Anda di halaman 1dari 123

DIKTAT KULIAH

Statika dan Mekanika Bahan 1


TS 021 4 SKS



Dosen:
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT.











Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil
Universitas Kristen Maranatha
2012
i
Kata Pengantar



Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan diktat kuliah Statika
dan Mekanika Bahan 1 ini.

Penyusun mengawali karir sebagai dosen di Universitas Kristen Maranatha pada
tahun 2003 dengan diberi beban mengajar Responsi Statika dan Mekanika Bahan
1. Kemudian dalam perkembangannya diikuti dengan beban mengajar Responsi
Statika dan Mekanika Bahan 2 maupun Responsi Statika dan Mekanika Bahan 3
dalam kurun waktu tahun 2003-2005. kemudian mulai tahun 2006 diberi beban
mengajar matakuliah Statika dan Mekanika Bahan 1, Statika dan Mekanika Bahan
1, maupun Statika dan Mekanika Bahan 3.

Pemahaman terhadap permasalahan Statika dan Mekanika Bahan sangat penting
bagi calon-calon insinyur, karena dari sinilah pola pikir engineering judgement
akan terbentuk dan akan sangat bermanfaat didalam aplikasi pekerjaan teknik sipil
yang sebenarnya di lapangan.

Penyusun sangat menyadari bahwa isi diktat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu segenap masukan dan saran dari pembaca, sangat dinantikan, untuk
penyempurnaan diktat ini pada masa yang akan datang. Adapun saran dapat
disampaikan melalui email yosafat.ap@gmail.com. Meskipun diktat kuliah ini
telah diusahakan untuk disusun sebaik-baiknya, namun apabila terdapat
kesalahan, maka penyusun mengucapkan permohonan maaf.


Penyusun,

Bandung, J uni 2012




Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT.
ii
iii
Daftar Isi



Halaman J udul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

Bab 1 Statika 1
1.1 Statika dalam Disiplin Ilmu Teknik Sipil 1
1.2 Tahapan Pembangunan Struktur 1
1.3 Definisi Sederhana Struktur 2
1.4 Tipe-tipe Struktur 2
1.5 J enis-jenis Elemen Struktur 4
1.6 Fenomena Struktur Dasar 9
1.7 Kriteria dan Tahapan Dalam Analisis Struktur 10
1.8 Referensi 11
Bab 2 Prinsip Dasar 12
2.1 Pendahuluan 12
2.2 Keseimbangan Benda Tegar 18
2.3 Gaya dan Momen Eksternal dan Internal 19
2.4 Kondisi Tumpuan 20
2.5 Pemodelan Struktur 21
2.6 Beban Eksternal pada Struktur 24
2.7 Pemahaman dan Perilaku Akibat Beban Mati 25
2.8 Pemahaman dan Perilaku Akibat Beban Hidup 47
2.9 Referensi 53
Bab 3 Mekanika Bahan 54
3.1 Pengantar 54
3.2 Aplikasi dalam Rekayasa Sipil 56
3.3 Istilah-istilah Penting 61
3.4 Latihan Soal dan Pembahasan 63
3.5 Referensi 63
Bab 4 Karakteristik Berbagai Bentuk Penampang 64
4.1 Titik Berat dan Statis Momen Penampang 64
4.2 Teorema Sumbu Sejajar untuk Momen Inersia Penampang 65
4.3 Sumbu Utama Penampang 71
4.4 Latihan Soal dan Pembahasan 72
4.5 Referensi 75
Bab 5 Deformasi Balok Statis Tertentu 76
5.1 Deformasi Balok Statis Tertentu 76
5.2 Metode Integrasi Berganda 76
5.3 Metode Balok Konjugasi 104
5.4 Referensi 118
Pustaka 119



Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 1
Bab 1
Statika


1.1 Statika dalam Disiplin Ilmu Teknik Sipil
Statika adalah ilmu tentang semua benda yang tetap, yang statis. Ilmu ini
merupakan bidang bagian ilmu mekanika teknik. Dalam ilmu statika diterangkan
semua yang tidak bergerak (atau yang tidak akan bergerak). Sedangkan dalam
ilmu dinamik diterangkan semua yang bergerak. Akan tetapi, kedua bagian itu
mempunyai persamaan, yaitu gaya dan pergerakan.
Dalam ilmu statika, ada persyaratan khusus mengenai pergerakan, yaitu
pergerakan v = 0, artinya bahwa kita hanya bekerja dengan gaya-gaya yang tidak
bergerak, dengan keadaan pergerakan = nol. Ini terjadi bila semua gaya yang
membebani suatu benda dan gaya-gaya pada tangkai pengungkit (dengan jarak
antara gaya dan benda = momen) saling menutupi, sehingga semua gaya
seimbang. Dengan kata lain, ilmu statika juga disebut ilmu keseimbangan gaya.
Keseimbangan itu mula-mula tidak ada dan kalau keseimbangan itu
tercapai, segera akan terganggu lagi. Bisa juga terjadi perubahan dalam
keseimbangan, yang diakibatkan oleh daya tarik bumi (dalam ilmu statika disebut
berat sendiri), oleh beban yang dikenakan pada benda/konstruksi bangunan itu
serta oleh kekuatan alam misalnya air hujan, angin dan perubahan suhu.

1.2 Tahapan Pembangunan Struktur
Ilmu statika pada dasarnya adalah pengembangan ilmu fisika yang
menjelaskan kejadian alam sehari-hari yang berkaitan dengan gaya-gaya yang
bekerja. Insinyur sipil bekerja pada bidang perencanaan (design), pelaksanaan
(construction) dan perawatan/perbaikan (maintenance/repair) bangunan-
bangunan sipil. Fungsi utama bangunan sipil adalah mendukung gaya-gaya yang
berasal dari beban-beban yang dipikulnya (lalu lintas sebagai beban pada
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 2
jembatan/jalan, timbunan tanah pada dinding retaining wall, air waduk pada
bendung, beban hidup pada lantai gedung dan sebagainya). Oleh karena itu
penguasaan ilmu statika akan membantu insinyur sipil dalam pengambilan
keputusan.

1.3 Definisi Sederhana Struktur
Struktur merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan
penggunaan dan/atau kehadiran bangunan di atas tanah. Studi tentang struktur
menyangkut pemahaman prinsip-prinsip dasar yang menunjukkan dan menandai
perilaku objek-objek fisik yang dipengaruhi oleh gaya.

Gambar 1.1 Struktur jembatan kereta api jalur utara di Brebes, Jawa Tengah.




Gambar 1.2 Struktur gedung. Gambar 1.3 Menara listrik.

1.4 Tipe-tipe Struktur
Struktur dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa pendekatan, yaitu :
1. Geometri
Berdasarkan geometri dasar, bentuk struktur dapat diklasifikasikan sebagai salah
satu bentuk elemen garis (atau disusun dari elemen-elemen garis) atau sebagai
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 3
bentuk elemen permukaan. Bentuk elemen garis dapat dibedakan sebagai garis
lurus atau garis lengkung. Sedangkan bentuk elemen permukaan bisa berbentuk
datar atau lengkung. Elemen permukaan lengkung bisa berupa lengkung tunggal
atau lengkung ganda. Pada kenyataannya tidak ada yang dapat disebut sebagai
elemen garis atau elemen permukaan, karena elemen-elemen struktur memiliki
tebal. Istilah garis dan permukaan ini hanya untuk memudahkan saja.



(a). elemen garis lurus (b). elemen garis lengkung
Gambar 1.4 Elemen garis lurus dan lengkung.

Elemen tersebut tergantung pada bahan atau metode konstruksinya. Sebagai
contoh bahan dari kayu, beton atau baja.

2. Kekakuan
Berdasarkan kekakuan, struktur dapat diklasifikasikan apakah kaku atau fleksibel.
Elemen kaku biasanya sebagai batang, tidak mengalami perubahan bentuk yang
cukup besar di bawah pengaruh gaya atau pada perubahan gaya yang diakibatkan
oleh beban. Namun meskipun demikian, struktur ini selalu bengkok meskipun
sangat kecil, apabila dibebani.

Gambar 1.5 Jembatan KA Jalur Cikampek-Padalarang.

Elemen fleksibel atau tidak kaku, misalnya kabel, cenderung mempunyai bentuk
tertentu pada suatu kondisi pembebanan. Bentuk tersebut dapat berubah apabila
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 4
pembebanan berubah. Struktur fleksibel mempertahankan keutuhan fisiknya
meskipun bentuknya berubah-ubah. Sebagai contoh elemen kaku adalah kayu dan
baja. Sedangkan contoh elemen fleksibel adalah kabel baja.

Gambar 1.6 Jembatan kabel di Pulau Batam, Indonesia.

1.5 Jenis-jenis Elemen Struktur
Jenis-jenis elemen struktur dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Balok dan Kolom
Struktur yang dibentuk dengan cara meletakkan elemen kaku horisontal di atas
elemen kaku vertikal adalah struktur yang umum dijumpai. Elemen horisontal
(balok) sering disebut sebagai elemen lentur, yaitu memikul beban yang bekerja
secara transversal dari panjangnya dan mentransfer beban tersebut ke kolom
vertikal yang menumpunya. Kolom dibebani beban secara aksial oleh balok,
kemudian mentransfer beban tersebut ke tanah. Kolom yang memikul balok tidak
melentur ataupun melendut karena kolom pada umumnya mengalami gaya aksial
tekan saja.

Gambar 1.7 Elemen balok dan kolom pada struktur bangunan gedung.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 5
2. Rangka
Rangka mempunyai aksi struktural yang berbeda dengan jenis balok-tiang, karena
adanya titik hubung kaku antara elemen vertikal dan elemen horisontal. Kekakuan
titik hubung ini memberikan banyak kestabilan terhadap gaya lateral. Kekakuan
titik hubung adalah salah satu dari berbagi jenis hubungan yang ada di antara
berbagai elemen struktur. Pada sistem rangka, baik balok maupun kolom akan
melentur sebagai akibat adanya aksi beban pada struktur.

Gambar 1.8 Rangka

3. Rangka Batang
Struktur rangka batang adalah struktur yang terdiri dari kumpulan elemen batang
yang disambung untuk membentuk suatu geometri tertentu sedemikian sehingga
apabila diberi beban pada titik buhul (titik pertemuan antar batang) maka struktur
tersebut akan menyalurkan beban ke tumpuan melalui gaya aksial (tarik atau
tekan) pada batang-batangnya. Titik buhul dimodelkan berperilaku sebagai
sambungan pin (engsel) sehingga tidak bisa menahan atau menyalurkan momen
ke batang yang lain.

Gambar 1.9 Rangka Batang dan Titik Buhul Sambungan

4. Pelengkung
Pelengkung adalah struktur yang dibentuk oleh elemen garis yang melengkung
dan membentang di antara dua titik. Pada umumnya terdiri atas potongan-
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 6
potongan kecil yang mempertahankan posisinya akibat adanya tekanan dari
beban. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 1.4 (b) dan gambar 1.10. Contoh
lain adalah pada bangunan-bangunan modern, atau dinamakan pelengkung kaku
(rigid arch).

Gambar 1.10 Jembatan pelengkung di Europabrcke, Murau, Austria.

5. Dinding dan Pelat
Dinding dan pelat datar adalah struktur kaku pembentuk permukaan. Dinding
pemikul beban biasanya dapat memikul baik beban arah vertikal maupun beban
lateral (gempa, angin dan lain-lain). Pelat datar biasanya digunakan secara
horisontal dan memikul beban sebagai lentur, dan meneruskannya ke tumpuan.
Struktur pelat biasanya terbuat dari beton bertulang atau baja.

Gambar 1.11 Pelat bangunan gedung.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 7
6. Cangkang Silindrikal dan Terowongan
Sebagai contoh adalah struktur pelat-satu-kelengkungan. Cangkang mempunyai
bentang longitudinal dan lengkungannya tegak lurus terhadap diameter bentang.
Cangkang dibuat dari material kaku (misalnya beton bertulang atau baja).
Terowongan berbeda dengan cangkang, yaitu struktur berkelengkungan tunggal
yang membentang secara transversal. Terowongan dapat dipandang sebagai
pelengkung menerus.


Gambar 1.12 Cangkang. Gambar 1.13 Terowongan.

7. Kubah dan Cangkang Bola
Kubah sangat efisien digunakan pada bentang besar. Sebagai contoh dapat dilihat
pada gambar berikut ini :



(a). model 3D. (b). tampak samping.
Gambar 1.14 Kubah bentang lebar.

8. Kabel
Kabel adalah elemen struktur fleksibel. Bentuknya sangat tergantung pada besar
dan perilaku beban yang bekerja padanya. Kabel dapat digunakan pada bentang
yang panjang. Biasanya digunakan pada jembatan yang memikul dek jalan raya
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 8
deserta lalu lintas di atasnya. Sebagai contoh, dii negara Indonesia sudah
dibangun beberapa jembatan kabel. Sebagai contoh adalah jembatan kabel di
Pulau Batam (gambar 1.6), jembatan kabel di Siak (gambar 1.15) dan di kota
Bandung, Jawa Barat (gambar 1.16).



Owner : The Siak Regency,
Riau Province.
Designer & MP : LAPI-ITB,
Bandung.
Contractor : A Consortium of PT
PP (Persero) HK, Jakarta.
Gambar 1.15 Jembatan kabel di Riau, Indonesia.

Gambar 1.16 Jembatan kabel di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

9. Membran, Tenda dan Jaring
Membran adalah lembaran tipis dan fleksibel. Tenda biasanya dibuat dari
permukaan membran. Bentuk yang sederhana maupun kompleks dapat dibuat
dengan menggunakan membran-membran. Jaring adalah permukaan 3D yang
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 9
terbuat dari sekumpulan kabel lengkung yang melintang. Jaring mempunyai
analogi dengan kulit membran. Dengan memungkinkan adanya lubang saringan
untuk variasi sesuai keperluan, maka sangat banyak bentuk permukaan yang dapat
diperoleh. Salah satu keuntungan penggunaannya yaitu penempatan kabel dapat
mencegah atap dari getaran akibat tekanan dan isapan angin. Selain itu, gaya tarik
umumnya dapat diberikan pada kabel dengan alat jacking sehingga seluruh
permukaan dapat mempunyai tahanan terhadap getaran pada atap.


Gambar 1.17 Jaring.

1.6 Fenomena Struktur Dasar
Dalam analisis dan desain statu struktur, terdapat masalah-masalah yang
kita jumpai, sebagai contoh misalnya bentuk-bentuk tertentu dapat terguling atau
runtuh, apabila mengalami pembebanan tertentu. Beban yang menyebabkan
terguling atau gagal tersebut dapat berasal dari keadaan tertentu (misalnya angin,
gempa), beban akibat penggunaannya, atau akibat berat sendiri struktur tersebut.
Beban-beban ini dapat menimbulkan gaya dalam pada struktur, tegangan pada
bahannya, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan.
Masalah pertama adalah berkaitan dengan kestabilan menyeluruh. Sebagai
suatu kesatuan yang utuh, struktur dapat terguling, tergelincir atau terpuntir relatif
terhadap dasarnya, terutama apabila mengalami beban seperti angin atau gempa.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 10
Struktur yang relatif tinggi, sebagai contoh menara listrik tegangan tinggi (gambar
1.3) yang mempunyai dasar kecil mempunyai potensi untuk terguling.
Ketidakseimbangan akibat berat sendiri juga dapat menyebabkan terjadinya
guling. Penggunaan pondasi kaku yang lebar dapat mencegah terjadinya guling,
atau dengan penggunaan pondasi tiang yang mampu memikul gaya tarik.
Masalah kedua adalah berkaitan dengan kestabilan hubungan atau internal.
Apabila bagian-bagian struktur tidak tersusun atau terhubung dengan baik, maka
struktur dapat runtuh. Suatu susunan struktur dapat stabil untuk kondisi
pembebanan tertentu, tetapi tidak untuk kondisi lainnya. Gaya-gaya seperti angin,
gempa dapat menyebabkan keruntuhan demikian. Ada beberapa mekanisme dasar
dinding, aksi rangka, atau diagonal yang dapat digunakan untuk membuat statu
susunan struktur menjadi stabil.
Masalah ketiga adalah berkaitan dengan kekuatan dan kekakuan elemen.
Ada banyak masalah struktural pada kekuatan komponen struktur. Keruntuhan
komponen dapat berupa keruntuhan akibat tarik, tekan, lentur, geser, torsi, gaya
tumpu, atau deformasi berlebihan yang timbul secara internal di dalam struktur
sebagai akibat dari adanya beban. Bersamaan dengan beban, juga timbal tegangan
pada material. Dengan mendesain komponen struktur secara hati-hati, keadaan
tegangan tersebut dapat diatur agar berada dalam taraf aman.

1.7 Kriteria dan Tahapan dalam Analisis Struktur
Tinjauan dasar dalam merencanakan struktur adalah menjamin kestabilan
pada segala kondisi pembebanan yang mungkin terjadi. Struktur akan mengalami
perubahan bentuk tertentu apabila dibebani.
Pada struktur yang stabil, deformasi akibat beban pada umumnya kecil,
dan gaya internal yang timbul di dalam struktur mempunyai kecenderungan
mengembalikan bentuk struktur ke bentuk semula apabila beban dihilangkan.
Pada struktur yang tidak stabil, deformasi akibat beban pada umumnya
mengakibatkan kecenderungan untuk terus bertambah selama struktur tersebut
dibebani. Struktur yang tidak stabil tidak memberikan gaya-gaya internal yang
mempunyai kecenderungan untuk terus bertambah selama struktur tersebut
dibebani. Struktur yang tidak stabil mudah mengalami runtuh (collapse).
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 11
Tanggung jawab Insinyur Sipil sebagai perencana struktur adalah dapat
menjamin struktur yang membentuk konfigurasi yang stabil. Para insinyur
berupaya agar hasil rancangannya adalah yang terbaik atau optimal jika ditinjau
dari kekuatan, kekakuan maupun pembiayaan (ekonomis).

1.8 Referensi
1. Dewobroto, W. (2005), Dokumentasi Pribadi (Foto).
2. ETABS (2003), Integrated Building Design Software, Version 8, Computer
and Structures Inc. Berkeley, California, USA.
3. Frick, H. (1979), Mekanika Teknik Statika dan Kegunaannya 1, Kanisius.
4. Madutujuh, N. (2005), SANSPRO for Windows v4.77 Users Guide, ESRC.
5. Pranata, Y.A. (2005), Dokumentasi Pribadi (Foto).
6. SAP2000 (2004), Integrated Software for Structural Analysis and Design,
Version 9, Computer and Structures Inc. Berkeley, California, USA.
7. Schodek, D.L. (1992), Struktur, edisi 2, Erlangga.
8. Sucipto, B., Lontoh, S. (2003), The Riau Cable Stayed Bridges, Seminar
EASEC.
9. url : http://nisee.berkeley.edu
10. url : http://sipil-uph.tripod.com
11. url : http://www.dontim-eng.co.uk
12. url : http://www.urbantransport-technology.com
13. url : http://yosafat.ap.tripod.com

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 12
BAB 2
PRINSIP DASAR


2.1 Pendahuluan
2.1.1 Gaya
Ilmu statika pada dasarnya merupakan pengembangan dari ilmu fisika,
yang menjelaskan kejadian alam sehari-hari, yang berkaitan dengan gaya-gaya
yang bekerja. Dalam hal ini, insinyur sipil bekerja pada bidang perencanaan,
pelaksanaan dan perawatan atau perbaikan bangunan-bangunan sipil.
Fungsi utama bangunan sipil adalah mendukung gaya-gaya yang berasal
dari beban-beban yang dipikul oleh bangunan tersebut. Sebagai contoh adalah
beban lalu lintas kendaraan pada jembatan/jalan, timbunan tanah pada retaining
wall, air waduk pada bendung, beban hidup pada lantai bangunan gedung dan
sebagainya. Oleh karena itu, penguasaan ilmu statika sangat membantu insinyur
sipil dalam pengambilan keputusan.
Beberapa hal-hal yang harus diketahui adalah :
1. Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan deformasi pada struktur.
2. Gaya mempunyai besaran dan arah, digambarkan dalam bentuk vektor yang
arahnya ditunjukkan dengan anak-panah, sedangkan panjang vektor digunakan
untuk menunjukkan besarannya.
3. Garis disepanjang gaya tersebut bekerja dinamakan garis kerja gaya.

o
o
3
P
F
garis kerja gaya

Gambar 2.1 Vektor gaya.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 13
4. Titik tangkap gaya yang bekerja pada benda yang sempurna padatnya dapat
dipindahkan disepanjang garis kerja gaya tersebut tanpa mempengaruhi
kinerja dari gaya tersebut.
5. Apabila ada bermacam-macam gaya bekerja pada suatu benda, maka gaya-
gaya tersebut dapat digantikan oleh satu gaya yang memberi pengaruh sama
seperti yang dihasilkan dari bermacam-macam gaya tersebut. Gaya yang satu
itu disebut sebagai gaya resultan.

2.1.2 Vektor Resultan
Konsep bahwa sejumlah gaya-gaya yang bekerja pada struktur dapat
direduksi menjadi satu gaya resultan sangat membantu menyederhanakan
permasalahan. Ada berbagai cara untuk mencari gaya resultan yang tergantung
dari jumlah dan arah dari gaya-gaya tersebut, yaitu antara lain :
1. Metode penjumlahan dan pengurangan vektor gaya.
2. Metode segitiga, paralellogram, dan segi-banyak gaya.
3. Metode proyeksi.

1. Metode penjumlahan dan pengurangan vektor gaya.
Pada metode ini, dua atau lebih gaya yang terdapat pada garis kerja gaya yang
sama (segaris) dapat langsung dijumlahkan jika searah dan dikurangkan jika
berlawanan arah.
o
1
F
o
F
2
R
=
F
1
+
F
2
3
2
5
o

Gambar 2.2 Resultan vektor searah dan segaris.

2. Metode segitiga, paralellogram dan segi-banyak gaya.
Pada metode ini, jika terdapat gaya-gaya yang tidak segaris, maka dapat
digunakan cara Paralellogram dan Segitiga Gaya. Metoda tersebut cocok jika
gaya-gayanya tidak banyak. Jika lebih dari dua gaya maka harus disusun segi
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 14
banyak gaya (poligon). Gaya-gaya disusun secara berturutan mengikuti arah
jarum jam. Jika terbentuk segi-banyak tertutup maka tidak ada gaya resultan
(sistem dalam keseimbangan). Jika tidak tertutup maka garis penutupnya adalah
gaya resultan yang dicari.
Vektor tidak searah
o
o
u
B
A
u
B
o
o
A

R
=
A
+
B
Paralellogram
o
A
R
=
A
+
B
o

Segi-3 Gaya
u
B

Gambar 2.3 Resultan dua vektor tidak segaris.

2
F
1
o
F
F
3
F
4
Segi-Banyak-Gaya Kumpulan Gaya-Gaya
o
F
1
4
F
2
F
F
3
3
F
F
4
F
1
F
2
R
R
a) b)
garis penutup

Gambar 2.4 Resultan banyak vektor ( lebih dari tiga buah vektor ) tidak searah.

3. Metoda proyeksi
Pada metode proyeksi, proyeksi resultan dari dua vektor gaya pada setiap sumbu
adalah sama dengan jumlah aljabar proyeksi masing-masing komponennya pada
sumbu yang sama. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 2.5. Jika X
i
dan X
adalah masing-masing proyeksi gaya F
i
dan R terhadap sumbu x, dan Y
i
dan Y
adalah masing-masing proyeksi gaya F
i
dan R terhadap sumbu y.
dimana :
cos
i i i
X F o = ; cos X R o = ; maka
i
X X =


sin
i i i
Y F o = ; sin Y R o = ; maka
i
Y Y =



Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 15
o
F
R
1
F
2
X
X
1
2
X
Y
2
Y
1
Y
o
A
o
1
o
2
x
y

Gambar 2.5 Proyeksi Sumbu

Dengan demikian metode tersebut sebenarnya tidak terbatas dengan dua vektor
gaya tetapi bisa lebih. Jika hanya diketahui vektor-vektor gaya dan akan dicari
gaya resultan maka dengan mengetahui jumlah kumulative komponen proyeksi
sumbu yaitu X dan Y maka dengan rumus pytagoras dapat dicari nilai gaya R.
dimana :

2 2
R X Y = + dan arc tan
X
Y
o =
Untuk memahami lebih jelas, maka lihat beberapa contoh soal dan penyelesaian
sebagai berikut,
1. Contoh Pertama. Diketahui suatu benda (lihat Gambar 2.6) sebagai berikut.
Tentukan besar dan arah resultan gaya dari empat gaya tarik pada besi ring.
Jawab:
3
2
.
4
1.8
3
.
6
1
.
5
1
R

2.6 Contoh pertama.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 16
2. Contoh kedua. Dua orang seperti terlihat pada Gambar 2.7, sedang berusaha
memindahkan bongkahan batu besar dengan cara tarik dan ungkit. Tentukan
besar dan arah gaya resultan yang bekerja pada titik bongkah batu akibat kerja
dua orang tersebut.


Jawab:
1
2
0
0

k
N
1
6
5
0
.
9
4

k
N
6
0
0

k
N

2.7 Contoh kedua.


2.1.6. Momen
Secara umum gaya yang beraksi pada suatu massa kaku selain menyebabkan
pergeseran ternyata juga menyebabkan rotasi (massa tersebut berputar terhadap
suatu titik tertentu). Posisi vektor gaya yang menyebabkan perputaran terhadap
suatu titik tertentu tersebut disebut sebagai momen. Jika momen tersebut berputar
pada sumbu aksial dari suatu batang (misal pipa) maka namanya adalah torsi atau
puntir.

Gambar 2.8 Torsi Terhadap Sumbu Z (timbul puntir pada pipa)

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 17
Besarnya momen ditentukan oleh besarnya gaya F dan lengan momen (jarak
tegak lurus gaya terhadap titik putar yang ditinjau).

Gambar 2.9 Momen Terhadap Sumbu X (timbul bending pada pipa)


Gambar 2.10 Gaya Menuju Sumbu (konkuren)

Gaya menuju sumbu (konkuren) tidak menimbulkan momen pada sumbu z.
Perilaku momen pada batang kantilever dapat terjadi dalam beberapa konfigurasi.

Contoh :
1.


M = 100 * 2 = 200 N-m

Searah jarum jam

2.


M=50 * 0.75 = 37.5 N-m

Searah jarum jam
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 18

3.


M = 7 * (4-1) = 21 kN-m

Berlawanan arah dengan jarum
jam


2.2. Keseimbangan Benda Tegar
Suatu benda berada dalam keseimbangan apabila sistem gaya yang bekerja
pada benda tersebut tidak menyebabkan translasi maupun rotasi pada benda
tersebut. Keseimbangan akan terjadi pada sistem gaya konkuren yang bekerja
pada titik atau partikel, apabila resultan sistem gaya konkuren tersebut sama
dengan nol.
Apabila sistem gaya tak konkuren bekerja pada suatu benda tegar, maka
akan ada potensi untuk mengalami translasi dan rotasi. Agar benda tegar
mengalami keseimbangan, keduanya harus dihilangkan. Untuk mencegah
translasi, maka resultan sistem gaya tersebut haruslah sama dengan nol. Untuk
mencegah rotasi, maka jumlah momen yang dihasilkan oleh resultan oleh semua
gaya haruslah sama dengan nol.

Gambar 2.11 Gaya dan Momen pada tiga sumbu.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 19
0 =
x
F 0 =
y
F 0 =
z
F
0 =
x
M 0 =
y
M 0 =
z
M

di mana F adalah gaya dan M adalah momen.

2.3. Gaya dan Momen Eksternal dan Internal
Gaya dan momen yang bekerja pada suatu benda dapat berupa eksternal
dan internal. Gaya atau momen yang bekerja pada struktur disebut eksternal,
misal berat sendiri struktur. Sedangkan gaya dan momen internal adalah gaya dan
momen yang timbul di dalam struktur sebagai respons terhadap gaya eksternal
yang ada, misal gaya tarik di dalam batang.

2.3.1. Gaya dan Momen Eksternal
Gaya dan momen yang bekerja pada suatu benda tegar dapat dibagi ke
dalam dua jenis utama, yaitu gaya yang bekerja langsung pada struktur dan gaya
yang timbul akibat adanya aksi. Sesuai dengan hukum ketiga Newton bahwa
apabila ada suatu aksi maka akan ada reaksi yang besarnya sama dan arahnya
berlawanan.

2.3.2. Gaya dan Momen Internal
Gaya dan momen internal timbul di dalam struktur sebagai akibat adanya
sistem gaya eksternal yang bekerja pada struktur dan berlaku bersama-sama
secara umum mempertahankan keseimbangan struktur.

2.3.3. Idealisasi Struktur
Beberapa langkah penyelesaian struktur dengan gaya yang bekerja dapat
dilakukan. Salah satu cara adalah dengan melakukan idealisasi. Idealisasi
(pemodelan matematika) merupakan bentuk fisik dari suatu model struktur yang
sebenarnya untuk dianalisis dalam bentuk model matematika. Tahapan ini adalah
tahapan yang paling penting, karena benar atau tidak, serta tepat dan tidaknya
suatu perhitungan suatu struktur bangunan, tergantung dari idealisasi model
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 20
struktur dari bentuk yang sebenarnya bangunan tersebut dibangun, menjadi suatu
model matematika untuk dianalisis (perhitungan struktur tersebut).
Sebagai contoh, Gambar 2.12 memperlihatkan perencanaan suatu struktur
rangka atap. Maka dari bentuk struktur yang sebenarnya selanjutnya dimodelkan
(idealisasi struktur) untuk keperluan perhitungan secara matematika, dalam hal ini
adalah mengenai perilaku kekuatan dan kekakuan struktur. Apabila idealisasi
yang dilakukan sesuai kondisi yang sebenarnya (sebagai contoh besarnya beban,
ukuran batang-batang penyusun rangka atap, properti mekanis material yang
digunakan, dan tumpuan), maka hasil perhitungan yang diperoleh akan dapat
dianggap mewakili kondisi yang sebenarnya.
Artinya apabila struktur tersebut dibangun, apabila terjadi pembebanan
seperti yang direncanakan, perilaku kekuatan dan kekakuan struktur tersebut
dalam kondisi kenyataan tidak akan berbeda jauh dengan hasil perhitungan
(prediksi).


Gambar 2.12 Model diskret suatu struktur rangka atap.

2.4. Kondisi Tumpuan
Sifat gaya-gaya reaksi yang timbul pada benda yang dibebani bergantung
pada bagaimana benda tersebut ditumpu atau dihubungkan dengan benda lain.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 21
Hubungan antar jenis kondisi tumpuan yang ada dan jenis gaya-gaya reaksi yang
timbul, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Jenis kondisi tumpuan: model-model idealisasi.



2.5. Pemodelan Struktur
Pada pemodelan struktur, perlu dilakukan analisis dan desain untuk
menetapkan kriteria yang dapat digunakan sebagai usuran untuk menentukan
apakah struktur dapat diterima sesuai maksud dan tujuan penggunaan struktur
tersebut. Kriteria-kriteria tersebut antara lain yaitu :

1. Kemampuan Layan (Serviceability).
Struktur harus mampu memikul beban secara aman, tanpa kelebihan tegangan
pada material dan mempunyai batas deformasi yang masih dalam daerah yang
diijinkan. Kemampuan struktur memikul beban tanpa mengalami kelebihan
tegangan diperoleh dengan menggunakan faktor keamanan dalam desain struktur.
Hal ini berkaitan dengan kriteria kekuatan. Sedangkan deformasi berkaitan
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 22
dengan kriteria kekakuan struktur. Deformasi dikontrol dengan memvariasi
kekakuan struktur, karena kekakuan bergantung pada jenis besar dan distribus
bahan pada struktur.

2. Efisiensi.
Kriteria ini merupakan tujuan untuk mendapatkan desain struktur yang ekonomis.
ukuran yang biasa digunakan adalah banyaknya materila yang diperlukan untuk
memikul beban yang diberikan pada kondisi dan kendala yang ditentukan.
Penggunaan material yang sama Belem tentu memberikan kemampuan layan yang
sama. Bisa terjadi suatu struktur tertentu akan memerlukan material lebih sedikit
dibandingkan struktur yang lain.

3. Konstruksi.
Tinjauan konstruksi mempengaruhi pilihan struktural. Bisa saja terjadi suatu
perakitan elemen-elemen struktur akan efisien apabila material mudah dibuat dan
dirakit. Termasuk dalam tinjauan ini adalah meliputi tenaga kerja, jenis dan
jumlah peralatan konstruksi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu bangunan.

4. Harga.
Harga merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pemilihan struktur.
Konsep harga tidak dapat lepas dari faktor efisiensi dan konstruksi. Harga total
suatu struktur bergantung pada banyak dan harga material yang dicapai, upah
buruh dan biaya peralatan yang diperlukan selama masa pelaksanaan suatu
bangunan.

5. Lain-lain.
Faktor lain yang berpengaruh, misal tinjauan dari segi arsitektural. Sebagai contoh
adalah penampilan bangunan, tujuan penggunaan bangunan.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 23

Gambar 2.13 Rumah tinggal


Gambar 2.14 Apartemen.


Gambar 2.15 Jembatan kabel.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 24
2.6. Beban Eksternal pada Struktur
Dalam melakukan pemodelan, analisis dan desain suatu struktur, perlu ada
gambaran mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur tersebut.
Gaya statis adalah gaya yang bekerja secara terus-menerus pada struktur dan
mempunyai karakter steady-states. Gaya dinamis adalah gaya yang bekerja secara
tiba-tiba pada struktur, pada umumnya tidak bersifat steady-states dan mempunyai
karakteristik besar dan lokasinya berubah dengan cepat.
Gambar 2.16 memperlihatkan sebuah mobil yang melintasi jembatan.
Fungsi dari jembatan adalah untuk mentransfer beban (berat kendaraan) pada
kedua tumpuan (pada ujung-ujung) jembatan tersebut. Dalam konteks ini, terdapat
beberapa ruang lingkup yaitu beban eksternal (kendaraan) diaplikasikan dengan
arah transversal dan mengakibatkan balok berdeformasi seperti terlihat pada
Gambar 2.16c. Skematik momen lentur dan gaya geser yang berkembang pada
potongan penampang balok dapat dilihat pada Gambar 2.16d. Deformasi
(selanjutnya disebut lendutan) yang timbul adalah lendutan vertikal dan rotasi
pada potongan penampangnya. Dalam hal ini terhadap asumsi bahwa deformasi
aksial balok diabaikan.

Gambar 2.16 Beban eksternal.

Gaya geser adalah gaya dalam arah sejajar penampang, sebagai tahanan
efek vertikal dari beban yang bekerja pada balok. Gaya geser secara numerikal
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 25
sama dengan jumlah aljabar dari semua gaya-gaya vertikal yang bekerja pada
benda bebas. Sedangkan momen lentur adalah gaya dalam yang menahan
pengaruh dari momen-momen yang disebabkan oleh beban yang bekerja,
termasuk reaksi tumpuan. Satuan momen adalah gaya dikalikan dengan jarak.
Perjanjian tanda untuk gaya geser dapat dilihat pada Gambar 2.17.
sedangkan untuk momen lentur dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.17 Perjanjian tanda untuk gaya geser.

Gambar 2.18 Perjanjian tanda untuk momen lentur.

2.7 Pemahaman dan Perilaku Akibat Beban Mati
Beban mati (dead load atau pada umumnya ditulis dengan notasi D atau
DL) adalah segala beban eksternal yang bekerja pada balok. Sebagai contoh beban
(berat kendaraan) yang melintasi suatu jembatan, papan reklame yang
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 26
menggantung pada kantilever, berat sendiri balok, dan lain-lain. Dalam konteks
matakuliah Statika dan Mekanika Bahan 1 ini, terdapat beberapa asumsi
penyederhaan, yaitu sebagai berikut:
1. Berat sendiri struktur diabaikan.
2. Deformasi aksial diabaikan.
3. Deformasi geser diabaikan.

Tabel 2.2 Diagram gaya geser dan momen lentur.


Untuk memudahkan, maka selanjutnya akan dibahas latihan soal beserta
pembahasannya.

Latihan 1.1
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang 6 = L meter, dibebani
oleh dua buah beban terpusat vertikal, yaitu 10
1
= P N dan 12
2
= P N. Hitung
reaksi-reaksi perletakan di A dan B.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 27


Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H 0 =
A
H

= 0
B
M 0 1 . 4 . 6 .
2 1
= meter P meter P meter V
A

0 1 . 12 4 . 10 6 . =
A
V
0 12 40 . 6 =
A
V
52 . 6 =
A
V
6667 , 8
6
52
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M 0 6 . 5 . 2 .
2 1
= + meter V meter P meter P
B

0 6 . 5 . 12 2 . 10 = +
B
V
0 . 6 60 20 = +
B
V
80 . 6 =
B
V
3333 , 13
6
80
= =
B
V N ( )
Kontrol

= 0 V
0
2 1
= + P P V V
B A

0 12 10 3333 , 13 6667 , 8 = + OK.

Latihan 1.2
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang 10 = L meter, dibebani
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 28
oleh tiga buah beban terpusat vertikal, yaitu 10
1
= P N, 12
2
= P N dan 16
3
= P N.
Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H maka diperoleh 0 =
A
H

= 0
B
M 0 3 . 5 . 8 . 10 .
3 2 1
= meter P meter P meter P meter V
A

0 3 . 16 5 . 12 8 . 10 10 . =
A
V
188 . 10 =
A
V
8 , 18
10
188
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M 0 10 . 7 . 5 . 2 .
3 2 1
= + + meter V meter P meter P meter P
B

0 10 . 7 . 16 5 . 12 2 . 10 = + +
B
V
192 . 10 =
B
V
2 , 19
10
192
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0
3 2 1
= + P P P V V
B A

0 16 12 10 2 , 19 8 , 18 = + OK.

Latihan 1.3
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 29
dibebani oleh tiga buah beban terpusat vertikal, yaitu 10
1
= P N, 12
2
= P N dan
14
3
= P N. Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.


Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H maka diperoleh 0 =
A
H

= 0
B
M 0 2 . 3 . 6 . 8 .
3 2 1
= + meter P meter P meter P meter V
A

0 2 . 14 3 . 12 6 . 10 8 . = + meter meter meter V
A

68 . 8 =
A
V
5 , 8
8
68
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M 0 8 . 10 . 5 . 2 .
3 2 1
= + + meter V meter P meter P meter P
B

0 8 . 10 . 14 5 . 12 2 . 10 = + + meter V
B

220 . 8 =
B
V
5 , 27
8
220
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0
3 2 1
= + P P P V V
B A

0 14 12 10 5 , 27 5 , 8 = + OK.

Latihan 1.4
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 30
dibebani oleh tiga buah beban terpusat vertikal, yaitu 10
1
= P N, 14
2
= P N dan
16
3
= P N. Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H maka diperoleh 0 =
A
H

= 0
B
M 0 2 . 2 . 6 . 8 .
3 2 1
= + + meter P meter P meter V meter P
A

0 2 . 16 2 . 14 6 . 8 . 10 = + +
A
V
76 . 6 =
A
V
6667 , 12
6
76
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M 0 6 . 8 . 4 . 2 .
3 2 1
= + + meter V meter P meter P meter P
B

0 6 . 8 . 16 4 . 14 2 . 10
3
= + +
B
V
164 . 6 =
B
V
3333 , 27
6
164
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0
3 2 1
= + P P P V V
B A

0 16 14 10 3333 , 27 6667 , 12 = + OK.

Latihan 1.5
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 8 = L meter,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 31
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar dibawah ini (P1= 10 N dan q =
w1 = 2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H maka diperoleh 0 =
A
H

= 0
B
M 0
2
4
. 4 . 6 . 8 .
1
= meter q meter P meter V
A

0 2 . 4 . 2 6 . 10 8 . =
A
V
76 . 8 =
A
V
5 , 9
8
76
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M ( ) 0 8 . 2 4 . 4 . 2 .
1
= + + meter V meter q meter P
B

( ) 0 8 . 2 4 . 4 . 2 2 . 10 = + +
B
V
68 . 8 =
B
V
5 , 8
8
68
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0 4 .
1
= + q P V V
B A

0 4 . 2 10 5 , 8 5 , 9 = + OK.

Latihan 1.6
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 32
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar berikut (P1= 10 N, P2 = 12 N
dan q = w1 = 2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H maka diperoleh 0 =
A
H

= 0
B
M 0 2 .
2
4
. 4 . 6 . 8 .
2 1
= + meter P meter q meter P meter V
A

0 2 . 12
2
4
. 4 . 2 6 . 10 8 . = + meter meter meter V
A

52 . 8 =
A
V
5 , 6
8
52
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M ( ) 0 8 . 10 . 2 4 . 4 . 2 .
2 1
= + + + meter V P meter q meter P
B

( ) 0 8 . 10 . 12 2 4 . 4 . 2 2 . 10 = + + +
B
V
188 . 8 =
B
V
5 , 23
8
188
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0 4 .
2 1
= + P q P V V
B A

0 12 4 . 2 10 5 , 23 5 , 6 = + OK.

Latihan 1.7
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 33
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar berikut (P1 = 10 N dan q = w1 =
2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H maka diperoleh 0 =
A
H

= 0
B
M 0
2
2
. 2 .
2
4
. 4 . 6 . 8 .
1
= + meter q meter q meter P meter V
A

0
2
2
. 2 . 2
2
4
. 4 . 2 6 . 10 8 . = +
A
V
72 . 8 =
A
V
9
8
72
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M ( ) 0 8 . 3 4 . 6 . 2 .
1
= + + meter V meter q meter P
B

( ) 0 8 . 3 4 . 6 . 2 2 . 10 = + +
B
V
104 . 8 =
B
V
13
8
104
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0 6 .
1
= + q P V V
B A

0 6 . 2 10 13 9 = + OK.

Latihan 1.8
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 12 = L meter,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 34
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar berikut (P1 = 10 N, P2 = 12 N
dan q = w1 = 2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H maka diperoleh 0 =
A
H

= 0
B
M
0 2 .
2
2
. 2 .
2
4
. 4 . 6 . 8 .
2 1
= + + meter P meter q meter q meter P meter V
A

0 2 . 12
2
2
. 2 . 2
2
4
. 4 . 2 6 . 10 8 . = + +
A
V
48 . 8 =
A
V
6
8
48
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M ( ) 0 10 . 8 . 3 4 . 6 . 2 .
2 1
= + + meter P meter V meter q meter P
B

( ) 0 10 . 12 8 . 3 4 . 6 . 2 2 . 10 = + +
B
V
224 . 8 =
B
V
28
8
224
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0 6 .
2 1
= + P q P V V
B A

0 12 6 . 2 10 28 6 = + OK.

Latihan 1.9
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 35
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar berikut (P1 = 10 N, P2 = 10 N,
dan q = w1 = 2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.

Penyelesaian : Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
V :

= 0 H 0
2
= P H
A

0 10 =
A
H
10 =
A
H N ( )

= 0
B
M 0
2
2
. 2 .
2
4
. 4 . 6 . 8 .
1
= + meter q meter q meter P meter V
A

0
2
2
. 2 . 2
2
4
. 4 . 2 6 . 10 8 . = +
A
V
72 . 8 =
A
V
9
8
72
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M ( ) 0 8 . 3 4 . 6 . 2 .
1
= + + meter V meter q meter P
B

( ) 0 8 . 3 4 . 6 . 2 2 . 10 = + +
B
V
104 . 8 =
B
V
13
8
104
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0 6 .
1
= + q P V V
B A

0 6 . 2 10 13 9 = + OK.

Latihan 1.10
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 12 = L meter,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 36
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar berikut (P1 = 10 N, P2 = 12 N,
P3 = 10 N dan q = w1 = 2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi perletakan di titik A (tumpuan sendi), yaitu
A
H dan
A
V :

= 0 H 0
2
= P H
A

0 10 =
A
H
10 =
A
H N ( )

= 0
B
M
0 2 .
2
2
. 2 .
2
4
. 4 . 6 . 8 .
2 1
= + + meter P meter q meter q meter P meter V
A

0 2 . 12
2
2
. 2 . 2
2
4
. 4 . 2 6 . 10 8 . = + +
A
V
48 . 8 =
A
V
6
8
48
= =
A
V N ( )
Menghitung reaksi perletakan di titik B (tumpuan rol), yaitu
B
V :

= 0
A
M ( ) 0 10 . 8 . 3 4 . 6 . 2 .
2 1
= + + meter P meter V meter q meter P
B

( ) 0 10 . 12 8 . 3 4 . 6 . 2 2 . 10 = + +
B
V
224 . 8 =
B
V
28
8
224
= =
B
V N ( )
Kontrol :

= 0 V 0 6 .
2 1
= + P q P V V
B A

0 12 6 . 2 10 28 6 = + OK.


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 37
Latihan 1.11
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang 6 = L meter, dibebani
oleh dua buah beban terpusat vertikal, yaitu 10
1
= P N dan 12
2
= P N seperti
terlihat pada gambar berikut. Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B serta
gambar diagram gaya-gaya internal Q, M dan N.



Bidang Q.
6667 , 8 + = =
A A
V Q N
3333 , 1 10 6667 , 8
1 1
= + = = P Q Q
A p
N
3333 , 13 12 3333 , 1
2 1 2
= = = P Q Q
p p
N
0 3333 , 13 3333 , 13
2
= + = + =
B p B
V Q Q N

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 38
Bidang M.
0 0 . = =
A A
V M N
3334 , 17 0 . 10 2 . 6667 , 8 0 . 2 .
1 1
= = = P V M
A p
N
3333 , 13 0 . 12 3 . 10 5 . 6667 , 8 0 . 3 . 5 .
2 1 2
= = = P P V M
A p
N
0 0 . 3 , 13 1 . 12 4 . 10 6 . 6667 , 8 0 . 1 . 4 . 6 .
2 1
= + = + =
B A B
V P P V M N

Latihan 1.12
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang 10 = L meter, dibebani
oleh tiga buah beban terpusat vertikal, yaitu 10
1
= P N, 12
2
= P N dan 16
3
= P N
seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan
B serta gambar diagram gaya-gaya internal Q, M dan N.



Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 39
Bidang Q.
8 , 18 + = =
A A
V Q N
8 , 8 10 8 , 18
1 1
= + = = P Q Q
A p
N
2 , 3 12 8 , 8
2 1 2
= = = P Q Q
p p
N
2 , 19 16 2 , 3
3 2 3
= = = P Q Q
p p
N
0 2 , 19 2 , 19
3
= + = + =
B p B
V Q Q N
Bidang M.
0 0 . 8 , 18 0 . = + = =
A A
V M N
6 , 37 0 . 10 2 . 8 , 18 0 . 2 .
1 1
= + = = P V M
A p
N
64 0 . 12 3 . 10 5 . 8 , 18 0 . 3 . 5 .
2 1 2
= = = P P V M
A p
N
6 , 57 0 . 16 2 . 12 5 . 10 7 . 8 , 18 0 . 2 . 5 . 7 .
3 2 1 3
= = = P P P V M
A p
N
0 3 . 5 . 8 . 10 .
3 2 1
= = P P P V M
A B
N

Latihan 1.13
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
dibebani oleh tiga buah beban terpusat vertikal, yaitu 10
1
= P N, 12
2
= P N dan
14
3
= P N seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Hitung reaksi-reaksi
perletakan di A dan B serta gambar diagram gaya-gaya internal Q, M dan N.
Bidang Q.
5 , 8 + = =
A A
V Q N
5 , 1 10 5 , 8
1 1
= + = = P Q Q
A p
N
5 , 13 12 5 , 1
2 1 2
= = = P Q Q
p p
N
14 5 , 27 5 , 13
2
= + = + =
B p B
V Q Q N
0 14 14
3 3
= = = P Q Q
B p
N
Bidang M.
0 0 . 5 , 8 0 . = + = =
A A
V M N
17 0 . 10 2 . 5 , 8 0 . 2 .
1 1
= + = = P V M
A p
N
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 40
5 , 12 0 . 12 3 . 10 5 . 5 , 8 0 . 3 . 5 .
2 1 2
= = = P P V M
A p
N
28 0 . 5 , 27 3 . 12 6 . 10 8 . 5 , 8 0 . 3 . 6 . 8 .
2 1
= + = + =
B A B
V P P V M N
0 0 . 2 . 5 . 8 . 10 .
3 2 1 3
= + = P V P P V M
B A p
N



Latihan 1.14
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
dibebani oleh tiga buah beban terpusat vertikal, yaitu 10
1
= P N, 14
2
= P N dan
16
3
= P N seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Hitung reaksi-reaksi
perletakan di A dan B serta gambar diagram gaya-gaya internal Q, M dan N.

Bidang Q.
10 10
1 1
= = = P Q
p
N
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 41
6667 , 2 6667 , 12 10
1
= + = + =
A p A
V Q Q N
3333 , 11 14 6667 , 2
2 2
= = = P Q Q
A p
N
16 3333 , 27 3333 , 11
2
= + = + =
B p B
V Q Q N
0 16 16
3 3
= = = P Q Q
B p
N
Bidang M.
0 0 . 10 0 .
1 1
= = = P M
p
N
20 0 . 2 .
1
= + =
A A
V P M N
3333 , 9 0 . 4 . 6 .
2 1 2
= + = P V P M
A p
N
32 0 . 2 . 6 . 8 .
2 1
= + + =
B A B
V P V P M N
0 0 . 2 . 4 . 8 . 10 .
3 2 1 3
= + + = P V P V P M
B A p
N




Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 42
Latihan 1.15
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 8 = L meter,
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar dibawah ini (P1= 10 N dan q =
w1 = 2 N/meter) seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Hitung reaksi-reaksi
perletakan di A dan B serta gambar diagram gaya-gaya internal Q, M dan N.


Bidang Q.
5 , 9 = =
A A
V Q N
5 , 0 10 5 , 9
1 1
= = = P V Q
A p
N
5 , 0
1
= =
p C
Q Q N
5 , 8 4 . 2 5 , 0 4 .
1
= = = w Q Q
C B
N
0 5 , 8 5 , 8 = + = + =
B B B
V Q Q N

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 43
Bidang M.
0 0 . = =
A A
V M N
19 0 . 2 .
1 1
= = P V M
A p
N
18 2 . 4 .
1
= = P V M
A C
N
0
2
4
. 4 . 6 . 8 .
1 1
= = w P V M
A B
N

Latihan 1.16
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar berikut (P1= 10 N, P2 = 12 N
dan q = w1 = 2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B serta gambar
diagram gaya-gaya internal Q, M dan N.


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 44
Bidang Q.
5 , 6 = =
A A
V Q N
5 , 3 10 5 , 6
1 1
= = = P V Q
A p
N
5 , 3
1
= =
p C
Q Q N
5 , 11 4 . 2 5 , 3 4 .
1
= = = w Q Q
C B
N
12 5 , 23 5 , 11 = + = + =
B B B
V Q Q N
0 12 12
2 2
= = = P Q Q
B p
N
Bidang M.
0 0 . = =
A A
V M N
13 0 . 10 2 . 5 , 6 0 . 2 .
1 1
= = = P V M
A p
N
6 2 . 10 4 . 5 , 6 2 . 4 .
1
= = = P V M
A C
N
24 0 .
2
4
. 4 . 6 . 8 .
1 1
= + =
B A B
V w P V M N
0 0 . 2 . 4 . 4 . 8 . 10 .
2 1 1 2
= + = P V w P V M
B A p
N

Latihan 1.17
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 10 = L meter,
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar berikut (P1 = 10 N dan q = w1 =
2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B serta gambar diagram
gaya-gaya internal Q, M dan N.

Bidang Q.
9 = =
A A
V Q N
1 10 9
1 1
= = = P V Q
A p
N
1
1
= =
p C
Q Q N
9 4 . 2 1 4 .
1
= = = w Q Q
C B
N
4 13 9 = + = + =
B B B
V Q Q N
0 2 . 2 4 2 .
1
= = = w Q Q
B D
N
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 45
Bidang M.
0 0 . = =
A A
V M N
18 0 . 10 2 . 9 0 . 2 .
1 1
= = = P V M
A p
N
16 2 . 10 4 . 9 2 . 4 .
1
= = = P V M
A C
N
4 0 .
2
4
. 4 . 6 . 8 .
1 1
= + =
B A B
V w P V M N
0 2 .
2
6
. 6 . 8 . 10 .
1 1
= + =
B A D
V w P V M N



Latihan 1.18
Sebuah balok dengan kondisi tumpuan sendi-rol (tumpuan sendi pada titik A dan
tumpuan rol pada titik B). Balok memiliki panjang bentang total 12 = L meter,
dengan pembebanan seperti terlihat pada gambar berikut (P1 = 10 N, P2 = 12 N
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 46
dan q = w1 = 2 N/meter). Hitung reaksi-reaksi perletakan di A dan B serta gambar
diagram gaya-gaya internal Q, M dan N.


Bidang Q.
6 = =
A A
V Q N
4 10 6
1 1
= = = P V Q
A p
N
4
1
= =
p C
Q Q N
12 4 . 2 4 4 .
1
= = = w Q Q
C B
N
16 28 12 = + = + =
B B B
V Q Q N
12 2 . 2 16 2 .
1
= = = w Q Q
B D
N
0 12 12
2
= = = P Q Q
D D
N
Bidang M.
0 0 . = =
A A
V M N
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 47
12 0 . 10 2 . 6 0 . 2 .
1 1
= = = P V M
A p
N
4 2 . 10 4 . 6 2 . 4 .
1
= = = P V M
A C
N
28 0 . 2 . 4 . 6 . 8 .
1 1
= + =
B A B
V w P V M N
0 0 . 2 . 3 . 6 . 8 . 10 .
2 1 1
= + = P V w P V M
B A D
N

2.8 Pemahaman dan Perilaku Akibat Beban Hidup
Pada subbab sebelumnya disinggung mengenai kendaraan yang melintasi
suatu jembatan. Karena objek (kendaraan) bergerak, sebenarnya lebih tepat
disebut sebagai beban hidup. Beban mati adalah beban-beban eksternal yang
sifatnya tetap. Sedangkan beban hidup (live load atau pada umumnya ditulis
dengan notasi L atau LL) adalah beban yang sifatnya sementara.
Garis pengaruh penting untuk mendesain balok maupun struktur rangka
batang yang digunakan pada jembatan, karena dapat digunakan untuk mengetahui
lokasi (pada bentang tersebut) dimana beban yang bekerja akan menimbulkan
efek yang paling maksimum. Garis pengaruh berupa skalar dan aditif, oleh karena
itu beban yang digunakan adalah tanpa satuan (skala 1), sehingga dapat digunakan
untuk berbagai kondisi besaran beban (tinggal dikalikan dengan faktor skala
beban yang bersangkutan).

Contoh soal
Diketahui struktur balok dengan panjang 10 ft ( 1 ft = 0,305 meter ).
Terdapat beban berjalan sebesar 1 (non unit satuan). Selanjutnya akan dihitung
reaksi-reaksi tumpuannya.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 48


Selanjutnya garis pengaruh untuk reaksi-reaksi tumpuan R
A
dan R
B
ditampilkan
pada gambar berikut,

Selanjutnya garis pengaruh untuk gaya geser di titik C, dapat dihitung sebagai
berikut,
a. kondisi pertama, beban berjalan pada segmen AC (sebelah kiri titik C):

Garis pengaruh R
A




Garis pengaruh R
B


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 49
b. kondisi kedua, beban berjalan pada segmen CB (sebelah kanan titik C):

Maka diagram garis pengaruh akibat gaya geser di titik C adalah sebagai berikut,


Selanjutnya akan dihitung dan digambar diagram garis pengaruh akibat momen
lentur di titik C sebagai berikut,
a. beban berjalan pada segmen AC (sebelah kiri titik C):


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 50
b. beban berjalan pada segmen CB (sebelah kanan titik C):

Maka diagram garis pengaruh akibat momen lentur di titik C adalah sebagai
berikut,



Aplikasi garis pengaruh
Pemahaman terhadap garis pengaruh dapat dimanfaat, salah satunya untuk
menghitung reaksi-reaksi tumpuan. Contohnya sebagai berikut, yaitu diketahui
sebuah balok dengan tumpuan dan beban sebagai berikut,

P = 10 kN q = 2 kN/m



A B C D


1 1 4 (meter)

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 51
Hitunglah reaksi-reaksi tumpuan yang terjadi,
a. dengan menggunakan cara analitis.
b. dengan menggunakan bantuan garis pengaruh.

Penyelesaian :
a. dengan cara analitis.

P = 10 kN q = 2 kN/m
M
A




V
A



0 V =

maka .4 meter 0
A
V P q =
18
A
V = kN ( )
0
A
M =

maka
4
.1m .4.(2 ) 0
2
A
P q M + + =
42
A
M = kN.m (melawan jarum jam)

b. dengan menggunakan bantuan garis pengaruh.

P = 1 satuan, berjalan
M
A


A D


V
A


x

V = 0 ; maka V
A
= P di titik A, x = 0 m V
A
= 1
x = 1 m V
A
= 1
x = 2 m V
A
= 1
x = 3 m V
A
= 1
x = 4 m V
A
= 1
x = 5 m V
A
= 1
x = 6 m V
A
= 1




Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 52

P = 1 satuan, berjalan
M
A


A D


V
A


x
M
A
= 0 ;
maka -M
A
+ P.x = 0
M
A
= P.x

di titik A, x = 0 m M
A
= 1x0 = 0
x = 1 m M
A
= 1x1 = 1
x = 2 m M
A
= 1x2 = 2
x = 3 m M
A
= 1x3 = 3
x = 4 m M
A
= 1x4 = 4
x = 5 m M
A
= 1x5 = 5
x = 6 m M
A
= 1x6 = 6


P = 10 kN q = 2 kN/m



A B C D

1 1 4 (meter)



1 1
(+)
GP V
A




0 GP M
A

(-)

-6


Maka selanjutnya adalah menghitung reaksi-reaksi tumpuan :

V
A
= P.1 + q.(4.1) = 10.1 + 2x4 = 18 kN ( )
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 53

M
A
= P.(-1) + q.-(4.2) + q.-(0,5.4.4)
= -10.1 - 2x4x2 - 2x2x4 = - 42 kN.m (melawan jarum jam)


2.9 Referensi
1. Dewobroto, W. (2006), Diktat Kuliah Analisis Struktur 1, Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, Universitas Pelita Harapan,
Tangerang. url : http://sipil-uph.tripod.com
2. Hibbeler, R.C. (2002), Structural Analysis, 5
th
Edition, Prentice Hall, Inc.
3. Madutujuh, N. (2005), SANSPRO Users Guide, Engineering Software
Research Center, Bandung, Indonesia.Schodek, D.L. (1992), Struktur, edisi 2,
Erlangga.
4. SAP2000 (2004), Integrated Software for Structural Analysis and Design,
Version 9, Computer and Structures Inc. Berkeley, California, USA.
5. url : http://sipil-uph.tripod.com
6. Ye, J. (2008), Structural and Stress Analysis, Taylor and Francis.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 54
Bab 3
Mekanika Bahan


3.1 Mekanika Bahan
Material adalah merupakan suatu bahan yang bersifat diskrit, karena
tersusun oleh atom dan molekul, dalam hal cairan dan gas, atau, dalam kasus
bahan padat, juga serat, kristal, butiran, asosiasi dari bahan yang berbeda.
Interaksi fisik antara unsur-unsur konstituen menentukan perilaku bahan. Dari
aspek yang berbeda dari perilaku bahan, perilaku reologi diperlukan untuk
Mekanika Bahan. Ini dapat didefinisikan bahwa material dapat berdeformasi
akibat adanya aksi gaya [Da Silva, 2006].
Mekanika dapat didefinisikan sebagai cabang dari ilmu fisika berkaitan
dengan gerak dari suatu benda (body) yang menerima aksi gaya [Hibbeler, 2006].
Secara umum, mekanika dibagi menjadi tiga kategori yaitu mekanika benda kaku
(rigid body mechanics), mekanika benda yang dapat berdeformasi (deformable-
body mechanics), dan mekanika fluida (fluid mechanics). Mekanika benda kaku
dibagi menjadi dua lingkup, yaitu statika atau statik; dan dinamika atau dinamik.
Statik artinya persamaan-persamaan keseimbangan yang terjadi tidak bergantung
dari waktu atau velocity, sedangkan dinamik terdapat pengaruh dari fungsi waktu.
Kuantitas Dasar Mekanika: Prinsip dan konsep dasar dari mekanika,
yaitu terdapat 4 (empat) kuantitas dasar mekanika, yaitu panjang, waktu, massa,
dan gaya. Panjang dibutuhkan untuk menentukan posisi dari suatu titik pada ruang
dan mendeskripsikan ukuran dari suatu sistem fisik. Waktu memegang peranan
penting dalam lingkup dinamika, walaupun pada statika tidak tergantung pada
waktu. Massa adalah properti yang dapat digunakan untuk membandingkan aksi
dari suatu benda yang satu terhadap benda yang lain. Gaya, secara umum dapat
berupa tekanan (push) atau tarikan (pull) yang bekerja pada suatu benda.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 55
Idealisasi: Selain itu diperlukan suatu idealisasi atau model, yang
digunakan untuk menyederhanakan suatu aplikasi dari teori yang dipelajari.
Partikel: Partikel mempunyai massa namun ukurannya dapat diabaikan.
Benda Kaku (Rigid Body): Benda kaku, merupakan asumsi bahwa antar
partikel akan tetap seperti semula (jaraknya) antar satu dengan yang lain, baik
pada kondisi sebelum dan sesudah pembebanan.
Gaya Terpusat: Gaya terpusat menunjukkan pengaruh dari pembebanan
dengan asums bahwa bekerja pada suatu titik pada benda.
Berat: Material mempunya berat sendiri atau dengan arah sesuai gravitasi.
Hukum Newton I, II, dan III tentang Gerak: Mekanika benda kaku
diformulasikan dengan basis tiga hukum Newton.


Gambar 3.1 Hukum aksi dan reaksi [Hibbeler, 2006].

Perkembangan historis dari ilmu mekanika bahan telah diada sejak abad
ke-14. Dimulai dari Leonardo da Vinci (1452-1519) dan Galileo Galilei (1564-
1642) yang melakukan eksperimen-eksperimen untuk mendapatkan kekuatan dari
kabel baja, batang, dan balok.
Kemudian dilanjutkan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh
Leonhard Euler (1707-1783), yang mengembangkan teori matematik berkaitan
dengan teori kolom dan menghitung beban kritis kolom pada tahun 1744.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 56

Gambar 3.2 Skematik struktur yang dikenai beban eksternal [Ye, 2008].


Gambar 3.3 Gaya-gaya dalam pada elemen struktur [Ye, 2008].

3.2 Aplikasi dalam Rekayasa Sipil
Material mempunyai batas kemampuan (kekuatan dan kekakuan) tertentu.
Sebagai contoh material beton mempunyai batas kuat tekan, material baja
mempunyai batas kuat leleh dan kuat ultimit, serta material-material yang lain
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 57
juga demikian. Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 memperlihatkan ilustrasi bahwa
setiap material mempunyai batas kekuatan tertentu. Apabila suatu struktur
bangunan menerima gaya/beban yang mengakibatkan timbulnya tegangan-
tegangan yang besarnya lebih besar daripada kekuatan bahan/materialnya, maka
bangunan tersebut akan mengalami kerusakan.
Untuk mencegah kegagalan struktur, perencanaan suatu struktur bangunan
harus didasarkan pada tiga aspek utama, yaitu kekuatan, kekakuan, dan stabilitas.
Kekuatan artinya struktur harus kuat menahan beban yang (direncanakan) bekerja.
Kekakuan artinya struktur harus kaku dan memenuhi batasan persyaratan
deformasi yang diijinkan. Stabilitas artinya struktur tidak boleh runtuh akibat
tekuk akibat adanya beban tekan.

Gambar 3.4 Kerusakan bangunan akibat tsunami [Darmawan, 2006].


Gambar 3.5 Kerusakan bangunan akibat gempa [Darmawan, 2006].
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 58
Tugas insinyur dalam hal ini adalah bagaimana merencanakan suatu
struktur bangunan agar aman dalam konteks kekuatan, kekakuan, dan
stabilitasnya, sehingga bangunan dapat digunakan dengan baik selama batas layan
usia bangunan tersebut. Untuk menghindari kerusakan-kerusakan bangunan
seperti contoh pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5, maka diperlukan pemahaman
yang baik dan tepat terhadap perilaku bahan, sehingga sangat perlu bagi para
calon insinyur untuk mempelajari mekanika bahan.


Gambar 3.6 Pengujian tarik baut.


Gambar 3.7 Pengujian tekan kayu arah sejajar serat.

Bagaimana mengetahui kekuatan suatu material ? Salah satunya dengan
pengujian secara eksperimental di laboratorium. Gambar 3.6 memperlihatkan
ilustrasi pengujian tarik baut, untuk mendapatkan informasi dan data besarnya
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 59
kuat tarik baut. Gambar 3.7 memperlihatkan ilustrasi pengujian tekan kayu arah
sejajar serat, untuk mendapatkan informasi dan data besarnya kuat tekan kayu dan
rasio poisson. Selain kekuatan, dapat diketahui pula informasi modulus elastisitas
material tersebut.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat idealisasi atau asumsi
yang dipergunakan, karena semua permasalahan engineering adalah kompleks,
tidak memungkinkan melakukan analisis seperti apa adanya, penyelesaian secara
matematis harus melibatkan model dan asumsi, asumsi selalu mengarahkan pada
penyederhanaan persoalan riil, dan hasil analisis tidak persis sama dengan kondisi
faktualnya [Darmawan, 2006]. Oleh karena itu terdapat beberapa asumsi dalam
analisis material dan penampang, yaitu (antara lain) sebagai berikut:
a. Material dianggap homogen.
b. Material bersifat elastik sempurna dan linier.
c. Material dianggap isotropik.
d. Nilai ratio poisson dan modulus young konstan.
e. Material dimodelkan sebagai elemen persegi atau kubus.
f. Penampang yang semula rata akan tetap rata (azas Navier).

Setiap material memiliki perilaku mekanik yang berbeda. Perbedaan ini
karena sudah merupakan sifat bawaan, sehingga insinyur harus memiliki perhatian
tentang tanda dari besaran teknis dan tanda dari hasil analisis serta maknanya
karena ini terkait dengan properties mekanik material.
Selain itu, terdapat hal penting yaitu Persamaan Kesetimbangan. Jika
suatu struktur utuh berada dalam keadaan setimbang, maka seluruh material
pembentuknyapun juga akan berada dalam setimbang. Persamaan kesetimbangan
benda bebas (free body) material hanya berupa persamaan kesetimbangan translasi
saja ( F = 0 ) karena semua gaya yang bekerja pada material bersifat konkuren.
Hal penting lain yaitu berkaitan dengan satuan teknis dan konversinya,
karena persoalan yang diangkat merupakan masalah engineering, sehingga
besaran yang terkait di dalamnya memiliki satuan teknis. Beban yang
dipergunakan merupakan beban statik. Terdapat 3 (tiga) besaran teknis yaitu
Panjang, Gaya, Sudut. Sebagai contoh yaitu:
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 60
a. Panjang : m, dm, cm, mm, feet, inch
b. Gaya : kg, N (Newton), kN, lb (pound), k (kip)
c. Sudut : radian
d. Tegangan : kg/cm
2
, Pa (Pascal), MPa (Mega Pascal),
psf (lb/ft
2
), psi (lb/in.
2
), ksf (kip/ft
2
), ksi (kip/in.
2
)
e. Regangan normal : mm/mm, in./in.
f. Regangan geser : radian

Faktor konversi satuan teknis, antara lain yaitu sebagai berikut:
1 feet = 12 inch 1 kg = g N = 9,81 N
1 inch = 2,54 cm 1 Pa = 1 N/m
2

1 lb = 4,44822 N 1 MPa = g kg/cm
2


Selain itu, terdapat kesepakatan bersama, berkaitan dengan Perjanjian
Tanda. Gaya dan tegangan adalah besaran vektor, hanya saja antar besaran
tegangan tidak dapat dijumlahkan. Regangan normal dan geser juga merupakan
besaran vektor. Perjanjian tanda harus ditetapkan untuk penyusunan persamaan
keseimbangan dan regangan material. Tanda dari hasil dikembalikan kepada
perjanjian tanda awal untuk dapat diinterpretasikan maknanya.
Adalah tidak lengkap sebagai insinyur jika hanya mengetahui nilai
teknisnya saja tanpa mengetahui arah/orientasi dari besaran teknis yang dimaksud.
Ini perlu ditekankan, karena properti mekanik material dipengaruhi pula oleh arah.
Penggunaan Mekanika Bahan tidak hanya untuk menganalisis kuat atau
tidaknya material/penampang dalam memikul tegangan atau gaya dalam yang
bekerja padanya dan deformasi yang terjadi, namun harus menjadi concern pula
bahwa analisis juga mempertimbangkan faktor kehematan material sebagai hasil
optimasi.
Dengan menghemat material, maka akan dapat menghemat waktu, tenaga,
alat, dan harga, yang pada akhirnya akan menghemat biaya pelaksanaan
konstruksi. Ini penting agar faktor ekonomi juga menjadikan pertimbangan di
dalam perencanaan struktur bangunan [Darmawan, 2006].

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 61
3.3 Istilah-istilah Penting
Elastik adalah sifat material, yaitu apabila material tersebut mengalami
kerja berupa gaya luar (beban), sesudah gaya dilepas maka material kembali pada
keadaan semula secara utuh.
Elastik linier adalah suatu material berperilaku secara elastik dan
mempunyai hubungan linier antara tegangan dan regangan. Hubungan linier
antara tegangan () dan regangan () suatu batang aksial yang mengalami
tarik/tekan sederhana dinyatakan dalam Hukum Hooke, dimana E adalah modulus
elastisitas,
. E o c = (3.1)
Robert Hooke (1635-1703), seorang ilmuwan Inggris, orang pertama yang
menyelidiki secara ilmiah besaran elastis beberapa bahan, dan menguji bahan-
bahan seperti metal, kayu, batu, dan tulang. Hooke mengukur perpanjangan kawat
yang memikul gaya berat dan mengamati bahwa perpanjangannya selalu
mempunyai proporsi yang sama dengan berat material yang membentuk kawat.
Hooke membangun hubungan linier antara beban dan perpanjangan yang
ditimbulkannya.
Elastik non-linier adalah suatu material berperilaku elastik dan mempunyai
hubungan tidak linier antara tegangan dan regangan.

Gambar 3.8 Diagram tegangan-regangan.

Inelastik adalah lawan kata dari elastik. Maka material dengan sifat
inelastik adalah sifat material yaitu apabila material tersebut mengalami kerja
berupa gaya luar (beban), sesudah gaya dilepas maka material tidak kembali pada
keadaan semula secara utuh.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 62
Material isotropik yaitu material dengan sifat dan besaran elastik (properti)
sama dalam semua arah. Material ortotropik adalah material dengan properti yang
berbeda pada ketiga arah sumbu utamanya, yaitu arah sumbu longitudinal, radial,
dan tangensial.
Homogen adalah serba sama di semua posisi (seragam).
Daktail: Sifat material yaitu apabila material tersebut dibebani, maka akan
terjadi deformasi yang besar sebelum runtuh.
Tidak Daktail (brittle): Sifat material yaitu apabila material tersebut
dibebani, maka struktur akan mendadak runtuh secara tiba-tiba (getas). Sehingga
tidak terjadi deformasi yang besar sebelum runtuh.
Gambar 3.9 memperlihatkan contoh kurva hubungan tegangan vs
regangan material baja hasil pengujian eksperimental. Gambar 1.10
memperlihatkan contoh kurva hubungan tegangan vs regangan material yang
sifatnya getas (brittle).

Gambar 3.9 Diagram tegangan-regangan material baja [Beer dan Johnston, 2005].

Gambar 3.10 Diagram tegangan-regangan material yang bersifat getas atau brittle
[Beer dan Johnston, 2005].
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 63
3.4 Latihan Soal dan Pembahasan
1. Diketahui batang panjangnya 100 cm. Ubahlah menjadi mm dan meter.
Jawab: 100 cm = 1000 mm = 1 meter
2. Diketahui suatu material baja dengan nilai modulus elastisitas sebesar 200000
MPa. Ubahlah menjadi satuan kg dan cm.
Jawab: 200000 MPa = 200000 N/mm
2
= 2038735,98 kg/cm
2


3.5 Referensi
1. Beer, F.P., Johnston, E.R. (2005). Mechanics of Materials, McGraw-Hills.
2. Darmawan, S. (2006). Pengajaran Matakuliah Mekanika Bahan, Lokakarya
Pengajaran Mekanika Teknik, Konstruksi Beton, dan Konstruksi Baja,
Universitas Udayana, Bali, 26-27 Juli 2006.
3. Da Silva, V.D. (2006). Mechanics and Strength of Materials, Springer-Verlag
Berlin Heidelberg, Netherlands.
4. Hibbeler, R.C. (2004). Statics and Mechanics of Materials, Prentice-Hall, Inc.,
Singapore.
5. Pranata, Y.A. (2010). Dokumentasi Pribadi Foto-foto Pengujian Material
Kayu dan Baut.
6. Ye, J. (2008). Structural and Stress Analysis: Theories, Tutorials, and
Examples, Taylor and Francis Group, New York, USA.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 64
Bab 4
Karakteristik Berbagai
Bentuk Penampang


4.1 Titik Berat dan Statis Momen Penampang
Posisi pusat berat suatu area bidang merupakan besaran geometris yang
penting. Untuk mendapatkan rumus yang dapat digunakan untuk menentukan
lokasi pusat berat, digunakan (sebagai ilustrasi) Gambar 4.1 yang menunjukkan
area bidang berbentuk tak beraturan dengan pusat berat di titik C. Sistem
koordinat xy ditentukan secara bebas, dengan pusatnya di titik O. Luas dari bentuk
geometris didefinisikan dengan integral sebagai berikut,
A dA =
}
(4.1)
Dimana dA adalah elemen diferensial area yang mempunyai koordinat x dan y,
kemudian A adalah luas area.
Momen pertama (atau disebut statis momen penampang) dari area tersebut
terhadap sumbu x dan y masing-masing didefinisikan sebagai berikut,
.
x
Q y dA =
}
(4.2a)
.
y
Q x dA =
}
(4.2b)
Statis momen penampang adalah jumlah dari hasil kali setiap area diferensial dan
koordinatnya. Statis momen dapat bertanda positif maupun negatif, tergantung
pada posisi sumbu xy. Statis momen mempunyai satuan panjang pangkat tiga,
sebagai contoh mm
3
.
Koordinat pusat berat (atau selanjutnya disebut titik berat) x
o
dan y
o
dapat
dihitung dengan membagi statis momen dengan luasnya.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 65

.
y
o
x dA
Q
x
A
dA
= =
}
}
(4.3a)

.
x
o
y dA
Q
y
A
dA
= =
}
}
(4.3b)

Gambar 4.1 Area.

Secara umum, untuk suatu bentuk penampang tertentu, titik berat
penampang dapat dihitung dengan membagi-bagi gambar geometris menjadi
elemen-elemen terhingga yang kecil-kecil dan menggantikan integrasi dengan
penjumlahan, dengan jumlah elemen sebanyak i. Maka persamaan titik berat
penampangnya adalah sebagai berikut,

.
y i i
o
i
Q x A
x
A A
= =

(4.4a)

.
i i
x
o
i
y A
Q
y
A A
= =

(4.4b)

4.2 Teorema Sumbu Sejajar untuk Momen Inersia Penampang
Momen inersia dari suatu luas terhadap suatu sumbu referensi yang
terletak pada bidang luas tersebut adalah sebagai jumlah hasil kali elemen luas
dengan kuadrat jarak elemen luas tersebut ke sumbu referensi. Dengan kata lain,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 66
momen inersia disebut juga momen kedua dari suatu area, yang mana besaranya
selalu bernilai positif.

Gambar 4.2 Penampang dengan area luas A dan titik berat (x,y).

Momen inersia suatu luas terhadap sumbu x dan sumbu y adalah :

}
= dA y I
x
.
2
0
(4.5a)

}
= dA x I
y
.
2
0
(4.5b)

Gambar 4.3 Detail penampang dengan area luas A dan titik berat (x,y).

Secara umum, momen inersia elemen dA untuk suatu penampang seperti terlihat
pada gambar diatas adalah menggunakan persamaan sebagai berikut,
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 67
( )
}
+ = dA y y I
o x
.
2
1
(4.6a)
( )
}
+ = dA x x I
o y
.
2
1
(4.6b)
yang mana persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi,
( )
}
+ + = dA y y y y I
o o x
. . . 2
2
1 1
2
(4.7a)

} } }
+ + = dA y dA y y dA y I
o o x
. . . . 2 .
2
1 1
2
(4.7b)

2
1 0
. 0 y A I I
x x
+ + = (4.7c)

2
1 0
.y A I I
x x
+ = (4.7d)
dengan cara yang sama, maka untuk menghitung
0 y
I diperoleh sebagai berikut,
( )
}
+ + = dA x x x x I
o o y
. . . 2
2
1 1
2
(4.8a)

2
1 0
.x A I I
y y
+ = (4.8b)
Untuk penampang tertentu, misal sebagai contoh penampang persegi, persamaan
diatas dapat disederhanakan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut :

Gambar 4.4 Penampang persegi.

Dari persamaan (4.6) dan (4.10.d) dapat kita peroleh sebagai berikut,

3
3 3 2
2
2
0
. .
12
1
.
8
.
3
1
.
8
.
3
1
. . d b b
d
b
d
dy b y I
d
d
x
=
(

= =
}

(4.10a)
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 68

3
3 3 2
2
2
0
. .
12
1
.
8
.
3
1
.
8
.
3
1
. . b d d
b
d
b
dx d x I
b
b
y
=
(

= =
}

(4.10b)

Teorema sumbu sejajar untuk momen inersia dinyatakan dalam Persamaan
4.7d dan Persamaan 4.8b. Momen inersia suatu area terhadap sembarang sumbu di
dalam bidangnya sama dengan momen inersia terhadap sumbu berat sejajar
ditambah hasil kali luas tersebut dan kuadrat jarak antara kedua sumbu.

Tabel 4.1 Beberapa contoh rumus praktis momen inersia penampang.


a. Radius Girasi
Radius atau jari-jari girasi sering dijumpai di dalam mekanika. Radius
girasi suatu area bidang didefinisikan sebagai akar dari momen inersia dibagi
luasnya.

x
x
I
r
A
= (4.11a)

y
y
I
r
A
= (4.11b)

dimana r
x
dan r
y
menunjukkan radius girasi terhadap sumbu-x dan sumbu-y.
Karena momen inersia mempunyai satuan panjang pangkat empat dan luas adalah
satuan panjang pangkat dua, maka radius girasi mempunyai satuan panjang.
Radius girasi dapat dipandang sebagai jarak (dari sumbu acuan) di mana
keseluruhan area dapat dipusatkan, dan masih mempunyai momen inersia yang
sama dengan area semula.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 69
b. Momen Inersia Polar
Momen inersia terhadap sumbu yang tegak lurus bidang area dan
berpotongan dengan bidang tersebut di titik pusat O disebut momen inersia polar
atau diberi notasi I
p
. Momen inersia polar terhadap sumbu yang melalui O yang
tegak lurus bidang gambar dapat dihitung dengan integral sebagai berikut,

2
.
p
I dA =
}
(4.12)
Dimana adalah jarak dari titik O ke elemen luas diferensial dA. Integral ini
mempunyai bentuk sama dengan momen inersia I
x
dan I
y
.

2 2 2
x y = + (4.13a)

( )
2 2 2 2 2
. . . .
p
I dA x y dA x dA y dA = = + = +
} } } }
(4.13b)

p x y
I I I = + (4.13c)
Persamaan 2.13c memperlihatkan bahwa momen inersia polar merupakan jumlah
dari momen inersia terhadap setiap dua sumbu yang saling tegak lurus x dan y
yang melalui titik yang sama dan terletak di bidang gambar. Atau dalam notasi
umum ditulis sebagai berikut,

0 0 p x y
I I I = + (4.14)
Dalam bentuk umum, momen inersia polar terhadap berbagai titik di dalam
bidang suatu area dihubungkan oleh teorema sumbu sejajar momen inersia polar.

( )
p x y
I I I = + (4.15a)

( )
2 2
0 1 0 1
. .
p x y
I I A y I A x = + + + (4.15b)

( )
2 2
0 0 1 1
. .
p x y
I I I A y A x = + + + (4.15c)

( ) ( )
2 2
0 1 1
.
p p
I I A x y = + + (4.15d)

c. Produk Inersia
Produk inersia suatu area bidang didefinisikan terhadap satu set sumbu
yang saling tegak lurus yang terletak di bidang tersebut.
.
xy
I xy dA =
}
(4.16)
Produk inersia dapat bertanda positif, negatif, maupun nol. Hal ini bergantung
pada posisi sumbu xy terhadap area tersebut.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 70
Produk inersia untuk suatu area terhadap sistem sumbu yang sejajar
dihubungkan dengan teorema sumbu sejajar yang analog dengan teorema untuk
momen inersia kartesian dan teorema untuk momen inersia polar.

0 0
. .
xy x y i i
I I A x y = + (4.17)
Produk inersia untuk suatu area terhadap sepasang sumbu di dalam bidang sama
dengan produk inersia terhadap sumbu yang sejajar sumbu berat ditambah hasil
kali luas dan koordinat pusat berat terhadap sepasang sumbu tersebut.

d. Rotasi Sumbu
Momen inersia suatu area bidang bergantung pada posisi pusat sumbu dan
orientasi sumbu referensi. Untuk suatu pusat sumbu yang diketahui, momen
inersia dan produk inersia bervariasi apabila sumbu-sumbunya diputar terhadap
pusat sumbu tersebut.

2
.
x
I y dA =
}
(4.18a)

2
.
y
I x dA =
}
(4.18b)
.
xy
I xy dA =
}
(4.18c)
dimana x dan y adalah koordinat elemen luas diferensial dA. Selanjutnya sumbu-
sumbu x
1
y
1
mempunyai pusat yang sama dengan sumbu-sumbu xy, tetapi diputar
melalui sudut berlawanan jarum jam terhadap sumbu-sumbu tersebut. Maka
momen inersia dan produk inersia diberi nama I
x1
, I
y1
, dan I
x1y1
.

1
.cos .sin x x y u u = + (4.19a)

1
.cos .sin y y x u u = (4.19b)
Maka,

2
1 1
.
x
I y dA =
}
(4.20a)

2 2
1
.cos .sin 2. .sin .cos
x x y xy
I I I I u u u u = + (4.20b)

1
.cos 2 .sin 2
2 2
x y x y
x xy
I I I I
I I u u
+
= + (4.20c)
Dengan cara yang sama dapat dihitung pula,

2
1 1
.
y
I x dA =
}
(4.21a)
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 71

1
.cos 2 .sin 2
2 2
x y x y
y xy
I I I I
I I u u
+
= + (4.21b)
Dan dapat dihitung pula,

1 1
.sin 2 .cos 2
2
x y
x y xy
I I
I I u u

= + (4.22)

Jumlah momen inersia terhadap sepasang sumbu akan tetap konstan apabila
sumbu-sumbunya diputar terhadap pusatnya. Jumlah ini adalah momen inersia
polar untuk area tersebut terhadap pusatnya.

1 1 x y x y
I I I I + = + (4.23)

4.3 Sumbu Utama Penampang
Momen inersia mempunyai harga maksimum dan minimum. Dalam kasus
tertentu, sering disebut dalam istilah momen inersia pada sumbu kuat dan pada
sumbu lemah. Kedua nilai ini dikenal dengan momen inersia utama, dan sumbu-
sumbunya disebut sumbu utama.
Untuk mencari sudut yang menghasilkan momen inersia I
x1
yang
maksimum atau minimum, diambil turunan terhadap dari persamaan sebagai
berikut,

( )
.sin 2 2. .cos 2 0
x y xy
I I I u u + = (4.24)

2.
tan 2
xy
p
x y
I
I I
u =

(4.25)
dimana
p
menunjukkan sudut yang memberikan sumbu utama. Produk inersia
akan berharga nol untuk sumbu utama. Selanjutnya momen inersia utama dapat
diperoleh dengan persamaan sebagai berikut,

2
2
1
2 2
x y x y
xy
I I I I
I I
+ | |
= + +
|
\ .
(4.26a)

2
2
2
2 2
x y x y
xy
I I I I
I I
+ | |
= +
|
\ .
(4.26b)


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 72
4.4 Latihan Soal dan Pembahasan
a. Latihan 1
Diketahui suatu penampang dengan bentuk seperti terlihat pada Gambar 4.5.
Hitunglah titik berat dan momen inersia penampangnya (satuan mm).

Penyelesaian :
Penampang dibagi menjadi 2 bagian, penampang pertama adalah persegi sebelah
kiri (h
1
= 300 mm dan b
1
= 100 mm), lalu penampang kedua adalah persegi
sebelah kanan (b
2
= 200 mm dan h
2
= 100 mm).

Maka dapat dihitung sebagai berikut,
Penampang 1:
30000 300 . 100
1
= = A mm

1
50 x = mm

1
150 y = mm
Penampang 2:
20000 100 . 200
2
= = A mm

2
200 x = mm

2
50 y = mm
Kemudian menghitung titik berat penampang:

1 1 2 2
1 2
. . 30000.50 20000.200
110
30000 20000
o
A x A x
x
A A
+ +
= = =
+ +
mm
Gambar 4.5 Bentuk penampang latihan soal 1.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 73

1 1 2 2
1 2
. . 30000.150 20000.50
110
30000 20000
o
A y A y
y
A A
+ +
= = =
+ +
mm
Kemudian menghitung momen inersia penampang:
( ) ( )
2 2
3 3
1 1 1 1 2 2 2 2
1 1
. . . . . .
12 12
x o o
I b h A y y b h A y y = + + +
( ) ( )
2 2
3 3
1 1
.50.150 50.150. 150 110 .200.50 200.50. 50 110
12 12
x
I = + + +

x
I = 3,616667 x10
8
mm
4

( ) ( )
2 2
3 3
1 1 1 1 2 2 2 2
1 1
. . . . . .
12 12
y o o
I h b A x x h b A x x = + + +
( ) ( )
2 2
3 3
1 1
.150.50 50.150. 50 110 .50.200 200.50. 200 110
12 12
x
I = + + +

y
I = 3,616667 x10
8
mm
4


b. Latihan 2
Hitung titik berat dan momen inersia penampang luasan-luasan dengan bentuk-
bentuk seperti terlihat pada Gambar 4.6 s.d. Gambar 4.9 (keterangan: satuan mm).



Gambar 4.6 Penampang berbentuk C.


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 74


Gambar 4.7 Penampang berbentuk Z.


Gambar 4.8 Penampang berbentuk Canal.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 75

Gambar 4.9 Penampang berbentuk I tidak simetris..

4.5 Referensi
1. Gere, J.M. (2001). Mechanics of Materials, Brooks/Cole, Thomson Learning.
2. Hibbeler, R.C. (2004). Statics and Mechanics of Materials, Prentice-Hall, Inc.,
Singapore.
3. Lwin, M.M., Lee, C.S., Lee, J.J. (2001). The McGraw-Hill Civil Engineering
PE Exam Depth Guide, McGraw-Hill Companies, Inc.
4. Ye, J. (2008). Structural and Stress Analysis: Theories, Tutorials, and
Examples, Taylor and Francis Group, New York, USA.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 76
Bab 5
Deformasi Balok
Statis Tertentu


5.1 Deformasi Balok Statis Tertentu
Struktur balok, apabila dikenai beban luar, akan mengalami deformasi.
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 5.1, yaitu balok sederhana statis
tertentu (simple beam dengan model tumpuan sendi dan rol pada masing-masing
ujung) yang dikenai beban terpusat ditengah bentang sebesar F, panjang bentang
balok l. Deformasi (atau defleksi atau lendutan) pada balok tergantung dari
panjang, bentuk penampang, material bahan, gaya/beban yang bekerja, dan model
tumpuan balok tersebut. Lingkup yang digunakan dalam bab ini, adalah material
bersifat homogen, linier, elastik, dan rotasi balok sangat kecil.

Gambar 5.1 Balok sederhana dengan beban terpusat sebesar F ditengah bentang.

5.2 Metode Integrasi Berganda
Metode integrasi berganda (double integration method) merupakan salah
satu metode yang sangat baik untuk mendapatkan persamaan lendutan (deflection)
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 77
dan kemiringan (slope) balok pada sembarang titik disepanjang bentang balok
tersebut, karena adanya persamaan kurva/garis elastik yang diperoleh.

5.2.1 Persamaan Umum
Persamaan diferensial lendutan balok, dapat dihitung dengan contoh
ilustrasi balok kantilever seperti terlihat pada Gambar 5.2. Lendutan balok (v)
adalah peralihan (displacement) pada arah sumbu-y atau arah vertikal. Sudut
rotasi atau disebut kemiringan (slope) adalah sudut antara sumbu-x dan tangen
kurva lendutan tersebut. Titik m
1
berlokasi pada jarak sebesar x, dan titik m
2

berlokasi pada jarak sebesar x + dx. Kemiringan di m
1
adalah sebesar dan di m
2

adalah sebesar + d. O adalah pusat dari kurvatur dan adalah radius dari
kurvatur, maka d = ds, dan kurvatur = 1/ = d/ds. Asumsi perjanjian tanda
selengkapnya ditampilkan pada Gambar 5.2. Keterangan dan detail kurvatur
selengkapnya ditampilkan pada Gambar 5.3.

Gambar 5.2 Balok kantilever dengan beban terpusat P.


Gambar 5.3 Penjelasan dan detail dari kurvatur.
Keterangan: Perjanjian tanda.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 78
Maka dapat dihitung sebagai berikut,
tan
dv
dx
u = atau
1
tan
dv
dx
u

= (5.1)
Untuk asumsi bahwa nilai sangat kecil, maka ds dx, cos 1, dan tan ,
maka

1 d
dx
u
k

= = (5.2a)

dv
dx
u = (5.2b)

2
1 d d v
dx dx
u
k

= = = (5.2c)
Apabila material linier elastik, maka,

1
.
M
E I
k

= = (5.3)
Persamaan diferensial kurva lendutan balok dapat dihitung sebagai berikut,

2
d d v M
dx dx EI
u
= = (5.4)
Selanjutnya dapat diintegralkan untuk mendapatkan nilai dan nilai v,

dM
V
dx
= (5.5a)

dV
q
dx
= (5.5b)

3
3
d v V
dx EI
= (5.5c)

4
4
d v q
dx EI
= (5.5d)
Perjanjian tanda untuk M, V, dan q dapat dilihat pada Gambar 5.4. selanjutnya
persamaan-persamaan tersebut dapat ditulis dengan notasi yang disederhanakan
sebagai berikut,
E.I.v = M (5.6a)
E.I.v = V (5.6b)
E.I.v = -q (5.6c)
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 79
Persamaan 5.6 tersebut valid hanya jika hukum Hooke diaplikasikan dan ketika
kemiringan dan lendutan yang terjadi sangat kecil.
Sebagai tambahan, untuk balok nonprismatis dimana I = I(x), maka Persamaan
5.6 menjadi sebagai berikut,

2
2 x
d v
EI M
dx
= (5.7a)

2
2 x
d d v dM
EI V
dx dx dx
| |
= =
|
\ .
(5.7b)

2 2
2 2 x
d d v dV
EI q
dx dx dx
| |
= =
|
\ .
(5.7c)
Persamaan eksak kurvatur dapat diturunkan sebagai berikut,

( )
''
3/ 2
2
1
1 '
v
v
k

= =
(
+

(5.8)

5.2.2 Lendutan dengan Integrasi dari Persamaan Momen Lentur
Persamaan M(x) apabila disubstitusikan kedalam persamaan lendutan,
kemudian diintegralkan dengan mempertimbangkan pengaruh dari kondisi batas
(boundary conditions), kondisi kontinuitas (continuity conditions), dan kondisi
simetri (symmetry conditions) untuk mendapatkan besarnya kemiringan () dan
lendutan (v) balok. Contoh penerapan kondisi batas, sebagai ilustrasi dapat dilihat
pada Gambar 5.4 dan Gambar 5.5.

(a). Balok sederhana. (b). Balok kantilever.
Gambar 5.4 Lendutan balok di tumpuan sama dengan nol (syarat batas).
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 80

Gambar 5.5 Contoh penerapan kondisi batas di titik C.


5.2.3 Latihan Soal dan Pembahasan
Latihan 1.
Diketahui sebuah balok dengan tumpuan sendi-rol, dengan bentang (L) dan beban
yang bekerja adalah beban terpusat (P). Hitung lendutan maksimum yang terjadi
pada balok tersebut, jika diketahui : 6 = L meter, 10 = P kg, 3 = a meter, dan
3 = b meter.

Gambar 5.6 Balok dengan beban terpusat P.

Penyelesaian :
Karena panjang a = b = 3 meter, maka posisi beban P adalah tepat ditengah
bentang. Maka dapat dihitung reaksi-reaksi perletakan,
0 =
a
M maka 0 .
2
. = L V
L
P
b
diperoleh : 5
2
= =
P
V
b
kg ( )
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 81
dengan cara yang sama dapat dihitung,
0 =
b
M maka 0
2
. . =
L
P L V
a
diperoleh : 5
2
= =
P
V
a
kg ( )
maka dapat kita hitung momen M,
x
P
x V M
a
.
2
. = =
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
2
''
( ) 2
. . . . .
2
x
d v P
E I E I v M x
dx
= = =
maka,
''
( )
.
2. .
x
P x
v
E I
=

(i). Menghitung slope atau kemiringan balok (sudut rotasi).
2
' ''
( ) ( ) 1
.
.
4. .
x x
P x
v v dx C
E I
= = +
}

Syarat Batas : Kemiringan di tengah bentang = 0, maka pada saat
2
L
x = maka
'
( )
0
x
v =
1
2
)
2
(
. . 4
)
2
.(
' C
I E
L
P
v
L
+ =
1
2
. . 16
.
0 C
I E
L P
+ = maka diperoleh
I E
L P
C
. . 16
.
2
1
=
maka persamaan menjadi,
2 2
'
( )
. .
4. . 16. .
x
P x P L
v
E I E I
=
Menghitung slope pada titik A ( 0 = x ), maka,

2 2 2
(0)
.0 . .
'
4. . 16. . 16. .
A
P P L P L
v
E I E I E I
u

= = =
`
)


Besarnya slope pada titik B sama dengan slope pada titik A,
2
.
16. .
B A
P L
E I
u u = =
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 82
(ii). Menghitung lendutan maksimum yang terjadi,
3 2
'
( ) ( ) 2
. . .
.
12. . 16. .
x x
P x P L x
v v dx C
E I E I
= = +
}

Syarat Batas : Lendutan di tumpuan (titik A atau 0 = x ) adalah nol, maka
( )
0
x
v =

2
2 3
) 0 (
. . 16
0 . .
. . 12
0 .
C
I E
L P
I E
P
v + =
2
0 0 0 C + = maka diperoleh 0
2
= C
maka persamaan menjadi,

3 2
( )
. . .
12. . 16. .
x
P x P L x
v
E I E I
=
Lendutan maksimum (
max
o ) terjadi di tengah bentang, pada jarak
2
L
x = , maka,

3 2
max
( )
2
.( ) . .( )
2 2
12. . 16. .
L
L L
P P L
v
E I E I
o


= =
`

)


3 3 3
max
. . .
96. . 32. . 48. .
P L P L P L
E I E I E I
o

= =
`
)


Untuk nilai L = 6 meter dan P = 10 kg, maka dapat dihitung,
3
max
10.6 45
48. . . E I E I
o = =

Latihan 2.
Diketahui sebuah balok dengan tumpuan sendi-rol, dengan panjang bentang (L)
dan beban yang bekerja adalah beban merata (q). Hitung lendutan maksimum
yang terjadi pada balok tersebut, jika diketahui : 6 = L meter, q = 5 kg/m.

Gambar 5.7 Balok dengan beban merata.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 83
Penyelesaian :
Menghitung reaksi-reaksi perletakan,
0 =
a
M maka . . . 0
2
b
L
q L V L = diperoleh :
.
2
b
q L
V = ( )
dengan cara yang sama dapat dihitung,
0 =
b
M maka . . . 0
2
a
L
V L q L = diperoleh :
.
2
a
q L
V = ( )
maka dapat kita hitung momen M,

2
.
. . . . .
2 2 2
a
x q L x
M V x q x x q = =
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
2
''
( )
.
. . .
2 2
x
q L x
E I v M x q = =
maka,
2
''
( )
. . .
2. . 2. .
x
q L x q x
v
E I E I
=
(i). Menghitung slope atau kemiringan balok (sudut rotasi).
2 3
' ''
( ) ( ) 1
. . .
.
4. . 6. .
x x
q L x q x
v v dx C
E I E I
= = +
}

Syarat Batas : Kemiringan di tengah bentang = 0, maka pada saat
2
L
x = maka
'
( )
0
x
v =
2 3
1
( )
2
. .( ) .( )
2 2
'
4. . 6. .
L
L L
q L q
v C
E I E I
= +
3
1
.
0
24. .
q L
C
E I
= + maka diperoleh
3
1
.
24. .
q L
C
E I
=
maka persamaan menjadi,
2 3 3
'
( )
. . . .
4. . 6. . 24. .
x
q L x q x q L
v
E I E I E I
=
Menghitung slope pada titik A ( 0 = x ), maka,

2 3 3 3
(0)
. .(0) .(0) . .
'
4. . 6. . 24. . 24. .
A
q L q q L q L
v
E I E I E I E I
u

= = =
`
)


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 84
Besarnya slope pada titik B sama dengan slope pada titik A,
3
.
24. .
B A
q L
E I
u u = =
(ii). Menghitung lendutan maksimum yang terjadi,
3 4 3
'
( ) ( ) 2
. . . . .
.
12. . 24. . 24. .
x x
q L x q x q L x
v v dx C
E I E I E I
= = +
}

Syarat Batas : Lendutan di tumpuan (titik A atau 0 = x ) adalah nol, maka
( )
0
x
v =

3 4 3
(0) 2
. .(0) .(0) . .(0)
12. . 24. . 24. .
q L q q L
v C
E I E I E I
= +
2
0 0 0 0 C = + diperoleh 0
2
= C
maka persamaan menjadi,

3 4 3
( )
. . . . .
12. . 24. . 24. .
x
q L x q x q L x
v
E I E I E I
=
Lendutan maksimum (
max
o ) terjadi di tengah bentang, pada jarak
2
L
x = , maka,

3 4 3
max
( )
2
. .( ) .( ) . .( )
2 2 2
12. . 24. . 24. .
L
L L L
q L q q L
v
E I E I E I
o


= =
`

)


4 4 4 4
max
. . . 5 .
96. . 384. . 48. . 384 .
q L q L q L q L
E I E I E I E I
o

= =
`
)




Latihan 3.
Diketahui sebuah balok kantilever, dengan tumpuan jepit (titik A) dan bebas (titik
B) seperti terlihat pada gambar. Diketahui panjang bentang AB adalah L dan
beban yang bekerja adalah beban terpusat (P) di titik B. Hitung lendutan
maksimum yang terjadi.

Gambar 5.8 Balok kantilever dengan beban terpusat P.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 85
Penyelesaian :
Menghitung reaksi-reaksi perletakan,
0 V =

maka 0
a
V P = diperoleh :
a
V P = ( )
0
a
M =

maka . 0
a
M P L + = diperoleh : .
a
M P L = ( )
maka dapat kita hitung momen M,
. . .
a a
M V x M P x P L = =
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
''
( )
. . . .
x
E I v M P x P L = =
maka,
''
( )
. .
. .
x
P x P L
v
E I E I
=
(i). Menghitung slope atau kemiringan balok (sudut rotasi).
2
' ''
( ) ( ) 1
. . .
.
2. . .
x x
P x P L x
v v dx C
E I E I
= = +
}

Syarat Batas : Kemiringan balok pada jarak 0 x = adalah NOL, maka
'
( )
0
x
v = .
2
(0) 1
.(0) . .(0)
'
2. . .
P P L
v C
E I E I
= +
1
0 0 0 C = + maka diperoleh
1
0 C =
maka persamaan menjadi,
2
'
( )
. . .
2. . .
x
P x P L x
v
E I E I
=
Menghitung slope pada titik B ( x L = ), maka,

2 2
( )
.( ) . .( ) .
'
2. . . 2. .
B L
P L P L L P L
v
E I E I E I
u

= = =
`
)


(ii). Menghitung lendutan maksimum yang terjadi,
3 2
'
( ) ( ) 2
. . .
.
6. . 2. .
x x
P x P L x
v v dx C
E I E I
= = +
}

Syarat Batas : Lendutan Balok pada jarak 0 = x (titik A), maka
( )
0
x
v =

3 2
(0) 2
.(0) . .(0)
6. . 2. .
P P L
v C
E I E I
= +
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 86
2
0 0 0 C = + diperoleh 0
2
= C
maka persamaan menjadi,

3 2
( )
. . .
6. . 2. .
x
P x P L x
v
E I E I
=
Lendutan maksimum (
max
o ) terjadi di tengah bentang, pada jarak x L = , maka,

3 2
max ( )
.( ) . .( )
6. . 2. .
L
P L P L L
v
E I E I
o

= =
`
)


3 3 3
max
. . .
6. . 2. . 3. .
P L P L P L
E I E I E I
o

= =
`
)



Latihan 4.
Diketahui sebuah balok kantilever, dengan tumpuan jepit (titik A) dan bebas (titik
B) seperti terlihat pada gambar. Diketahui panjang bentang AB adalah L dan
beban yang bekerja adalah beban merata (q) di sepanjang bentang AB. Hitung
lendutan maksimum yang terjadi.

Gambar 5.9 Balok kantilever dengan beban merata.

Penyelesaian : Menghitung reaksi-reaksi perletakan,
0 V =

maka . 0
a
V q L = diperoleh : .
a
V q L = ( )
0
a
M =

maka . . 0
2
a
L
M q L + = diperoleh :
2
.
2
a
L
M q = ( )
maka dapat kita hitung momen M,

2 2
. . . . . . .
2 2 2
a a
x L x
M V x M q x q L x q q = =
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
2 2
''
( )
. . . . . .
2 2
x
L x
E I v M q L x q q = =
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 87
maka,
2 2
''
( )
. . . .
2. . . 2. .
x
q x q L x q L
v
E I E I E I
= +
(i). Menghitung slope atau kemiringan balok (sudut rotasi).
3 2 2
' ''
( ) ( ) 1
. . . . .
.
6. . 2. . 2. .
x x
q x q L x q L x
v v dx C
E I E I E I
= = + +
}

Syarat Batas : Kemiringan balok pada jarak 0 x = adalah NOL, maka
'
( )
0
x
v = .
3 2 2
(0) 1
.(0) . .(0) . .(0)
'
6. . 2. . 2. .
q q L q L
v C
E I E I E I
= + +
1
0 0 0 0 C = + + maka diperoleh
1
0 C =
maka persamaan menjadi,
3 2 2
'
( )
. . . . .
6. . 2. . 2. .
x
q x q L x q L x
v
E I E I E I
= +
Menghitung slope pada titik B ( x L = ), maka,

3 2 2 3
( )
.( ) . .( ) . .( ) .
'
6. . 2. . 2. . 6. .
B L
q L q L L q L L q L
v
E I E I E I E I
u

= = + =
`
)


(ii). Menghitung lendutan maksimum yang terjadi,
4 3 2 2
'
( ) ( ) 2
. . . . .
.
24. . 6. . 4. .
x x
q x q L x q L x
v v dx C
E I E I E I
= = + +
}

Syarat Batas : Lendutan Balok pada jarak 0 = x (titik A), maka
( )
0
x
v =

4 3 2 2
(0) 2
.(0) . .(0) . .(0)
24. . 6. . 4. .
q q L q L
v C
E I E I E I
= + +
2
0 0 0 0 C = + + diperoleh 0
2
= C
maka persamaan menjadi,

4 3 2 2
( )
. . . . .
24. . 6. . 4. .
x
q x q L x q L x
v
E I E I E I
= +
Lendutan maksimum (
max
o ) terjadi di tengah bentang, pada jarak x L = , maka,

4 3 2 2
max ( )
.( ) . .( ) . .( )
24. . 6. . 4. .
L
q L q L L q L L
v
E I E I E I
o

= = +
`
)


4 4 4 4
max
. . . .
24. . 6. . 4. . 8. .
q L q L q L q L
E I E I E I E I
o

= + =
`
)


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 88
Latihan 5.
Diketahui sebuah balok kantilever, dengan tumpuan jepit (titik A) dan bebas (titik
B) seperti terlihat pada gambar. Diketahui panjang bentang AB adalah L dan
beban yang bekerja adalah momen (M
B
) di titik B dengan arah berlawanan jarum
jam. Hitung lendutan maksimum yang terjadi.

Gambar 5.10 Balok kantilever dengan beban berupa momen.

Penyelesaian : Menghitung reaksi-reaksi perletakan,
0 V =

maka 0
a
V =
0
a
M =

maka 0
a B
M M = diperoleh :
a B
M M = ( )
maka dapat kita hitung momen M,

B
M M =
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
''
( )
. .
x B
E I v M M = =
maka,
''
( )
.
B
x
M
v
E I
=
(i). Menghitung slope atau kemiringan balok (sudut rotasi).
' ''
( ) ( ) 1
.
.
.
B
x x
M x
v v dx C
E I
= = +
}

Syarat Batas : Kemiringan balok pada jarak 0 x = adalah NOL, maka
'
( )
0
x
v = .
(0) 1
.(0)
'
.
B
M
v C
E I
= +
1
0 0 C = + maka diperoleh
1
0 C =
maka persamaan menjadi,
'
( )
.
.
B
x
M x
v
E I
=
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 89
Menghitung slope pada titik B ( x L = ), maka,

( )
.( ) .
'
. .
B B
B L
M L M L
v
E I E I
u

= = =
`
)


(ii). Menghitung lendutan maksimum yang terjadi,
2
'
( ) ( ) 2
.
.
2. .
B
x x
M x
v v dx C
E I
= = +
}

Syarat Batas : Lendutan Balok pada jarak 0 = x (titik A), maka
( )
0
x
v =

2
(0) 2
.(0)
2. .
B
M
v C
E I
= +
2
0 0 C = + diperoleh 0
2
= C
maka persamaan menjadi,

2
( )
.
2. .
B
x
M x
v
E I
=
Lendutan maksimum (
max
o ) terjadi di tengah bentang, pada jarak x L = , maka,

2
max ( )
.( )
2. .
B
L
M L
v
E I
o

= =
`
)


2
max
.
2. .
B
M L
E I
o =



Latihan 6.
Diketahui sebuah balok dengan tumpuan sendi-rol, dengan bentang (L) dan beban
yang bekerja adalah beban terpusat (P). Panjang segmen a lebih besar daripada
segmen b. Ditanyakan: Buatlah persamaan umum untuk menentukan kemiringan
balok (slope) dan lendutan.

Gambar 5.11 Balok dengan beban terpusat tidak simetris.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 90
Penyelesaian : Menghitung reaksi-reaksi perletakan,
0 =
a
M maka . . 0
b
P a V L = diperoleh :
.
b
P a
V
L
= ( )
dengan cara yang sama dapat dihitung,
0
b
M =

maka . . 0
a
Pb V L = diperoleh :
.
a
Pb
V
L
= ( )
(i). Kita hitung momen M (potongan kiri), 0 x a,

.
.
a
Pb
M V x x
L
= =
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
2
''
( ) 2
.
. . . .
x
d v Pb
E I E I v M x
dx L
= = =
maka,
''
( )
. .
. .
x
Pb x
v
L E I
=
Slope atau kemiringan balok (sudut rotasi),
2
' ''
( ) ( ) 1
. .
.
2. . .
x x
Pb x
v v dx C
L E I
= = +
}
(1).
Lendutan balok,
3
'
( ) ( ) 1 3
. .
. .
6. . .
x x
Pb x
v v dx C x C
L E I
= = + +
}
(2).
(ii). Kita hitung momen M (potongan kiri), a x L,

.
. .( ) . .
a
Pb
M V x P x a x P x P a
L
= = +
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
2
''
( ) 2
.
. . . . . .
x
d v Pb
E I E I v M x P x P a
dx L
= = = +
maka,
''
( )
. . . .
. . . .
x
Pb x P x P a
v
L E I E I E I
= +
Slope atau kemiringan balok (sudut rotasi),
2 2
' ''
( ) ( ) 2
. . . . .
.
2. . . 2 . .
x x
Pb x P x P a x
v v dx C
L E I E I E I
= = + +
}
(3).

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 91
Lendutan Balok,
3 3 2
'
( ) ( ) 2 4
. . . . .
. .
6. . . 6. . 2 .
x x
Pb x P x P a x
v v dx C x C
L E I E I E I
= = + + +
}
(4).

Syarat batas :
(1). Pada saat x = 0, maka Persamaan (2) mempunyai hasil nilai lendutan = 0.
3
( ) 1 3
. .
.
6. . .
x
Pb x
v C x C
L E I
= + + (5).
3
1 3
. .(0)
0 .(0)
6. . .
Pb
C C
L E I
= + +
maka diperoleh,
3
0 C =
maka Persamaan (2) menjadi,
3
( ) 1
. .
.
6. . .
x
Pb x
v C x
L E I
= + (6).

Syarat batas :
(2). Pada saat x = L, maka Persamaan (4) mempunyai hasil nilai lendutan = 0.
3 3 2
( ) 2 4
. . . . .
.
6. . . 6. . 2 .
x
Pb x P x P a x
v C x C
L E I E I E I
= + + + (7).
3 3 2
2 4
. .( ) .( ) . .( )
0 .
6. . . 6. . 2 .
Pb L P L P a L
C L C
L E I E I E I
= + + +
2 3 2
2 4
. . . . .
0 .
6. . 6. . 2 .
Pb L P L P a L
C L C
E I E I E I
= + + +
2 3 2
4 2
. . . . .
.
6. . 6. . 2 .
Pb L P L P a L
C C L
E I E I E I
= +
maka Persamaan (4) menjadi,
3 3 2 2 3 2
( ) 2 2
. . . . . . . . . .
. .
6. . . 6. . 2 . 6. . 6. . 2 .
x
Pb x P x P a x Pb L P L P a L
v C x C L
L E I E I E I E I E I E I
= + + +
(8).
Syarat batas :
(3). Pada saat x = a, maka Persamaan (1) dan Persamaan (3) mempunyai hasil
Kemiringan yang sama.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 92
Persamaan (1) :

2 2
'
( ) 1 1
. .( ) . .
2. . . 2. . .
a
Pb a Pb a
v C C
L E I L E I
= + = + (9).
Persamaan (3) :
2 2 2 2 2
'
( ) 2 2
. .( ) .( ) . . . . . .
2. . . 2 . . 2. . . 2 . .
a
Pb a P a P a a Pb a P a P a
v C C
L E I E I E I L E I E I E I
= + + = + +
2 2
'
( ) 2
. . .
2. . . 2. .
a
Pb a P a
v C
L E I E I
= + + (10).
Maka Persamaan (8) dan Persamaan (9),
' '
( ) ( ) a a
v v =
2 2 2
1 2
. . . . .
2. . . 2. . . 2. .
Pb a Pb a P a
C C
L E I L E I E I
+ = + +
maka diperoleh,
2
2 1
.
2. .
P a
C C
E I
=
Maka Persamaan (3) menjadi,
2 2 2
'
( ) 1
. . . . . .
2. . . 2 . . 2. .
x
Pb x P x P a x P a
v C
L E I E I E I E I
= + + (11).

Syarat batas :
(4). Pada saat x = a, maka Persamaan (1) dan Persamaan (2) mempunyai hasil
nilai Lendutan yang sama.
3 3
( ) 1 1
. .( ) . .
.( ) (0) .
6. . . 6. . .
a
Pb a Pb a
v C a C a
L E I L E I
= + + = +
3 3 2 2
( ) 1 4
. .( ) .( ) . .( ) .
.( )
6. . . 6. . 2 . 2. .
a
Pb a P a P a a P a
v C a C
L E I E I E I E I

= + + +
`
)

3 3 3 3
( ) 1 4
. . . . .
.
6. . . 6. . 2 . 2. .
a
Pb a P a P a P a
v C a C
L E I E I E I E I
= + + +
3 3
( ) 1 4
. . .
.
6. . . 6. .
a
Pb a P a
v C a C
L E I E I
= + +
maka,
( ) ( ) a a
v v =
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 93
3 3 3
1 1 4
. . . . .
. .
6. . . 6. . . 6. .
Pb a Pb a P a
C a C a C
L E I L E I E I
+ = + +
maka diperoleh,

3
4
.
6. .
P a
C
E I
=
Maka nilai C
2
dapat kita hitung dengan memasukkan nilai C
4
menggunakan
persamaan (6),
3 3 2
( ) 2 4
. . . . .
.
6. . . 6. . 2 .
x
Pb x P x P a x
v C x C
L E I E I E I
= + + +
pada kondisi x = a, maka v
(a)
= 0.
2 3 2 3
2
. . . . . .
0 .
6. . 6. . 2 . 6. .
Pb L P L P a L P a
C L
E I E I E I E I
= + + +
maka diperoleh,

3
2
. . .
6. . . 3. .
P a P L a
C
L E I E I
=
maka diperoleh,

3 2
1
. . . .
6. . . 3. . 2. .
P a P L a P a
C
L E I E I E I
= +
Maka persamaan umum dapat dihitung sebagai berikut,
Slope atau kemiringan balok (sudut rotasi),
2 3 2
'
( )
. . . . . .
2. . . 6. . . 3. . 2. .
x
Pb x P a P L a P a
v
L E I L E I E I E I
= + (9).
Lendutan balok,
3 3 2
( )
. . . . . . . . .
6. . . 6. . . 3. . 2. .
x
Pb x P a x P L a x P a x
v
L E I L E I E I E I
= + + ` (10).
Slope atau kemiringan balok (sudut rotasi),
2 2 3
'
( )
. . . . . . . .
2. . . 2 . . 6. . . 3. .
x
Pb x P x P a x P a P L a
v
L E I E I E I L E I E I
= + (11).
Lendutan Balok,
3 3 2 3 3
( )
. . . . . . . . . . .
6. . . 6. . 2 . 6. . . 3. . 6. .
x
Pb x P x P a x P a x P L a x P a
v
L E I E I E I L E I E I E I
= + + (12).


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 94
Latihan 7.
Diketahui sebuah balok kantilever, dengan tumpuan jepit (titik A) dan bebas (titik
B) seperti terlihat pada gambar. Diketahui panjang bentang AB adalah L dan
beban yang bekerja adalah beban terpusat (P) di titik C dengan jarak sebesar a
dari titik A. Hitung lendutan maksimum yang terjadi.

Gambar 5.12 Balok kantilever dengan beban P pada jarak a dari tumpuan.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi-reaksi perletakan,
0 V =

maka 0
a
V P = diperoleh :
a
V P = ( )
0
a
M =

maka . 0
a
M P a + = diperoleh : .
a
M P a = ( )

maka dapat kita hitung momen M, 0 x < a,
. . .
a a
M V x M P x P a = =
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
''
( )
. . . .
x
E I v M P x P a = =
maka,
''
( )
. .
. .
x
P x P a
v
E I E I
=
(i). Menghitung slope atau kemiringan balok (sudut rotasi).
2
' ''
( ) ( ) 1
. . .
.
2. . .
x x
P x P a x
v v dx C
E I E I
= = +
}

Syarat Batas : Kemiringan balok pada jarak 0 x = adalah NOL, maka
'
( )
0
x
v = .
2
(0) 1
.(0) . .(0)
'
2. . .
P P a
v C
E I E I
= +
1
0 0 0 C = + maka diperoleh
1
0 C =
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 95
maka persamaan menjadi,
2
'
( )
. . .
2. . .
x
P x P a x
v
E I E I
=
Menghitung slope pada titik C ( x a = ), maka,

2 2
( )
.( ) . .( ) .
'
2. . . 2. .
C a
P a P a a P a
v
E I E I E I
u

= = =
`
)


(ii). Menghitung lendutan maksimum yang terjadi,
Lendutan maksimum terjadi di titik C.
3 2
'
( ) ( ) 2
. . .
.
6. . 2. .
x x
P x P a x
v v dx C
E I E I
= = +
}

Syarat Batas : Lendutan Balok pada jarak 0 = x (titik A), maka
( )
0
x
v =

3 2
(0) 2
.(0) . .(0)
6. . 2. .
P P a
v C
E I E I
= +
2
0 0 0 C = + diperoleh 0
2
= C
maka persamaan menjadi,

3 2
( )
. . .
6. . 2. .
x
P x P a x
v
E I E I
=
Lendutan maksimum (
max
o ) terjadi di tengah bentang, pada jarak x L = , maka,

3 2
max ( )
.( ) . .( )
6. . 2. .
a
P a P a a
v
E I E I
o

= =
`
)


3 3 3
max
. . .
6. . 2. . 3. .
P a P a P a
E I E I E I
o

= =
`
)




Latihan 8.
Diketahui sebuah balok kantilever, dengan tumpuan jepit (titik A) dan bebas (titik
B) seperti terlihat pada gambar. Diketahui panjang bentang AB adalah L dan
beban yang bekerja adalah beban merata (q) di sepanjang bentang AC. Jarak AC
adalah sebesar a. Hitung lendutan maksimum yang terjadi.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 96

Gambar 5.13 Balok kantilever dengan beban merata pada sebagian bentang.

Penyelesaian :
Menghitung reaksi-reaksi perletakan,
0 V =

maka . 0
a
V q a = diperoleh : .
a
V q a = ( )
0
a
M =

maka . . 0
2
a
a
M q a + = diperoleh :
2
.
2
a
a
M q = ( )
maka dapat kita hitung momen M, 0 x < a,

2 2
. . . . . . .
2 2 2
a a
x a x
M V x M q x q a x q q = =
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
2 2
''
( )
. . . . . .
2 2
x
a x
E I v M q a x q q = =
maka,
2 2
''
( )
. . . .
2. . . 2. .
x
q x q a x q a
v
E I E I E I
= +
(i). Menghitung slope atau kemiringan balok (sudut rotasi).
3 2 2
' ''
( ) ( ) 1
. . . . .
.
6. . 2. . 2. .
x x
q x q a x q a x
v v dx C
E I E I E I
= = + +
}

Syarat Batas : Kemiringan balok pada jarak 0 x = adalah NOL, maka
'
( )
0
x
v = .
3 2 2
(0) 1
.(0) . .(0) . .(0)
'
6. . 2. . 2. .
q q a q a
v C
E I E I E I
= + +
1
0 0 0 0 C = + + maka diperoleh
1
0 C =
maka persamaan menjadi,
3 2 2
'
( )
. . . . .
6. . 2. . 2. .
x
q x q a x q a x
v
E I E I E I
= +

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 97
Menghitung slope pada titik C ( x a = ), maka,

3 2 2 3
( )
.( ) . .( ) . .( ) .
'
6. . 2. . 2. . 6. .
C a
q a q a a q a a q a
v
E I E I E I E I
u

= = + =
`
)


(ii). Menghitung lendutan maksimum yang terjadi,
4 3 2 2
'
( ) ( ) 2
. . . . .
.
24. . 6. . 4. .
x x
q x q a x q a x
v v dx C
E I E I E I
= = + +
}

Syarat Batas : Lendutan Balok pada jarak 0 = x (titik A), maka
( )
0
x
v =

4 3 2 2
(0) 2
.(0) . .(0) . .(0)
24. . 6. . 4. .
q q a q a
v C
E I E I E I
= + +
2
0 0 0 0 C = + + diperoleh 0
2
= C
maka persamaan menjadi,

4 3 2 2
( )
. . . . .
24. . 6. . 4. .
x
q x q a x q a x
v
E I E I E I
= +
Lendutan maksimum (
max
o ) terjadi di tengah bentang, pada jarak x a = , maka,

4 3 2 2
max ( )
.( ) . .( ) . .( )
24. . 6. . 4. .
a
q a q a a q a a
v
E I E I E I
o

= = +
`
)


4 4 4 4
max
. . . .
24. . 6. . 4. . 8. .
q a q a q a q a
E I E I E I E I
o

= + =
`
)




Latihan 9.
Diketahui sebuah balok dengan tumpuan sendi-rol, dengan panjang bentang (L)
dan beban yang bekerja adalah beban merata (q), seperti terlihat pada gambar.
Ditanyakan hitunglah persamaan umum kemiringan balok dan lendutan.

Gambar 5.14 Balok sederhana dengan beban merata pada sebagian bentang.

Penyelesaian :
(i). Menghitung reaksi perletakan di titik A.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 98
0
B
M =

maka
3
. . 0
2 4
A
L
V L q L
| |
=
|
\ .

diperoleh
3
.
8
A
V q L = ( )
(ii). Menghitung persamaan momen lentur untuk segmen AC, 0 x
2
L

. . . 0
2
A X
x
V x q x M =
2
3 1
. . . . .
8 2
X
M q L x q x =
maka,
''
( )
. .
x X
E I v M =
'' 2
( )
3 1
. . . . .
8. . 2. .
x
v q L x q x
E I E I
= (1).
(iii). Menghitung persamaan momen lentur untuk segmen CB,
2
L
x L
. . . 0
2 4
A X
L L
V x q x M
| |
=
|
\ .

2 2
3 1
. . . . . . . . . .
8 2 8 8 8
X
L L L
M q L x q x q q L x q = + = +
maka,
''
( )
. .
x X
E I v M =
'' 2
( )
1 1
. . . . .
8. . 8. .
x
v q L x q L
E I E I
= + (2).

(iv). Menghitung kemiringan balok,
Segmen AC, 0 x
2
L


' '' 2 3
( ) ( ) 1
3 1
. . . . . .
16. . 6. .
x x
v v dx q L x q x C
E I E I
= = +
}
(3).



Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 99
Segmen CB,
2
L
x L

' '' 2 2
( ) ( ) 2
1 1
. . . . . . .
16. . 8. .
x x
v v dx q L x q L x C
E I E I
= = + +
}
(4).
(v). Menghitung lendutan balok,
Segmen AC, 0 x
2
L


' 3 4
( ) ( ) 1 3
1 1
. . . . . . .
16. . 24. .
x x
v v dx q L x q x C x C
E I E I
= = + +
}
(5).
Segmen CB,
2
L
x L

' 3 2 2
( ) ( ) 2 4
1 1
. . . . . . . .
48. . 16. .
x x
v v dx q L x q L x C x C
E I E I
= = + + +
}
(6).

(vi). Syarat Batas Pertama.
Pada saat x = 0, untuk Segmen AC, 0 x
2
L
, maka lendutan nol,
maka Persamaan (5) menjadi,

3 4
(0) 1 3
1 1
. . .(0) . .(0) .(0) 0
16. . 24. .
v q L q C C
E I E I
= + + =
diperoleh,
3
0 C =
maka persamaan (5) menjadi,
3 4
( ) 1
1 1
. . . . . .
16. . 24. .
x
v q L x q x C x
E I E I
= + (7).

(vii). Syarat Batas Kedua.
Pada saat x = L, untuk Segmen CB,
2
L
x L , maka lendutan nol,
maka Persamaan (6) menjadi,

3 2 2
( ) 2 4
1 1
. . .( ) . . .( ) .( ) 0
48. . 16. .
L
v q L L q L L C L C
E I E I
= + + + =


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 100
diperoleh,
4
4 2
1
. . .
24. .
C q L C L
E I
=
maka persamaan (6) menjadi,
3 2 2 4
( ) 2 2
1 1 1
. . . . . . . . . .
48. . 16. . 24. .
x
v q L x q L x C x q L C L
E I E I E I
= + + (8).

(viii). Syarat Batas Ketiga.
Pada saat di titik x =
2
L
, maka persamaan kemiringan balok Segmen AC dan
Segmen CB mempunyai nilai sama.
Persamaan (3), Segmen AC
' 2 3 3
1 1
( )
2
3 1 5
. . .( ) . .( ) . .
16. . 2 6. . 2 192. .
L
L L
v q L q C q L C
E I E I E I
= + = + (9).
Persamaan (4), Segmen CB

' 2 2 3
2 2
( )
2
1 1 3
. . .( ) . . .( ) . .
16. . 2 8. . 2 64. .
L
L L
v q L q L C q L C
E I E I E I
= + + = + (10).
maka Persamaan (9) sama dengan Persamaan (10),

' '
( ) segmen AC ( ) segmen CB x x
v v

=
3 3
1 2
5 3
. . . .
192. . 64. .
q L C q L C
E I E I
+ = +
3
1 2
1
. . 0
48. .
q L C C
E I

+ = (11).

(ix). Syarat Batas Keempat.
Pada saat di titik x =
2
L
, maka persamaan lendutan balok Segmen AC dan
Segmen CB mempunyai nilai sama.
Persamaan (7), Segmen AC,
3 4 4
1 1
( )
2
1 1 1 1
. . .( ) . .( ) .( ) . . .
16. . 2 24. . 2 2 192. . 2
L
L L L
v q L q C q L C L
E I E I E I
= + = +
(12).

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 101
Persamaan (8), Segmen CB,
3 2 2 4
2 2
( )
2
1 1 1
. . .( ) . . .( ) .( ) . . .
48. . 2 16. . 2 2 24. .
L
L L L
v q L q L C q L C L
E I E I E I
= + +
4
2
( )
2
11 1
. . .
384. . 2
L
v q L C L
E I
= (13).
maka Persamaan (12) sama dengan Persamaan (13),

( ) segmen AC ( ) segmen CB x x
v v

=
4 4
1 2
1 1 11 1
. . . . . .
192. . 2 384. . 2
q L C L q L C L
E I E I
+ =
4
1 2
13 1 1
. . . . 0
384. . 2 2
q L C L C L
E I
+ + = (14).
maka Persamaan (11) dan Persamaan (14),
3
1 2
1
. . 0
48. .
q L C C
E I

+ =
4
1 2
13 1 1
. . . . 0
384. . 2 2
q L C L C L
E I
+ + =
diperoleh,

3
1
3
. .
128. .
C q L
E I

=
3
2
17
. .
384. .
C q L
E I

=
Karena konstanta C
1
, C
2
, C
3
, dan C
4
telah kita peroleh, maka persamaan umum
kemiringan balok dan lendutan balok dapat kita rumuskan sebagai berikut,
Segmen AC, 0 x
2
L

Persamaan kemiringan balok,

' 2 3 3
( )
3 1 3
. . . . . . .
16. . 6. . 128. .
x
v q L x q x q L
E I E I E I
=

' 2 3 3
( )
(72. . 64. 9. )
384. .
x
q
v L x x L
E I
= (15).
Persamaan lendutan balok,

3 4 3
( )
1 1 3
. . . . . . . .
16. . 24. . 128. .
x
v q L x q x q L x
E I E I E I
=
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 102

2 3 3
( )
(24. . 16. 9. )
384. .
x
q
v L x x L
E I
= (16).
Segmen CB,
2
L
x L
Persamaan kemiringan balok,

' 2 2 3
( )
1 1 17
. . . . . . . .
16. . 8. . 384. .
x
v q L x q L x q L
E I E I E I
= +

' 2 2
( )
.
( 24. 48. . 17. )
384. .
x
q L
v x L x L
E I
= + (17).
Persamaan lendutan balok,

3 2 2 3 4
( )
1 1 17 1
. . . . . . . . . . .
48. . 16. . 384. . 384. .
x
v q L x q L x q L x q L
E I E I E I E I
= + +

3 2 2 3
( )
.
( 8. 24. . 17. . )
384. .
x
q L
v x L x L x L
E I
= + + (18).

Latihan 10
Diketahui sebuah balok kantilever, dengan tumpuan jepit (titik A) dan bebas (titik
B). Diketahui panjang bentang AB adalah L dan beban yang bekerja adalah beban
merata (q) di sepanjang bentang AB dan beban terpusat (P) pada ujung bagian
bebas. Hitung lendutan maksimum yang terjadi.
Penyelesaian : Menghitung reaksi-reaksi perletakan,
0 V =

maka . 0
a
V q L P = diperoleh : .
a
V q L P = + ( )
0
a
M =

maka . . . 0
2
a
L
M q L P L + + = diperoleh :
2
. .
2
a
L
M q P L = + ( )
maka dapat kita hitung momen M,

2 2
. . . ( . . . ) ( . . ) .
2 2 2
a a
x L x
M V x M q x q L x P x q P L q = = +
Persamaan diferensial dasar kurva defleksi/lendutan,
2 2
''
( )
. . ( . . . ) ( . . ) .
2 2
x
L x
E I v M q L x P x q P L q = = +
maka,
2 2
''
( )
. . . . . .
. . 2. . . 2. .
x
q L x P x q L P L q x
v
E I E I E I E I E I
= +
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 103
(i). Menghitung slope atau kemiringan balok (sudut rotasi).
2 2 2 3
' ''
( ) ( ) 1
. . . . . . . .
.
2. . 2. . 2. . . 6. .
x x
q L x P x q L x P L x q x
v v dx C
E I E I E I E I E I
= = + +
}

(ii). Menghitung lendutan maksimum yang terjadi,
3 3 2 2 2 4
'
( ) ( ) 1 2
. . . . . . . .
. .
6. . 6. . 4. . 2. . 24. .
x x
q L x P x q L x P L x q x
v v dx C x C
E I E I E I E I E I
= = + + +
}


Syarat Batas 1 : Kemiringan balok pada jarak 0 x = adalah NOL, maka
'
( )
0
x
v = .
2 2 2 3
'
(0) 1
. .(0) .(0) . .(0) . .(0) .(0)
0
2. . 2. . 2. . . 6. .
q L P q L P L q
v C
E I E I E I E I E I
= = + +
1
0 0 0 0 0 0 C = + + maka diperoleh
1
0 C =
maka persamaan menjadi,
2 2 2 3
'
( )
. . . . . . . .
2. . 2. . 2. . . 6. .
x
q L x P x q L x P L x q x
v
E I E I E I E I E I
= +
Menghitung slope pada titik B ( x L = ), maka,

2 2 2 3
'
( )
. .( ) .( ) . .( ) . .( ) .( )
2. . 2. . 2. . . 6. .
L
q L L P L q L L P L L q L
v
E I E I E I E I E I
= +

3 2 3 2 3
'
( )
. . . . .
2. . 2. . 2. . . 6. .
L
q L P L q L P L q L
v
E I E I E I E I E I
= +

3 2
'
( )
. .
6. . 2. .
L
q L P L
v
E I E I
=


Syarat Batas 2 : Lendutan Balok pada jarak 0 = x (titik A), maka
( )
0
x
v =

3 3 2 2 2 4
(0) 2
. .(0) .(0) . .(0) . .(0) .(0)
(0).(0)
6. . 6. . 4. . 2. . 24. .
q L P q L P L q
v C
E I E I E I E I E I
= + + +
2
0 0 0 0 0 0 0 C = + + + + diperoleh 0
2
= C
maka persamaan menjadi,

3 3 2 2 2 4
( )
. . . . . . . .
6. . 6. . 4. . 2. . 24. .
x
q L x P x q L x P L x q x
v
E I E I E I E I E I
= +
Lendutan maksimum (
max
o ) terjadi di tengah bentang, pada jarak x L = , maka,

3 3 2 2 2 4
( )
. .( ) .( ) . .( ) . .( ) .( )
6. . 6. . 4. . 2. . 24. .
L
q L L P L q L L P L L q L
v
E I E I E I E I E I
= +
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 104
4 3 4 3 4
( )
. . . . .
6. . 6. . 4. . 2. . 24. .
L
q L P L q L P L q L
v
E I E I E I E I E I
= +
Maka dapat dihitung sebagai berikut,

4 3
( )
. .
8. . 3. .
L
q L P L
v
E I E I
=

5.3 Metode Balok Konjugasi
Metode balok konjugasi adalah metode teknik untuk menurunkan
persamaan kemiringan dan lendutan balok. Metode ini dikembangkan oleh
Christian Otto Mohr, salah satu insinyur sipil terkemuka akhir abad ke-19 dan
juga dikembangkan oleh H. Muller-Breslau pada tahun 1865. Dalam
perhitungannya membutuhkan komputasi seperti teorema momen-area untuk
mendapatkan persamaan kemiringan dan lendutan balok.
Metode ini menggunakan basis analogi dari hubungan antara beban, geser,
dan momen lentur, serta hubungan antara M/EI, kemiringan, dan lendutan.
Kemiringan pada balok riil sama dengan geser pada balok konjugasi. Kemudian
lendutan pada balok riil sama dengan momen pada balok konjugasi.
Properti balok konjugasi adalah sebagai berikut,
1. Panjang dari balok konjugasi selalu sama dengan panjang balok aktual.
2. Beban pada balok konjugasi adalah diagram M/EI dari beban pada balok
aktual.
3. Tumpuan sederhana dari balok riil tetap menjadi tumpuan sederhana pada
balok konjugasi.
4. Tumpuan jepit pada balok riil menjadi tumpuan bebas pada balok konjugasi.
5. Titik geser bernilai nol pada balok konjugasi merepresentasikan titik dengan
kemiringan nol pada balok riil.
6. Titik momen maksimum pada balok konjugasi merepresentasikan titik dengan
lendutan maksimum pada balok riil.

Kemiringan pada balok riil selalu sama dengan geser pada balok
konjugasi, lendutan pada balok riil sama dengan momen pada balok konjugasi,
dan geser dan momen lentur di sembarang titik pada balok konjugasi harus
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 105
konsisten dengan kemiringan dan lendutan pada balok riil. Contoh penerapan
model tumpuan selengkapnya ditampilkan pada Gambar 5.16.
Secara umum, prosedur penyelesaian dengan metode ini sebagai berikut:
1. Gambar diagram benda bebas (free body diagram)
2. Hitung reaksi-reaksi tumpuan.
3. Hitung momen lentur pada setiap titik.
4. Gambar diagram momen lentur dan garis/kurva elastik.
5. Gambar balok konjugasi.
6. Beban balok konjugasi dengan diagram M/EI.
7. Hitung reaksi-reaksi tumpuan balok konjugasi.
8. Hitung gaya geser dan momen lentur pada titik yang ditinjau pada balok
konjugasi untuk mendapatkan kemiringan dan lendutan.

Gambar 5.15 Kondisi tumpuan balok riil dan balok konjugasi.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 106

Gambar 5.16 Contoh penerapan model tumpuan.

A. Latihan 1.
Diketahui balok kantilever dengan beban terpusat sebesar 50 kN seperti terlihat
pada Gambar 5.17. Titik B adalah tumpuan jepit dan titik C adalah ujung bebas.
Hitunglah kemiringan dan lendutan di titik A dan titik C.

Gambar 5.17 Balok kantilever dengan beban terpusat.

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 107
Penyelesaian sebagai berikut:

a. Menghitung kemiringan dan lendutan di titik C:
Kemiringan di titik C = Gaya geser di titik C =
150 1 225
. .3
2 EI EI

=
Lendutan di titik C = Momen lentur di titik C =
150 1 450
. .3.2
2 EI EI

=
b. Menghitung kemiringan dan lendutan di titik A:
Kemiringan di titik A = Gaya geser di titik A =
225
EI


Lendutan di titik A = Momen lentur di titik A = ( )
225 900
. 2 2
EI EI

+ =

B. Latihan 2.
Diketahui balok dengan beban merata seperti terlihat pada Gambar 5.18.
Hitunglah lendutan balok ditengah bentang dengan metode balok konjugasi.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 108

Gambar 5.18 Balok dengan beban merata sebagian.

Penyelesaian: Reaksi-reaksi tumpuan R
1
dan R
2
adalah 1200 N.


Gaya-gaya pada balok konjugasi adalah simetris, maka
F
1
= F
2
= 0,5 [ 0,5.5.3000 + .1.75 .5.1875 ] = 2200 N.m
2


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 109

Untuk balok ini, lendutan maksimum akan terjadi ditengah bentang,

Maka,
M
midspan
= 0,5.2,5.3000.(.2,5) + .0,5.75.(.0,5)
- .2,5.1875.(.2,5) 2200.2,5
M
midspan
= -3350 N.m
3

Maka lendutan maksimum,
EI.
max
= M
midspan
= -3350 N.m
3

Tanda negatif menunjukkan bahwa arah lendutan kebawah (dibawah garis netral).

C. Latihan 3.
Diketahui balok dengan beban merata seperti terlihat pada Gambar 5.18.
Hitunglah lendutan balok ditengah bentang dengan metode balok konjugasi.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 110
Digunakan metode alternatif, yaitu metode balok konjugasi dengan menggunakan
diagram momen aktual. Penyelesaian sebagai berikut:


Dengan prinsip simetri pada gambar balok konjugasi tersebut, maka,
F
1
= F
2
= [ .2.1200 + 1200.1 + .2.1200 ] = 2200 N.m
2

Lendutan maksimum terjadi ditengah bentang balok, maka,
M
midspan
= .2.1200.(1,25) + 0,5.1200.(0,25) 2,5.2200
M
midspan
= -3350 N.m
3

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 111
Maka lendutan maksimum,
EI.
max
= M
midspan
= -3350 N.m
3

Tanda negatif menunjukkan bahwa arah lendutan kebawah (dibawah garis netral).


D. Latihan 4.
Diketahui balok sederhana dengan beban merata berbentuk segitiga, yang bekerja
pada sebagian bentangnya (Gambar 5.19). Hitunglah lendutan balok tersebut.

Gambar 5.19 Balok dengan beban merata segitiga pada sebagian bentangnya.

Penyelesaian:
Dapat dihitung besarnya y sebagai berikut,
y = 150 N/m
Kemudian dari diagram momen dapat dihitung besarnya a dan b sebagai berikut,
a = 3R
2
= 3.266,67 = 800 N.m
b = -.1.y..1 = -25 N.m
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 112

Dari balok konjugasi, dapat dihitung besarnya F
2
sebagai berikut,

1
0
F
M =


6.F
2
+ .4.1600.(0,2.4) = 12.6.1600.(.6)
F
2
= 1386,67 N.m
2


Selanjutnya dapat dihitung
M
midspan
= .3a.(.3) - .1b.(0,2.1) - 3.F
2
= -2961,25 N.m
3

Maka lendutan maksimum,
EI.
max
= M
midspan
= -2961,25 N.m
3

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 113
E. Latihan 5.
Diketahui balok sederhana dengan beban berupa beban terpusat dan momen
seperti terlihat pada Gambar 5.20. Hitunglah lendutan balok dititik C.

Gambar 5.20 Balok sederhana dengan beban berupa beban terpusat dan momen.

Penyelesaian sebagai berikut, menghitung reaksi-reaksi tumpuan,
M
D
= 0 M
A
= 0
4.R
1
= 3.500 + 200 4.R
2
+ 200 = 1.500
R
1
= 425 N R
2
= 75 N

Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 114

Dari balok konjugasi diperoleh,
M
A
= 0
4.F
2
+ .2.1000.(1+.2) = .3.1275.(.3) + .1.75.(3+.1)
F
2
= 404,17 N.m
3

Selanjutnya dapat dihitung momen dan lendutan dititik C sebagai berikut,
M
C
= .1.75.(.1) 1.F
2

M
C
= -391,67 N.m
3

EI.
C
= M
C
= -391,67 N.m
3


F. Latihan 6
Diketahui balok sederhana dengan dua buah beban terpusat, seperti terlihat pada
Gambar 5.21. Hitunglah lendutan balok pada titik B dan titik C.

Gambar 5.21 Balok sederhana dengan dua buah beban terpusat.

Penyelesaian sebagai berikut:
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 115
Menghitung reaksi-reaksi tumpuan sebagai berikut;
M
D
= 0 M
A
= 0
8.R
1
= 200.5 + 400.1 8.R
2
= 200.3 + 400.7
R
1
= 175 lb R
2
= 425 lb


y
C
dapat dihitung sebesar 425 lb.ft.
dari balok konjugasi dapat dihitung F
1
yaitu,
8. F
1
+ .4.1600.(1+.4) = .3.525.(5+.3) + .5.2125.(.5)
F
1
= 1337,5 lb.ft
2


Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 116
M
A
= 0
8. F
2
+ .4.1600.(.4) = .3.525.(.3) + .5.2125.(3+.5)
F
2
= 1562,5 lb.ft
2


Berdasarkan ruas kiri dari titik B pada balok konjugasi, maka,
M
B
= .3.525.(.3) 3.F
1

M
B
= 787,5 3.1337,5
M
B
= -3225 lb.ft
3

Lendutan di titik B,
EI
B
= M
B
= -3225 lb.ft
3


Berdasarkan ruas kiri dari titik C pada balok konjugasi, maka,
M
C
= .1.y
C
.(.1) 1.F
2

M
C
= .1.425.(.1) 1.1562,5
M
C
= -1491,67 lb.ft
3

Lendutan di titik C,
EI
C
= M
C
= -1491,67 lb.ft
3


G. Latihan 7
Hitunglah lendutan balok pada titik B balok sederhana dengan beban merata pada
sebagian bentang, seperti terlihat pada Gambar 5.22.

Gambar 5.22 Balok dengan beban merata disebagian bentangnya.

Penyelesaian sebagai berikut:
Menghitung reaksi-reaksi tumpuan:
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 117
M
R2
= 0 M
R1
= 0
6.R
1
= 80.4.4 6.R
2
= 80.4.2
R
1
= 213,33 lb R
2
= 106,67 lb


Dari balok konjugasi,
M
A
= 0
6. F
2
+ .4.640.(.4) = .4.453,33.(.4) + .2.213,33.(4+.2)
F
2
= 497,77 lb.ft
2



Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 118
Menghitung momen titik B pada balok konjugasi, maka,
M
B
= .2.213,33.(.2) 2.F
2

M
B
= .2.213,33.(.2) 2.497,77
M
B
= -853,32 lb.ft
3

Lendutan di titik B,
EI
B
= M
B
= -853,32 lb.ft
3


5.4 Referensi
1. Gere, J.M. (2001). Mechanics of Materials, Brooks/Cole, Thomson Learning.
2. Hibbeler, R.C. (2004). Statics and Mechanics of Materials, Prentice-Hall, Inc.,
Singapore.
3. Lwin, M.M., Lee, C.S., Lee, J.J. (2001). The McGraw-Hill Civil Engineering
PE Exam Depth Guide, McGraw-Hill Companies, Inc.
4. Ravi, G. Structural Analysis, VTU EDUSAT Programme, The National
Institute of Engineering, Mysore.
5. url: http://cereview.info/book/theory-structures, diakses tanggal 12 Mei 2012.
6. url: http://mathalino.com, diakses tanggal 12 Mei 2012.
7. url: http://en.wikipedia.org, diakses tanggal 12 Mei 2012.
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 119
Daftar Pustaka



1. Beer, F.P., Johnston, E.R. (2005). Mechanics of Materials, McGraw-Hills.
2. Darmawan, S. (2006). Pengajaran Matakuliah Mekanika Bahan, Lokakarya
Pengajaran Mekanika Teknik, Konstruksi Beton, dan Konstruksi Baja,
Universitas Udayana, Bali, 26-27 Juli 2006.
3. Da Silva, V.D. (2006). Mechanics and Strength of Materials, Springer-
Verlag Berlin Heidelberg, Netherlands.
4. Dewobroto, W. (2005), Dokumentasi Pribadi (Foto).
5. Dewobroto, W. (2006), Diktat Kuliah Analisis Struktur 1, Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, Universitas Pelita Harapan,
Tangerang. url : http://sipil-uph.tripod.com
6. ETABS (2003), Integrated Building Design Software, Version 8, Computer
and Structures Inc. Berkeley, California, USA.
7. Frick, H. (1979), Mekanika Teknik Statika dan Kegunaannya 1, Kanisius.
8. Gere, J.M. (2001). Mechanics of Materials, Brooks/Cole, Thomson
Learning.
9. Hibbeler, R.C. (2004). Statics and Mechanics of Materials, Prentice-Hall,
Inc., Singapore.
10. Hibbeler, R.C. (2002), Structural Analysis, 5
th
Edition, Prentice Hall, Inc.
11. Lwin, M.M., Lee, C.S., Lee, J.J. (2001). The McGraw-Hill Civil
Engineering PE Exam Depth Guide, McGraw-Hill Companies, Inc.
12. Madutujuh, N. (2005), SANSPRO Users Guide, Engineering Software
Research Center, Bandung, Indonesia.
13. Negi, L.S. (2008). Strength of Materials, Tata McGraw-Hill.
14. Pranata, Y.A. (2010). Dokumentasi Pribadi Foto-foto Pengujian Material
Kayu dan Baut.
15. Pranata, Y.A. (2005), Dokumentasi Pribadi (Foto).
Statika dan Mekanika Bahan 1 ( TS 021 ) 4 SKS
Dr. Yosafat Aji Pranata, ST., MT. 120
16. Ravi, G. Structural Analysis, VTU EDUSAT Programme, The National
Institute of Engineering, Mysore.
17. Rees, D.W.A. 2000. Mechanics of Solids and Structures, Imperial College
Press.
18. SAP2000 (2004), Integrated Software for Structural Analysis and Design,
Version 9, Computer and Structures Inc. Berkeley, California, USA.
19. Schodek, D.L. (1992), Struktur, edisi 2, Erlangga.
20. Sucipto, B., Lontoh, S. (2003), The Riau Cable Stayed Bridges, Seminar
EASEC.
21. url: http://cereview.info/book/theory-structures, diakses tanggal 12 Mei
2012.
22. url: http://mathalino.com, diakses tanggal 12 Mei 2012.
23. url: http://en.wikipedia.org, diakses tanggal 12 Mei 2012.
24. url: http://www.arch.virginia.edu.
25. url: http://www.wikipedia.com.
26. Ye, J. (2008). Structural and Stress Analysis: Theories, Tutorials, and
Examples, Taylor and Francis Group, New York, USA.
27. url : http://nisee.berkeley.edu
28. url : http://sipil-uph.tripod.com
29. url : http://www.dontim-eng.co.uk
30. url : http://www.urbantransport-technology.com
31. url : http://yosafat.ap.tripod.com

Anda mungkin juga menyukai