Anda di halaman 1dari 7

POIN 6 TIK I.

Manifestasi klinik sirosis hepatik asites

Pada keadaan asites ringan biasanya tidak ada gejala yang tampak (biasanya kurang dari sekitar 100-400 ml pada orang dewasa). Akibat cairan yang menumpuk, peningkatan ukuran lingkar perut biasa terlihat. Nyeri perut, ketidaknyamanan, dan kembung juga sering terlihat ketika ascites menjadi lebih besar. Sesak napas juga dapat terjadi dengan ascites yang besar karena meningkatnya tekanan pada diafragma dan migrasi dari cairan di diafragma menyebabkan efusi pleura (cairan di sekitar paru-paru). II. Komplikasi dan Efek sekunder asites pada organ sekitar

Beberapa komplikasi dari ascites dapat dihubungkan dengan ukurannya. Akumulasi cairan dapat menyebabkan kesulitan bernapas dengan menekan diafragma dan pembentukan efusi pleura. Infeksi adalah komplikasi lain yang serius dari ascites. Pada pasien dengan ascites yang berhubungan dengan hipertensi portal, bakteri dari usus mungkin secara spontan menyerang cairan peritoneal (ascites) dan menyebabkan infeksi. Hal ini disebut spontaneous bacterial peritonitis atau SBP. Antibodi jarang terbentuk pada ascites oleh karena itu respon imun dalam cairan asites sangat terbatas. Diagnosis SBP dibuat dengan melakukan paracentesis dan menganalisa cairan untuk jumlah sel darah putih atau tanda pertumbuhan bakteri. Sindrom hepatorenal jarang ditemukan, namun serius dan berpotensi mematikan (tingkat kelangsungan hidup rata-rata berkisar antara 2 minggu hingga 3 bulan), komplikasi ascites berhubungan dengan sirosis hati dapat menyebabkan gagal ginjal progresif. Mekanisme yang pasti dari sindrom ini tidak diketahui, tetapi mungkin hasil dari perpindahan cairan, gangguan aliran darah ke ginjal, terlalu sering menggunakan diuretik , dan administrasi kontras atau obat-obatan yang dapat membahayakan ginjal . III. Terapi Ascites

Berikut ini adalah pengobatan asites yang diakibatkan sirosis hati: Diet Mengelola ascites pada pasien dengan sirosis biasanya dilakukan dengan membatasi asupan natrium makanan dan penggunaan diuretik. Membatasi asupan natrium ( garam ) yaitu kurang dari 2 gram per hari merupakan cara praktis dan secara luas direkomendasikan untuk pasien dengan ascites . Dalam sebagian besar kasus , pembatasan asupan natrium ini perlu dikombinasikan dengan penggunaan diuretik, karena jika hanya dilakukan pembatasan asupan garam umumnya tidak efektif untuk mengobati ascites . Konsultasi dengan ahli gizi dalam hal pembatasan asupan garam harian dapat sangat membantu untuk pasien dengan ascites. Obat Diuretik dapat meningkatkan ekskresi air dan garam dari ginjal. Regimen diuretik yang direkomendasikan dalam terapi penyakit hati dengan ascites adalah kombinasi dari spironolactone dan furosemide. Spironolakton adalah aldosteron antagonis dan dapat mencegah aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Spironolakton bekerja untuk mecegah ekskresi kalium akibat kadar

aldosteron yang meningkat. Spironolakton bisanya digunakan kombinasi dengan loop diuretic (contoh: furosemide) untuk efek dieresis yang lebih poten. Dosis harian tunggal dari 100 miligram spironolactone dan 40 miligram furosemide adalah dosis awal yang direkomendasikan. Hal ini dapat ditingkatkan secara bertahap untuk mendapatkan respon yang tepat dengan dosis maksimum 400 miligram spironolactone dan 160 miligram furosemide, sepanjang pasien dapat mentolerir peningkatan dosis tanpa efek samping. Jika terjadi intoleransi dan muncul efek samping seperti gynecomastia pada pemakaian spironolakton, dapat menggunakan pottasium-sparing diuretics, tapi pada uji klinik tidak terlihat efektivitas yang ekuivalen. Mengkonsumsi obat-obat ini bersama-sama di pagi hari biasanya disarankan untuk mencegah sering buang air kecil pada malam hari. Target terapi asites adalah dapat menghilangkan cairan sebanyak 0,5 L per hari. Karena pada asites penyeimbangan cairan vaskular lebih lambat daripada edema perifer, diuresis agresif dapat menyebabkan penurunan volume intravaskular, maka harus dihindari penggunaanya kecuali mengalami edema perifer secara bersamaan. Pasien yang mengalami edema perifer dan asites membutuhkan peningkatan dosis furosemid sampai euvolemia tercapai; diuretik intravena sering dibutuhkan. Terapi diuretik pada sirosis biasanya berkepanjangan. Terapi paracentesis Untuk pasien yang tidak merespon dengan baik atau tidak dapat mentolerir rejimen di atas , terapi paracentesis ( jarum dengan hati-hati ditempatkan ke daerah perut , dalam kondisi steril ) dapat dilakukan untuk menghilangkan sejumlah besar cairan . Beberapa liter cairan dapat dikeluarkan dengan aman dengan prosedur ini. Seringkali jika 1 sampai 2 L cairan asites yang dikeluarkan dapat menghilangkan rasa nyeri dan rasa penuh pada perut. Saat mengeluarkan 5 L atau lebih cairan sekaligus, resusitasi volume dilakukan dengan pemberian 8 sampai 10 g albumin secara intravena, albumin tersebut harus diberikan untuk setiap liter cairan yang dikeluarkan. Jika kurang dari 5 L cairan yang dikeluarkan pada pasien yang secara hemodinamik stabil, albumin tidak diberikan.Untuk pasien dengan malignant ascites , prosedur ini juga mungkin lebih efektif daripada penggunaan diuretik . Operasi Untuk kasus yang sulit diatasi, prosedur bedah mungkin diperlukan untuk mengontrol ascites . Transjugular shunt portosystemic intrahepatik ( TIPS ) adalah prosedur yang dilakukan melalui vena jugularis internal ( vena utama pada leher ) dengan diberi anestesi lokal. Sebuah shunt ditempatkan antara sistem vena portal dan sistem vena sistemik (vena mengembalikan darah kembali ke jantung), sehingga dapat mengurangi tekanan portal. Prosedur ini dilakukan untuk pasien yang memiliki respon minimal untuk perawatan medis agresif. Telah terbukti dapat mengurangi ascites dan membatasi atau menghilangkan penggunaan diuretik dalam sebagian besar kasus. Namun, hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang signifikan seperti hepatic encephalopathy dan bahkan kematian . Penempatan shunt yang lebih tradisional (shunt peritoneovena dan shunt portosystemic sistemik) telah dasarnya ditinggalkan karena tingginya resiko komplikasi. Transplantasi hati

Akhirnya , transplantasi hati untuk sirosis lanjut dapat dianggap sebagai pengobatan untuk asites akibat gagal hati. Transplantasi hati melibatkan proses yang sangat rumit dan berkepanjangan dan membutuhkan pemantauan dan manajemen yang sangat oleh spesialis transplantasi.

IV.

Aspek obat sirosis hepatik asites

Spironolakton Klasifikasi Mekanisme kerja : Diuretik hemat kalium : Mencegah sekresi K+ dengan melawan efek aldosteron pada tubulus colligens renalis kortikal dan bagian distal akhir. Spironolakton berkaitan dengan reseptor aldosteron dan dapat pula menurunkan pembentukan metabolit aktif aldosteron di dalam sel. : Keadaan kelebihan mineralokortikoid atau hiperaldosteronisme (juga disebut aldosteronisme), akibat hipersekresi primer (sindrom Conn, produksi hormon adrenokortikotropik ektopik) atau aldosteronisme sekunder (dipicu oleh gagal jantung, sirosis hepatik, sindrom nefrotik, atau kondisi lain yang erat kaitannya dengan hilangnya efektivitas volume intravaskular). : Dapat menyebabkan hiperkalemia berat bahkan fatal pada penderita yang rentan. Pemberian K+ oral harus dohentikan bila diuretik hemat K+ diberikan. Pasien insufisiensi ginjal kronik sangat rentan terkena dan tidak boleh sering diterapi dengan menggunakan diuretik hemat kalium. Penggunaan kombinasi dengan diuretik lain yang melemahkan sistem renin-angiotensin (penyekat atau penghambat ACE) meningkatkan kemungkinan hiperkalemia. Pasien penyakit hati dapat memiliki metabolisme spironolakton yang terganggu sehingga dosis harus disesuaikan dengan hati-hati. : Hiperkalemia, asidosis metabolik hiperkloremia, ginekomastia, gagal ginjal akut, batu ginjal. : Kerja diuretik hemat kalium dapat dihambat oleh OAINS dalam berbagai kondisi.

Indikasi

Kontraindikasi

Efek samping Interaksi

Aspek biofarmasi-farmakokinetika: Spironolakton merupakan steroid sintetik yang bekerja sebagai antagonis kompetitif terhadap aldosteron. Awitan dan durasi kerjanya ditentukan oleh kinetik respons aldosteron di jaringan sasaran. Spironolakton sebagian besar diinaktivasi di hati. Secara keseluruhan, awitan kerja spironolakton agak lambat, membutuhkan beberapa hari sebelum efek penuh terapi dicapai. Sediaan Dosis Bentuk : : 25, 50, 100 mg : Kapsul

Rute

: Oral

Konseling pada pasien : Pasien yang menerima spironolakton harus dianjurkan untuk menghindari suplemen kalium dan makanan yang mengandung tingkat tinggi kalium, termasuk pengganti garam. Furosemid Klasifikasi Mekanisme kerja : Diuretik loop golongan sulfonamida : Menghambat NKCC2, yakni transporter Na+ / K+ / 2Cl- di lumen, dalam cabang asenden tebal ansa Henle. Dengan menghambat transporter ini, diuretik loop menurunkan reabsorpsi NaCl dan juga mengurangi potensial positif di lumen akibat siklus kembali K+. Potensial positif ini normalnya memicu reabsoprsi kation divalen di ansa Henle dan dengan menurunkan potensial ini, diuretik loop meningkatkan ekskresi Mg2+ dan Ca2+. Furosemid dapat meningkatkan aliran darah ginjal. : Edema paru akut, keadaan edema lain, hiperkalsemia akut, hiperkalemia, gagal ginjal akut, overdosis anion, asites. : Furosemid dapat memperlihatkan reaktivitas-silang alergik pada penderita yang sensitif terhadap sulfonamid. :Alkalosis metabolik hipokalemik, ototoksisitas, hiperurisemia, hipomagnesemia, reaksi alergik dan reaksi lainnya. : OAINS dapat mengganggu kerja diuretik loop dengan menurunkan sintesis prostaglandin di ginjal dimana diuretik loop memicu sintesis prostaglandin ginjal yang berperan dalam kerjanya sebagai diuretik.

Indikasi Kontraindikasi Efek samping Interaksi

Aspek biofarmasi-farmakokinetika: Diuretik cepat diabsorbsi dan dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Absorpsi furosemid berlangsung selama 2-3 jam dan absorbsinya hampir penuh pada pemberian intravena. Durasi efek furosemid biasanya 2-3 jam. Waktu paruhnya bergantung pada fungsi ginjal. Sediaan :

1. Dosis : 20, 40, 80 mg Bentuk : Tablet Rute : Oral Cara pemakaian: Dapat diminum bersama atau tanpa makanan. Bisa diminum bersama makanan untuk mengurangi ketidaknyamanan GI. 2. Dosis : 8, 10 mg/ml Bentuk : Larutan Rute : Oral Cara pemakaian: Dapat diminum bersama atau tanpa makanan. Bisa diminum bersama makanan untuk mengurangi ketidaknyamanan GI. 3. Dosis : 10 mg/ml

Bentuk : Larutan Rute : Parenteral Cara pemakaian: Disuntikkan secara IM atau IV Konseling pada pasien : Pasien yang menerima furosemide harus diberitahu bahwa mereka mungkin mengalami gejala kelebihan cairan dan/atau kekurangan elektrolit. Hipotensi postural kadang-kadang terjadi, biasanya dapat diatasi dengan bangun perlahan-lahan. Suplemen kalium dan/atau mengontrol diet mungkin diperlukan untuk mengontrol atau menghindari hipokalemia. Pasien dengan diabetes mellitus harus diberitahu bahwa furosemide dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan dengan demikian mempengaruhi tes glukosa urin. Kulit beberapa pasien mungkin lebih sensitif terhadap efek dari sinar matahari saat mengkonsumsi furosemide. Pasien hipertensi harus menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, termasuk produk over-the-counter untuk menekan nafsu makan dan gejala flu.

Albumin Klasifikasi Mekanisme kerja : Protein plasma : Albumin bertanggung jawab atas 75-80% dari tekanan osmotik koloid plasma normal. Albumin dan menstabilkan volume sirkulasi darah dan merupakan pembawa hormon, enzim, produk obat dan racun. Albumin yang terkandung dalam akan meningkatkan kadar protein plasma darah secara langsung. Setiap 50 ml solutio albumin 20% memberikan tekanan onkotik yang sama dengan 200 ml citrated plasma. Jika diberikan pada pasien dengan hidrasi yang baik, solutio albumin 20% akan menarik kurang lebih 125 ml hingga 140 ml cairan extravaskuler ke dalam pembuluh darah dalam waktu 15 menit karena cairan ini bersifat hiperonkotik. Solutio albumin 20% akan mengurangi edema jaringan, mengurangi viskositas darah, dan mengencerkan darah dengan relatif cepat. Selain itu, kadar serum albumin yang meningkat berarti alat transportasi obatobatan dan nutrisi juga meningkat, sehingga akan memperbaiki keadaan umum pasien dan meningkatkan efektivitas pengobatan pasien. : Sepsis, multi trauma dan sakit kritis, luka bakar, gangguan peredaran darah otak, preeklamsia/eklamsia, pankreatitis akut, asites, sindroma nefrotik, hipotensi saat hemodialisa, gagal ginjal dengan asites, penyakit ginjal anak, penyakit hati anak. Indikasi pada pasien sirosis hepatis; Peritonitis bakterialis spontan, Sindroma hepatorenal tipe 1, Sebagai pengembang plasma sesudah parasentesis volume besar (>5 liter), Meningkatkan respons terapi diuretika. : Riwayat alergi terhadap albumin, anemia berat, gagal jantung, volume intravaskular yang normal atau meningkat, sindroma nefrotik kronik.

Indikasi

Kontraindikasi

Efek samping

: Depresi miokardial, hipotensi, reaksi hipersensitivitas, syok anafilaksis, gangguan kesadaran (confusion), sakit kepala, takikardia, bradikardia, hipertensi, flushing, dyspnea, mual, muntah, urticaria, pruritus, edema angioneurotikum, eritema, demam, mengigil, gangguan pernafasan, dan karena terbuat dari plasma albumin manusia, ada kemungkinan rendah mengandung virus. : Tidak ada interaksi

Interaksi

Aspek biofarmasi-farmakokinetika: Albumin merupakan 50% dari protein plasma dan mendukung 66%75% tekanan onkotiknya. Keseimbangan albumin antara plasma dan limfe paru terjadi dengan waktu paruh 3 jam. Bila terjadi peningkatan tekanan vaskuler, waktu paruh akan menurun menjadi 2,5 jam, dan bila perubahan permeabilitas vaskuler waktu paruh akan menjadi kurang dari 1 jam. Tempat utama degradasi albumin tidak diketahui. Pemberian preparat albumin tidak diekskresi oleh ginjal. Pada keadaan sehat ekskresi albumin melalui ginjal relatif tidak penting. Penyakit ginjal dapat mempengaruhi degradasi dan sintesis. Pemberian infus tunggal albumin menghasilkan peningkatan volume plasma dan peningkatan aliran plasma ginjal (RPF), tetapi tidak berefek pada kecepatan filtrasi ginjal (GFR). Waktu paruh albumin dalam plasma lebih kurang 16 hari, dan berbanding terbalik dengan kadar albumin plasma. Penurunan kadar albumin plasma akan menaikkan waktu paruhnya. Sediaan Dosis Bentuk Rute Cara pemakaian : : 5%, 20%, 25% : Larutan 20, 50, 100, 250 ml : Intravena :

1. Kecepatan infus Pada infus albumin 20% kecepatan maksimal adalah 1 ml/menit Pada infus albumin 5% kecepatan maksimal adalah 2-4 ml/menit 2. Pada tindakan parasentesis volume besar (>5 liter) Dosis albumin yang diberikan adalah 6-8 gram per 1 liter cairan asites yang dikeluarkan. Cara pemberian adalah 50% albumin diberikan dalam 1 jam pertama (maksimum 170 ml/jam) dan sisanya diberikan dalam waktu 6 jam berikutnya. 3. Sindroma hepatorenal tipe 1 Pada keadaan ini albumin diberikan bersama-sama dengan obat-obat vasoaktif seperti noradrenalin, oktreotid, terlipressin atau ornipressin. Cara pemberiannya adalah: Hari pertama: 1 gram albumin/kg BB. Hari kedua dan seterusnya: 20-40 gram/hari kemudian dihentikan bila CVP (Central Venous Pressure) >18 cm H2O. 4. Peritonitis bakterialis spontan Pada keadaan ini, infus albumin diberikan pada dosis 1,5 g/kgBB dengan disertai pemberian antibiotik yang sesuai.

Cara pemberian : Infus albumin diberikan pada saat diagnosis PBS dibuat dan diberikan dalam waktu 6 jam. Pada hari ke-3 infus albumin diberikan dengan dosis 1 gram/kgBB.

V.

Konseling pada pasien sirosis hepatik-asites

Anda mungkin juga menyukai