Anda di halaman 1dari 26

WANITA DENGAN KELUHAN JANTUNG KADANG BERDEBAR & NYERI DADA

Kelompok X

03008190

PARAMITA DWI PUTRI

03008195

PURNAMANDALA

03008196

PUSPITA KOMALA SARI

03008197

RAINI

03008201

RATNA HARUMI

03008202

REINITA ARLIN PUSPITA

03008203

REZA PRADITYA

03008207

RIFTI

03008208

RINDY YUNITA

03008209

RINI ROSSELINI UTAMI

03008212

RIZKY KUMARA ANINDITA

03008213

ROSA LINA

03008217

SARAH KAMILAH

03008302

SITI HANISAH

03008008

ADLINA SHARFI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


Jakarta, 23 September 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Waktu dan lama diskusi

Selasa, 21 September 2010 pukul 10.00 12.50

Rabu, 22 September 2010 pukul 13.00 14.50

1.2 Jumlah peserta dalam diskusi :

Diskusi 1 = 15 orang

Diskusi 2 = 15 orang

Diskusi hari pertama diketuai oleh Sarah Kamilah dan Ratna Harumi sebagai sekertaris.
Pada diskusi sesi kedua diketuai oleh Reza Praditya dan Rosa Lina sebagai sekretaris
1.3

Topik diskusi

: Seorang wanita yang mengeluh jantungnya kadang-kadang berdebar

dan nyeri dada.


1.4

Hal-hal yang menonjol selama diskusi berlangsung :


Banyak menemukan kesulitan karena tidak adanya pertanyaan di lembar tutorial.

1.5 Nama tutor :

Dr. Sayuti Jadifson, MS

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang wanita yang mengeluh jantungnya kadang-kadang berdebar dan nyeri dada
Kasus Ny. Ana (52 tahun) :
SESSI I
Ke poli klinik tempat saudara bekerja sebagai dokter, datang Ny. Ana, 52 tahun yang diantar
suaminya dengan keluhan jantungnya kadang-kadang berdebar dan dadanya terasa nyeri sejak
beberapa bulan terakhir. Saat ini jantungnya kembali berdebar dan tadi pagi ia seperti akan
pingsan. Sebenarnya Ny. Ana pernah berobat ke dokter dan dinyatakan menderita penyakit
jantung. Ia diberi obat yang mesti diminumnya 3x sehari. Tetapi setelah beberapa hari Ny. Ana
menghentikan meminum obat itu karena menyebabkannya sakit kepala. Ia pun mendapat obat
lain yang diminum sekali sehari. Tetapi itupun dihentikannya setelah hampir seminggu karena
perutnya terasa sakit dan pedih dan nafsu makannya hilang. Beberapa hari yang lalu tinjanya
berwarna hitam.
SESSI II
Pada anamnesis lanjutan, didapatkan Ny. Ana juga mengeluh tubuhnya semakin kurus, sudah 3
tahun Ny. Ana tidak mendapat haid lagi. Nafsu makannya biasa namun ia sulit tidur.

I.

Informasi dari Kasus yang Didiskusikan


a. Anamnesis
i. Identitas

Nama :

Ny. Ana

Umur :

52 tahun

Gender:

Wanita

Status :

Menikah

Alamat:

(tidak ada keterangan)

ii. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan Utama

Palpitasi dan nyeri dada

2. Keluhan Tambahan

Tadi pagi seperti akan pingsan,

tubuh semakin kurus, sudah tiga tahun tidak haid dan sulit tidur
iii. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penyakit Kardiovaskular (+)
2. Harap dipastikan penyakit apa saja yang pernah diderita, seperti
DM, hipertensi, dan penyakit metabolic lain.
iv. Riwayat Pengobatan
1. Diberikan obat untuk penyakit jantung 3x sehari, tetapi
menyebabkan efek samping nyeri kepala
2. Periode stop obat (+)
3. Diberikan obat untuk mengatasi nyeri kepala, diminum 1x sehari,
tetapi juga menyebabkan efek samping pada sistem pencernaan
bagian atas ditandai dengan rasa sakit pada perut, nafsu makan
hilang, dan melena (+)

4. Harap dipastikan obat apa yang diberikan.


b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Ny. Ana tampak sakit sedang, kurus, kelihatan cemas,
dengan pandangan mata yang terus diarahkan ke dokter.
Tanda Vital : Suhu

: 37,3 derajat Celcius

TD

: 145/65 mmHg

Nadi

: 112x/m, tidak teratur, volume berubah-ubah

RR

: 20x/m

i. Inspeksi

: pembesaran kelenjar tiroid (-)


Ektremitas : edema (-)

ii. Palpasi

: pembesaran kelenjar tiroid (-)


Abdomen : lemas, hepar dan lien tidak teraba

iii. Perkusi
iv. Auskultasi

: paru-paru tidak ada kelainan


Jantung HR sulit ditentukan, irama tidak teratur sama

sekali, BJ I & II tidak konstan, bising (-)


c. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

Darah
Haemoglobin

10,5 gr/dl

13,5-18

Lekosit

6.300 mm3

5.00-10.000

Normal

SGOT

36 u/L

0-37

Normal

SGPT

45u/L

0-42

Ureum

40 mg/dL

20-40

Normal

Kreatinin

0,7 mg/dL

0,6-1,5

Normal

d. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen

: CTR 62% dengan elongatio aorta, pada paru tak tampak


infiltrate

EKG

: QRS rate 120x/menit ; pada lead II panjang tidak tampak


gelombang P ; ST elevasi dan depresi (-) ; gelombang Q
patologis (-)

II.

Faktor Risiko yang Teridentifikasi


a. Wanita, umur 52 tahun : Fase Pre Menopause
b. Hipertensi grade 1
c. DM tipe I/II (hipertiroid)

III.

Daftar Masalah
No.
1.

Masalah
Fibrilasi Atrium
dengan Rapid
Respon

Dasar Masalah
Keluhan jantung berdebar,
nyeri dada, nadi 112x/m tidak
teratur, EKG QRS rate
120x/m, gelombang P tidak

Kemungkinan Penyebab
Peningkatan simpatis akibat
hormon tiroid yang
berlebihan (hipertiroid)

terlihat, CTR 62%

IV.

2.

Penyakit
Kardiovaskular,
Suspect Angina
Pektoris

Keluhan utama nyeri dada,


takikardia

3.

Isolated Systolic
Hypertension

Pengukuran TD : 145/65

4.

Tirotoksikosis

Keluhan jantung berdebar,


Obat Amniodaron, tumor
kurus, cemas & sulit tidur,
tiroid
tanda vital abnormal,
kardiomegali, GDS >200, mata
terus melihat ke dokter

5.

Hiperglikemia

GDS : 210 mg/dL

DM tipe I, DM akibat
hipertiroid

6.

Gangguan sistem
pencernaan
bagian atas

perut sakit dan terasa pedih,


melena (+)

Efek samping obat


mengiritasi saluran
pencernaan bag. atas
(NSAID - aspirin)

7.

Anemia

Hb 10,5 gr/dl

Perdarahan akut ditandai


dengan melena (+) akibat
obat

Menopause

3 bulan sudah tidak haid,


perubahan emosi, palpitasi (+),
sulit tidur

Hormonal

8.

9.

Mental emosional
terganggu

Keadaan umum terlihat


kecemasan

Stress, hipertiroid, premenopause

Keadaan umum terlihat kurus

Intake gizi <, Hipertiroid,


keganasan, gangguan GIT,
DM, stress

CTR 62%, oedema tungkai (-)

Efek simpatis yang


berlebihan menyebabkan
kerja jantung meningkat

10.

Gizi terganggu

11.

Left Ventricle
Hypertrophy

Penyakit arteri koroner,


spasme arteri koroner,
menopause (factor risiko
PJK)
Hipertiroid

Pengkajian Masalah
a. Hipotesis : Tirotoksikosis disertai Fibrilasi Atrium dan Melena
b. Patofisiologi

i. Tirotoksikosis : kemungkinan disebabkan karena penggunaan obat


aritmia

jantung

(amniodaron)

yang

mempunyai

efek

samping

meningkatkan hormon tiroid dalam sirkulasi


ii. Fibrilasi Atrium : akibat dari tirotoksikosis
iii. Melena : karena efek samping obat yang mengiritasi lambung (NSAID)
c. Mekanisme :
i. Pada wanita ini, sebelumnya telah dinyatakan adanya riwayat penyakit
jantung koroner. Pasien kemudian diberikan obat jantung pertama yang
kemungkinan adalah amniodaron. Obat ini mempunyai efek samping
meningkatkan hormon tiroid (T4) dalam sirkulasi sehingga dapat terjadi
tirotoksikosis dengan salah satu gejalanya yaitu fibrilasi atrium. Namun
setelah mengonsumsi obat tersebut pasien sakit kepala dan dokter
mengganti obat tersebut dengan obat kedua yang adalah golongan
NSAID. Obat kedua bekerja menghambat sintesis prostaglandin,
inhibitor siklooksigenasi 1 yang menyebabkan proteksi mukosa lambung
hilang sehingga terjadi ulkus
ii. Tumor tiroid hipersekresi hormone tiroid tanpa peningkatan TSH
struma (-) tetapi tetap timbul gejala hipertiroidisme
V.

Rencana dan Dasar Penatalaksanaan


a. Upaya Diagnostik
i. Scanning tiroid Iodium 131 untuk membedakan cold nodule, warm
nodule atau hot nodule; USG Doppler untuk menentukan pada atau
kistik.

ii. Pemeriksaan gula darah puasa, gula darah post prandial, HbA1C, TTGO
untuk memastikan tipe DM
iii. Endoskopi EGD (esophagus gaster duodenum) untuk melihat penyebab
perdarahan (melena) dan sekaligus untuk terapeutik
iv. Echocardiografi, CKMB, Troponin T, Troponin untuk melihat keadaan
jantung
v. Pemeriksaan darah lengkap
vi. Pemeriksaan profil lemak untuk melihat factor risiko PJK
b. Tindakan Awal
i. Untuk palpitasi diberikan obat golongan beta blocker untuk
menetralkan efek tiroid yang berlebihan tanpa merubah kadar hormone
tiroid dalam darah
ii. Untuk nyeri dada diberikan obat nitrogliserin sublingual
iii. Untuk hipertensi diberikan captopril
iv. Untuk melena dan rasa pedih di lambung diberikan sukralfat

c. Tindakan Terapeutik Definitif


i. Tirotoksikosis : PTU tablet 3x200 mg ; Solutio Lugol 6x5 tetes jika
keadaan pasien mulai mengarah ke krisis tiroid
ii. Hipertensi

: Captopril 2x12,5

iii. Melena

: Sukralfat 4x1 CI

iv. Kelainan Jantung : Digoxin 1x0,25 mg dan Propanolol 2x40 mg


v. Anemia

: Sulfaferosis 60 mg

vi. Rujuk pasien ke dokter spesialis penyakit dalam karena tirotoksikosis


cenderung mengarah ke krisis tiroid yang sangat membahayakan jiwa,
adanya atrial fibrillation dengan rapid respon, dan ada tanda perdarahan
(melena) serta anemia dengan Hb 10,5
VI.

Pencegahan
a. Diet tinggi protein rendah garam dan batasi konsumsi makanan yang
mengandung lemak, karbohidrat dan kolesterol
b. Makanan yang tidak boleh merangsang asam lambung
c. Cegah stress

VII.

Prognosis
a. Ad Vitam

Dubia ad Bonam

b. Ad Sanationam

Dubia ad Malam

c. Ad Functionam

Dubia ad Bonam

BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis Tambahan
A. Riwayat Peyakit Sekarang

Jantung kadang berdebar :


-

Kapan dirasakan pertama kali?

Apakah debaran makin lama makin memburuk atau tidak?

Apakah ada pencetus yang mengawali debaran jantung?

Apakah sedang dalam keadaan stress? (Pencetus)

Apakah ada keluhan tambahan seperti sesak nafas? Demam atau kedinginan? Batuk?

Apakah ada keluhan tambahan seperti polyfagi, polydipsi, polyuri, pruritus terutama
di selangkagan, luka sulit sembuh? curiga DM

Nyeri dada :
o Kapan nyerinya mulai?
o Kualitas dari nyeri? Apakah seperti tertindih atau ditusuk?
o Berapa lama nyeri berlangsung?
o Apakah nyeri datang dan pergi?

o Apa yang membuat nyeri lebih baik?


o Apa yang memperburuk nyeri?
o Apakah nyeri dada terjadi saat istirahat atau saat beraktivitas?
o Apakah nyeri menyebar (bergerak ke area lain tubuh) ?

Apakah pasien dahulu kurus atau normal atau tidak?

Bagaimana intake gizi pasien?

Apakah ada penurunan berat badan secara drastis?

B. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah sebelumnya menderita penyakit DM, hipertensi, atau penyakit metabolic


lain?

Apakah ada episode episode nyeri yang serupa di masa lalu?

C. Riwayat Kebiasaan

Apakah sering mengkonsumsi kaffein? (Faktor risiko takikardi)

Apakah sering merokok? faktor resiko penyakit Kardiovaskular, Graves Disease

Apakah sering stress? faktor resiko jantung berdebar dan kecemasan yang dialami
pasien

D. Riwayat Keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang menderita DM atau hipertensi?

E. Riwayat Pengobatan

Apakah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan takikardi seperti


amfetamin?

Apa saja obat yang sudah dikonsumsi? mencari tahu sebab keluhan atau untuk
rencana terapi lebih lanjut

Pemeriksaan Fisik Tambahan


Diagnosis Banding :
Penyakit Jantung Tiroid e.c AIT
Penggunaan obat Amniodaron sebagai obat penyakit jantung memberikan efek
samping terbesar ke kelenjar tiroid yang akan mensekresi hormone tiroid
berlebihan.
Penyakit Jantung Tiroid e.c tumor tiroid
Diagnosis Kerja : Tirotoksikosis disertai dengan Fibrilasi Atrium dan Melena

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut Martin A. Walter, hipertiroid adalah kondisi umum yang berkaitan dengan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas, khususnya yang disebabkan oleh komplikasi
kardiovaskuler. Sebagian besar disebabkan oleh penyakit graves, dengan nodul toksik soliter

dan goiter multinodular toksik menjadi bagian pentingnya walaupun dengan frekuensi yang
sedikit.
Hipertiroidisme adalah kondisi di mana kerja hormon tiroid mengakibatkan respons yang lebih
besar dari keadaan normal (Hudak & Gallo, .
Klasifikasi
a. Goiter Toksik Difusa (Graves Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana
zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid terus menerus.
Graves disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat timbul
pada berbagai usia, terutama pada usia 20 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat
antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
b. Nodular Thyroid Disease
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai
dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring
dengan bertambahnya usia.
c.

Subacute Thyroiditis

Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan
produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala
menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.

d. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 10% wanita pada 3 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi
selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan.
Etiologi
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit tiroid
autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
1. Toksisitas pada strauma multinudular
2. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)
3. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
4. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip-TSH)
atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
5. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat berhubungan
dengan hipertiroid sementara pada fase awal.
Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan
penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan
pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat
dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang menyerupai
TSH, Biasanya bahan bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan
reseptor yang mengikat TSH. Bahan bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel,
dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme
kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek
TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh
TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga diluar batas,
sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala
klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon
tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal.
Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme
mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot
sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan
frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal.
Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada
sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak
keluar.
Manifestasi Klinis

Pada stadium yang ringan sering tanpa keluhan. Demikian pula pada orang usia lanjut, lebih
dari 70 tahun, gejala yang khas juga sering tidak tampak. Tergantung pada beratnya hipertiroid,
maka keluhan bisa ringan sampai berat. Keluhan yang sering timbul antara lain adalah :
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat badan (tampak kurus), peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Mata melotot (exoptalmus).

Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini:

1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf
pusat atau kelenjar tiroid.
2. TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
3. Bebas T4 (tiroksin)
4. Bebas T3 (triiodotironin)
5. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk memastikan
pembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia.
Penatalaksanaan
Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien
mengalami gejala hipotiroidisme.
1. Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti PTU atau methimazol,
yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat sintesis dan
pelepasan tiroksin.
Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat antitiroid. Karena
manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh
hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian penyekat

beta; penyekat beta manurunkan takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang berlebihan.
Propranolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin. Indikasi :
1)

Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda
dengan struma ringan sedang dan tiroktosikosis

2)

Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah


pengobatan yodium radioaktif

3)

Persiapan tiroidektomi

4)

Pasien hamil, usia lanjut

5)

Krisis tiroid

Penyekat adinergik pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid
setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada
awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6
bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah
tercapai eutiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang
masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan,
dan dinilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di
hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid
atau terjadi kolaps.
Lama terapi dengan obat-obat antitiroid pada penyakit Graves cukup bervariasi dan dapat
berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun. Remisi yang dipertahankan dapat diramalkan dengan
karakteristik sebagai berikut:
1.

Kelenjar tiroid kemabali normal ukurannya

2.

Pasien dikontrol dengan obat antitiroid dosis yang relative kecil

3.

TSH R Ab [stim] tidak lagi dideteksi dalam serum

4.

Jika kelenjar tiroid kembali secara normal bisa disupresi setelah pemberian
liotironin.

Surgical
Radioaktif iodine
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif, kontraindikasi untuk
anak-anak dan wanita hamil.
Tiroidektomi
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar.
Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,
selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan
takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak diobati dapat
menyebabkan kematian.
Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
Hipertiroid yang terjadi pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.

Graves disease sebagai manifestasi gangguan autoimun. Hal


ini ditandai dengan penurunan TSHs, kenaikan fT4 dan fT3.
Kelainan ini disebabkan adanya antibodi imunoglobulin
(IgG) dalam serum. Antibodi ini bereaksi dengan reseptor
TSH atau membran plasma tiroid. Akibatnya, interaksi
antara antibodi dengan reseptor terebut merangsang fungsi tiroid untuk mensekresi hormon
tiroid yang berupa tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) tanpa
adanya rangsangan dari TSH hipofisis. Antibodi ini mungkin
disebabkan karena suatu kelainan imunitas yang bersifat
herediter yang memungkinkan kelompok limfosit tertentu
dapat

bertahan,

berkembang

biak

dan

mengsekresi

imunoglobulin stimulator sebagai respon terhadap beberapa


faktor perangsang (Price & Wilson 1991, h. 338). Adapun antigen yang berkaitan dengan
limfosit diperintah dan diatur oleh gen-gen kompleks HLA (Human Leukocyte Antigen)
(Dorland 2002, h. 124). Gen inilah yang mungkin berperan dalam munculnya kelainan pada
limfosit tersebut. Antibodi IgG yang disebut juga Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)
memiliki kemampuan untuk menyerupai tirotropin (TSH) melalui ikatan dengan reseptornya
pada sel tiroid dan mengaktifkan adenilat siklase sehingga menyebabkan peningkatan kadar
intraseluler cAMP. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi terus menerus dari sistem
cAMP dalam sel sehingga mengakibatkan sekresi hormon tiroid yang berlebihan, yang disebut
hipertiroidisme. Antibodi ini memiliki efek perangsangan yang panjang pada hormon tiroid,
yakni selama 12 jam. Hormon lain yang memiliki struktur yang identik dengan tirotropin
(TSH) adalah human chorionic gonadotropin (hCG) (Dorland 2002, h. 940). Hormon ini
dibentuk oleh plasenta yang penting untuk berlangsungnya kehamilan normal (Guyton & Hall
1997, h. 1310). Karena hormon ini memiliki struktur yang identik dengan TSH, maka hormon
ini dapat berikatan juga dengan reseptor TSH sehingga dapat menimbulkan sekresi hormon

tiroid. Oleh karena itu, wanita memiliki perevalensi yang lebih besar menderita penyakit
Graves (wanita : pria = 5:1). Kelebihan hormon tiroid dalam plasma ini mengakibatkan adanya
mekanisme umpan balik yang menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Akibatnya, konsentrasi TSH dalam plasma akan lebih kecil dari normal, dan seringkali nol.
Eksoftalmus yang muncul juga dipercaya merupakan suatu proses autoimun. Hal ini disdukung
oleh adanya bukti bahwa pada kebanyakan penderita, dapat ditemukan imunoglobulin yang
bereaksi

pada

otot-otot

mata

(Guyton

&

Hall

1997,

h.

1198).

Namun hal ini masih dalam perdebatan. Adanya konsentrasi hormon tiroid yang berlebih di
dalam plasma menyebabkan adanya peningkatan berbagai mekanisme tubuh, yang
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh yang mengakkibatkan pasien tidak tahan panas dan
lebih suka pada hawa yang dingin. Hal ini disebabkan hormon tiroid tersebut, bila dalam
konsentrasi yang sangat tinggi dapat mengakibatkan mitokondria membengkak secara tidak
teratur, dan kemudian terjadi uncoupling dari proses fosforilasi oksidatif dengan pembentukan
sejumlah besar panas tetapi sedikit ATP. Peningkatan aktivitas enzimatik yang disebabkan
peningkatan produksi hormon tiroid juga meningkatkan kekuatan denyut jantung. Peningkatan
metabolisme dalam jaringan juga mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak jumlah
produk akhir dari metabolisme yang dilepaskan dari jaringan. Akibatnya, terjadi vasodilatasi
pada sebagaian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Kecepatan aliran
darah pada kulit terutama meningkat karena meningkatnya kebutuhan untuk pembuangan
panas (Guyton & Hall 1997, h. 1193).
Keadaan ini menyebabkan pasien merasa sering berdebardebar walaupun tidak melakukan aktivitas yang berat.
Pengobatan
pengangkatan

yang

paling

sebagian

langsung

besar

kelenjar

adalah

dengan

tiroid

melalui

pembedahan. Pada umumnya, penderita perlu dipersiapkan

sebelum dilakukan operasi pengangkatan kelenjar tersebut. Tindakan persiapan ini dilakukan
dengan pemberian propiltiourasil, biasanya selama beberapa minggu, sampai kecepatan
metabolisme basalnya sudah kembali normal. Selanjutnya, dilakukan pemberian iodida
konsentrasi tinggi selama 1 sampai 2 minggu sebelum operasi agar ukuran kelenjarnya
menyusut dan agar suplai darahnya berkurang. Namun operasi ini berisiko terjadinya
hipotiroidisme karena hilangnya/berkurangnya kelenjar yang memproduksi hormon tiroid,
bahkan dapat mengakibatkan timbulnya krisis tiroid. Selain itu, ada risiko terangkatnya
kelenjar paratiroid saat dilakukan pengangkatan kelenjar tiroid yang akan mempengaruhi
metabolisme kalsium dalam tubuh. Sedangkan terjadinya cretinism yang terjadi pada anak
tetangganya, disebabkan karena adanya kelainan hipotiroidisme. Hal ini mungkin disebabkan
karena daerah tempat tinggalnya merupakan daerah gondok endemis, sehingga mengakibatkan
kurangnya asupan iodium pada anak tersebut. Kekurangan iodium menyebabkan sekresi
hormon tiroid menjadi terhambat. Akibatnya, tidak ada hormon yang dapat mengambat sekresi
TSH, sehingga kelenjar hipofisis mensekresi banyak TSH. TSH menyebabkan sel-sel tiroid
mensekresi banyak tiroglobulin (koloid) ke dalam folikel, dan kelenjarnya tumbuh semakin
besar (Guyton & Hall 1997, h. 1199).

Hipertensi dijadikan dasar masalah karena dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke,
dan gagal ginjal. Patofisiologi keadaan ini ialah : mekanisme yang mengontrol konstriksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor


seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
(LanyGunawan,2001)
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Price , Sylvia A. Wilson , Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Ed 6.Vol.1.Jakarta. EGC. 2005.
2. Purnawan D, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 2. Media Aeskulavius. FK UI.
Jakarta. 1982.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Ed V. Jilid

III. Jakarta. Interna Publishing

Pusat Penerbit

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009


4. http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-padapenyakit-jantung-tiroid.html , Accessed September 21, 2010.
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 1996, Jilid I, Edisi ketiga, Editor Kepala: Sjaifoellah
Noer, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
6. Dorland, W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, trans. Huriawati
Hartanto, EGC, Jakarta.
7. Guyton, Arthur C. & John E. Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9,
Editor: Irawati Setiawan, EGC, Jakarta.
8. Mansjoer et al., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, cetakan 1, Media
Aesculapius, Jakarta.
9. Price, Sylvia Anderson & Lorraine McCarty Wilson, 1991, Patofisiologi: Konsep
Klinik Proses-proses Penyakit, Edisi 2, Alih bahasa: Adji Dharma, EGC, Jakarta.

10. Rubenstein, David, David Wayne & John Bradley, 2007, Lecture Notes: Kedokteran
Klinis, Edisi 6, trans. Annisa Rahmalia, Erlangga, Surabaya.

BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya maka dapat kami simpulkan diagnosa untuk pasien ini adalah
Sindroma metabolik. Diari pemeriksaan fisik ditemukan obesitas sentral, terdapat benjolan
kekuningan sebesar kacang hijau di kelopak mata atas sebelah kiri(dislipidemia), cepat lelah
dan mudah kesemutan, pembengkakan di pangkal ibu jari kaki kiri(gout arthritis) dan
terabanya hepar 1 cm dibawah arcus costae. Untuk dapat menyingkirkan diagnosis banding
perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut dan beberapa pemeriksaan anjuran seperti tes toleransi
gula darah, CT-scan dan pemeriksaan lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Penatalaksanaan
yang perlu dilakukan oleh pasien ini adalah dengan memperbaiki gaya hidup dan
mengkonsumsi beberapa jenis obat untuk mengontrol penyakitnya.
Sekian makalah yang kami buat. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada tutor
kami Dr. Sayuti Jadifson, MS, kepada staff dan karyawan yang telah membantu menyediakan
keperluan yang diperlukan dalam jalannya diskusi kami dan kepada teman-teman anggota
kelompok sepuluh yang telah aktif dan berpartisipasi dalam jalannya diskusi dan pembuatan
makalah ini, serta piha-pihak lain yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
ini.

Anda mungkin juga menyukai