Kelompok X
03008190
03008195
PURNAMANDALA
03008196
03008197
RAINI
03008201
RATNA HARUMI
03008202
03008203
REZA PRADITYA
03008207
RIFTI
03008208
RINDY YUNITA
03008209
03008212
03008213
ROSA LINA
03008217
SARAH KAMILAH
03008302
SITI HANISAH
03008008
ADLINA SHARFI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Diskusi 1 = 15 orang
Diskusi 2 = 15 orang
Diskusi hari pertama diketuai oleh Sarah Kamilah dan Ratna Harumi sebagai sekertaris.
Pada diskusi sesi kedua diketuai oleh Reza Praditya dan Rosa Lina sebagai sekretaris
1.3
Topik diskusi
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang wanita yang mengeluh jantungnya kadang-kadang berdebar dan nyeri dada
Kasus Ny. Ana (52 tahun) :
SESSI I
Ke poli klinik tempat saudara bekerja sebagai dokter, datang Ny. Ana, 52 tahun yang diantar
suaminya dengan keluhan jantungnya kadang-kadang berdebar dan dadanya terasa nyeri sejak
beberapa bulan terakhir. Saat ini jantungnya kembali berdebar dan tadi pagi ia seperti akan
pingsan. Sebenarnya Ny. Ana pernah berobat ke dokter dan dinyatakan menderita penyakit
jantung. Ia diberi obat yang mesti diminumnya 3x sehari. Tetapi setelah beberapa hari Ny. Ana
menghentikan meminum obat itu karena menyebabkannya sakit kepala. Ia pun mendapat obat
lain yang diminum sekali sehari. Tetapi itupun dihentikannya setelah hampir seminggu karena
perutnya terasa sakit dan pedih dan nafsu makannya hilang. Beberapa hari yang lalu tinjanya
berwarna hitam.
SESSI II
Pada anamnesis lanjutan, didapatkan Ny. Ana juga mengeluh tubuhnya semakin kurus, sudah 3
tahun Ny. Ana tidak mendapat haid lagi. Nafsu makannya biasa namun ia sulit tidur.
I.
Nama :
Ny. Ana
Umur :
52 tahun
Gender:
Wanita
Status :
Menikah
Alamat:
2. Keluhan Tambahan
tubuh semakin kurus, sudah tiga tahun tidak haid dan sulit tidur
iii. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penyakit Kardiovaskular (+)
2. Harap dipastikan penyakit apa saja yang pernah diderita, seperti
DM, hipertensi, dan penyakit metabolic lain.
iv. Riwayat Pengobatan
1. Diberikan obat untuk penyakit jantung 3x sehari, tetapi
menyebabkan efek samping nyeri kepala
2. Periode stop obat (+)
3. Diberikan obat untuk mengatasi nyeri kepala, diminum 1x sehari,
tetapi juga menyebabkan efek samping pada sistem pencernaan
bagian atas ditandai dengan rasa sakit pada perut, nafsu makan
hilang, dan melena (+)
TD
: 145/65 mmHg
Nadi
RR
: 20x/m
i. Inspeksi
ii. Palpasi
iii. Perkusi
iv. Auskultasi
Hasil
Nilai Normal
Interpretasi
Darah
Haemoglobin
10,5 gr/dl
13,5-18
Lekosit
6.300 mm3
5.00-10.000
Normal
SGOT
36 u/L
0-37
Normal
SGPT
45u/L
0-42
Ureum
40 mg/dL
20-40
Normal
Kreatinin
0,7 mg/dL
0,6-1,5
Normal
d. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen
EKG
II.
III.
Daftar Masalah
No.
1.
Masalah
Fibrilasi Atrium
dengan Rapid
Respon
Dasar Masalah
Keluhan jantung berdebar,
nyeri dada, nadi 112x/m tidak
teratur, EKG QRS rate
120x/m, gelombang P tidak
Kemungkinan Penyebab
Peningkatan simpatis akibat
hormon tiroid yang
berlebihan (hipertiroid)
IV.
2.
Penyakit
Kardiovaskular,
Suspect Angina
Pektoris
3.
Isolated Systolic
Hypertension
Pengukuran TD : 145/65
4.
Tirotoksikosis
5.
Hiperglikemia
DM tipe I, DM akibat
hipertiroid
6.
Gangguan sistem
pencernaan
bagian atas
7.
Anemia
Hb 10,5 gr/dl
Menopause
Hormonal
8.
9.
Mental emosional
terganggu
10.
Gizi terganggu
11.
Left Ventricle
Hypertrophy
Pengkajian Masalah
a. Hipotesis : Tirotoksikosis disertai Fibrilasi Atrium dan Melena
b. Patofisiologi
jantung
(amniodaron)
yang
mempunyai
efek
samping
ii. Pemeriksaan gula darah puasa, gula darah post prandial, HbA1C, TTGO
untuk memastikan tipe DM
iii. Endoskopi EGD (esophagus gaster duodenum) untuk melihat penyebab
perdarahan (melena) dan sekaligus untuk terapeutik
iv. Echocardiografi, CKMB, Troponin T, Troponin untuk melihat keadaan
jantung
v. Pemeriksaan darah lengkap
vi. Pemeriksaan profil lemak untuk melihat factor risiko PJK
b. Tindakan Awal
i. Untuk palpitasi diberikan obat golongan beta blocker untuk
menetralkan efek tiroid yang berlebihan tanpa merubah kadar hormone
tiroid dalam darah
ii. Untuk nyeri dada diberikan obat nitrogliserin sublingual
iii. Untuk hipertensi diberikan captopril
iv. Untuk melena dan rasa pedih di lambung diberikan sukralfat
: Captopril 2x12,5
iii. Melena
: Sukralfat 4x1 CI
: Sulfaferosis 60 mg
Pencegahan
a. Diet tinggi protein rendah garam dan batasi konsumsi makanan yang
mengandung lemak, karbohidrat dan kolesterol
b. Makanan yang tidak boleh merangsang asam lambung
c. Cegah stress
VII.
Prognosis
a. Ad Vitam
Dubia ad Bonam
b. Ad Sanationam
Dubia ad Malam
c. Ad Functionam
Dubia ad Bonam
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis Tambahan
A. Riwayat Peyakit Sekarang
Apakah ada keluhan tambahan seperti sesak nafas? Demam atau kedinginan? Batuk?
Apakah ada keluhan tambahan seperti polyfagi, polydipsi, polyuri, pruritus terutama
di selangkagan, luka sulit sembuh? curiga DM
Nyeri dada :
o Kapan nyerinya mulai?
o Kualitas dari nyeri? Apakah seperti tertindih atau ditusuk?
o Berapa lama nyeri berlangsung?
o Apakah nyeri datang dan pergi?
C. Riwayat Kebiasaan
Apakah sering stress? faktor resiko jantung berdebar dan kecemasan yang dialami
pasien
D. Riwayat Keluarga
E. Riwayat Pengobatan
Apa saja obat yang sudah dikonsumsi? mencari tahu sebab keluhan atau untuk
rencana terapi lebih lanjut
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut Martin A. Walter, hipertiroid adalah kondisi umum yang berkaitan dengan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas, khususnya yang disebabkan oleh komplikasi
kardiovaskuler. Sebagian besar disebabkan oleh penyakit graves, dengan nodul toksik soliter
dan goiter multinodular toksik menjadi bagian pentingnya walaupun dengan frekuensi yang
sedikit.
Hipertiroidisme adalah kondisi di mana kerja hormon tiroid mengakibatkan respons yang lebih
besar dari keadaan normal (Hudak & Gallo, .
Klasifikasi
a. Goiter Toksik Difusa (Graves Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana
zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid terus menerus.
Graves disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat timbul
pada berbagai usia, terutama pada usia 20 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat
antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
b. Nodular Thyroid Disease
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai
dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring
dengan bertambahnya usia.
c.
Subacute Thyroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan
produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala
menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.
d. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 10% wanita pada 3 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi
selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan.
Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit tiroid
autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
1. Toksisitas pada strauma multinudular
2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)
3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
4. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip-TSH)
atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
5. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat berhubungan
dengan hipertiroid sementara pada fase awal.
Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan
penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan
pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat
dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang menyerupai
TSH, Biasanya bahan bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan
reseptor yang mengikat TSH. Bahan bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel,
dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme
kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek
TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh
TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga diluar batas,
sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala
klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon
tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal.
Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot
sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan
frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal.
Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada
sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak
keluar.
Manifestasi Klinis
Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih
dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid,
maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Mata melotot (exoptalmus).
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini:
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf
pusat atau kelenjar tiroid.
2. TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
3. Bebas T4 (tiroksin)
4. Bebas T3 (triiodotironin)
5. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk memastikan
pembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia.
Penatalaksanaan
Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien
mengalami gejala hipotiroidisme.
1. Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti PTU atau methimazol,
yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat sintesis dan
pelepasan tiroksin.
Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat antitiroid. Karena
manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh
hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian penyekat
beta; penyekat beta manurunkan takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang berlebihan.
Propranolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin. Indikasi :
1)
Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda
dengan struma ringan sedang dan tiroktosikosis
2)
3)
Persiapan tiroidektomi
4)
5)
Krisis tiroid
Penyekat adinergik pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid
setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada
awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6
bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah
tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang
masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan,
dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di
hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid
atau terjadi kolaps.
Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi dan dapat
berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang dipertahankan dapat diramalkan dengan
karakteristik sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian
liotironin.
Surgical
Radioaktif iodine
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif, kontraindikasi untuk
anak-anak dan wanita hamil.
Tiroidektomi
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar.
Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,
selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan
takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak diobati dapat
menyebabkan kematian.
Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
bertahan,
berkembang
biak
dan
mengsekresi
tiroid. Oleh karena itu, wanita memiliki perevalensi yang lebih besar menderita penyakit
Graves (wanita : pria = 5:1). Kelebihan hormon tiroid dalam plasma ini mengakibatkan adanya
mekanisme umpan balik yang menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Akibatnya, konsentrasi TSH dalam plasma akan lebih kecil dari normal, dan seringkali nol.
Eksoftalmus yang muncul juga dipercaya merupakan suatu proses autoimun. Hal ini disdukung
oleh adanya bukti bahwa pada kebanyakan penderita, dapat ditemukan imunoglobulin yang
bereaksi
pada
otot-otot
mata
(Guyton
&
Hall
1997,
h.
1198).
Namun hal ini masih dalam perdebatan. Adanya konsentrasi hormon tiroid yang berlebih di
dalam plasma menyebabkan adanya peningkatan berbagai mekanisme tubuh, yang
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh yang mengakkibatkan pasien tidak tahan panas dan
lebih suka pada hawa yang dingin. Hal ini disebabkan hormon tiroid tersebut, bila dalam
konsentrasi yang sangat tinggi dapat mengakibatkan mitokondria membengkak secara tidak
teratur, dan kemudian terjadi uncoupling dari proses fosforilasi oksidatif dengan pembentukan
sejumlah besar panas tetapi sedikit ATP. Peningkatan aktivitas enzimatik yang disebabkan
peningkatan produksi hormon tiroid juga meningkatkan kekuatan denyut jantung. Peningkatan
metabolisme dalam jaringan juga mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak jumlah
produk akhir dari metabolisme yang dilepaskan dari jaringan. Akibatnya, terjadi vasodilatasi
pada sebagaian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Kecepatan aliran
darah pada kulit terutama meningkat karena meningkatnya kebutuhan untuk pembuangan
panas (Guyton & Hall 1997, h. 1193).
Keadaan ini menyebabkan pasien merasa sering berdebardebar walaupun tidak melakukan aktivitas yang berat.
Pengobatan
pengangkatan
yang
paling
sebagian
langsung
besar
kelenjar
adalah
dengan
tiroid
melalui
sebelum dilakukan operasi pengangkatan kelenjar tersebut. Tindakan persiapan ini dilakukan
dengan pemberian propiltiourasil, biasanya selama beberapa minggu, sampai kecepatan
metabolisme basalnya sudah kembali normal. Selanjutnya, dilakukan pemberian iodida
konsentrasi tinggi selama 1 sampai 2 minggu sebelum operasi agar ukuran kelenjarnya
menyusut dan agar suplai darahnya berkurang. Namun operasi ini berisiko terjadinya
hipotiroidisme karena hilangnya/berkurangnya kelenjar yang memproduksi hormon tiroid,
bahkan dapat mengakibatkan timbulnya krisis tiroid. Selain itu, ada risiko terangkatnya
kelenjar paratiroid saat dilakukan pengangkatan kelenjar tiroid yang akan mempengaruhi
metabolisme kalsium dalam tubuh. Sedangkan terjadinya cretinism yang terjadi pada anak
tetangganya, disebabkan karena adanya kelainan hipotiroidisme. Hal ini mungkin disebabkan
karena daerah tempat tinggalnya merupakan daerah gondok endemis, sehingga mengakibatkan
kurangnya asupan iodium pada anak tersebut. Kekurangan iodium menyebabkan sekresi
hormon tiroid menjadi terhambat. Akibatnya, tidak ada hormon yang dapat mengambat sekresi
TSH, sehingga kelenjar hipofisis mensekresi banyak TSH. TSH menyebabkan sel-sel tiroid
mensekresi banyak tiroglobulin (koloid) ke dalam folikel, dan kelenjarnya tumbuh semakin
besar (Guyton & Hall 1997, h. 1199).
Hipertensi dijadikan dasar masalah karena dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke,
dan gagal ginjal. Patofisiologi keadaan ini ialah : mekanisme yang mengontrol konstriksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Price , Sylvia A. Wilson , Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Ed 6.Vol.1.Jakarta. EGC. 2005.
2. Purnawan D, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 2. Media Aeskulavius. FK UI.
Jakarta. 1982.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Ed V. Jilid
Pusat Penerbit
10. Rubenstein, David, David Wayne & John Bradley, 2007, Lecture Notes: Kedokteran
Klinis, Edisi 6, trans. Annisa Rahmalia, Erlangga, Surabaya.
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya maka dapat kami simpulkan diagnosa untuk pasien ini adalah
Sindroma metabolik. Diari pemeriksaan fisik ditemukan obesitas sentral, terdapat benjolan
kekuningan sebesar kacang hijau di kelopak mata atas sebelah kiri(dislipidemia), cepat lelah
dan mudah kesemutan, pembengkakan di pangkal ibu jari kaki kiri(gout arthritis) dan
terabanya hepar 1 cm dibawah arcus costae. Untuk dapat menyingkirkan diagnosis banding
perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut dan beberapa pemeriksaan anjuran seperti tes toleransi
gula darah, CT-scan dan pemeriksaan lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Penatalaksanaan
yang perlu dilakukan oleh pasien ini adalah dengan memperbaiki gaya hidup dan
mengkonsumsi beberapa jenis obat untuk mengontrol penyakitnya.
Sekian makalah yang kami buat. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada tutor
kami Dr. Sayuti Jadifson, MS, kepada staff dan karyawan yang telah membantu menyediakan
keperluan yang diperlukan dalam jalannya diskusi kami dan kepada teman-teman anggota
kelompok sepuluh yang telah aktif dan berpartisipasi dalam jalannya diskusi dan pembuatan
makalah ini, serta piha-pihak lain yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
ini.