Anda di halaman 1dari 10

a.

Pendahuluan Thanatologi berasal dari dua buah kata, yaitu : thanatos yang berarti mati dan logos yang berarti ilmu. Jadi arti sesungguhnya dari thanatologi adalah pengetahuan yang mempelajari tandatanda kematian dan perubahan-perubahan setelah kematian. Thanatologi berguna untuk(1,2) : 1. memastikan seorang korban telah meninggal atau belum 2. menentukan berapa lama korban telah meninggal Penentuan Kematian Untuk dapat menentukan kematian seseorang sebagai individu, diperlukan kriteria diagnostik yang benar berdasarkan konsep diagnostik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam tanatologi kita mengenal beberapa istilah tentang mati, yaitu(2,3) : A. Mati somatis (mati klinis) B. Mati suri C. Mati seluler D. Mati serebral E. Mati otak (batang otak) a. Mati Somatis Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan secara menetap (ireversibel). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan pernafasan dan suara pernafasan tidak terdengar pada auskultasi.(2,3) b. Mati Suri Mati suri (suspend animation, apparent death) adalah suatu keadaan dimana terjadi ganguan yang terdapat pada ketiga sistem yaitu saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan yang bersifat sementara. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.(2,3) c. Mati Seluler Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam 5 menit, otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai 2 jam pasca kematian dan mengalami mati seluler setelah 4 jam, dilatasi pupil masih dapat terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfas atropine 1% kedalam kamera okuli anterior, pemberian pilokar. Pin 1% atau sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara menyuntikkan subkuttan pilokarpin 2% atau asetil kolin 20%, spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.(2,3) d. Mati Serebral Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya, yaitu sistem pernafasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat. Untuk dapat memastikan bahwa aktifitas otak telah berhenti secara tepat dan cepat, yaitu bila

dikatkan dengan kepentingan transplantasi, ialah dengan melakukan pemeriksaan dengan elektro ensefalografi, dimana akan terlihat mendatar selama 5 menit.(2,3) e. Mati Otak (batang otak) Adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebellum. Dengan diketahuinya mati otak maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat hidup lagi.(2,3) Perubahan Pada Tubuh Setelah Kematian Kematian adalah suatu proses yang dikenal secara linis pada seseorang berupa tanda kematian. Perubahan pada tubuh mayat adalah dengan melihat tanda kematian pada tubuh tersebut. Perubahan dapat terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya(1,2): Pernafasan terhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi,dan auskultasi) Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15menit, nadi karotis tidak teraba Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Semensegmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap Tonus otot menghilang da relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Dengan demikian tanda-tanda kematian dapat dinyatakan.(4) Perubahan setelah kematian diamati setelah dilakukannya autopsi yang dilakukan setelah mayat ditemukan. Pemeriksaan pada tempat kejadian merupakan saat yang tepat untuk menilai kelainan yang di dapat. Rigor mortis, livor mortis, perubahan temperatur, decomposisi, dan pengosongan lambung adalah contoh perubahan setelah meninggal yang berkembang setelah kematian dan dalam lingkup observasi dari seorang patologis selama autopsi.(4,5) Tanda yang segera dikenali setelah kematian(6) : Berhentinya sirkulasi darah Dengan berhentinya jantung berdenyut maka aliran darah dalam arteri juga berhenti. Denyut nadi tidak dapat lagi diraba dan pada auskultasi juga tidak dapat didengar bunyi jantung, penilaian 15 menit. Berhentinya pernafasan Henti nafas akan terjadi menyusul kematian. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya suara nafas pada bagian dada. Biasanya untuk memastikan berhentinya fungsi pernfasan cukup hanya dengan auskultasi pada bagian dada, penilaiannya lebih 10 menit.

Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian(1,2,6) : Perubahan pada mata a. Kilatan kornea menghilang b. Kornea menjadi keruh dan akhirnya berwarna putih c. Pupil mengalami dilatasi dan tidak bereaksi walaupun diberikan tetesan atropin atau eserin d. Tekanan bola mata menurun e. Refleks kornea dan konjungtiva tidak ada. Perubahan pada kulit a. Kulit menjadi pucat b. Kulit kehilangan sifat elastisitasnya c. Kulit kehilangan sinarnya Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu mayat itu sendiri. Pada iklim yang dingin, maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat. Pada iklim panas, kecepatan penurunan suhu ini adalah 2,5 derajat. Dalam 12-14 jam biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu lingkungan sekitarnya. Lebam mayat (livor mortis) Lebam mayat atau livor mortis (post-morten hypostatis, suggilation) adalah tanda pertama bahwa korban pasti meninggal dunia. Hal ini dikarenakan jantung berhenti bekerja, maka tidak ada lagi sirkulasi darah, akibatnya butir darah mengendap dalam kapiler ditempat yang letaknya rendah.

Kaku mayat (rigor mortis) Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan / relaksasi primer. Hal ini terjadi karena perubahan kimia dalam otot, dan hal ini terjadi serentak disemua otot, baik otot polos maupun otot bergaris. Tanda-tanda kematian setelah selang waktu lama(3,5,7) : Putrefaction (Pembusukan) Saponifikasi atau adiposera Mumifikasi Maserasi Putrefaction (Pembusukan) Pembusukan adalah suatu proses dari perkembangan post mortem. Pembusukan merupakan hasil dari autolisis dan aktivitas mikroorganisme. autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzimenzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung(7,8).

Para ahli juga mengatakan bahwa proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena ialah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair.(8) Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Pembusukan adalah proses penghancuran jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri anaerob yang berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan Clostridium Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang lain seperti Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus, jamur dan enzim-enzim seluler juga memberikan kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan pada fase akhir dari pembusukan.(8) Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. Welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.(3,7,8) Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24-48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon transversum.(7,8) Bakteri yang masuk kedalam pembuluh darah akan berkembang biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling. Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu, dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.(3,7,8) Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar

menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati.(7,8) Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.(7,8) Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude.(8) Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.(8) Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.(8) Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.(8) Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda. Jaringan intestinal, medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak. Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa. Organorgan ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan identifikasi jenis kelamin.(8)

Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium. Milliary plaques ini pertama kali ditemukan oleh Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat, sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan.(8) Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.(7,8) Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telurtelurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.(7,8) Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi jaringan pada tubuh mayat. Dimana proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-100F (21,1-37,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat.(7) Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat.(7,8) Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.(7,8) Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam kecepatan pembusukan mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan dalam rumus klasik Casper dengan perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8 artinya mayat yang dikubur ditanah umumnya membusuk 8 x lebih lama dari pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.(3,7,8) Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan iklim yang panas maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan dari proses pembusukan ini di sebut mumifikasi. Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi tidaklah lebih besar

dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun mayat tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air, sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota gerak berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas akibatnya lebam mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala menjadi lebih busuk dibandingkan dengan anggota badan yang lain. Pada mayat yang tenggelam di dalam air proses pembusukan umumnya berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam air terutama dipengaruhi oleh temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di dalamnya dan binatang air sebagai predator.(8) Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi. Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga berpengaruh terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yang dikubur pada tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat terjadi penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.(8) MUMMIFIKASI Mummifikasi (drying) merupakan varian dari dekomposisi. Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan. Jaringan akan menjadi gelap, keras, dan kering. Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh, sehingga tubuh akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat menjadi mummifikasi dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa bulan yang dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran udara.(7,10) Mumifikasi adalah modifikasi dari proses dekomposisi tubuh manusia dengan karakteristik penampakan tubuh yang kering, berwarna coklat, kadang disertai bercak warna putih, hijau atau hitam yang dibentuk oleh koloni jamur. Pengeringan menyebabkan kulit tampak tertarik terutama pada tonjolan tulang, seperti pada pipi, dagu, tepi iga dan panggul. Proses ini bisa terjadi secara alamiah pada kondisi yang khusus dan dapat dibuat oleh manusia sebagai salah satu cara preservasi jenasah.(10) Proses setelah terjadi pembusukan adalah penghancuran dari jaringan lunak tubuh oleh aksi mikro orgamisme seperti bakteri, fungi dan protozoa yang merupakan hasil dari katabolisme dari jaringan menjadi gas, cairan dan molekul sederhana. Dekomposisi adalah proses yang rumit, namun terutama bergantung pada suhu lingkungan dan kelembaban. Vass A dalam studinya merumuskan formula sederhana untuk memperkirakan proses dekomposisi jaringan lunak hingga menjadi tulang atau mengalami mumifikasi, pada mayat yang berbaring di udara terbuka. Menurut Vass, jumlah hari (y) yang diperlukan untuk proses ini adalah y=1285/x, dimana x adalah temperatur rata-rata dalam Celcius ketika proses dekomposisi berlangsung. Rata-rata mummifikasi menjadi lengkap dalam waktu 1-3 bulan dan mumi dapat bertahan lama sekali.(10) Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian tubuh. Pada umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada bagian tubuh lain proses pembusukan terus berjalan. Menurut Knight, mumifikasi dan adipocere kadang terjadi bersamaan karena hidrolisa lemak membantu proses pengeringan mayat.(10) Mumifikasi umumnya terjadi pada daerah dengan kelembaban yang rendah, sirkulasi udara yang baik dan suhu yang hangat, namun dapat pula terjadi di daerah dingin dengan kelembaban rendah. Di tempat yang bersuhu panas, mumifikasi lebih mudah terjadi, bahkan hanya dengan mengubur dangkal

mayat dalam tanah berpasir. Sayang sekali di Indonesia sangat kecil kemungkinan terjadinya mummifikasi karena udara yang sangat lembab. Faktor dalam tubuh mayat yang mendukung terjadinya mumifikasi antara lain adalah keadaan dehidrasi premortal, habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam hal ini neonatus.(1,7,10) Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir. Permukaan tubuh yang lebih luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam tubuh dibanding orang dewasa membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya pengeringan jaringan tubuh. Pada orang dewasa secara lengkap jarang terjadi, kecuali sengaja dibuat oleh manusia.(7,10) Arti Mummifikasi dalam Interpretasi Kedokteran Forensik Mumifikasi adalah proses yang menginhibisi proses pembusukan alami yang memiliki karakteristik dimana jaringan yang mengalami dehidrasi menjadi kering, berwarna gelap dan mengerut. Dilihat dari sudut forensik, mummifikasi memberikan keuntungan dalam hal bertahannya bentuk tubuh, terutama kulit dan beberapa organ dalam, bentuk wajah secara kasar masih dapat diidentifikasi secara visual. Mumifikasi juga dapat mempreservasi bukti terjadinya jejas yang menunjukkan kemungkinan sebab kematian.(10) Karena sifat jaringan dari tubuh yang termumifikasi cenderung keras dan rapuh, maka untuk dapat memeriksanya potongan kecil jaringan direndam dalam sodium karbonat atau campuran alkohol, formalin dan sodium carbonate. Pada proses mummifikasi tubuh yang lebih lengkap, maka untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam, mayat harus direndam dalam glycerin 15% selama beberapa hari. (10) Kepentingan forensik yang tak kalah penting pada mumifikasi adalah identifikasi. Walau terjadi pengerutan namun struktur wajah, rambut dan beberapa kekhususan pada tubuh seperti tato dapat bertahan sampai bertahun-tahun. (10) Terpeliharanya sebagian dari anatomi dan topografi jenasah pada proses mumifikasi memungkinkan pemeriksaan radiologi yang lebih teliti. Dengan pemeriksaan radiologi, jejas-jejas yang mungkin terlewatkan dalam pemeriksaan mayat dan bedah mayat dapat ditunjukkan dengan jelas dan dieksplorasi kembali lewat pemeriksaan bedah jenasah. Pemeriksaan CT-scan pada mumi juga dapat mengungkapkan jejas pada lokasi yang sulit dijangkau, bahkan dengan pemeriksaan bedah mayat. (10) Proses mumifikasi juga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan DNA, bahkan pada jenasah yang berusia ratusan atau ribuan tahun. Lapisan kulit luar yang miskin akan inti sel mungkin tidak cukup baik diambil sebagai sampel, namun tulang, akar rambut, organ dalam dan sisa cairan tubuh yang mengering pada mumi dapat digunakan untuk pemeriksaan DNA. (10) Yang harus diingat dalam pemanfaatan mumi untuk kepentingan forensik bahwa pada mummifikasi terjadi pengerutan kulit yang dapat menimbulkan artefak pada kulit yang menyerupai luka/jejas terutama pada daerah pubis, daerah sekitar leher, dan axilla(10). ADIPOCERE/SAPONIFIKASI Adipocere (berasal dari bahasa Latin, adipo = lemak dan cera = wax/lilin) merupakan proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Proses ini terjadi karena adanya hidrolisis dan hidrogenasi dari asam lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh oleh kerja lipase endogen dan enzim bakteri intestinal. Asam lemak jenuh kemudian bereaksi dengan alkali membentuk sabun yang tak larut. Selama proses pembentukan ini, asam lemak bereaksi dengan sodium yang berasal dari cairan intestinal

membentuk sapodurus atau sabun yang keras. Membran sel akan bereaksi dengan potassium membentuk sapo domesticus atau sabun lunak. Sabun keras bersifat mudah rapuh sedangkan sabun lunak tadi akan berbentuk seperti pasta. Jika air atau lingkungan di sekitar tubuh mengandung banyak mineral, kedua sodium dan potassium bisa digantikan, memberikan hasil yang lebih keras dan konsistensi yang lebih rapuh. Asam lemak yang rendah dalam tubuh (sekitar 0,5%), pada saat kematian akan meningkat menjadi 70% sehingga pembentukan adipocere dapat terlihat jelas. Tetapi perlu diketahui bahwa, lemak dan air sendiri tidak bisa menghasilkan adipocere. Organisme pembusuk seperti Clostridium welchii yang paling aktif, sangat penting dalam pembentukan adipocere. Hal ini difasilitasi oleh invasi bakteri endogen pada jaringan postmortem. Adanya konversi asam lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh menyebababkan penurunan pH, dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dengan terbentuknya zat semacam lilin tersebut, maka proses pembusukan akan tertahan, oleh karena kuman-kuman tidak dapat masuk. Sehingga, jaringan lunak tubuh dapat bertahan untuk beberapa tahun. Adipocere mempunyai bau asam yang khas (rancid odour). (7,11,12,13) Meskipun dekomposisi jaringan lemak hampir terjadi beberapa saat setelah kematian, tapi pembentukan adipocere umumnya terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah kematian. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain; tipe tanah, pH, kelembaban, temperatur, pembalseman, kondisi terbakar, dan material-material yang ada di sekitar mayat. Suhu panas, kondisi yang lembab, dan lingkungan anaerob dapat memicu pembentukan adipocere. Sebab pada dasarnya pembentukan adipocere membutuhkan kondisi yang lembab atau dengan dicelupkan ke dalam air. Tetapi, air yang terdapat dalam tubuh pada jasad yang disimpan dalam peti sudah cukup untuk menginduksi terbentuknya adipocere.(4,7,12) Adipocere pada awalnya terbentuk pada jaringan subkutan, umumnya pada pipi, payudara, dan pantat. Organ viscera seperti liver jarang dilibatkan. Pembentukan adipocere bercampur dengan sisa-sisa mummifikasi otot, jaringan fibrosa, dan nervus. (4,7) Pada suhu yang ideal, kondisi yang lembab, adipocere dapat terlihat dengan mata telanjang setelah 3-4 minggu. Umumnya, pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa bulan dan perluasan adipocere umumnya tidak terlihat lagi sebelum 5 atau 6 bulan setelah kematian. Beberapa penulis menyebutkan bahwa, perubahan yang ekstensif membutuhkan waktu tidak kurang dari 1 tahun setelah perendaman atau lebih dari 3 tahun setelah pembakaran. (7) MASERASI Maserasi merupakan autolisis yang aseptik pada fetus yang sudah mati dan tersisa di dalam kantung amnion. Bakteri pembusuk tidak terlibat dalam proses ini. Perubahan maserasi hanya dapat terlihat ketika fetus sudah mati beberapa hari sebelum pengiriman. Normalnya, perubahan terjadi dalam satu minggu. (7,14) Adapun syarat-syarat terjadinya maserasi intrauterin adalah;(14) - Fetus telah mati dan sisanya masih tersimpan dalam uterus dalam waktu lebih dari 24 jam, bahkan akan lebih baik jika pembentukan maserasi terjadi dalam 3-4 hari atau lebih (jika fetus mati dalam uterus dan dikeluarkan dalam 24 jam, maka sulit untuk mengetahui apakah fetus mati sebelum atau selama kelahiran dan tidak ada bukti terjadinya maserasi ataupun mummifikasi) - Fetus dikelilingi dengan banyak cairan amnion (jika jumlah cairan amnionnya sedikit, kekurangan darah, dan tidak ada sirkulasi udara dalam uterus, maka fetus akan mengering yang disebut

mummifikasi) - Membran luar masih tersisa (sehingga tidak ada sirkulasi udara yang terjadi) - Ibu dari janin masih hidup Ciri-ciri dari maserasi intrauterin;(7,14,15) - Tubuh yang sudah mati akan halus, odematous, faksid, dan mendatar. Jika diletakkan pada permukaan yang datar, fetus yang sudah mati akan terlihat lurus dan datar tanpa menunjukkan kurvaktur yang normal - Berwarna merah-tembaga atau seprti merah-daging. - Kavitas serous terisi cairan merah keruh - Tubuh berbau asam yang khas (racid odour) tapi tidak ada gas yang terbentuk. - Adanya spalding sign yaitu tanda radiologis terjadinya overlapping dari tulang-tulang tengkorak. Overlapping dari tulang-tulang tengkorak terjadi karena penyusutan serebrum dan kematian fetus dalam uterus menyebabkan fetus yang sudah mati tersebut dianggap sebagai benda asing dan uterus akan berusaha untuk mengeluarkannya dengan kontraksi yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Dahlan S. 1998. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro. 2. Thanatology. Accessed on April, 13th 2008. Avaiable from http//:Wikipedia.org 3. Idries A.M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 4. Prakoso, Djoko dan I Ketut Murtika. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 5. Shkrum, M.J., dan David A.R. 2007. Forensic Pathology of Trauma. Totowa, New Jersey: Humana Press. 6. Perdanakusuma, Musa. 1983. Bab-Bab Tentang Kedokteran Forensik. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. 7. Pounder, D.J. 1995. Postmortem Change and Time of Death. University of Dundee. 8. Dekomposisi Pasca Mati. Accessed on April, 13th 2008. Available from http//www.freewebs.com/dekomposisi_posmortem/dekomposisi.htm. 9. Dix Jay. 2000. Color Atlas of Forensic Pathology. New York: CRC Press. 10. Mummifikasi: Accessed on April, 13th 2008. Available from http//www.freewebs.com/mumufikasi /mumifikasi.htm 11. Knight, Bernard. 1998. Lawyer Guide in Forensic Medicine. Cavendash Publishing. 12. Quicly, Christian. 2006. Modern Mummies: The Preservation of Human Body In The Twentieth Century. Mc. Farlan. 13. Dix Jay. 2000. Time of Death, Decomposition and Identification. New York: CRC Press. 14. Karmakar, R.N. Forensic Medicine and Toxicology. Academic Publishers. 15. Barness, Enid Gilbert, dkk. 2005. Handbook of Pediatric Autopsy Pathology. Humana Press.

Anda mungkin juga menyukai