Anda di halaman 1dari 9

PENGEMBANGAN VIDEO PEMBELAJARAN IPA (FISIKA) BERBASIS PENDEKATAN LINGKUNGAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK SMP/MTs Cecep Rahmat

1), Winarti 2),


Program Studi Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta email: gorba_cheefs@yahoo.com 1), wie_na15@yahoo.com 2),

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengembangkan media pembelajaran IPA (fisika) berbasis pendekatan lingkungan untuk SMP/MTs kelas VII dalam bentuk video pembelajaran, 2) mengetahui kualitas video pembelajaran IPA (fisika) tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan model 4-D, yang meliputi tahap Define, Design, Develop dan Disseminate. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa angket yang berisi aspek dan kriteria tertentu untuk reviewer dan angket penilaian video untuk peserta didik. Hasil penilaian dari reviewer yang berupa data kuantitatif dianalisis dengan pedoman kriteria kategori penilaian ideal untuk menentukan kualitas produk, dan untuk menganalisis data dari peserta didik digunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian adalah produk pembelajaran berupa 1) video pembelajaran IPA (fisika) dengan materi suhu dan kalor. 2) Kualitas video berdasarkan tinjauan ahli memiliki kualitas Sangat Baik (SB) dengan persentase keidealan dari ahli materi 94,55%, dari 2 ahli media sebesar 84,86%, dari 2 guru SMP/MTs dan 2 peer review sebesar 89,05%. Hasil penilaian peserta didik terhadap video pembelajaran IPA (fisika) dalam uji terbatas diperoleh persentase penilaian dikategorikan setuju sebesar 66,67% dengan rata rata 3,33 kemudian dilakukan beberapa perbaikan dan diuji luaskan, diperoleh persentase penilaian dikategorikan setuju sebesar 66,67% dengan rata-rata 3,37 terhadap video pembelajaran IPA (fisika). Kata kunci : Pengembangan media, Video, Pendekatan lingkungan. A. PENDAHULUAN IPA (Fisika) pada tingkat SMP/MTs merupakan tahapan yang mengantarkan peserta didik ke dalam pemahaman yang lebih spesifik dan terarah. Konsep IPA di SMP/MTs selalu berkaiatan dengan lingkungan sehari-hari. Oleh karena itu, banyak fenomena yang bisa dijadikan sebagai

sumber dalam belajar IPA (fisika) di lingkungan, karena pada hakekatnya lingkungan merupakan laboratorium belajar mengenai IPA. Fenomena di lingkungan dapat menjadi sumber belajar yang bermanfaat, salah satunya adalah fenomena konsep suhu dan kalor, yang merupakan bahasan dalam IPA (fisika). Fenomena tersebut dapat kita jadikan sebagai sumber belajar yang efektif karena menampilkan konsep secara nyata di lingkungan dan memberikan solusi untuk mengatasi keterbatasan pengalaman siswa. Menurut Sapto haryoko (2008) permasalahan yang sering muncul berkenaan dengan penggunaan media pembelajaran, yakni ketersediaan dan pemanfaatan. Ketersediaan media masih sangat kurang sehingga para pengajar

menggunakan media secara minimal. Dalam makalah ini memaknai bahwa masalah ketersediaan media dibagi menjadi dua hal yang lebih khusus, yaitu ketersediaan secara kuantitas dan ketersediaan media secara kualitas. Informasi yang diperoleh berdasarkan penelitian Budi setiawan (2011) dan prapenelitian, terdapat beberapa kendala diantaranya terbatasnya sumber daya, keterbatasan waktu dan keterbatasan penguasaan teknologi dan informasi tentang media belajar menjadi penyebab kurangnya pengembangan media guna membantu proses belajar mengajar. Dengan tampilan yang baik media dapat mengatasi penangkapan informasi yang berbeda di kalangan peserta didik (Suparwoto: 2007). Penerapan pendekatan lingkungan yang dikemas dalam video diterapkan agar peserta didik memperoleh gambaran nyata mengenai konsep yang dikaji dan menjadi kelebihan tersendiri, karena peserta didik secara tidak langsung diajak memahami konsep secara nyata di lingkungan. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan (BSNP: 2006). Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam (Sutedjo: 2007). Merujuk pada muatan IPA, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu: a. Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; b. Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; c. Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; d. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya adalah agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah sehingga dapat membantu peserta didik memperoleh pemahaman lebih mendalam mengenai alam sekitar. 2. Pendekatan Lingkungan Pendekatan lingkungan merupakan pendekatan yang menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan lingkungan menurut Nuryani (2005), dalam pelaksanaanya peserta didik tidak harus selalu diajak ke lingkungan, karena pendekatan ini dapat saja guru memberikan informasi yang terkait dengan lingkungan, terutama lingkungan sekitar (Satino: 2006). Peserta didik akan memperoleh pengalaman yang nyata dari objek atau persoalan di lingkungan sehingga pemahaman tentang IPA (fisika) akan terus tertanam dalam dalam ingatan. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar untuk memahami materi dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendekatan ini sering digunakan.

3. Video Pembelajaran IPA (fisika) dengan Materi Suhu dan Kalor Berbasis Pendekatan Lingkungan Fenomena atau peristiwa yang terjadi dalam keseharian kita, erat hubungannya dengan konsep-konsep IPA (fisika). Pendekatan lingkungan merupakan pendekatan yang menggunakan lingkungan menjadi sumber belajar baik itu data-data maupun informasi sebagai bentuk ilmu pengetahuan. Konsep suhu dan kalor berbasis pendekatan lingkungan adalah visualisasi fenomena di lingkungan sehari-hari yang mengandung konsep suhu dan kalor sebagai materi belajar, serta sebagai bahan ajar untuk menangani keterbatasan pengalaman peserta didik yang dikemas menjadi sebuah media belajar. Visualisasi praktikum dalam video mengaitkan lingkungan sebagai laboratorium, yang berarti pemanfaatan segala sesuatu di lingkungan guna menjelaskan konsep suhu dan kalor. Kajian konsep suhu dan kalor di lingkungan dalam video meliputi contohcontoh penerapan konsep suhu dan kalor dalam keseharian seperti pengelasan logam, peleburan logam, konduksi sederhana, visualisasi konveksi, konsep radiasi lampu pijar. Harapannya adalah peserta didik mampu mengerti dan memahami pengetahuan yang ada di lingkungan sehari-hari. C. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah (R&D) Reaseach and Development dengan menggunakan model 4-D (Define, Design, Develop, Diesseminate). Tahap pertama (Define) adalah menganalisis kebutuhan serta kajian kurikulum yang digunakan untuk pemilihan materi dalam penelitian. Kedua adalah tahap (Design), dalam tahap ini video mulai diproduksi dan divalidasi oleh ahli guna menentukan kualitas video yang sebagai media pembelajaran. Tahap ketiga adalah (Develop) dalam tahap ini video yang sudah divalidasi oleh ahli diujikan dalam skala terbatas. Setelah dianalisis dan dilakukan beberapa perbaikan video diuji luaskan pada tahap (Disseminate), dalam cakupan satu kelas.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dalam menjabarkan data-data yang diperoleh. Tiap tahapan di atas dianalisis kemudian dijadikan acuan untuk pengembangan video sebagai media belajar. Data yang diperoleh berupa data kuantiatif, kemudian dikonversikan menjadi skala kualitas yang mengadaptasi penilaian Sukardjo guna menentukan kualitas video sebagai media pembelajaran. Video divalidasi oleh (reviewer) ahli materi, ahli media, guru SMP/MTs, peer reviewer sebelum diujikan ke peserta didik. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada makalah ini telah berhasil mengembangkan produk media pembelajaran berupa video pembelajaran IPA (fisika) dengan menggunakan pendekatan lingkungan. Pengembangan dilakukan secara prosedural, yaitu tiap tahapan dalam penelitian dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah yang telah ditetapkan. Data kualitatif penilaian diubah menjadi data kuantitatif, kemudian dikonversikan menjadi kategori kualitas video. Video yang dikembangkan, divalidasi oleh ahli (reviewer) yang berkompeten di bidangnya. Berdasarkan hasil validasi ahli materi, kualitas video dikategorikan memiliki kualitas Sangat Baik (SB) dengan persentase keidealan sebesar 94,55%. Penilaian kualitas video untuk ahli materi lebih banyak dikomposisikan untuk menilai isi materi (konsep suhu dan kalor) yang ada dalam video dan sedikit mengenai media secara umum. Ahli materi menyatakan bahwa isi materi (visualisasi fenomena suhu dan kalor) dalam video sudah memenuhi kebutuhan belajar peserta didik SMP/MTs, konsep lingkungan yang digunakan dalam video serta narasi yang baik menjadi suatu nilai lebih. Ahli materi juga menyarankan agar contoh dalam video lebih bervariasi agar lebih menarik. Setelah ahli materi, video divalidasi juga oleh ahli media. Penilaian ahli media untuk video lebih dikhususkan pada posisi video sebagai media belajar. Aspek tampilan gambar dan suara menjadi aspek yang paling ditekankan untuk ahli media. Hasil validasi penilaian kualitas video pembelajaran IPA (fisika) dari ahli media dikategorikan memiliki kualitas Sangat Baik (SB)

dengan persentase keidealan sebesar 84,76%. Menurut ahli media secara keseluruhan video sudah mencukupi sebagai media pembelajaran. Narasi yang baik dalam video menjadi kelebihan dalam menjelaskan konsep, sistematika penyajian materi yang teratur. Tambahan oleh ahli media adalah mengenai kualitas gambar yang masih perlu diperbaiki. Video juga divalidasi oleh guru SMP/MTs, diperoleh hasil validasi penilaian kualitas video dari dikategorikan memiliki kualitas Sangat Baik (SB) dengan persentase keidealan sebesar 89,05%. Validasi guru SMP/MTs diperuntukan guna mengetahui keterlaksanaan video sebagai media belajar, yakni bagaimana posisi video membantu peserta didik dalam proses belajar. Kemudian mengetahui kesesuaian materi dengan kurikulum, durasi video dengan alokasi jam pelajaran IPA (fisika) dan penerapan pendekatan yang dilakukan dalam video. Menurut guru SMP/MTs video sudah memenuhi kriteria media belajar, sesuai dengan kurikulum SMP/MTs dan dapat digunakan untuk membantu peserta didik dalam memahami konsep IPA (fisika) di lingkungan. Video juga divalidasi oleh peer review guna mengetahui peran dan informasi dalam video sebagai media belajar. Hasil validasi penilaian kualitas video pembelajaran dari peer review dikategorikan memiliki kualitas Sangat Baik (SB) dengan persentase keidealan sebesar 89,05%. Menurut peer review video sudah dikatakan baik dengan beberapa tambahan dalam materi dan tutorial praktikum dalam menjelaskan materi. Visualisasi praktikum mengenai perpindahan kalor menjadi suatu kelebihan yang dimiliki video, karena dapat digambarkan proses perpindahan kalor secara nyata serta contohnya dapat dicoba oleh peserta didik. Penilaian mencakup beberapa aspek yaitu aspek keluasan, kedalaman dan kebenaran konsep, aspek kebahasaan yang digunakan, aspek keterlaksanaan, aspek tampilan gambar, aspek suara, aspek kemudahan penggunaan. Untuk kriteria penilaian pada tiap aspek peneliti komposisikan dengan bidang keahlian dari tiap penilai. Setelah divalidasi peneliti juga meminta masukan untuk pengembangan video yang nantinya akan di ujikan pada peserta didik.

Video kemudian diujikan dalam skala terbatas kepada peserta didik. Penilaian peserta didik dalam uji terbatas terhadap video pembelajaran IPA (fisika) mendapatkan persentase penilaian setuju sebesar 66,67% dengan ratarata 3,33. Kemudian dianalisis dan dilakukan beberapa perbaikan untuk di uji luaskan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan video menurut peserta didik serta bagian apa saja yang dirasa perlu untuk diperbaiki. Hasil analisis diketahui bahwa fenomena di lingkungan yang disajikan dalam video membantu peserta didik memahami konsep suhu dan kalor dalam kehidupan sehari-hari. Seperti visualisasi perpindahan kalor secara konduksi yang terdapat dalam video, divisualisasikan dengan praktikum sederhana yakni lepasnya paku-paku yang ditempelkan dengan lilin di ujung penggaris,

kemudian ujung penggaris dibakar. Visualisasi peleburan logam menjadi satu barang tertentu, dan mengaitkan fenomena sebagai contoh dalam penerapan persamaan kalor. Video dalam uji terbatas masih terdapat kekurangan dari segi desain video yang menurut peserta didik masih kurang, sehingga dilakukan beberapa perbaikan guna uji yang lebih luas. Video juga diujikan dalam tahap uji luas dilingkup satu kelas. Diperoleh hasil bahwa video pembelajaran IPA (fisika) mendapatkan persentase penilaian setuju sebesar 66,67% dalam uji luas dengan rata-rata 3,37. Hasil analisis uji luas menunjukan hal yang sama dengan uji terbatas, yaitu contoh fenomena dengan pendekatan lingkungan membantu peserta didik memahami konsep suhu dan kalor yang ada di kehidupan sehari-hari. Revisi video setelah diujikan adalah pada bagian materi dan narasi yang lebih disinkronkan hingga menjadi produk akhir. E. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan a. Telah dikembangkan produk pembelajaran berupa video pembelajaran IPA (fiska) dengan materi suhu dan kalor untuk kelas VII, sebagai media belajar yang memuat pengetahuan dari lingkungan guna menunjang pembelajaran IPA (fisika). Penerapan pendekatan

lingkungan dalam video yang dikembangkan yaitu mengaitkan materi

suhu dan kalor di lingkungan sebagai pengetahuan dan sarana belajar, guna memahami materi yang erat kaitannya dengan kehidupan seharihari. b. Kualitas video pembelajaran IPA (fisika) yang dikembangkan memiliki kualitas Sangat Baik (SB) berdasarkan ahli materi dengan persentase keidealan 94,55%, berdasarkan tinjauan 2 ahli media kualitas video Sangat Baik (SB) dengan persentase keidealan 84,86%, berdasarkan tinjauan 2 guru SMP/MTs dan 2 peer review kualitas video Sangat Baik (SB) dengan persentase keidealan 89,05%. Secara keseluruhan kualitas video pembelajaran dikategorikan memiliki kualitas Sangat Baik (SB). Adapun penilaian dari peserta didik terhadap video dalam uji terbatas memperoleh persentase penilaian dikategorikan setuju sebesar 66,67% dengan rata-rata 3,33 dan pada uji luas sebesar 66,67% dengan rata-rata 3,37. Sehingga mengindikasikan bahwa video diterima peserta didik dan layak untuk digunakan sebagai alternatif media belajar IPA. 2. Saran a. Komposisi gambar dan efek transisi antar scene supaya lebih bervariasi agar media manjadi lebih menarik. b. Durasi waktu dalam video sebaiknya disesuaikan dengan jam pelajaran IPA (fisika) supaya dapat digunakan dalam pembelajaran namun perlu diperhatikan agar video tidak membuat suasana belajar menjadi jenuh. c. Penggunaan handycam atau kamera digital dalam pengambilan gambar perlu diperhatikan agar gambar yang diperoleh memiliki kualitas baik. d. Pengembangan materi IPA (fisika) berbasis pendekatan lingkungan perlu diperhatikan dalam memilih informasi-informasi di lingkungan sebagai sumber belajar, guna mengkomunikasikan materi IPA (fisika) yang akan disampaikan. F. DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah Standar Kompetensi dan Kompetansi Dasar SMP/MTs. Satino, 2006. Strategi Meningkatkan Keterlibatan Siswa Dalam Pembelajaran IPA ,(Makalah ini disampaikan pada seminar dan lokakarya strategi

pembelajaran IPA bagi Mahasiswa UIN, Yogyakarta, 20 September 2006). Sukardjo, 2009. Handout sendiri), UNY. Evaluasi Pembelajaran Sains. (Untuk kalangan

Suparwoto, 2007. Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Fisika. Yogyakarta : UNY Sutedjo, Bambang. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs, Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Anda mungkin juga menyukai