Anda di halaman 1dari 14

ANALISA ULANG BEBERAPA PERMASALAHAN SURAT ABASA SECARA LINGUISTIK

`., < _..-l ,>l


_,s _|. _ :,l> _.s _ !. ,,.`, .`-l _, _ `., -.. _ _ !. _. _.-.`. _
.! .l _... _
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia( ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba
cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan
diri(beriman) " (QS:Abasa-80: 1-6)
Secara ringkas kisah yang populer di kalangan ahli tafsir (mufassir) Ahlu Quran sunnah dan Syiah adalah
bahwa sebagian pemuka Quraisy seperti Utbah bin Rabiah, Abu Jahal, Abbas bin Abdul Muthhalib dan
sekelompok orang lainnya datang kepada Rasulullah Saw. Ketika itu, Rasulullah Saw tengah sibuk
bertabligh dan menyeru mereka kepada Islam serta berharap semoga seruan-seruan ini tertanam dan
membekas pada hati-hati mereka. Saat itulah, Abdullah bin Ummi Maktum yang merupakan seorang
buta (tuna netra) dan fakir memasuki majelis Rasulullah Saw. Ia meminta supaya Rasulullah Saw
membacakan dan mengajarkan ayat-ayat al-Quran kepadanya.
Abdullah bin Ummi Maktum berkukuh mengulang permintaannya dan tidak bersikap tenang; karena ia
tidak mengetahui bahwa dengan siapa gerangan Rasulullah Saw berbicara. Sedemikian Abdullah bin
Ummi Maktum memotong pembicaraan Rasulullah Saw sehingga membuat beliau kecewa kepadanya
dan kekecewaan ini terlihat pada raut wajah Rasulullah Saw. Beliau kemudian membelakangi Abdullah
bin Ummi Maktum dan melanjutkan pembicaraannya dengan para pemuka Quraisy.
Saat-saat insiden seperti itulah, ayat-ayat pendahuluan surah Abasa turun dan dalam hal ini Rasulullah
Saw ditegur atas perlakuannya kepada Abdullah bin Ummi Maktum.
Sebenarnya bagi penulis sudah tidak ada permasalahan tentang kontroversi Quran Surat Abasa,
karena penulis berpegang pada pendapat yang bulat dikalangan Sunni. Namun dalam perkembangannya
masih banyak yang meragukan pendapat Sunni terhadap Quran Surat Abasa dikarenakan beberapa hal
yang dianggap masih bermasalah oleh sebagian kalangan. Karena topik ini sangat sensitif berkenaan
dengan Rasulullah SAW, maka kita harus sangat hati hati dalam berkata/menganalisis surat ini. Begitu
juga kepada Ummi Maktum R.A yang Tuna Netra, sikap kita,harus kita hormati karena beliau juga salah
satu sahabat Rasulullah SAW. Penulis disini juga berusaha sekuat mungkin untuk tidak melibatkan emosi
dan pikiran yang tidak objektif dan berusaha skeptis dan menerima kritikan konstruktif. Dan semoga
usaha penulis dicatat sebagai amal perbuatan baik dalam menggapai Ridha Allah SWT. Allahumma Amin.
Secara garis besar berikut 2(dua) hal yang bisa dianalisa ulang untuk dicarikan penyelesaiannya :
1. Siapa yang dimaksud dengan yang Berwajah Masam?
2. Kalau yang dimaksud bermuka masam adalah Rasulullah SAW maka bertentangan dengan
Quran Surat Al-Qalam : 4, yang mengatakan Rasulullah SAWberakhlak Agung.
Dari dua permasalahan di atas, penulis berusaha menganalisa berdasarkan pendapat yang mahsyur
secara ringkas karena sudah dibahas panjang lebar oleh mereka, kemudian pada Ayat Quran satu
dengan yang lainnya dikaji, kemudian terakhir secara Linguistik bahasa Arab.
1. SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN YANG BERWAJAH ABASA
Secara garis besar ada 3(tiga) pendapat yang berbeda mengenai siapakah yang berwajah Abasa
tersebut di dalam ayat pertama dalam Quran Surat Abasa. Ketiga pendapat tersebut adalah :
a. Sahabat Ustman R.A Pendapat ini dipegang oleh Syiah khususnya Syiah Rafidhah, atau
b. Pembesar Suku Qurais yaitu Walid Ibnu Mughirah Pendapat yang dipegang sebagian
kalangan pengikut Husein Al-Habsyi, atau
c. Rasulullah Muhammad SAW Pendapat ini dipegang oleh Ahlul Sunnah dan kalangan golongan
kecil Syiah.
Penjelasan Singkat :
a. Pendapat yang mengatakan bahwa yang bermuka masam bukanlah Rasulullah SAW.
Pendapat ini berbeda pendapat siapa yang bermuka masam apakah Sahabat Ustman R.A atau
Pembesar Qurais Walid Ibn Mughirah. Namun mereka berangkat dari beberapa alasan yang
menurut mereka kuat yaitu :
Secara gramatikal Bahasa Arab dalam surat Abasa ayat pertama kata Dia dari kata kerja
ke tiga Abasa tidaklah tegas menunjuk Rasulullah SAW, sehingga bisa dimaknai orang lain
selain Rasulullah SAW. Yakni Sahabat Ustman R.A atau pendapat lain Walid Ibn Mughirah.
Tidak Logis antara kata ganti Orang ketiga dia pada ayat pertama dan kedua, kemudian
berubah menjadi Kata ganti orang kedua kamu di ayat ayat selanjutnya. Sehingga tidak
mungkin makna dia dan kamu adalah orang yang sama yaitu Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW adalah maksum dan berakhlak mulia, maka tidak mungkin berlaku zhalim
dengan bermuka masam. Sebagai Contoh Tegas dalam QS Al-Qalam : 4
Riwayat Hadist sebab turunnya QS Abasa yang dipegang Sunni tidak disepakati atau pada
intinya dikritik bermasalah. Dan berpegang pada riwayat hadist yang mereka anggap kuat
menurut versi mereka sendiri.
Pada intinya, mereka menganggap bahwa perilaku bemuka masam lebih tepatnya Abasa itu
bermakna tunggal yaitu perilaku tidak terpuji sama seperti perilaku buruk lainnya, sehingga
tidak pantas dan tidak mungkin Rasulullah SAW yang berakhlak mulia itu bisa berperilaku muka
masam. Kesadaran Premis tersembunyi terhadap pemahaman tersebut berangkat dari latar
belakang perilaku Abasa diungkap dalam surat Abasa oleh Allah SWT sebagai konteks teguran
bahwa sikap itu dianggap tidak baik oleh Allah SWT.
Kesimpulannya adalah siapapun dia, apakah dia seorang Nabi dan atau Rasul, Seorang Ulama,
seorang keturunan Ahlul Bayt, Seorang Imam, Kiyai, atau bahkan seorang muslim biasa, fasiq,
munafiq, kafir jika dia berperilaku Abasa maka dia tidak berakhlak terpuji. Maka tidak
mungkin untuk Rasulullah SAW berperilaku tidak terpuji yaitu Abasa. Dan sudah sepantasnya
yang bisa berperilaku Abasa adalah Sahabat Ustman R.A yang memang bagi pandangan
kalangan syiah Rafidhah termasuk tercela akhlaknya. Atau Walid Ibn Mughirah yang memang
tidak memeluk Islam sehingga pantaslah juga ia berperilaku tidak terpuji.
b. Pendapat yang mengatakan bahwa yang berwajah Abasa adalah Rasulullah SAW.
Sedangkan bagi penulis yang berangkat dari pendapat Sunni yang bulat mengatakan bahwa yang
berwajah Abasa adalah Rasulullah SAW tanpa ada keraguan sedikitpun. Hal ini bisa diutarakan
dengan beberapa argumentasi yaitu :
- Secara Gramatikal bahasa arab, kata Dia dipilih Allah SWT dalam ayat pertama tidak
menyebutkan secara tegas ditujukan kepada siapa, Namun dengan bukti bukti yang ada
insiden tersebut ditujukan kepada Rasulullah SAW. Karena yang ditujukan untuk Rasulullah
SAW, maka seharusnya kata ganti orang ketiga diganti dengan kata ganti orang kedua jadi
seperti Abasta kalimat Kamu Bermuka Masam, Kamu Berpaling. Namun dalam konteks
seni mengkritik, tetap yang dipilih adalah kata ganti orang ke-3 yaitu dia. Diksi ini dipilih
mempertimbangkan psikologis orang yang dikritik dalam hal ini orang termulia dan dekat
dengan Allah SWT apalagi di depan umum dalam hal ini adalah Tabligh. Tentu hal ini
merupakan sebuah cara yang tidak langsung untuk menegur secara halus kepada Rasulullah
SAW secara hormat. Bayangkan jika lagi dalam keadaan Tabligh kepada kaum Kafir dan
Shirk, Allah SWT menegur kekasihnya dengan kata ganti orang Kedua, seperti : Kamu
Bermuka Masam, Kamu Berpaling , maka tentu ini akan sangat membuat malu Rasulullah
SAW. Oleh karena itu Allah SWT tetap menjaga kehormatan Rasulullah SAW sebagai orang
mulia dengan cara tidak menegur secara langsung.[1]
1
Dalam kondisi Tablig Rasulullah SAW lainnya, seperti pada peristiwa turunnya QS. Abu Lahb,
maka Allah SWT terang terangan menyebut nama Abu Lahb di depan umum sebagai bentuk
penghinaan. Maka jika dalam Surat Abasa ayat pertama itu ditujukan kepada musyrikin
tentu bahasanya tidak sesehalus seperti yang ada.
- Bukti kedua yang memperkuat yang dimaksud dia pada ayat pertama adalah pada ayat
kedua kata nya memperjelas, mempertegas dan menguatkan kata dia yang dimaksud
pada ayat pertama.
_ :,l> _.s _
2. karena telah datang seorang buta kepadanya
1
English-MaarifulQuran-MuftiShafiUsmaniRA-Vol-8-Page-676-731, halaman 706
Kata an(_) yang merupakan Kata Sambung bermakna sebab akibat yaitu
karena. Kata Sambung atau Huruf (al-Harfu) dalam bahasa Arab adalah setiap lafadz yang
tidak mungkin jelas artinya kecuali ditambahkan dengan kata-kata yang lain (dalam hal ini
Ayat pertama dan kedua). Pada ayat kedua merupakan Subordinating conjungtion[2]
2
.
Subordinating conjunctions (disebut juga dependent words atau subordinator) adalah
konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan dependent clauses (anak kalimat) dengan
independent clauses (induk kalimat).[3]
3
pada ayat kedua ini konteks Subodinating
conjungtion adalah hubungan sebab akibat. Sedangkan Induk Kalimatnya adalah ayat
pertama. Sehingga ayat pertama dan ayat kedua adalah satu kesatuan kalimat yang tidak
bisa dipisahkan begitu saja sehingga konteks maknanya menjadi jelas.
Pada ayat kedua ini, semua sependapat bahwa yang dimaksud Orang Buta tersebut adalah
Ummi Maktum R.A. Semua juga sependapat Ummi Maktum R.A. mendekati mendatangi
Rasulullah SAWyang sedang mengadakan Tabligh. Kata Jaaa (,l>) yang terdiri dari 3 suku
kata : jm,y,hamza () bersinonim kata Ataa( ) yang bermakna mendatangi,
menurut Ust.Nouman Ali Kahn kata Jaaa lebih berat/berasa dibandingkan kata Ataa,
sehingga ayat tersebut bisa diterjemahkan sebagai Karena telah datang (dengan tergesa-
gesa dan antusias) orang buta kepadanya(muhammad SAW)[4]
4
.Jadi sangat jelas yang
datang itu adalah Ummi Maktum RA, kepada Rasulullah SAW dengan tergesa-gesa dan
antusias.
Sehingga, jika yang dimaksud dia pada ayat pertama bukan Rasulullah SAW, sebagai
contoh Walid Ibn Mughirah, maka seharusnya pada ayat kedua (sebagai anak kalimat)
terjemahannya adalah Karena telah datang seorang buta kepada nya(Walid Ibn
Mughirah). Karena telah jelas Ummi Maktum RA bermaksud mencari dan mendatangi
Rasulullah SAW. Maka semua sependapat bahwa yang dimaksud adalah Rasulullah SAW,
dan anehnya semua yang mengatakan ayat pertama kata dia bukanlah Rasulullah SAW,
namun berubah seketika pada ayat kedua sependapat bahwa nya pada ayat kedua di sini
sangat jelas yaitu Rasulullah SAW.
Secara Gramatikal juga karena yang ditujukan pada ayat kedua ini adalah Rasulullah SAW,
seharusnya diganti menjadi kata ganti orang kedua yaitu kamu, sehingga kalimatnya
terjemahannya menjadi Karena telah datang orang buta kepada kamu. Namun Allah SWT
tetap memilih diksi kata ganti orang ketiga. Sehingga gugur sudah pendapat yang
mengatakan bahwa ayat pertama bukan Rasulullah SAW karena tidak menggunakan kata
2
http://corpus.quran.com/wordmorphology.jsp?location=(80:2:1) diakses tanggal 17 Januari 2014
3
http://catatanbahasainggris.blogspot.com/2009/02/subordinating-conjunctions.html diakses tanggal 17 Januari
2014
4
http://www.linguisticmiracle.com/tafsir/abasa diakses tanggal 17 Januari 2014
ganti orang kedua, karena pada ayat kedua mereka tetap berpendapat yang dimaksud nya
disini adalah Rasulullah SAW walau tidak menggunakan kata ganti orang kedua.
- Kemudian pada ayat ketiga, barulah Allah SWT mengganti kata ganti orang kedua dengan
kata kamu. Dua ayat sebelumnya merupakan satu kesatuan kalimat sebab akibat
menggambarkan dan menekankan sebuah insiden perbuatan dibandingkan menekankan
pelakunya, Salah satu seni mengkritik adalah mengkritik perbuatannya bukan orangnya.
sehingga harus konsisten menggunakan kata orang ketiga menunjuk orang yang sama yaitu
Rasulullah SAW. Namun tentu ketika ayat tersebut di firmankan, tentu para pendengar
bertanya tanya siapakah yang dimaksud, dan khawatir apakah yang dimaksud mereka para
pendengar. Ayat ketiga inilah yang menegaskan secara terang siapa yang dimaksud.
- Ust.Nouman Ali Kahn dalam ceramahnya juga mengatakan mengapa Ayat pertama dan
kedua menggunakan kata ganti orang ketiga, dan ayat ketiga menggunakan kata ganti orang
kedua. Secara Bahasa Arab ketika sesorang menegur orang lain dengan kata ganti orang
ketiga itu lebih mudah. Kalau menggunakan kata ganti orang kedua itu akan menjadi lebih
sulit karena terasa tegurannya lebih keras kepada mereka yang ditegur. Allah SWT
menunjukkan Maha PengampunNya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga agar
lebih mudah diterima.
Sebagai Contoh Seorang guru sekolah melihat salah satu muridnya di dalam kelas
berperilaku yang kurang berkenan misalnya : ngobrol sendiri. Guru tersebut mengatakan
Ada murid sedang berbicara sendiri tentu ini akan membuat murid yang sadar merasa
berbicara sendiri berkesempatan memperbaiki sikapnya karena malu, namun tidak menjadi
rendah diri dan tidak merasa diperlakukan buruk di depan teman temannya, karena tanpa
diketahui teman temannya yang mencari cari siapa yang dimaksud. Bayangkan jika gurunya
menegur dengan Abdullah kamu telah berbicara sendiri karenanya mengganggu teman
yang lain.
Jadi inti dari kata dia dipilih pada ayat pertama dan kedua adalah pertimbangan Seni
Mengkritik PERBUATAN orang yang disayangi di Depan Umum.
- Untuk pembuktian ketiga kata dia via hadist, periwayatan hadist yang berbeda antara
sunni dan syiah dalam menyikapi Quran Surat Abasa, penulis lebih memilih pendapat sunni,
walau tidak akan saya bahas di sini karena terlalu panjang lebar untuk menguji kevalidan
sebuah hadist dan memang bukan kapasitas penulis untuk menguji. Namun sudah banyak
kajian di luar sana yang membahas kevalidan sumber hadist tersebut. Satu sisi penulis yang
memilih sunni belum bagus keilmuannya termasuk Science of Hadist dan belum pernah
mengenal konsep sederhana dari bagaimana hadist yang dipercaya Syiah menjadi sumber
pengetahuan yang valid.
- Argumentasi lainnya adalah Banyak Ayat Ayat Quran yang ditujukan Langsung dari Allah
SWT kepada Rasulullah SAW baik sebagai teguran, peringatan, perintah dsb. Tentu
kenyataan ini membantah premis bawah sadar yang meyakini bahwa Jika Rasulullah SAW
berakhlak sempurna maka sikap Beliau tidak mungkin dikritik, bahkan oleh Allah SWT
sekalipun. Ayat-ayat tersebut bisa di lihat pada paragraf-paragraf selanjutnya.
- Lalu jika memang yang dimaksud kata dia di ayat tersebut adalah Rasulullah SAW, maka
ini menyalahi sikap perilaku akhlak Rasulullah SAW yang mulia. bagaimana menyikapi
permasalahan ini benarkah demikian menyalahi perilaku Rasulullah SAW yang berakhlak
mulia, maka perlu kita bahas lebih lanjut dan mendalam.
2. KALAU YANG DIMAKSUD BERMUKA MASAM ADALAH RASULULLAH SAW MAKA BERTENTANGAN
DENGAN QURAN SURAT AL-QALAM : 4, YANG MENGATAKAN RASULULLAH SAW BERAKHLAK
AGUNG.
Sebelum kita membahas apakah bertentangan dengan akhlak Rasulullah SAW yang mulia atau tidak.
Golden standar yang kita sepekati adalah Rasulullah SAW terbebas dari Dosa yang biasa disebut
sebagai Maksum. Kemudian Mari kita bahas etika akhlak muslim berbicara kepada Rasulullah SAW
yang diajarkan Allah SWT. Dalam QS. Hujuurat ayat 2 dan ayat 7 yang berbunyi :
!!., _ `.., `-. >.. _ ,. _,.l `, .l _1l!, > .-, _-,l _ 1,>
>l..s `.. _'-:. _
2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan
janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian
kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu[1408], sedangkan kamu tidak
menyadari.
[1408] Meninggikan suara lebih dari suara Nabi atau bicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan
yang menyakiti Nabi. karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan.
.l. _ >, _. < l >`-,L`, _ ,. _. . ,..-l _>.l < ,> `>,l| _.., ..`, _ >,l
: `>,l| >l _.l _!,`.-l ,.l` `> _.:l _
7. dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam
beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta'
kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci
kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang
lurus,
Jadi, dimulai menghormati Rasulullah SAW dengan tidak meninggikan suara, tidak menuntut
perhatian berlebihan kepada Rasulullah SAW. Sehingga perilaku tersebut bisa menuntun kepada
Keimanan. Ayat tersebut di atas menunjukkan betapa pentingnya kaum muslimin menghormati
Rasulullah SAW. Perilaku menghormati Rasulullah SAW adalah bentuk dari Perilaku Keimanan.
Secara singkat profil ummi Maktum R.A adalah seorang Muslim, Sahabat Rasulullah SAW yang Tuna
Netra. Karena Matanya telah buta,beliau terbiasa secara alamiah mengandalkan suaranya dengan
keras untuk dapat berkomunikasi dengan maksud yang jelas. Karena dia buta, dia tidak tahu apakah
suaranya yang keras tersebut membuat reaksi para pendengar itu merasa tergangggu atau tidak, baik
dengan ekspresi muka atau dengan ekspresi suara. Sehingga Ummi Maktum R.A menganggap
suaranya yang keras tersebut bukanlah sebuah persoalan buat orang lain.
Insiden terjadi ketika Ummi Maktum R.A mendatangi Rasulullah SAW dan berkata :
Wahai Muhammad , Ajari aku apa yang Allah Ajarkan
Dalam situasi tersebut Rasulullah SAW sedang sibuk berdiskusi kepada para pembesar Kaum Quraisy,
karena tidak biasanya para pembesar berkumpul berdiskusi dengan Rasulullah SAW.
Sejak Ummi Maktum R.A tidak mendapatkan respon yang jelas, dan mungkin Rasulullah SAW belum
mendengar perkataan ummi Maktum R.A dengan jelas, maka Ummi Maktum R.A mengulangi lagi
permintaannya dengan berulang kali dengan suaranya yang keras. Mindset para pembesar Quraisy
adalah merasa Kenapa kita harus menerima Islam jika Orang miskin, kelas bawah, tertindas
bersama diri Mu (Muhammad SAW)?. Dan jika kita menjadi muslim, maka pasti kami kehilangan
respek hormat dari orang orang tersebut kepada kami. Mindset tersebut terjadi karena melihat
insiden yang kurang menyenangkan tersebut.
Dalam kondisi tersebut di atas, ada dua keadaan yang harus dipilih Rasulullah SAW :
1. Berdakwah (mengajak orang untuk beriman) kepada Ummi Maktum R.A yang memang sudah
berislam.
2. Tabligh (menyampaikan ajaran ajaran Islam) kepada para Pembesar Quraisy.
Pembesar Quraisy (yang telah diketahui sejarah tidak masuk Islam) sesaat setelah melihat Ummi
Maktum R.A datang mendekati Rasulullah SAW, mereka akan beranjak pergi. Karena tidak ingin
terlihat orang lain bahwa mereka bersama dengan Orang yang Buta.
Rasulullah SAW melihat 2 kondisi tersebut dan mempertimbangkan bahwa berdakwah kepada Ummi
Maktum R.A yang sudah beriman bisa dilakukan nanti, dan Ummi Maktum R.A dirasa bisa menunggu
dan meminta lagi nanti pada saat gilirannya. Dan melihat kesempatan emas melakukan penyampaian
Islam kepada Para pembesar tidak mudah untuk didapatkan. Sehingga beliau berijtihad untuk tetap
berusaha melakukan tablig kepada para pembesar Quraisy. Jadi pertimbangan Rasulullah SAW sama
sekali bukan karena melihat latar belakang Ummi Maktum R.A yang buta, miskin, kelas bawah
sehingga diabaikan. Melainkan kesempatan emas yang sulit didapatkan.
Jadi dalam situasi seperti itu, Rasulullah SAW tidak melakukan kesalahan apapun.
Karena Ummi Maktum R.A buta, jadi dia tidak melihat ada ekspresi Abasa dari Rasulullah SAW, dan
juga tidak melihat reaksi dari para Pembesar Quraisy. Penggambaran inilah mungkin mengapa Allah
SWT memilih kata amaa (tuna netra) untuk menggambarkan situasi tersebut. Lalu bagaimana
mungkin Ummi Maktum merasa tersinggung dengan ekspresi muka Abasa Rasulullah SAW.
Selain itu juga Ummi Maktum R.A tidak mendengar reaksi suara yang tidak menyenangkan dari
Rasulullah SAWseperti misalnya teguran atau berkata kasar. Karena Rasulullah SAW tahu hal itu bisa
menyinggung Ummi Maktum R.A dan juga memang dilarang oleh Allah SWT. seperti di dalam QS :
17:23 bahwa kita dilarang berkata ahh/ ufff kepada kedua orang tua kita. Jadi hanya reaksi
abasa yang tidak terlihat. Sehingga Rasulullah SAW tidaklah salah.
Pertanyaan selanjutnya yang mungkin adalah, lalu mengapa Allah SWT mengirimkan Ayat ini ?
Perlu kita ketahui bahwa Allah SWT telah membuat standar peringkat kualitas keimanan seseorang
yaitu :
- Muslim ( Orang yang telah tunduk kepada Allah SWT-berislam)
- Mukmin (Orang yang tetap beriman walau mendapat ujian cobaan yang sulit)
- Muhsin/Muttaqin (Orang yang sempurna Imannya)
Rasulullah SAW tentu karena dia Pemimpin Ummat Islam, berada di peringkat kualitas keimanan
yang paling tinggi dan orang yang didekatkan dengan Allah SWT. Allah SWT tentu punya standar
sangat tinggi buat Rasulullah SAW. Allah SWT pun sangat sensitif dengan perilaku halus/kecil yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW. Sebagai contoh dalam Quran surat Al-Baqarah 2:144 yang berbunyi :
. _. l1. ,> _ ,!..l ,.,l`.l , !.. _ ,> L: .>`..l ,>l ,> !. `..
l >>`>` .:L: _| _ . ..>l _.l-,l . _>l _. , !. < _.-, !.s _l.-, __
144. sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja
kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang
diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
[96] Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu
turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.
Atau contoh lain dalam Quran Surat Al-Hijr ayat 88 yang berbunyi :
_... ,,.,s _|| !. !.-`.. ., !> `.. _> ,ls _> ,>!.> _,...ll __
88. janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan
kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati
terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.
Atau contoh lain dalam Quran Surat At-Tawbah 9:43 yang berbunyi :
!s < .s l .: `l _.> _,,., l _ .. ,l-. _,,..>l __
43. semoga Allah mema'afkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang),
sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang
yang berdusta?
Beberapa contoh ayat di atas, merupakan bentuk perhatian kasih sayang Rahmat Allah SWT yang
sangat sensitif terhadap perilaku minor baginda Rasulullah SAW sebagai level keimanan yang
tertinggi. dalam hal ini Ulama memberikan kaidah Hasanat al-Abrar Sayyiat al-Muqarrabin (apa yang
dinilai kebajikannya orang-orang yang amat berbakti, masih dinilai keburukan oleh orang-orang yang
didekatkan Allah kepada-Nya). Nabi Muhammad saw adalah makhluk yang paling didekatkan Allah ke
sisi-Nya, karena itu beliau ditegur. Dan tentu melihat contoh ayat di atas, hal itu bukanlah sebuah
dosa.
Jadi, tidak ada satupun persoalan Abasa ini yang dapat membuat Rasulullah SAW dipersalahkan.
Mengapa?, marilah kita lihat insiden Abasa tersebut :
1. Ummi Maktum R.A menginterupsi Pembicaraan Rasulullah SAW dengan Pembesar Quraisy, dan
itu dilakukan berulang-ulang. Tentu hal ini adalah sebuah kesalahan Ummi Maktum R.A yang
tanpa disadarinya.(ingat etika muslim bebicara kepada Rasulullah SWT)
2. Rasulullah SAW sedang memperkenalkan Islam kepada Pembesar Quraisy, karena mereka sulit
untuk mendengarkan, dan ada kesempatan emas tersebut digunakan Rasulullah SAW untuk
memperkenalkan Islam karena ada yang mau mendengarkan. Dan mungkin saja dari mereka ada
yang menerima Islam dan tentu keIslaman mereka akan mempengaruhi pengikutnya untuk
memeluk Islam juga.
3. Ummi Maktum R.A tetap bertahan untuk mendapatkan perhatian Rasulullah SAW krn blm
tersadar akan kesalahannya. Di dalam forum tersebut Rasulullah SAW mulai merasa terganggu,
karena kesempatan emas bisa hilang.
4. Insiden tersebut membuat Rasulullah SAW menjadi Abasa yang tentu Ummi Maktum R.A tetap
tidak sadar dengan keadaan tersebut dan tidak tersinggung. Jadi Rasulullah SAW tentu tidak
bermaksud menghina Ummi Maktum R.A.
5. Sebelum ayat tentang Abasa turun, untuk menunjukkan tuntunan yang tinggi Allah SWT kepada
Rasulullah SAW dan pengikutnya. Maka perilaku abasa wa tawalla kepada bahkan Orang Buta
sekalipun (Karena Allah SWT selalu mengawasi kita) tidak boleh dilakukan untuk menunjukkan
bahwa Orang kaya atau miskin adalah sama di Mata Allah SWT dan tidak boleh diperlakukan
berbeda.
Dalam tafsir Al-Mishbah Prof. M.Quraish Shihab memakai sudut pandang sosiologis budaya pada saat
ayat tersebut diturunkan. Menurut pandangan Prof. M.Qurasih Shihab dengan hati-hati beliau
meyakinkan pendapatnya dengan mengurai dan menyandarkannya pada faktor tempat perkara dan
situasi serta budaya arab pada saat itu. dan menetapkan dengan tegas bahwa bahwa surat yang
turun pada saat itu tidak lain ditujukan kepada pribadi Nabi sendiri. Yang masih menurut Ustad
Shihab apa yang dilakukan oleh Nabi dengan bermuka masam dan kemudian memalingkan wajahnya
dari ibn Maktum yang hadir pada saat sedang menjamu para pemuka kafir Quraish adalah sikap yang
wajar dan paling toleran untuk ukuran sosial pada saat itu.
Namun kalau dilihat dari tinjauan sosiologis budaya arab bisa berubah sewaktu waktu dan hanya
berlaku di Arab saja, tentu kita harus melihat dari sudut pandang linguistik kata Abasa apakah
mengkonfirmasi apa yang dikatakan Prof Shihab bahwa Abasa tersebut sikap yang paling wajar dan
paling toleran, agar makna tersebut lepas dari ikatan sosiologis budaya Arab pada masa tersebut,
maka kali ini dilihat secara linguistik.
Ust.Nouman Ali Kahn dalam ceramahnya lagi menyebutkan ada beberapa ekspresi raut wajah ketika
orang sedang marah (ghaaDib) yaitu :
1. Uboos [noun] Abasa [verb]. (Frown: Dahi Merengut karena merasa terganggu.)
2. Kalaha Menggemertakkan Gigi Karena Marah. Kalihun Meringis menahan sakit
[QS : Al Mukmin : 23:104]
3. Basar ketika Wajah menjadi kelihatan jelek karena Marah. [QS. Muddathir 74:22]
4. Basal Wajah dalam keadaan marah besar, bisa karena Perang atau Berkelahi, menghukum
berpotensi merusak/binasa secara fisik dan Jiwa.
Pembahasan :
Uboos - atau Kerutan Dahi atau kata kerjanya Abasa Mengerutkan dahi terjadi karena ada
gangguan dari luar dan merasa tidak nyaman. Seperti contoh Gambar 1
5
di bawah ini :
Gambar 1
Jadi Abasa khusus hanya pada mengerutkan dahi yang merupakan bagian terkecil dari ekspresi
wajah yang sedang marah karena merasa terganggu. Abasa bisa bersinonim dengan Kalaha - .
Namun ada syaratnya agar bersinonim dengan Kalaha. Jika wajah dengan kerutan dahi ditambah
memandang penuh kebencian disertai gemertakan gigi yang terlihat maka Abasa meningkat
bersinonim dengan Kalaha
6
dan berubah kata kerjanya menjadi ABBas
7
. Uniknya kata Kalaha secara
ilmu Qiraat (bacaan) mimik bibir mengucapkan huruf Kaf dan ha merupakan bagian dari huruf Tarqiq
( ) yang dibaca tipis dan diimplementasikan dengan bibir harus agak meringis-ditarik ke belakang
sampai terlihat giginya. Sehingga mempertegas makna dari Kalaha yang salah satu artinya meringis.
Sedangkan kata Basar selain sudah mengandung ekspresi Abasa (mengerutkan dahi) juga
5
Arabic English Bilingual Visual Dictionary, halaman : 25, Dorling Kindersley Book, 2009
6
http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume5/00000224.pdf
7
Idem
disertai Kalaha
8
dan juga disertai dengan menunjukkan wajah penuh kebencian serta Marahnya
secara langsung, terang dan tegas.
Kata Basal
9
adalah puncak dari kemarahan dengan semua ciri ciri Abasa + Kalaha + Basar disertai
dengan tindakan menyakiti/menghukum. Uniknya Allah SWT satu satunya dalam QS AnAm ayat 70
memilih kata ini menjadi tub'sala dan ubsilu
10
seolah olah sebagai ekspresi puncak kemarahan dan
balasan hukuman Allah SWT terhadap orang orang Kafir.
Jadi, setelah melihat perbedaan kualitas ekspresi wajah sedang marah, sangat terlihat jelas bahwa
tindakan minor Rasulullah SAW berupa abasa merupakan ekspresi marah yang sangat/paling ringan
di antara ekspresi wajah marah lainnya dan tidak mengandung kebencian/penghinaan. Sehingga
secara linguistik bahasa Arab mengkonfirmasi Tafsir Prof. M.Quraish Shihab tersebut di atas. Walau
penulis kurang setuju dengan Metode Sosiologi Budaya Arab.
Selanjutnya mari kita bahas kata tawalla () berpaling. kata Berpaling dalam bahasa Arab ada
beberapa jenis berdasarkan penyebabnya yaitu :
1. Tawalla (wa lam ya) makna dasar sesuatu yang didekatkan
11
2. Adbara (dal ba ra) makna dasar sesuatu yang berada di belakang
12
3. Aradad (ain ra dad) makna dasar sesuatu menyebar/meluas
13
Tawalla makna dasarnya sesuatu yang didekatkan. Contoh seperti kata wali sesorang yang
didekatkan. Sehingga Tawalla itu beralih kepada sesuatu yang didekatkan. Contoh yang digunakan di
dalam Al-Quran seperti dalam QS Al-Baqarah 2:144 yang sudah kita singgung di atas. Kata
falanuwalliyannaka
14
yang bercerita tentang Allah SWT menegur Rasulullah SAW agar menghadap
wajah ke arah Kiblat bukan ke Atas. Sehingga Rasulullah SAW mengalihkan wajahnya dari menghadap
ke Atas dialihkan ke sesuatu yang didekatkan yaitu Arah Kiblat.
Adbara makna dasarnya sesuatu yang berada di belakang. Contoh seperti kata dubr ( dubur)
letaknya berada di belakang manusia. Atau contoh kata lain Tadabbur yang berarti mencari makna di
belakang sesuatu hal. Dalam konteks makna berpaling yaitu Adbara adalah memutar balikkan yang
berada dibelakang menjadi di depan, sederhananya secara fisik adalah Balik Badan 180 derajat.
contoh dalam QS Al-Maarij 70:17 yang berbunyi :
`s.. _. ,: _|. _
17. yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama),
8
http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume1/00000240.pdf
9
http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume1/00000242.pdf
10
http://corpus.quran.com/qurandictionary.jsp?q=bsl
11
http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume8/00000314.pdf
12
http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume3/00000010.pdf
13
http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume5/00000287.pdf
14
http://corpus.quran.com/wordmorphology.jsp?location=(2:144:7)
Aradad makna dasarnya adalah sesuatu yang meluas/menyebar. Dalam konteks makna berpaling
yaitu Contoh seperti kata di dalam QS Fussilat 41:51 yang berbunyi :
:| !..-. _ls _.. _s !:. .,.!, :| .. :l . ,!s: _,s _
51. dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia
ditimpa malapetaka, Maka ia banyak berdoa.
Aradad bisa dikatakan menyebar/meluas dari sesuatu, dan belum tentu menjauh dari sesuatu
tersebut. Maka jika dikaitkan dengan konteks makna berpaling adalah bertemunya dengan sesuatu
kemudian menyebar/meluas dari sesuatu tersebut.
Dari ketiga kata tersebut di atas yaitu Tawalla Adbara Aradad yang benar benar dilarang Allah
SWT untuk dilakukan sesama Muslim adalah Aradad. Hal ini bisa dilihat dalam sebuah hadist Nabi
yaitu tentang Larangan mendiamkan saudara sesama muslim lebih dari 3 malam:

"
" .
Terjemahan: Dari Abu Ayyub Radiyallahuanhu bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassallam bersabda: Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga
malam. Mereka bertemu, lalu seorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik
diantara keduanya ialah yang terlebih dahulu memulai mengucapkan salam..
15
Dalam konteks surat Abasa, rasulullah SAW tidak ditegur dengan kata Aradad, hal ini menandakan
bahwa Rasulullah SAW tidak sedang marah kepada Ummi Maktum R.A lalu karena sedang marah
menyebabkan Rasulullah SAW berpaling (Aradad) dari Ummi Maktum R.A.
Sebaliknya Allah SWT memerintahkan Rasulullah Saw untuk membalas keberpalingan kaum
musyrikin dengan menggunakan kata Aradad seperti di dalam QS :An-Najm 53:29 yang berbunyi :
`_s! _s _. _|. _s !.: `l :`, | :,>l !,..l __
29. Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini
kecuali kehidupan duniawi.
Jadi Allah SWT memerintahkan dengan tegas kepada Rasulullah SAW untuk melakukan Aradad
terhadap orang orang yang (tawalla) berpaling dari peringatan Allah SWT kepada sesuatu yang lebih
15
http://sunnah.com/muslim/45/31
dekat kepada mereka yaitu kehidupan dunia. Hal ini mengesankan bahwa keberpalingan Rasulullah
SAW itu lebih tegas dan mengandung bertolak belakang terhadap mereka.
Keberpalingan meraka pada dasarnya antara Peringatan Allah SWT dan Hal keduniaan bukanlah
suatu hal yang saling bertentangan. Karena dalam Islam juga tidak melarang ummat muslim untuk
memperhatikan urusan Dunianya seperti di dalam doa sapu jagat.
Begitu juga dalam QS Al-Baqarah 2:144 yang sudah kita singgung di atas. Kata falanuwalliyannaka
yang telah kita bahas di atas. Pada dasarnya tidak ada pertentangan antara Arah Atas dan Arah
Kiblat, karena pada dasarnya semua Arah adalah milik Allah SWT.
Allah SWT juga tidak menggunakan kata Adbara untuk berpalingnya Rasulullah SWT dari Ummi
Maktum R.A, hal ini dikarenakan jika menggunakan kata Adbara sangat terkesan kasar karena
berpaling 180 derajat dan bertolak belakang membalikkan badan. Jadi sangat terkesan secara tegas
menolak kedatangan Ummi Maktum R.A. Sehingga dalam konteks surat Abasa - berpaling yang
paling ringan adalah Tawalla.
Tawalla digunakan dalam surat Abasa menunjukkan bahwa Rasulullah SAW berpaling dari Ummi
Maktum R.A kepada yang pada saat itu lagi dekat secara fisik dan berusaha didekatkan kembali yaitu
para Pemimpin Kaum Quraisy. Dan pada dasarnya Rasulullah SAW tidak mempertentangkan antara
kedatangan Ummi Maktum R.A dengan Kaum Quraisy.
Selanjutnya jika kita kaji lebih dalam, Kalimat dalam Ayat 1 dan 2 surat Abasa adalah kalimat Lampau
atau past tense. Jadi pada saat turunnya ayat ini, kejadian Abasa watawalla sudah selesai sudah
lampau, barulah ayat ini diturunkan. hal ini menunjukkan kejadian Abasa watawalla itu sangat
sebentar tidak berlangsung lama. Artinya marahnya Rasulullah SAW yang paling ringan ini telah reda
dengan cara berpaling yang paling ringan (tawalla).
Bedakan dengan QS Al-Mudatsir 74:20-22 tentang ekspresi kaum musyrikin yang berbunyi :
. _. , . _ . L. _ . _,s ., __
20. kemudian celakalah dia! Bagaimanakah Dia menetapkan?,
21. kemudian Dia memikirkan,
22. sesudah itu Dia bermasam muka dan merengut,
Pada ayat ke 22 terlihat kaum musyrikin pada awalnya hanya abasa, namun berlanjut menjadi
Basara yang artinya benar benar menjadi Marah. Beda dengan Rasulullah SAW, yang awalnya abasa
lalu meredakannya dengan watawalla.
Melihat bahwa perilaku Abasa watawalla merupakan perilaku Rasulullah SAW yang paling ringan
dan sebentar dan telah lampau secara linguistik, dan tidak ada akibat buruk terhadap Ummi Maktum
R.A. Dan kemudian Insiden tersebut terjadi karena kesalahan Ummi Maktum R.A tentang etika
berbicara terhadap Rasulullah SAW yang dimaklumkan karena kebutaannya. Rasulullah SAW juga
tidak melakukan hal hal yang dilarang seperti berkata Ahh/Uff, atau kalaha, basara bahkan basala
atau adbara dan bahkan aradad. Maka hal tersebut bukanlah kesalahan Rasulullah SAW dan tidak
bertentangan dengan kesempurnaan Akhlak Rasulullah SAWsebagai contoh Ummat Manusia.
Demikian kajian analisis ulang secara linguistik Surat Abasa. Semoga dengan adanya tulisan ini
menambah kemanfaatan dunia akhirat bagi penulis dan Pembaca. Penulis sangat berharap ada
masukan kritikan terhadap tulisan ini agar semakin disempurnakan. Penulis juga mohon ampun
kepada Allah SWT jika masih terdapat kekeliruan kesalahan dalam penulisan artikel ini. Shalawat dan
Salam kita selalu Junjungkan kepada Baginda Nabi Rasulullah Muhammad SAW. Akhir kata
Wassalamualaykum Wr.Wb
Hanifsoul
Karang Kemiri 2014.

Anda mungkin juga menyukai