Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.1 Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik.2 Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atauintrinsic rhinitis.1,3-5

Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang.1,6

Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.1,3,4

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan THT serta beberapa pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan jenis rinitis lainnya. 2,3 Penatalaksanaan rinitis vasomotor bergantung pada berat ringannya gejala dan dapat dibagi atas tindakan konservatif dan operatif. 6,7

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI A. Hidung Luar. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :8 1. Pangkal hidung ( bridge ) 2. Dorsum nasi 3. Puncak hidung ( apeks ) 4. Ala nasi 5. Kolumela 6. Lubang hidung ( nares anterior )

Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.8 Kerangka tulang terdiri dari :8,9 1. Sepasang os nasalis ( tulang hidung ) 2. Prosesus frontalis os maksila 3. Prosesus nasalis os frontalis

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak dibagian bawah hidung, yaitu :8,9 1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior 2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior ( kartilago alar mayor ) 3. Beberapa pasang kartilago alar minor 4. Tepi anterior kartilago septum nasi Otot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok yaitu :9 1. Kelompok dilator : - m. dilator nares ( anterior dan posterior ) - m. proserus - kaput angulare m. kuadratus labii superior

2. Kelompok konstriktor : - m. nasalis - m. depresor septi

B. Hidung dalam Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior disebut nares anterior dan bagian posterior disebut nares posterior ( koana ) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.8 a. Vestibulum Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae.8

b. Septum nasi Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang terdiri dari : 8,9 - lamina perpendikularis os etmoid - vomer - krista nasalis os maksila - krista nasalis os palatina Bagian tulang rawan terdiri dari :8,9 - kartilago septum ( lamina kuadrangularis ) - kolumela

c. Kavum nasi Dasar hidung Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal os palatum.8,9 Atap hidung Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n. olfaktorius yang berasal

dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. 8,9 Dinding lateral Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.9 Konka Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media dan konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.8 Meatus nasi Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.8 Dinding medial Dinding medial hidung adalah septum nasi.8

Pendarahan Hidung Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari 3 sumber utama:9 1. a. etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior dan dinding lateral hidung. 2. a. etmoidalis posterior ( cabang dari a. oftalmika ), mendarahi septum bagian superior posterior. 3. a. sfenopalatina, terbagi menjadi a. nasales posterolateral yang menuju ke dinding lateral hidung dan a. septi posterior yang menyebar pada septum nasi.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, diantaranya ialah ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis.8

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a.etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach ( Littles area )yang letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.8

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika superior yang berhubungan dengan sinus kavernosus.8,9

Persarafan hidung 1. Saraf motorik oleh cabang n. fasialis yang mensarafi otot-otot hidung bagian luar. 3 2. Saraf sensoris. Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior, merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n. oftalmika ( N.V-1 ). Rongga hidung lainnya , sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatina.3 3. Saraf otonom. Terdapat 2 macam saraf otonom yaitu :3 a. Saraf post ganglion saraf simpatis ( Adrenergik ). Saraf simpatis meninggalkan korda spinalis setinggi T1 3, berjalan ke atas dan mengadakan sinapsis pada ganglion servikalis superior. Serabut post sinapsis berjalan sepanjang pleksus karotikus dan kemudian sebagai n. petrosus profundus bergabung dengan serabut saraf parasimpatis yaitu n. petrosus superfisialis mayor membentuk n. vidianus yang berjalan didalam kanalis pterigoideus. Saraf ini tidak mengadakan sinapsis didalam ganglion sfenopalatina, dan kemudian diteruskan oleh cabang palatina mayor ke pembuluh darah pada mukosa hidung. Saraf simpatis secara dominan mempunyai peranan penting terhadap sistem vaskuler hidung dan sangat sedikit mempengaruhi kelenjar.

b. Serabut saraf preganglion parasimpatis ( kolinergik ). Berasal dari ganglion genikulatum dan pusatnya adalah di nukleus salivatorius superior di medula oblongata. Sebagai n. pterosus superfisialis mayor berjalan menuju ganglion sfenopalatina dan mengadakan sinapsis didalam ganglion tersebut. Serabutserabut post ganglion menyebar menuju mukosa hidung. Peranan saraf parasimpatis ini terutama terhadap jaringan kelenjar yang menyebabkan sekresi hidung yang encer dan vasodilatasi jaringan erektil. Pemotongan n. vidianus akan menghilangkan impuls sekretomotorik / parasimpatis pada mukosa hidung, sehingga rinore akan berkurang sedangkan sensasi hidung tidak akan terganggu.

4. Olfaktorius ( penciuman ) Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung.8

FISIOLOGI Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, alat pengatur kondisi udara ( air conditioning ), penyaring udara, indra penghidu ( olfactory ), untuk resonansi suara , refleks nasal dan turut membantu proses bicara.3,8

EPIDEMIOLOGI Mygind ( 1988 ), seperti yang dikutip oleh Sunaryo ( 1998 ), memperkirakan sebanyak 30 60 % dari kasus rinitis sepanjang tahun merupakan kasus rhinitis vasomotor dan lebih banyak dijumpai pada usia dewasa terutama pada wanita.10Walaupun demikian insidens pastinya tidak diketahui.2,5Biasanya timbul pada dekade ke 3 4.3Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7 21%.5 Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Jessen dan Janzon ( 1989 ) dijumpai sebanyak 21% menderita keluhan hidung non alergi dan hanya 5% dengan keluhan hidung yang berhubungan dengan alergi. Prevalensi tertinggi dari kelompok non alergi dijumpai pada dekade ke 3.5 Sibbald dan Rink ( 1991 ) di London menjumpai sebanyak 13% dari pasien, menderita rinitis perenial dimana setengah diantaranya menderita rinitis vasomotor.5 Sunaryo, dkk ( 1998 ) pada penelitiannya terhadap 2383 kasus rinitis selama 1 tahun di RS Sardjito Yogyakarta menjumpai kasus rinitis vasomotor sebanyak 33 kasus ( 1,38 % )

sedangkan pasien dengan diagnosis banding rinitis vasomotor sebanyak 240 kasus (10,07%).10

ETIOLOGI Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu.1,2,5,11 Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor : 1,3,12 1. obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal. 2. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang. 3. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan hipotiroidisme. 4. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

PATOFISIOLOGI Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.5,6,13,14

Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari sel-sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptidepeptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi.14 Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya

adalah perubahan temperatur atau tekanan udara, perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ).14 Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu penatalaksanaan rinitis vasomotor yaitu :4,14 1. meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis 2. mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis 3. mengurangi peptide vasoaktif 4. mencari dan menghindari zat-zat iritan.

PATOGENESIS Rinitis vasomotor merupakan suatu kelainan neurovaskular pembuluh-pembuluh darah pada mukosa hidung, terutama melibatkan sistem saraf parasimpatis. Tidak dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik seperti yang dijumpai pada rinitis alergi. Keadaan ini merupakan refleks hipersensitivitas mukosa hidung yang non spesifik. Serangan dapat muncul akibat pengaruh beberapa faktor pemicu.10,11 1. Latar belakang 2,15 - adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan sistem saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung hidung tersumbat dan rinore. - disebut juga rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ) - merupakan respon non spesifik terhadap perubahan perubahan lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat allergennya. - tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi yang diperantarai oleh IgE ( IgE-mediated hypersensitivity ) 2. Pemicu ( triggers ) : 2,11,15 - alkohol - perubahan temperatur / kelembapan - makanan yang panas dan pedas - bau bauan yang menyengat ( strong odor ) - asap rokok atau polusi udara lainnya - faktor faktor psikis seperti : stress, ansietas - penyakit penyakit endokrin - obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral

GEJALA KLINIS Gejala yang dijumpai pada rinitis vasomotor kadang-kadang sulit dibedakan dengan rinitis alergi seperti hidung tersumbat dan rinore. Rinore yang hebat dan bersifat mukus atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangat bervariasi yang dapat bergantian dari satu sisi ke sisi yang lain, terutama sewaktu perubahan posisi.1,2,6,7,11

Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata bila dibandingkan dengan rinitis alergi dan tidak terdapat rasa gatal di hidung dan mata.1,2,6,7 Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.1 Selain itu juga dapat dijumpai keluhan adanya ingus yang jatuh ke tenggorok (post nasal drip). 11

Berdasarkan gejala yang menonjol, rinitis vasomotor dibedakan dalam 2 golongan, yaitu golongan obstruksi ( blockers ) dan golongan rinore ( runners / sneezers ). Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.1

DIAGNOSIS Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.1,6,11 Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar.3

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua ( karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak.1,7,11,12 Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip. 11

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.1,2,7,11

Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.1 Tabel 1. Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor5

Riwayat penyakit

Tidak berhubungan dengan musim

Riwayat keluarga (-) Riwayat alergi sewaktu anak anak (-)

Pemeriksaan THT -

Timbul sesudah dewasa Keluhann gatal dan bersin (-) Struktur abnormal (-) Tanda tanda infeksi (-) Pembengkakan pada mukosa (+)

X ray / CT

Hipertrofi

konka

inferior

sering dijumpai Radiologi Tidak keterlibatan sinus Umumnya dijumpaipenebalan mukosa Bakteriologi Test alergi Ig E total Prick test RAST Rhinitis bacterial (-) Normal Negative atau positif lemah Negative atau positif lemah dijumpaikuat

DIAGNOSIS BANDING11 1. Rinitis alergi 2. Rinitis infeksi Rinitis alergi Mulai serangan Belasan tahun Riwayat terpapar allergen (+) Etiologi Rhinitis vasomotor Decade ke 3 - 4 Riwayat terpapar allergen (-) neurovascular beberapa mekanis atau

Reaksi Ag Ab terhadap Reaksi rangsangan spesifik terhadap rangsangan

kimia, juga faktor psikologis Gatal & bersin Gatal di mata Test kulit Secret hidung Eusinofil darah Ig E darah Neurektomi n. vidianus Menonjol Sering dijumpai Positif Peningkatan eusinofil Meningkat Meningkat TIDAK membantu Tidak menonjol TIDAK dijumpai Negative Eusinofil TIDAK meningkat Normal TIDAK meningkat Membantu

Table 2 : rhinitis alergi dengan rhinitis vasomotor 11,12

PENATALAKSANAAN Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1-3,5,6,11-17 1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy ) 2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) : - Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat. Contohnya : Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine( oral ) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline (semprot hidung ). - Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore. - Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone

- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray ) 3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) : - Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO325% atau triklorasetat pekat (chemical cautery ) maupun secara elektrik ( electrical cautery ). - Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior turbinate ) - Bedah beku konka inferior ( cryosurgery ) - Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection) - Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy ) - Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.

Symptom Obstruksi hidung

Jenis terapi Reduksi konka

Prosedur Kauterisasi (chemical electrical) Diatermi sub mukosa Bedah (cryosurgery) beku konka atau

Reseksi konka

Turbinektomi parsial atau total

Turbinektomi dengan laser turbinectomy) (laser

Rinore

Vidian neurectomy

Eksisi vidianus

nervus

Tabel 3. Terapi operatif terhadap rinitis vasomotor5

Diatermi vidianus

nervus

KOMPLIKASI 11 1. Sinusitis 2. Eritema pada hidung sebelah luar 3. Pembengkakan wajah

PROGNOSIS Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat membaik dengan tiba tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang diberikan.11

KESIMPULAN 1. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang kadang dijumpai adanya bersin bersin. 2. Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu. 3. Biasanya dijumpai setelah dewasa ( dekade ke 3 dan 4 ). 4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang mirip dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan - pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya terutama rinitis alergi dan mencari faktor pencetus yang memicu terjadinya gangguan vasomotor. 5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal dapat dilakukan tindakan operatif.

KEPUSTAKAAN

1. Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar,Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2007. h. 135 7. 2. Rhinitis vasomotor : http://www.icondata.com/health/pedbase/files/RHINITI1.HTM 3. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp, 1993.p. 269 87. 4. Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A. Vasomotor rhinitis following trauma to the nose. Ann Otorhinolaryng 1999; 108:208-10. 5. Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. ScottBrowns Otolaryngology. 6thed. London : Butterworth-Heinemann, 1997. p. 4/9/1 17. 6. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, EGC, Jakarta, 1986, h. 183 8. 7. Bernstein JM. Peran Hipersensitivitas Dengan Perantaraan Ig E Pada Otitis Media dan Rinitis. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke 13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 176 9. 8. Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar , Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2007. h. 118 - 22. 9. Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid 1, Edisi ke 13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 1 25. 10. Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XII, Semarang, 28 30 Oktober, 1999. 11. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket Reference. 2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p. 210-3. 12. Ramalingam KK,Sreeramamoorthy. A short practice of otolaryngology.India : All India Publishers & Distributors, 1992, p.196 7. 13. Sutji Rahardjo, Burhanuddin, FG Kuhuwael. Efektifitas Kauterisasi Konka Pada Penderita Rinitis Vasomotor. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati XI, Yogyakarta, 4-7 Oktober, 1995.

14. Wainwright

M,

Gombako

LA.

Vasomotor

Rhinitis

http://www.medschool.lsuhsc.edu/otor/Vasorhi.htm 15. Vasomotor ( non allergic rhinitis ) :

http://www.regionalallergy.com/education/understanding/sinusitis/rhinitis/rhinitis.htm l 16. Groves J, Gray RF. A Synopsis of Otolaryngology. 4thed. Great Britain : John Wright & Sons Ltd, 1985. p. 130-1. 17. Graft DF. Allergic and nonallergic rhinitis :

http://www.postgradmed.com/issues/1996/08_96/graft1.htm

Anda mungkin juga menyukai