Anda di halaman 1dari 27

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemoptisis 1. Definisi Hemoptisis (batuk darah) merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi. Secara umum, pengertian hemoptisis adalah membatukkan darah dari paru atau ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring (Davey, 2002; Rasin, 2009). 2. Etiologi dan Faktor Risiko Ada banyak masalah potensial yang menjadi penyebab hemoptisis. Berikut adalah etiologi hemoptisis berdasarkan frekuensinya (Web MD, 2013; Davey, 2002): a. Sangat sering (> 5%) 1) Bronkitis (akut atau kronis), merupakan penyebab utama tersering dari hemoptisis, biasanya tidak mengancam jiwa. 2) Pneumonia 3) Tuberkulosis b. Sering (1-4%) 1) Bronkiektasis 2) Kanker paru atau tumor paru non-maligna, terutama karsinoma bronkus 3) Emboli paru 4) Hemoptisis palsu (mimisan, penyakit mulut, hematemesis). Perdarahan hidung yang berat atau muntahan darah dari lambung dapat menyebabkan masuknya darah ke trakea. Darah kemudian dibatukkan dan muncul sebagai hemoptisis. c. Jarang (< 1%) 1) Gagal jantung kongestif, terutama karena stenosis mitral 2) Malformasi arteriovenosus pulmonar

3) Penggunaan antikoagulan 4) Kondisi inflamasi atau autoimun (lupus, Wegeners

granulomatosis, syndrome)

microscopic

polyangitis,

Churg-Strauss

5) Trauma, seperti pada luka tembakan atau kecelakaan. Faktor risiko hemoptisis adalah riwayat merokok dan usia lebih dari 40 tahun (Mason et al., 2010). 3. Patofisiologi Asal anatomis perdarahan dan patofisiologi hemoptisis berbeda tiap proses patologik tertentu (Rasin, 2009): a. Bronkitis akibat pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa. b. Tuberkulosis paru akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti aneurisma Rassmussen) atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri bronkialis. c. Infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran & proliferasi arteri bronchial misal: bronkiektasis, aspergilosis atau fibrosis kistik. d. Kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga mudah berdarah. 4. Klasifikasi Banyaknya jumlah batuk darah yang dikeluarkan sangat penting diketahui untuk menentukan klasifikasi hemoptisis nonmasif atau masif. a. Batuk darah ringan apabila jumlah darah yang dikeluarkan kurang dari 25 ml/24 jam. b. Batuk darah sedang apabila jumlah darah 25-250 ml/24 jam. c. Batuk darah masif bila: Batuk darah > 600 ml/24 jam dan dalam pengamatan batuk darah tidak berhenti.

Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada pemeriksaan hemoglobin < 10 gr% sedang batuk darah masih berlangsung.

Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada pemeriksaan hemoglobin >10 gr% dan pada pengamatan selama 48 jam dengan pengobatan konservatif, batuk darah masih

berlangsung. Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious) (Marleen et al., 2009). 5. Diagnosis Banding Diagnosis banding penyebab hemoptisis sangat banyak,

sebagaimana telah disebutkan dalam etiologi. Berikut ini penjelasan mengenai penyebab hemoptisis tersering dan yang terjadi pada pasien dalam kasus ini. a. Bronkiektasis Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan distorsi bronkus lokal patologis dan berjalan kronik, persisten, dan ireversibel. Kelainan tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastik, otot polos bronkus, tulang rawan, dan pembuluh darah. Bronkus yang terkena pada umumnya adalah bronkus kecil, sedangkan bronkus besar umumnya jarang

(Rahmatullah, 2007). b. Bronkitis Bronkitis adalah inflamasi dari pembuluh bronkus yang menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan sekresi dan cairan inflamasi. Bronkitis akut adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan napas yang besar. Bronkitis akut

pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari sampai beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang belangsung 3 bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut-turut. Diagnosis bronkitis kronis biasanya terkait dengan riwayat merokok (Marleen et al., 2009). c. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex yang ditandai dengan

pembentukan granuloa pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun (PDPI, 2011). d. Pneumonia Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu

peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram

negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif (PDPI, 2003). 6. Penegakan Diagnosis a. Anamnesis Petunjuk pasien sangat berguna untuk membedakan hemoptisis dari hematemesis (Bidwell & Pachner, 2005). Yang perlu ditanyakan saat anamnesis antara lain: jumlah dan warna darah yang dibatukkan, lamanya perdarahan, bersifat produktif atau tidak, batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan, adanya nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik dan riwayat penyakit jantung (Pitoyo, 2006). b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui perkiraan penyebab penyakit. 1) 2) Demam: merupakan tanda peradangan Auskultasi: kemungkinan menonjolkan lokasi, ronki menetap, wheezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh Ca atau bekuan darah. 3) Friction rub: emboli paru atau infark paru. 4) Clubbing: bronkiektasis, neoplasma (PAPDI, 2006). c. Pemeriksaan Penunjang 1) Darah rutin: terutama digunakan untuk melihat kadar hemoglobin untuk mengetahui ada tidaknya anemia akibat hemoptisis (Davey, 2002). 2) Foto polos toraks: adanya gambaran opasitas pada foto toraks posisi PA dan lateral menunjukkan tempat perdarahannya (Pitoyo, 2006). 3) Bronkoskopi

Pada

hemoptisis

masif,

bronkoskopi

memungkinkan

identifikasi dan terapi lokal pada titik perdarahan (Davey, 2002). 4) Pemeriksaan dahak Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat diambil dari dahak dengan

pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung) (Pitoyo, 2006; PAPDI, 2006). 7. Tatalaksana Kunci tatalaksana hemoptisis adalah menemukan diagnosis penyakit dasar dan memberi terapi yang tepat, atau menyingkirkan penyakit lain yang serius. Sebagian besar hemoptisis terjadi minor atau bisa sembuh sendiri, walaupun kadang-kadang perdarahan bisa menjadi berat dan tidak terkendali. Saat ini tatalaksana hemoptisis meliputi konservatif, pembedahan, dan embolisasi arteri bronkialis (Marleen et al., 2009). a. Konservatif 1) Proteksi jalan napas dan stabilisasi pasien: mempertahankan jalan napas yang adekuat, pemberian suplementasi oksigen, koreksi tiap koagulopati. 2) Lokalisasi sumber perdarahan dan penyebab perdarahan: setelah pasien dalam keadaan stabil perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut mencari sumber dan penyebab perdarahan. 3) Terapi spesifik: menghentikan perdarahan dan mencegah

perdarahan berulang. Tahap ini dapat dilakukan dengan 2 cara: Dengan bronkoskop: bilasan garam fisiologis, epinefrin, pemberian trombin fibrinogen, tamponade dengan balon. Tanpa bronkoskop: pemberian obat dan antifibrinolitik, pengobatan penyakit primernya (Davey, 2002; Rasin, 2009). b. Pembedahan Terapi definitif hemoptisis adalah pembedahan. Tindakan bedah dilakukan bila pasien memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) diketahui jelas sumber perdarahan 2) tidak ada kontra indikasi medik 3) setelah dilakukan pembedahan sisa paru masih mempunyai fungsi yang adekuat (faal paru adekuat) 4) pasien bersedia dilakukan tindakan bedah (Rasin, 2009; Marleen et al., 2009). c. Embolisasi arteri bronkialis Teknik ini adalah melakukan oklusi pembuluh darah yang menjadi sumber perdarahan dengan embolisasi transkateter.

Embolisasi ini dapat dilakukan pada arteri bronkialis dan sirkulasi pulmoner. Teknik ini terutama dipilih untuk penderita dengan kelaina paru bilateral, fungsi paru sisa yang minimal, menolak operasi ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi. Terapi ini dapat diulang beberapa kali untuk mengontrol perdarahan. Embolisasi memiliki angka keberhasilan dalam mengontrol perdarahan (jangka pendek) antara 64-100% (Rasin, 2009; Marleen et al., 2009).

B. Bronkiektasis 1. Definisi Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus (ORegan, 2004). 2. Etiologi Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun, diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. a. Kelainan kongenital Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan

perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya

menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom kartagener, sindrom William-Campbell, sindrom MounierKuhn, dan lain-lain. b. Kelainan didapat Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan

kebanyakan merupakan proses berikut: 1) Infeksi: campak, pertusis, infeksi adenovirus, infeksi bakteri (Klebsiella, Staphylococcus, Pseudomonas), influenza, tuberkulosa, dan infeksi mikoplasma. 2) Penyumbatan bronkus: benda asing, pembesaran kelenjar getah bening, tumor paru, sumbatan oleh lendir. 3) Cedera penghirupan: cedera karena asap, gas atau partikel beracun, aspirasi getah lambung dan partikel makanan. 4) Kelainan imonologi: disfungsi sel darah putih, defisiensi

komplemen, infeksi HIV, kelainan autoimun 5) Keadaan lain: penyalahgunaan obat (narkotika) (ORegan, 2004; Rahmatullah, 2007). 3. Patogenesis Patogenesis bronkiektasis tergantung penyebabnya. Apabila timbul secara kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat

berhubungan dengan factor genetik serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa mekanisme yang diduga ikut berperan, antara lain: 1) faktor obstruksi bronkus, 2) faktor infeksi pada bronkus atau paru, 3) faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia, dan 4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru. Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua mekanisme dasar. a. Permulaannya didahului adanya faktor infeksi bakterial

Mula-mula karena infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis. b. Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya terjadi infeksi dan destruksi bronkus. Bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat dengan: 1) luas atau banyaknya bronkus yang terkena, 2) tingkatan beratnya penyakit, 3) lokasi bronkus yang terkena, dan 4) ada atau tidak adanya komplikasi lebih lanjut. Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai berikut akibat adanya beberapa hal seperti adanya kerusakan dinding bronkus, adanya kerusakan fungsi bronkus, adanya akibat lanjut bronkiektasis. Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan distorsi dinding bronkus, kerusakan elemen elastis, tulang rawan, otot-otot polos, mukosa dan silia, kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektoransi, gangguan refleks batuk, dan sesak nafas (Rahmatullah, 2007). Mengenai infeksi dan hubugannya dengan patogenesis, dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Infeksi pertama (primer). Tiap bronkiektasis, kejadiannya didahului oleh infeksi bronkus maupun jaringan paru. Infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah infeksi bacterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronchitis yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan bronkiektasis, sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi, pneumonia atau bronchitis uang

mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainya). b. Infeksi sekunder Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah bronkiektasis). Apabila sputum pasien bersifat mukoid dan putih jernih menandakan belum ada infeksi sekunder. Sebaliknya apabila sputum berubah warna menjadi kekuningan atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Hemoptisis terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus yang mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang cukup banyak (masif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal dari peredaran darah sistemik). Pada dry bronchiectasis, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal (Rahmatullah, 2007). d. Manifestasi Klinis Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10 tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkiektasis (ORegan, 2004).

Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat (Alsagaff & Mukty, 2002; Rahmatullah, 2007). Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri pleura, malaise. Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin merupakan satu-satunya gejala, sehingga bronkiektasis harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya. Clubbing Finger didapatkan pada 30-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal. (Alsagaff & Mukty, 2002; Rahmatullah, 2007). e. Penegakan Diagnosis Oleh karena pasien bronkiektasis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dikenal, penegakkan diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melewati proses diagnosis yang lazim dikerjakan di bidang kedokteran, meliputi : 1) anamnesis, 2) pemeriksaan fisik, 3) pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan radiologi yang bisa dilakukan adalah foto thoraks PA dan lateral, bronkografi, dan CT Scan. Pada foto thoraks PA/lateral akan tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah radiolusen yang multipel menyerupai sarang lebah (honey comb appearance). Jika didapatkan bronkiektasis terinfeksi, maka akan didapatkan juga infiltrat di sekitar lesi. Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi, melihat bronkogram yang didapatkan dan CT Scan.

Bronkoskopi juga bisa dikerjakan pada pasien bronkiektasis. Namun, tidak digunakan untuk melihat ektasis. Akan tetapi, dapat untuk mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumber batuk darah, sputum, dan perdarahan. Pemeriksaan faal paru digunkan untuk melihat akibatnya, yaitu kelainan restriksi dan/atau obstruksi. Pemeriksaan laboratorium darah tidak khas pada pasien bronkiektasis. Hb dapat rendah (anemia), dapat pula tnggi sebagai akibat dari insufisiensi paru. Leukositosis dengan laju endap darah yang tinggi sering dijumpai bila ada infeksi sekunder (Alsagaff dan Mukty, 2002). f. Diagnosis Banding a. Bronkitis Kronis Bronkitis kronis menunjukkan gambaran bronkus yang normal pada pemeriksaan bronkografi. b. Tuberkulosis paru Pada tuberkulosis paru tampak gambaran radiologis yang berbeda dengan gambaran bronkiektasis, terlebih lagi bila dijumpai basil tuberculosis dalam sputum. Akan tetapi, perlu diingat bahwa bronkiektasis dapat merupakan peyulit dari tuberculosis paru. c. Abses Paru Pada radiologis tampak gambaran abses yang dapat dibedakan dari gambaran bronkiektasis. d. Tumor paru Tampak gambaran massa padat pada paru, bila proses keganasan member gambaran infiltrat maka perlu dibedakan dengan proses pneumonia (Alsagaff & Mukty, 2002). g. Tatalaksana Tatalaksana pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu: 1) Konservatif Pengelolaan umum: Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

Memperbaiki drainase sekret bronkus Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik. Pengelolaan khusus: Kemoterapi pada bronkiektasis Drainase sekret dengan bronkoskopi 2) Simtomatik Pengobatan bronkodilator. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen. Pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik. obstruksi bronkus, misalnya dengan obat

3) Pembedahan Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien

bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi (Rahmatullah, 2007). h. Prognosis 1) Kelangsungan Hidup Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada beratringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-

kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan (ORegan, 2004; Rahmatullah, 2007). 2) Kelangsungan Organ Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular dan elastis dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peribronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial (Rahmatullah, 2007).

BAB II STATUS PASIEN

A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Alamat No. RM Masuk RS Pemeriksaan : Tn. M : 40 tahun : Laki-laki : Tukang Parkir : Jebres, Surakarta : 01199706 : 5 Juni 2013 : 5 Juni 2013

B. Data Dasar Anamnesis (Autoanamnesis, tanggal 5 Juni 2013) 1. Keluhan Utama Batuk darah 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh batuk darah 1 jam SMRS. Batuk darah terjadi 3x, sekali batuk 3 sendok makan. Darah berwarna merah segar. Batuk darah yang seperti ini sudah pernah terjadi 2x dalam 1 tahun ini. Pasien mengaku sering batuk dengan dahak campur darah sudah 25 tahun, muncul jarang 6 bulan-1 tahun 1 kali terutama bila kecapaian, darah muncul bercak-bercak. Namun dalam 1 tahun terakhir ini darah muncul lebih banyak. Bila pasien tidak batuk dahak campur darah, maka biasanya dahak berwarna kekuningan terutama muncul di pagi hari dan saat bangun tidur. 1 minggu ini dahak berwarna kuning kehijauan. Sesak nafas (-), nyeri dada (-), demam (-), keringat malam (-), nafsu makan menurun (-), berat badan turun (-), mual/muntah (-), BAK dan BAB (+) normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Asma Riwayat Alergi Riwayat DM Riwayat Hipertensi Riwayat OAT Riwayat Mondok : (-) disangkal : (-) disangkal : (-) disangkal : (-) disangkal : (-) disangkal : (-)

Riwayat Pengobatan : Selama ini pasien minum obat tradisional/herbal untuk batuknya. Batuk darah 1 tahun yang lalu pernah periksa ke puskesmas periksa dahak 1x hasil (-) Pernah periksa ke Jajar 1x difoto rontgen, tidak dicek dahaknya 4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Asma Riwayat Alergi Riwayat DM Riwayat Hipertensi 5. Riwayat Kebiasaan Riwayat Merokok : (+) 13 tahun yang lalu x 3 = 39 (IB ringan) : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

6. Riwayat Sosial dan Ekonomi Pasien adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun dengan pekerjaan tukang parkir. Pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi dengan fasilitas Jamkesmas. 7. Riwayat Gizi Sebelum sakit, pasien makan teratur 3-4 kali sehari, sebanyak masingmasing 1 piring nasi sayur dengan lauk tempe, tahu, jarang dengan daging atau ikan.

C. Anamnesis Sistemik Keluhan utama : Batuk darah

Kulit

: Sawo matang, kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal (-), luka (-), kuning (-).

Kepala

: Sakit kepala (-), pusing (-), rambut mudah dicabut (), rambut mudah rontok (-)

Mata

: Pandangan kabur (-/-), pandangan dobel (-/-), pandangan berputar-putar (-/-), berkunang-kunang (-/-).

Hidung Telinga Mulut

: Pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-), gatal (-). : Berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-). : Terasa kering (-), bibir biru (-), pucat (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecahpecah (-), luka pada sudut bibir (-).

Tenggorokan Sistem Respirasi

: Sakit menelan (-), gatal (-). : Sesak nafas (-), batuk darah (+), dahak (-), mengi (-).

Sistem Cardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa tertekan (-), rasa berdebar (-), sesak nafas karena aktivitas (+) Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-), BAB (+) normal, perut sebah (-), nyeri ulu hati (-), mbeseseg (-), kembung (-), tinja warna kuning. Sistem Genitourinaria : Nyeri saat BAK (-), panas (-), darah (-), nanah (-), anyang-anyangan(-), sering menahan kencing (-), BAK warna seperti teh(-). Sistem Muskuloskeletal : Lemas (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-). Ekstremitas : Atas Kanan/ Kiri: Luka (-), nyeri (-), tremor (-), kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-). Bawah Kanan/Kiri: Luka (-), nyeri (-), tremor (-), kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-). Neuropsikiatri : Kejang (-), emosi tidak stabil (-), kesemutan (-), lumpuh (-), gelisah (-), mengigau(-).

D. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 5 Juni 2013 Keadaan umun : sakit sedang, compos mentis, gizi kesan gizi normal Status gizi : BB = 65 kg TB = 165 cm BMI = 23,87 Kesan: Normal Vital Sign : Tensi Nadi Respiratory rate Temperatur SaO2 Mata Leher : 130/80 mmHg : 80x/menit : 20x/menit : 36,7 oC : 98% (tanpa O2)

: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) : JVP meningkat, pembesaran limfonodi servikal (-), leher kaku (-).

Thorax

: Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-).

Cor Pulmo

: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-) : I: Statis Dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri : Pengembangan dada kanan = kiri

P: Fremitus raba kanan = kiri P: Sonor/sonor A: SDV (+/+), suara nafas tambahan (-/-) Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien teraba

Extremitas

: Akral dingin

Oedema

Clubbing finger -

E. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Darah 05/06/2013 Hb Hematokrit AE (uL) AL AT Gol darah PT APTT INR GDS Ureum Kreatinin Na+ K+ Cl HbsAg SGOT SGPT 15,6 47 5,39 5,5 224 B 13,8 29,0 1,130 110 32 1,0 136 3,6 104 Nonreaktif 26 20 UI/L UI/L 0-35 0-45 Mg/dL Mg/Dl Mg/Dl mmol/L mmol/L mmol/L 60-140 <50 0,6-1,1 136-145 3,5-5,1 98-106 Detik Detik 10,0-15,0 20,0-40,0 Satuan Gr/dl % 106/uL 103/uL 103/Ul Nilai Rujukan 12,0-15,6 33-45 4,10-5,10 4,5-11 150-450

Pemeriksaan Foto Thorax PA/Lateral

Identitas Tanggal

: Tn.M : 5 Juni 2013

Proyeksi Foto PA/Lateral Kekerasan cukup Simetris Inspirasi cukup Trakea di tengah Sinus costophrenicus kanan kiri tajam Hemidiafraghma kanan kiri normal CTR < 50% Pulmo hiperinflasi, tampak gambaran honeycomb appearance di paracardial kanan kiri. ICS melebar dan mendatar Retrocardial dan retrosternal space dalam batas normal

Pemeriksaan EKG (5 Juni 2013)

Sinus rhytme 69 x/menit Normoaxis

F. Resume Pasien datang, seorang laki-laki berusia 40 tahun, dengan keluhan batuk darah sejak 1 jam SMRS. Batuk darah terjadi 3x, sekali batuk 3 sendok makan. Darah berwarna merah segar. Batuk darah yang seperti ini sudah pernah terjadi 2x dalam 1 tahun ini. Pasien mengaku sering batuk dengan dahak campur darah sudah 25 tahun, muncul jarang 6 bulan-1 tahun 1 kali terutama bila kecapaian, darah muncul bercak-bercak. Namun dalam 1 tahun terakhir ini darah muncul lebih banyak. Bila pasien tidak batuk dahak campur darah, maka biasanya dahak berwarna kekuningan terutama muncul di pagi hari dan saat bangun tidur. 1 minggu ini dahak berwarna kuning kehijauan. Sesak nafas (-), nyeri dada (-), demam (-), keringat malam (-), nafsu makan menurun (-), berat badan turun (-), mual/muntah (-), BAK dan BAB (+) normal. Pada pemeriksaan fisik tanggal 5 Juni 2013 didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, compos mentis, gizi kesan normal. TD: 130/80 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20x/menit, t: 36,7C per axillar, SaO2: 98% (tanpa O2). Pada pemeriksaan paru didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hematokrit 47% (nilai rujukan: 33-45%).

Abnormalitas Anamnesis: 1. 2. Batuk darah timbul bila kelelahan Bila pasien tidak batuk dahak campur darah, maka biasanya dahak berwarna kekuningan terutama muncul di pagi hari dan saat bangun tidur. 3. Sejak 1 minggu yang lalu dahak berwarna kuning kehijauan.

Pemeriksaan fisik: 1. Tampak sakit sedang 2. TD= 130/80 mmHg 3. N= 80 x/menit 4. RR= 20 x/menit 5. t= 36,7 C per axillar 6. SaO2 = 98% (tanpa O2) Pemeriksaan Penunjang: 1. Hematrokrit = 47%

G. Diagnosis Bronkiektasis terinfeksi DD bronkitis kronis dengan masalah hemoptisis.

H. Terapi O2 2-3 lpm Infus RL 16 tpm Injeksi Asam traneksamat 500 mg/8 jam Injeksi vitamin K 1 ampul/8 jam Injeksi Ciprofloxacin 2 x 2 (skin test +), ganti Ceftazidim 1 g/12 jam (skin test +), ganti Ceftriaxon 2 g/24 jam (skin test -) Dextrometrophan 3 x 1 Vitamin C 3 x 1

I. Planning Edukasi batuk darah Sputum tampung, sputum Mo/G/K/R Bronkoskopi Konsul jantung bila perlu bronkoskopi

J. Prognosis Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

FOLLOW UP 6 Juni 2013 S O VS Mata Leher : batuk darah (+) 1cc : sakit sedang, compos mentis : T= 140/80mmHg N=88x/mnt Rr=20x/mnt t=36,2oC

: conjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) : JVP meningkat, KGB membesar

Thorax : retraksi (-) Cor Pulmo : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-) : I: pengembangan dada kanan = kiri P: fremitus raba kanan = kiri P: sonor/sonor A: SDV (+/+), suara tambahan (-/-) Abdomen: supel, nyeri tekan (-), hepar/lien teraba W/D : bronkiektasis terinfeksi dd bronkitis kronis dengan masalah hemoptisis Terapi : O2 2-3 lpm Infus RL 16 tpm Injeksi Ceftriaxon 2 g/24 jam Vit B kompleks 3 x 1

Vit C 3 x 1 DMP 3 x 1 Plan : Sputum tampung Mo/G/K/R Edukasi batuk Bronkoskopi evaluasi batuk dulu Konsul jantung bila perlu bronkoskopi

Pasien pulang APS tanggal 6 Juni 2013 RESUME PULANG 1. Alasan masuk/keluhan utama: batuk darah 2. Riwayat singkat dan penemuan fisik a. RPS : batuk darah (+) + 1 jam SMRS b. RPD : Riwayat OAT (-) c. Riwayat sosial ekonomi : pekerjaan tukang parkir d. Penemuan fisik yang relevan : I : Pengembangan dada kanan = kiri P : fremitus raba kanan = kiri P : sonor/sonor A : SDV (+/+), ST (-/-) 3. Diagnosis masuk: Bronkiektasis terinfeksi 4. Diagnosis lain: hemoptisis 5. Diagnosis banding: bronkitis kronis 6. Diagnosis akhir: bronkiektasis terinfeksi 7. Diagnosis komplikasi: hemoptisis 8. Operasi dan prosedur khusus: 9. Tindakan medis lainnya (non operatif): Nebulisasi 10. Penemuan yang penting: a. Lab : Hb = 15,6; Ht = 47%; AL = 5,5; AT = 224; AE = 5,39 b. Radiologi : kesan honeycomb appearance 11. Riwayat pemberian obat di rumah sakit:

Obat yang diberikan: Ceftriaxon 2g/24 jam, DMP 3 x 1, Vit C 3 x 1, Vit B kompleks 3 x 1 a. Reaksi obat : Alergi inj Ciprofloxacin, inj ceftazidim b. Kondisi waktu keluar RS: dalam perbaikan 12. Perintah waktu pulang: a. Tindak lanjut : kontrol ke poli paru b. Kontrol kembali : 10 Juni 2013 c. Pemeriksaan penunjang : DR 3 13. Prognosis: dubia ad bonam 14. Obat yang dibawa pulang pasien: 1. Cefixim 2. Vit B kompleks 3. Vit C 4. DMP 2 x 500 mg 3x1 3x1 3x1 No X No X No X No X

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, Mukty A. 2002. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga Press Bidwell JL, Pachner RW. 2005. Hemoptysis: Diagnosis and management. Am Fam Physician; 72(7):1253-60 Davey P. 2002. Sesak napas, batuk, dan hemoptisis, dalam: At a glance medicine. Jakarta, Erlangga Medical Series; pp: 23 Marleen FS, Swidarmoko B, Rogayah R, Pandelaki J. 2009. Embolisasi arteri bronkial pada hemoptisis. http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Refserlyt.pdf - diunduh pada Juni 2013 Mason RJ, Broaddus VC, Martin TR, King TE, Schraufnagel DE, Murray JF, Nadel JA. 2010. Murray & Nadels textbook of respiratory medicine. 5th Ed. USA: Elsevier ORegan AW. 2004. Baums Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition. Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. pp: 255-274 PAPDI. 2006. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. PDPI. 2003. Pneumonia komuniti: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Pitoyo CW. 2006. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II,edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Rahmatullah. 2007. Ilmu penyakit dalam: Bronkiektasis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Rasmin M. 2009. Hemoptisis. http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS%20editorial.pdf diunduh Juni 2013 Web MD. 2013. Coughing up blood (hemoptysis). http://www.webmd.com/lung/coughing-up-blood - diunduh Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai