa rutin, yaitu pada panjang gelombang 211 nm, 257 nm, dan 357 nm. Pada pengukuran absorbansi larutan standar dan sampel dipilih pada panjang gelombang 257 nm pada puncak serapan maksimum medium. Hasil pengukuran absorbansi standar pada panjang gelombang 257 nm dapat diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel berikut

Berdasarkan hasil penentuan absorbansi larutan standar tersebut dapat digambarkan kurva kalibrasi larutan standar berupa grafik kurva konsentrasi (C) versus absorbansi (A) yang dapat ditunjukkan pada gambar 3.

Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi larutan standar pada berbagai konsentrasi maka kurva kalibrasi larutan standar senyawa flavonoid rutin diperoleh hubungan yang linear antara absorbansi dengan konsentrasi yang ditunjukkan dengan pengukuran linearitas sebesar 0,9989. Besarnya linearitas ini mendekati nilai satu sehingga dapat dikatakan bahwa absorbansi merupakan fungsi yang besarnya berbanding lurus dengan konsentrasi dan mengikuti persamaan regresi linear sebagai berikut: y=A+Bx Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai intersep sebesar 0,0149 dan slope sebesar 0,0307 sehingga persamaan yang diperoleh dari kurva pada gambar 2 adalah: y = 0,0149 + 0,0307 x x: konsentrasi (C) mg.L-1 y: absorbansi (A) Persamaan di atas pada kurva kalibrasi standar senyawa flavonoid rutin tersebut digunakan sebagai pembanding dalam analisis kuantitaif pada pengukuran

kandungan senyawa flavonoid rutin ekstrak methanol daging buah mahkiota dewa.

Absorbansi pada pengukuran sampel kemudian dikalibrasikan dengan persamaan regresi linear dari kurva konsentrasi standar versus absorbansi standar dengan persamaan y = 0,0149 + 0,0307x. Hasil yang diperoleh diperhitungkan dengan faktor pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi flavonoid yang terdapat dalam ekstrak metanol daging buah mahkota dewa. Hasil perhitungan pengukuran sampel dapat ditunjukkan oleh tabel 4.

Hasil pengukuran kandungan flavonoid dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa kandungan senyawa flavonoid ratarata pada daging buah yang telah masak adalah 1,7647 mg.L-1 sedangkan pada sampel daging buah mahkota dewa yang masih mentah adalah 2,1535 mg.L1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam 1 liter ekstrak metanol daging buah mahkota dewa masak mengandung 1,7647 mg senyawa flavonoid, sedangkan dalam ekstrak daging buah yang masih mentah mengandung 2,1535 m

Analisis Kandungan Senyawa Menggunakan Kromatografi

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan.

Metode kromatografi dilakukan berulang sampai terpilih senyawa kimia yang murni untuk ditentukan struktur kimianya dengan metode spektofotometri. Analisa kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang bioaktif dapat dilakukan dengan uji kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Dalam metode ini serbuk dari simplisia tertentu yang akan diuji ditambahkan dengan reagen tertentu tergantung dari metabolit sekunder yang ingin diteliti. Pelaksanaan KLT 1. Fase Diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi (Gandjar & Rohman, 2007). 2. Fase Gerak Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

1.

Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. 3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan (Gandjar & Rohman, 2007). Tabel 2.1. Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam (Gibbons, 2006)
Eluen Heksan : Etil asetat Petrol : Dietileter Petrol : Kloroform Toluen : Etil asetat : Asam asetat (TEA) Kloroform : Aseton n-Butanol : Asam Asetat : Air Metanol : Air Asetonitril : Air Metanol : Air Fase Diam Silika Gel Silika Gel Silika Gel Silika Gel Silika Gel Silika Gel C18 C18 Selulosa Keterangan Sistem umum yang digunakan Sistem umum yang digunakan untuk senyawa nonpolar seperti terpen dan asam lemak Berguna untuk pemisahan derivat asam sinamat dan kumarin Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2 v/v baik untuk pemisahan metabolit asam Sistem umum untuk produk dengan polaritas sedang Sistem polar untuk flavonoid dan glikosida

Dimulai dengan metanol 100% dilanjutkan dengan penambahan konsentrasi air Sistem umum Reverse phase Memisahkan senyawa dengan kepolaran tinggi seperti gula dan glikosida

3. Penotolan Sampel Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 l. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 l, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Gandjar & Rohman, 2007). 4. Pengembangan

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (Gandjar & Rohman, 2007).

5. Deteksi Bercak Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas (Gandjar & Rohman, 2007). Deteksi senyawa dilakukan dengan menggunakan detektor UV di bawah sinar UV 254 nm, indikator pada plat KLT akan memancarkan warna hijau dan pada UV 366 nm akan memancarkan warna ungu. Komponen yang menyerap cahaya pada 254 atau 366 nm akan tampak sebagai bercak gelap pada plat yang bercahaya (Gibbons, 2006). Metode deteksi lain adalah dengan menggunakan pereaksi semprot. Pereaksi semprot yang umum digunakan dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Beberapa Jenis Pereaksi Semprot untuk KLT (Gibbons, 2006)
Pereaksi semprot Vanilin asam sulfat Komposisi 1 gram vanilin dalam asam sulfat pekat Perlakuan Disemprot dan dipanaskan hingga Keterangan Pereaksi umum yang

muncul warna

Asam fosfomolibdat

Asam fosfomolibdat 5% b/v dalam etanol

Disemprot dan dipanaskan hingga muncul warna

Reagen Dragendorff

10 mL larutan KI 40% ditambahkan dengan 10 mL larutan 0,85 gram bismuth subnitrat dalam 10 mL asam asetat dan 50 mL air. Larutan tersebut diencerkan dalam 10 mL asam asetat dan 50 mL air

Jika reaksi tidak spontan maka diperlukan pemanasan

digunakan. Terpen akan menghasilk an warna merah atau biru Untuk mendeteksi terpen dengan bercak biru berlatar kuning Deteksi alkaloid menghasilk an warna oranye pekat hingga merah

DAFTAR PUSTAKA

Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum Fitokimia. UIN Anonim, 2008. http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html (diakses pada hari Jumat , 29 November 2013) Anonim, 2011. http:///G:/ekstraksi/prinsip-kerja-dan-tujuan-ekstraksi.html (diakses Jumat , 29 November 2013) Anonim. 2011. http://skrinning foto kimia/art_chemist Skrining Fitokimia.htm( diakses Sabtu , 30 November 2013) Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia, Edisi 2. Bandung: ITB Press Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press, Yogyakarta Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. 187 188. Phiadelphia : Lea & Febiger Tobo. F. 2001. Buku pegangan Laboratorium Fitokimia I. Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas, Makassar. Wijaya H. M. Hembing. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia . Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai