Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

MANAJEMEN TINDAKAN OPERATIF PADA PASIEN HIV/AIDS

Disusun oleh : Dewi Okta Anggraini G99122032

Pembimbing : dr. Anang M, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI 2014

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia.Virus penyebab AIDS disebut HIV (Human Immunideficiency Virus). Sehingga manusia dapat meninggal bukan karena semata-mata oleh virus HIV nya tetapi oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya tahan tubuhnya tidak rusak. Cara penularan AIDS tidak semudah penularan virus influenza. HIV hanya bersarang pada sel darah putih tertentu yang disebut T4. Karena sel T4 ini terdapat pada cairan-cairan tubuh, maka HIV dapat ditemukan dalam cairan tubuh, yaitu: darah, air mani, cairan vagina. Penularan AIDS terutama berlangsung melalui hubungan seks dengan pengidap HIV, transfusi darah dimana darahnya mengandung HIV, alat suntik, ibu hamil terhadap janinnya. Jumlah pengidap HIV di DIY hingga Desember 2009 mencapai 899 orang dan hingga April 2010 terdata pengidap HIV/AIDS 1183orang (AIDS 443). Selama kurang lebih 4 bulan terdapat kenaikan 32%. Pengidam HIV/AIDS disominasi usia produktif antara 20-29 tahun dan 30-39 tahun. dari jumlah tersebut didapatkan 57,6% laki-laki dan 32,9% perempuan. Data kemenkes hingga Juni 2010 menyebutkan angka kumulatif HIV/AIDS dari 33 provinsi di Indonesia mencapai 21770 kasus AIDS dan 60600 kasus HIV. Hampir kebanyakan dari penderita HIV juga memerlukan tindakan operatif. Saat ini masih perlu pengelolaan khusus tindakan operatif pada pasien HIV.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Pengelolaan Pasien HIV Untuk mencegah penularan HIV terhadap petugas kesehatan di tempat kerja, CDC menawarkan rekomendasi berikut: Strategi pencegahan : petugas harus mengasumsikan bahwa darah dan cairan tubuh lain dari semua pasien berpotensi menular. Oleh karena itu mereka harus mengikuti pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap saat Tindakan pencegahan meliputi: Secara rutin menggunakan pelindung ketika mengantisipasi kontak dengan darah atau cairan tubuh Segera mencuci tangan dan permukaan kulit lainnya setelah kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya Hati-hati menangani dan membuang instrumen tajam selama dan setelah digunakan Berdasarkan rekomendasi WHO: Mencuci tangan setelah kontak langsung dengan pasien Penggunaan alat pelindung seperti sarung tangan, baju, celemek, masker, kacamata untuk yang kontak langsung dengan darah dan cairan tubuh Pengumpulan dan pembuangan jarum dan benda tajam aman, dengan menggunakan box anti tusukan dan berisi cairan yang merupakan bukti yang dibutuhkan dalam setiap area peraawatan pasien Mencegah re-capping dua tangan dari jarum Menutup semua luka dan lecet dengan linen tahan air Hati-hati dan segera membersihkan tumpahan darah dan cairan tubuh Menggunakan sistem pengelolaan dan pembuangan limbah yang aman bagi kesehatan B. Protap Tindakan Operasi Pasien HIV 1. Pengertian Merupakan tata cara pengelolaan pasien dengan infeksi HIV/AIDS disemua unit pelayanan medis tindakan operasi maupun diagnostik 2. Tujuan

Menghindari resiko penularan silang di kamar bedah 3. Kebijakan - Penderita infeksi HIV/AIDS yang memerlukan pelayanan medis operatif maupun diagnostik di kamar bedah harus mendapatkan haknya seperti pasien lainnya - Kewaspadaan universal harus diterapkan sesuai tujuan 4. Prosedur Sebelum tindakan - Petugas kamar operasi menyediakan alat penampung/wadah khusus untuk benda tajam seperti jarum, pisau, dll. Wadah ini dipilih yang tidak tembus dan telah diberi desinfektan (klorin 0,5%) - Petugas kamar operasi menyediakan APD untuk operator/instrumentator, berupa : sarung tangan, pelindung wajah (masker&kacamata khusus, jubah plastik, topi bedah, sepatu boot karet) - Petugas juga menyediakan pelindung untuk petugas pembersih seperti: sarung tangan rumah tangga, sepatu karet, jubah plastik dan masker - Meja operasi dilapisi plastik transparan 5. Prosedur Selama Tindakan - Petugas yang melakukan tindakan dengan resiko akan kontak dengan cairan tubuh penderita seperti: tindakan pemasangan infus, menyuntik, pemasangan NGT, harus menggunakan sarung tangan - Petugas yang dalam melakukan tindakan beresiko terkena percikan cairan tubuh penderita harus memakai kacamata dan masker (operator, asisten operator, instrumentator) - Untuk menghindari luka tusuk saat instrumentator memberikan instruumen tajam kepada operator atau sebaliknya, maka dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan tempat khusus - Antisipasi kerusakan sarung tangan dengan cara penggunaan 2 lapis sarung tangan oleh operator, dan mengganti sarung tangan beberaa kali bila tindakan yang dilaksanakan membutuhkan waktu lama - Operator harus hati-hati menjangkau daerah tindakan yang sukar dilihat untuk menghindari luka tusuk bila ada benda tajam - Cairan tubuh yang melekat dibadan penderita harus segera dibersihkan agar tidak mengenai orang lain

- Alat yang sudah tidak dipergunakan harus dimasukan dalam wadah khusus yang telah diberi desifektan - Kain kasa atau kapas yang telah tercemar cairan tubuh penderita harus dimasukan ke dalam wadah plastik khusu yang sudah disediakan C. Persiapan Persiapan meliputi: 1. Persiapan Tim - Tim operasi diberitahu mengenai rencana tindakan dan status penderita - Tim operasi harus menjamin kerahasiaan status penderita - Tim operasi memahami kaidah Universal Precaution khususnya pengunaan APD - Tim operasi tidak mempunyai luka di kulit 2. Persiapan APD - Masker : 8-10 buah

- Sarung tangan (panjang dan pendek) : 18-20 pasang - Kacamata atau visor - Barakshort plastik atau appron - Jubah.Gaun operasi (water shield) - Sepatu boot karet - Topi operasi : 8-10 buah : 10 buah : 8 buah : 10 pasang : 10 pasang

Urutan pemakasia APD: - Kenakan topi - Kenakan masker - Kenakan kacamata - Kenakan sepatu boot karet - Kenakan celemek plastik - Cuci tangan steril - Kenakan sarung tangan pertama - Kenakan gaun operasi - Kenakan sarung tangan kedua

Persiapan APD tim kebersihan: - Sarung tangan rumah tangga

- Sepatu boot - Gaun, apron - Masker 3. Persiapan alat dan ruangan Persiapan alat: - Ember/bak sedang untuk meredam instrument bedah - Ember besar untuk merendam alat-alat anestesi - Ember besar untuk merendam botol suction dan selang - Kantong plastik untuk sampah - Kantong plastik besar untuk limbah cair - Kantong plastik besar untuk bahan tenun dan baju - Cairan chlorine 0,5% untuk alat-alat kedokteran - Cairan chlorine 4% untuk lantai - Filter mesin anestesi dan korigator disposibel - Obat Anti Retroviral (ARV) untuk PPP Efavirens : 1 buah : 1 buah : 1 buah : 10 buah : 6 buah : 10 buah : 120 liter : 20 liter : 1 buah : Duviral, Neviral,

Persiapan ruangan - Plastik transparan/mika - Plester/isolasi - Gunting Mengalasi meja operasi, brankard, meja obat anestesi, lamp operasi, meja mayo, meja instrumen, mesin diartemi, tiang infus, lantai dan alin-lain dengan plastik transparan (sesuai kebutuhan) 4. Persiapan Pasien 5. Persiapan lain-lain 6. Kegiatan Selama Operasi Tim Operasi memakai alat pelindung tubuh dan sarung tangan rangkap Tim Operasi dilarang keluar dari kamar operasi sebelum melepas alat pelindung tubuh Instrumentator memberikan alat-alat yang diperlukan dengan menggunakan nampan/wadah Hati-hati dan selalu hindari luka tusuk oleh benda tajam Cairan tubuh penderita yang melekat harus segera dibersihkan

Mengunakan pinset atau klem untuk memegang alat tajam Memasang mata pisau ke scaple handle dengan menggunakan klem Memasukan kassa, alat tenun yang sudah tercemar kedalam kantong plastik yang disediakan

Memasukan alat-alat benda tajam yang sudah dipakai ke wadah yang sudah disediakan

Memasang jarum jahit ke needle holder harus menggunakan pinset anatomis.

PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS MELALUI UNIVERSAL PRECAUTION A. Pengertian universal precautions Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi. Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan untuk : Mengendalikan infeksi secara konsisten Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau tidak terlihat seperti beresiko Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya

B. Lingkup universal precautions Universal precautions meliputi: Pengelolaan alat kesehatan habis pakai Cuci tangan guna mencegah infeksi silang Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang Pengelolaan linen

C. Penggunaan universal precautions dilakukan: Jika semua pasien diperlakukan seperti mereka memiliki virus yang menyebar melalui darah Jika tidak diperlukan perlindungan ekstra apabila seorang pasien didiagnosis dengan hepatitis B, HIV, atau hepatitis C. Jika perlindungan ekstra hanya diperlukan ketika pasien diketahui atau diduga terinfeksi oleh virus atau menyebar melalui droplet, udara, atau rute kontak transmisi. Penggunaan pelindung (barrier) fisik, mekanik, atau kimiawi diantara

mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap, petugas pelyanan kesehatan. Pelindung merupakan alat yang sangat

efektif untuk mencegah penularan infeksi (barrier membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit). D. Pelaksanaan universal precautions yang baku adalah: Setiap orang (pasien atau petugas kesehatan) sangat berpotensi meningkatkan infeksi Cuci tangan Pakai sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, mukosa, darah , bagian tubuh lain, instrument yang kotor, sampah yang terkontaminasi, dan sebelum melakukan prosedur invasive Gunakan alat pelindung diri (kacamata pelindung, masker muka dan celemek) untuk mencegah kemungkinan percikan dari tubuh (sekresi dan ekskresi) yang muncrat dan tumpah (misalnya saat membersihkan instrumens dan benda lainnya) Gunakan antiseptic untuk membersihkan selaput lendir sebelum pembedahan, pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum operasi dengan antiseptic berbahan alcohol. Gunakan praktik keselamatan kerja, misalnya jangan menutup kembali jarum atau membengkokkan jarum setelah digunakan, jangan menjahit dengan jarum tumpul. Pembuangan sampah infeksi ke tempat yang aman. Pada akhirnya, untuk semua alat yang terkontaminasi dilakukan dekontaminasi dan dibersihkan secara menyeluruh, kemudian disterilkan atau didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) dengan menggunakan prosedur yang ada.

1.

Mencuci Tangan a. Mencuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun mamakai sarung tangan dan alat pelindung yang lain. Tindakan ini penting untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi. b. Mencuci tangan tidak bisa digantikan oleh pemakaian sarung tangan c. Cuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan d. Tiga cara mencuci tangan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan yaitu: 1) Cuci tangan higienis atau rutin, dilakukan untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan dengan menggunakan sabun tau detergen

2) Cuci tangan aseptic, dilakukan sebelum melakukan tindakan aseptic pada pasien dengan menggunakan cairan antiseptic 3) Cuci tangan bedah, dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah dengan cara aseptic dengan menggunakan cairan aseptic dan sikat steril. e. Indikasi mencuci tangan: cuci tangan harus dilakukan pada saat yang di antisipasi akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan yaitu: 1) Sebelum melakukan tindakan, misalnya memulai pekerjaan (baru tiba dikantor), saat akan memeriksa (kontak langsung dengan klien),saat akan memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang telah didesinfeksi tingkt tinggi (DTT) untuk melakukan suatu tindakan, saat akan memakai peralatan yang telah di DTT, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infuse, dan saat hendak pulang kerumah. 2) Setelah melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran, misalnya setelah memeriksa pasien,setelah memegang alat-alat bekas pakai dan bahan-bahan lain yang berisiko terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa,darah, atau cairan tubuh yang lain, setelah membuka sarung tangan (cuci tangan setelah membuka sarung tangan perlu dilakukan karena ada kemungkinan sarung tangan robek atau berlubang), setelah dari kamar kecil, setelah bersin atau batuk. f. Mencuci tangan 1) Tindakan paling penting dalam mencegah penyebaran infeksi 2) Pakai sabun dan air secara adekuat 3) Gunakan alcohol tangan jika tidak ada air mengalir

4) Keringkan tangan dengan handuk sekali pakai atau bersih g. Prosedur mencuci tangan: 1) Untuk mencuci tangan harus selalu diusahakan tersedia sabun antiseptic dan air mengalir. Melepaskan benda disekitar tangan (jam tangan, cincin, gelang, dan lain-lain) 2) Gunakan tissue untuk membuka keran air untuk untuk menghindari tangan yang kotor mengkontaminasi keran. 3) Basahi tangan dan pergelangan tangan, kemudian tuangkan lebih 5 cc sabun cair ditelapak tangan 4) Menggosok dengan busa sabun semua permukaan secara mekanik selama 15-30 detik dan dilanjutkan dengan membilas pada air yang mengalir

5) Keringkan tangan dengan alat pengering/handuk kering. 2. Pemakaian Alat Pelindung Diri a. Sarung tangan, untuk mencegah perpindahan mikroorganisme yang terdapat pada tangan petugas kesehatan kepada pasien, dan mencegah kontak antara tangan petugas dengan darah atau cairan tubuh pasien, selaput lendir, luka, alat kesehatan, atau permukaan yang terkontaminasi. b. Pelindung wajah (masker, kacamata,helm): untuk mencegah kontak antara droplet dari mulut dan hidung petugas yang mengandung mikroorganisme ke pasien, dan mencegah kontak droplet/darah/cairan tubuh pasien kepada petugas c. Penutup kepala: untuk mencegah kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh pasien d. Gaun pelindung (baju kerja atau celemek) : mencegah kontak mikroorganisme dari pasien atau sebaliknya e. Sepatu pelindung: mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang terkontaminasi, juga terhadap darah dan cairan tubuh lainnya. 3. Pengelolaan Alat Kesehatan Pengelolaan alat kesehatan dapat mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau menjamin alat tersebut selalu dalam kondisi steril dan siap pakai. Pemilihan pengelolaan alat tergantung pada kegunaan alat dan berhubungan dengan tingkat resiko penyebaran infeksi. Pengelolaan alat dilakukan melalui empat tahap: Dekontaminasi Pencucian Sterilisasi atau DTT Penyimpanan

4. Dekontaminasi Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang tercemar. Hal penting yang harus dilakukan sebelum membersihkan alat adalah mendekontaminasi alat dan benda lain yang mungkin terkena darah dan cairan tubuh. Segera setalah digunakan, alat harus direndam dilarutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Langkah ini bertujuan mencegah penyebaran infeksi alat kesehatan atau suatu permukaan benda, menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut dari risiko penularan.

5. Produk-Produk Dekontaminasi Larutan klorin dan natrium hipoklorit yang umumnya tidak mahal dan merupakan produk dengan reaksi yang paling cepat dan efektif pada proses dekontaminasi, tetapi ada juga bahan lainnya yang biasa digunakan seperti 70% etil atau isopropil alcohol dan 0,5%-3% bahan fenolik atau karbol. Apabila tidak tersedia desinfektan untuk proses dekontaminasi, maka perlu kewaspadaan yang tinggi saat menangani dan membersihkan benda tajam tercemar (misalnya jarum jahit, gunting, dan pisau bedah). Cara membuat larutan klorin untuk dekontaminasi dan DTT alat adalah dengan cara mencampurkan satu bagian (cangkir atau gelas) cairan pemutih pekat ditambah sejumlah x (kali) bagian air (misalnya jika ingin membuat larutan 0,5% campur 1 cangkir pemutih + 6 cangkir air sehingga seluruhnya menjadi 7 cangkir). Gunakan air matang saat membuat larutan klorin 0,1% karena air ledeng mengandung bahan mikroskopis yang dapat menonaktifkan klorin. Cara melakukan dekontaminasi dan pencucian sarung tangan adalah : Sebelum melepas sarung tangan kotor, masukkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam kontainer yang berisi larutan klorin 0,5%. Lepaskan sarung tangan dengan cara membalikkannya sehingga bagian luar menjadi bagian dalam kemudian rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci sarung tangan dengan larutan sabun. Bersihkan bagian dalam dan luar. Bilas sarung tangan dengan air bersih sampai dengan tidak ada detergen atau sabun Periksa kemungkinan adanya lubang sarung tangan dengan menggembungkan memakai tangan(yidak dengan meniup) dan memasukkan kedalam air, bila berlubang maka akan kelihatan gelembung udara. Keringkan dengan hati-hati bagian dalam dan luar sarung tangan sebelum melakukan sterilisasi atau desinfeksi. Cara dekontaminasi peralatan yang terbuat dari logam adalah: Rendam semua peralatan yang telah dipakai kedalam container plastic yang berisi larutan klorin 0,5% selama 10 menit Sikat peralatan di bawah permukaan air sabun, gunakan sikat yang lembut (pastikan bagian-bagian yang bergerigi seperti engsel dan sekrup telah disikat sampai bersih)

Bilas dengan air bersih sampai tidak ada sabun atau detergen Keringkan di udara atau dengan handuk bersih Lakukan sterilisasi atau DTT

Cara mencuci linen, penutup lapangan operasi: Pada akhir tindakan, dengan menggunakan sarung tangan, ambil linen/kain penutup lapangan operasi, masukkan dengan hati-hati ke dalam container atau kantung plastic. Diikat, untuk kemudian dikirim ke tempat pencucian Bila kain/linen tercemar, beri larutan klorin 0,5% pada 5 bagian yang terpapar darah/cairan plastic, diikat, diberi label bahan menular, kirim ke tempat pencucian. 6. Pencucian Alat Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai maka umumnya proses desinfeksi dan sterilisasi selanjutnya menjadi tidak efektif. Pada alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah, misalnya dengan kursi roda, tensimeter, infuse pump, dan lain-lain cukup dilap dengan larutan detergen, air dan sikat. Pencucian harus dilakukan dengan teliti sehingga darah atau cairan tubuh lain, jaringan, bahan organic, dan kotoran betul-betul hilang dari permukaan alat tersebut. Cuci dengan detergen netral dan air, gunakan sarung tangan, pencucian yang hanya menggunakan air tidak dapat menghilangkan protein, minyak, dan partikelpartikel. Detergen digunakan dengan cara mencampurkannya dengan air dan digunakan untuk membersihkan partikel dan minyak serta kotoran lain. Tidak dianjurkan untuk menggunakan sabun cuci bias untuk membersihkan peralatan, karena sabun yang bereaksi dengan air akan meninggalkan residu yang sulit dihilangkan, hindarkan juga penggunaan abu gosok karena bekas goresan alat akan menjadi tempat bersembunyi mkroorganisme. Untuk pencucian linen, pegang linen sedikit mungkin, gunakan sarung tangan jika harus memegang linen, kumpulkan dalam kantung. 7. Desinfeksi Dan Sterilisasi Desinfeksi: Adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri. Biasanya

menggunakan cairan kimia, pasteurisasi atau perebusan. Efikasinya dipengaruhi berbagai factor diantaranya adalah proses yang dilakukan sebelumnya, seperti pencucian, pengeringan, adanya zat organic, tingkat pencemaran, jenis

mikroorganisme pada alat kesehatan, sifat dan bentuk terpajan desinfektan, suhu, pH. Bila factor-faktor tersebut ada yang diabaikan maka mengurangi efektivitas desinfeksi. Macam desinfeksi antara lain desinfeksi kimiawi dan desinfeksi cara lainnya. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua jenis desinfeksi tersebut: a. Desinfeksi kimiawi: - Alkohol Berbentuk etil alcohol dengan konsentrasi 60-90% dapat bekerja sebagai bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal, tetapi tidak

membunuh spora bakteri. Cara kerja alcohol adalah denaturasi protein. Alcohol juga efektif untuk virus hepatitis B (HBV), herphes simpleks (HSV), HIV, rotavirus,echovirus, dan astrovirus. Alcohol tidak digunakan untuk sterilisasi karena tidak membunuh spora bakteri. Alcohol efektif untuk desinfeksi termometer oral maupun rectal dan serat optic endoskopi. - Klorin dan ikatan klorin Klorin membunuh bakteri diduga dengan cara menghambat reaksi enzimatik yan esensial dalam sel, denaturasi protein, dan inaktivasi asam nukleat. - Formaldehyd Digunakan sebagai desinfektan dan sterilisasi baik dalam bentuk cair maupun gas. Dipasar formaldehyde dijual dalam bentuk cair yang dikenal dengan formalin (formaldehyde 37% dari beratnya), formaldehyde berfungsi sebagai bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal, serta sporisidal tetapi bersifat karsinogenik sehingga jarang digunakan lagi. Cara kerja formaldehyde adalah melalui alkilasi asam amino atau protein. - Glutaraldehyde Cara kerja glutaraldehyde adalah merusak DNA, RNA, menghambat sintesis mikroorganisme yang rentan terhadap glutaraldehyde pada konsentrasi 2% dan pH 7,5-8,5 meliputi bakteri vegetative, M.tuberculosa, fungi, berbagai virus, spora bacillus, dan clostridium ssp, oocyt cryptosporidium. Waktu yang dibutuhkan antara 10-20 menit, kecuali spora

dalam waktu 3 jam. Banyak digunakan untuk DTT alat medis seperti endoskopi, pipa spirometer, alat dialysis, transduser, peralatan anestesi, dan terapi respirator. - H2O2 Bekerja dengan cara memproduksi radikal hidroksil bebas merusak selubung lipid sel, DNA dan unsur sel yang esensial. Mikroorganisme yang rentan terhadap H2O2 pada konsentrasi 0,6-15% dalam waktu 15-60 menit adalah S. Aureus, serratia mercescens, proteus mirilis, E.colli, streptococcus ssp, baccilus ssp,(150 menit) , virus. Dipasar tersedia H2O2 3% yang cukup stabil dan efektif sebagai desinfektan. H2O2 3-6% dapat digunakan sebagai desinfeksi lensa kontak, tonometer biprisma, dan ventilator. - Asam parasetat Asam parasetat atau asam peroksiasetat mempunyai kemampuan

membunuh kuman secara cepat termasuk spora dalam konsentrasi rendah. Keuntungan adalah tidak ada zat sisa yang berbahaya bagi lingkungan (asam asetat, air, oksigen, dan H2O2 ), tetapi menimbulkan korosi tembaga, kuningan, perunggu, besi galvanis, namun efek dapat dikurangi dengan mengubah pH lingkungan. Mikroorganisme yang rentan adalah bakteri gram positif, dan gram negative, fungsi dan yeast (5 menit dalam 100-500 ppm), virus (12-2250 ppm), spora (15 detik-30 menit dalam 500-10.000 ppm). - Fenol Nama lainnya adalah lisol atau karbol. Fenol konsentrasi tinggi bekerja sebagai zat racun yang menembus protoplasma, merusak dinding sel dan menggumpalkan protein sel. Pada konsentrasi rendah, turunan fenol membunuh kuman dengan menghambat kerja enzim dan menyebabkan kebocoran hasil metabolisme sel melalui dinding sel.kombinasi turunan fenol dengan detergen digunakan untuk dekontaminasi lingkungan rumah sakit, termasuk permukaan meja, lantai laboratorium, dan alat kesehatan resiko rendah. Pemakaian di kamar bayi tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan hiperbilirubin pada bayi. Fenol tidak digunakan untuk alat kesehatan resiko tinggi dan sedang karena meninggalkan residu. Ikatan amonium kuartener

Beberapa contoh yang dipakai adalah diametil-benzil-amonium-klorida, alkildidesil-dimetil-amonium-klorida, merupakan desinfektan tingkat

rendah. Keduanya merupakan bahan tenun karena kain akan menyerap zat dan meneruskan reaksinya secara bermakna. Efek ikatan ini adalah bakterisidal, fungisidal, dan virusidal (virus lipofilik). b. Desinfeksi fisik: - Radiasi dengan ultraviolet (UV) UV dapat merusak DNA, efektivitas dalam membunuh mikroorganisme dipengaruhi oleh panjang gelombangnya, bahan organic, jenis media, suhu, jenis mikroorganisme, dan intensitas UV. Sinar UV bersifat mutagenic, merusak retina, dan menyebabkan sel bermitosis. - Pasteurisasi Bertujuan merusak mikroorganisme pathogen yang mungkin ada tanpa merusak spora bakteri. Suhu yang digunakan 77 0C dalam 30 menit sebagai alternative desinfeksi kimiawi alat terapi pernafasan anestesi. - Mesin desinfektor (flushing and washer desinfector) Mesin pencuci yang dirancang untuk bekerja otomatis dan tertutup untuk membersihkan pispot, Waskom, alat kesehatan bedah, dan pipa anestesi. Mesin ini menggunakan air panas kira-kira 90 0C. c. Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) DTT merupakan alternative penatalaksanaan alat kesehatan bila sterilisasi tidak tersedia atau tidak mungkin terlaksana. DTT dapat membunuh semua mikroorganisme, tetapi tidak dapat membunuh endospora dengan sempurna seperti tetanus atau gas gangren. Cara melakukan DTT antara lain: - Merebus dalam air mendidih selama 20 menit - Rendam dalam desinfektan kimiawi seperti glutaraldehyde dan

formaldehyde 80 - Steamer.

Sterilisasai: Sterilisasi adalah menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri. a. Sterilisasi fisik - Pemanasan basah: koagulasi dan denaturasi protein: pada suhu 121 0C, selama 20-30 menit.

- Pemanasan kering: oven, pembakar, sinar intramerah: pada suhu 150-170


0

C, selama >30 menit. Untuk membunuh spora, pemanasan juga bisa

dilakukan pada suhu 180 0C selama 2 jam. - Radiasi sinar gamma, sangat mahal dan hanya digunakan untuk industry besar misalnya jarum suntik, spuit sekali pakai, dan alat-alat infus. - Filtrasi: serum, plasma, vaksin: dari selulosa berpori 0,22 m. b. Sterilisasi kimia - Glutaraldehyde 2% untuk merendam alat kesehatan 8-10 jam, yaitu formaldehyde 8% selama 24 jam. Kedua zat tersebut tidak dianjurkan karena dapat mengiritasi kulit, mata, dan seluruh nafas. - Gas etilin oksida (ETO) adalah gas beracun. Dipakai untuk alat yang tidak tahan panas (karet, plastic, elektronik, kabel, alat optic, dan lain-lain). - ETO pada kelembaban 20-40%, kepekatan 540-900 mg/liter, dipakai pada suhu 16 jam.

Anda mungkin juga menyukai