Anda di halaman 1dari 47

BAB I STATUS NEUROLOGI PENDERITA

1.1. IDENTIFIKASI Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama MRS Tanggal

: Ny. S : 51 Tahun : Perempuan : Palembang : Islam : 19 Desember 2013

ANAMNESA (Autoanamnesa dan Alloanamnesa) Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI karena sukar berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan yang terjadi secara tiba-tiba. 1 hari SMRS, saat penderita sedang beraktivitas tiba-tiba mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai kanan secara tiba-tiba tanpa disertai penurunan kesadaran, saat serangan penderita merasa sakit kepala, tanpa disertai mual dan muntah, kejang, dan gangguan rasa pada sisi tubuh yang lemah. Kelemahan pada tungkai dan lengan dirasakan sama berat. Penderita bisa mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Sehari-hari penderita melakukan pekerjaan dengan menggunakan tangan kanan. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan dan suaranya pelo. Riwayat darah tinggi ada sejak 5 tahun yang lalu, tapi tidak terkontrol, penderita jarang minum obat. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat trauma disangkal. Penderita mengalami keluhan seperti ini untuk pertama kalinya.

1.2. PEMERIKSAAN (Tanggal 2 Januari 2014) Status Praesens Kesadaran Suhu Badan Nadi Pernapasan TD : (E:4, M:6, V:5) : 36,9C : 98 x/m : 22 x/m : 140/90 mmHg Status Internus Jantung : BJ I/II Normal,gallop(-),murmur(-) Paru-paru: vesikuler(+),wheezing(-),ronchi(-) Hepar : tidak teraba membesar Lien : tidak teraba membesar Genitalia : tidak diperiksa

Status Psikiatrikus Sikap : kooperatif Perhatian : ada

Ekspresi Muka : wajar Kontak Psikis : ada

Status Neurologikus A. KEPALA Bentuk Ukuran Simetris : brachiocephali : normal : simetris

B. LEHER Sikap Torticolis Kaku kuduk : lurus : tidak ada : tidak ada Deformitas Tumor Pembuluh darah : tidak ada : tidak ada : tidak ada Pelebaran

C. SYARAF-SYARAF OTAK N. Olfaktorius Penciuman Anosmia Hyposmia Parosmia Kanan tidak ada kelainan tidak ada tidak ada tidak ada Kiri tidak ada kelainan tidak ada tidak ada tidak ada

N.Opticus Visus Campus visi

Kanan 6/60

Kiri 6/60

Anopsia Hemianopsia

tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada

Fundus Oculi Papil edema Papil atrofi Perdarahan retina tidak diperiksa tidak diperiksa tidak diperiksa tidak diperiksa tidak diperiksa tidak diperiksa

N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducen Kanan Diplopia Celah mata Ptosis Sikap bola mata Strabismus Exophtalmus Enophtalmus Deviation conjugae tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak terhambat ke segala arah tidak ada simetris tidak ada Kiri tidak ada simetris tidak ada

Gerakan bola mata Pupil Bentuknya Besarnya Isokori/anisokor Midriasis/miosis Refleks cahaya tidak ada bulat 3 mm

bulat 3 mm isokor tidak ada

- Langsung - Konsensuil - Akomodasi Argyl Robertson

ada ada ada tidak ada

ada ada ada tidak ada

N.Trigeminus Kanan Motorik Menggigit Trismus Refleks kornea normal tidak ada normal normal tidak ada normal Kiri

Sensorik Dahi Pipi Dagu normal normal normal normal normal normal

N.Facialis Motorik Mengerutkan dahi Menutup mata Menunjukkan gigi :

Kanan

Kiri

simetris lagophtalmus tidak ada normal normal

: lagophtalmus tidak ada : sudut mulut tertinggal

Lipatan nasolabialis : datar Bentuk Muka - Istirahat - Berbicara/bersiul Sensorik 2/3 depan lidah Otonom - Salivasi - Lakrimasi 4 : :

asimetris asimetris

baik/normal

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

- Chvosteks sign

Tidak ada kelainan

N. Cochlearis Suara bisikan Detik arloji Tes Weber Tes Rinne : : : :

Kanan terdengar terdengar

Kiri terdengar terdengar

Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Arcus pharingeus Uvula Gangguan menelan Suara bicara Denyut jantung Refleks Muntah Batuk : : : : : : :

Kanan simetris ditengah tidak ada pelo normal

Kiri

Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan Belum dilakukan pemeriksaan Belum dilakukan pemeriksaan

Okulokardiak : Sinus karotikus:

Sensorik 1/3 belakang lidah: Normal

N. Accessorius Mengangkat bahu Memutar kepala : :

Kanan kuat tidak ada hambatan

Kiri kuat

N. Hypoglossus Menjulurkan lidah Fasikulasi Atrofi papil Disartria : : : :

Kanan

Kiri deviasi ke kanan tidak ada tidak ada ada

D. COLUMNA VERTEBRALIS Kyphosis Lordosis Gibbus Deformitas Tumor Meningocele Hematoma Nyeri ketok : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

E. BADAN DAN ANGGOTA GERAK FUNGSI MOTORIK LENGAN Gerakan Kekuatan Tonus Refleks fisiologis Biceps Triceps Periost radius Periost ulna meningkat meningkat meningkat meningkat normal normal normal normal Kanan kurang 3 meningkat Kiri cukup 5 normal

Refleks patologis Trofik Hoffman Ttromner negatif eutrofi

TUNGKAI Gerakan Kekuatan Tonus Klonus Paha

Kanan kurang 3 meningkat

Kiri cukup 5 normal

tidak ada

tidak ada

Kaki

tidak ada

tidak ada

Refleks fisiologis KPR APR meningkat meningkat normal normal

Refleks patologis Babinsky Chaddock Oppenheim Gordon Schaeffer Rossolimo (+) ada (+) ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada

Mendel Bechtereyev tidak ada

Refleks kulit perut Atas Tengah Bawah tidak ada kelainan tidak ada kelainan tidak ada kelainan

SENSORIK Tidak ada kelainan

GAMBAR

Gerakan : kurang Kekuatan : 3 Refleks fisiologi meningkat

Gerakan : kurang Kekuatan : 3 Refleks fisiologi meningkat

Gerakan : kurang Kekuatan : 3 Refleks fisiologis meningkat Refleks patologis + (Babinsky, Chaddock)

Gerakan : kurang Kekuatan : 3 Refleks fisiologis meningkat Refleks patologis + (Babinsky, Chaddock)
Keterangan: Hemiparese Dextra tipe spastik

FUNGSI VEGETATIF Miksi Defekasi Ereksi : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak diperiksa

F. GEJALA RANGSANG MENINGEAL Kanan Kaku kuduk Kernig Lasseque Brudzinsky Neck Cheek tidak ada tidak ada 8 tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Kiri

Symphisis Leg I Leg II tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada tidak ada

G. GAIT DAN KESEIMBANGAN Gait Ataxia Hemiplegic Scissor Propulsion Histeric Limping Steppage : belum bisa dinilai : belum bisa dinilai : belum bisa dinilai : belum bisa dinilai : belum bisa dinilai : belum bisa dinilai : belum bisa dinilai Trunk Ataxia Limb Ataxia : tidak dilakukan : tidak dilakukan Keseimbangan dan Koordinasi Romberg Dysmetri - jari-jari : belum bisa dinilai : : belum bisa dinilai

- jari hidung : belum bisa dinilai - tumit-tumit : belum bisa dinilai

Astasia-Abasia: belum bisa dinilai

H. GERAKAN ABNORMAL Tremor Chorea Athetosis Ballismus Dystoni Myocloni : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

I. FUNGSI VEGETATIF Miksi Defekasi Ereksi : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak diperiksa

J. FUNGSI LUHUR Afasia motorik Afasia sensorik : tidak ada : tidak ada

Apraksia Agrafia Alexia Afasia nominal LABORATORIUM DARAH PEMERIKSAAN HB HEMATOKRIT LEUKOSIT TROMBOSIT HITUNG JENIS BASOFIL EOSINOFIL BATANG SEGMEN LIMFOSIT MONOSIT 0 0 3

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

HASIL 13,6 39 12.800 302.000

SATUAN G/DL % /UL /UL

NILAI NORMAL 12-14 37- 43 5000-10000 150.000-400.000

% % % % % %

0-1 1-3 2-6 50-70 20-40 2-8

67 28 2

PEMERIKSAAN Glukosa sewaktu Kolesterol total SGOT SGPT Ureum Creatinine Na K

HASIL 133 138 28 21 35 1,28 139 2,86

SATUAN mg/dl mg/dl U/I U/I mg/dl mg/dl mmol/dl mmol/dl

NILAI NORMAL <180 <200 <31 <31 20-40 0,6-1,1 135-155 3,6-6,5

10

URINE FAECES

: tidak diperiksa : tidak diperiksa

LIQUOR CEREBROSPINALIS : tidak diperiksa

PEMERIKSAAN KHUSUS Rontgen foto cranium Rontgen foto thoraks Rontgen foto columna vertebralis Electro Encephalo Graphy Arteriography Electrocardiography Pneumography Lain-lain (CT-Scan) : tidak diperiksa : tidak diperiksa : tidak diperiksa : tidak diperiksa : tidak diperiksa : tidak diperiksa : tidak diperiksa : ICH pada daerah Thalamus

11

1.3. RINGKASAN ANAMNESA Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI karena sukar berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan yang terjadi secara tiba-tiba. 1 hari SMRS, saat penderita sedang beraktivitas tiba-tiba mengalami kelemahan pada lengan dan tungkai kanan secara tiba-tiba tanpa disertai penurunan kesadaran, saat serangan penderita merasa sakit kepala, tanpa disertai mual dan muntah, kejang, dan gangguan rasa pada sisi tubuh yang lemah. Kelemahan pada tungkai dan lengan dirasakan sama berat. Penderita bisa mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Sehari-hari penderita melakukan pekerjaan dengan menggunakan tangan kanan. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan dan suaranya pelo. Riwayat darah tinggi ada sejak 5 tahun yang lalu, tapi tidak terkontrol, penderita jarang minum obat. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat trauma disangkal. Penderita mengalami keluhan seperti ini untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN Status Generalis Kesadaran TD Nadi Pernapasan Suhu Badan : (E:4, M:6, V:5) : 140/90 mmHg : 76 x/m : 22 x/m : 36,8C

12

Status Neurologicus Nn. Cranialis : parese N VII dan N XII

FUNGSI MOTORIK LENGAN Gerakan Kekuatan Refleks fisiologis Biceps Triceps Radius Ulna meningkat meningkat meningkat meningkat normal normal normal normal Kanan kurang 3 Kiri cukup 5

TUNGKAI Gerakan Kekuatan Tonus Klonus Paha Kaki

Kanan kurang 3 meningkat

Kiri cukup 5 normal

tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada

DIAGNOSA Diagnosa Klinik : Hemiparese dextra tipe spastik + parese N. VII dan N. XII dextra tipe sentral Diagnosa Topik Diagnosa Etiologi : Capsula interna hemisferium Sinistra : Hemorrgia cerebri

13

PENGOBATAN Perawatan PROGNOSA Quo ad Vitam Quo ad Functionam : ad bonam : ad dubia Bed rest Diet nasi biasa

Medikamentosa IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt Citicoline 2 x 500 mg iv Ranitidin 2 x 1 amp iv As. Traneksamat 3x500 mg Neurodex 1 x 500 mg

14

DISKUSI
A.Diagnosis Banding Klinis Hemiparese Dextra tipe spastik + parese N. VII dan N. XII dextra tipe sentral B. Diagnosis Banding Topik 1) Lesi di Cortex hemisferium Cerebri Sinistra - Defisit Motorik - Hemiparesis dextra tipe spastik - Tidak ada kejang pada sisi yang - Gejala iritatif lemah - Kelemahan lengan dan tungkai - Gejala Fokal (kelumpuhan tidak sama berat) - Gejala defisit sensorik pd sisi yang lemah sinistra dirasakan sama berat - Tidak ada kelainan Sinistra dapat Pada penderita ditemukan gejala:

* Jadi, kemungkinan lesi di cortex Hemisferium cerebri disingkirkan 2) Lesi di subcortex Hemisferium Cerebri Sinistra, gejalanya: *Ada gejala defisit motorik *Ada afasi motorik subkortikal

Pada penderita ditemukan gejala:

- Hemiparesis dextra tipe spastik - Tidak afasia motorik subkortikal

* Jadi, kemungkinan lesi di sub korteks hemisferium cerebri Sinistra dapat disingkirkan 3) lesi di kapsula Interna hemisferium cerebri sinistra, gejalanya: Ada hemiparese/hemiplegia typical Parase N.VII tipe sentral Parase N.XII tipe sentral - Hemiparase dextra tipe spastik - Parase N. VII sinistra sentral - Parase N. XII sinistra sentral - Kelemahan lengan dan tungkai Kelemahan di lengan dan tungkai sama berat sama berat Pada penderita ditemukan gejala:

Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium cerebri sinistra belum

15

dapat disingkirkan

Kesimpulan Diagnosis topik : Lesi di kapsula interna hemisferium cerebri Sinistra C. Diagnosis Banding Etiologi 1) Hemorrhagia Cerebri * Kehilangan kesadaran > 30 menit *Terjadi saat aktifitas *Didahului muntah *Riwayat Hipertensi sakit kepala, Pada penderita ditemukan gejala Tidak ada kehilangan kesadaran > 30 menit Terjadi saat aktivitas mual, Didahului sakit kepala (+), mual(-), muntah (-) Riwayat Hipertensi (+)

Jadi kemungkinan etiologi Hemorrhagia cerebri belum dapat disingkirkan 2) Emboli Serebri Pada penderita ditemukan gejala - Tidak ada kehilangan kesadaran *Kehilangan kesadaran < 30 menit *Ada arterial Fibrilasi menit *Tidak ada arterial Fibrilasi < 30

Jadi, Kemungkinan etiologi emboli cerebri sudah dapat disingkirkan 3) Trombosis Cerebri *Tidak ada kehilangan kesadaran *Terjadi saat istirahat Pada penderita ditemukan gejala - Tidak ada kehilangan kesadaran - Terjadi saat aktivitas

Jadi, kemungkinan etiologi trombosis serebri Sudah dapat disingkirkan

Kesimpulan Diagnosis Etiologi : Hemorrhagia Cerebri

16

FOLLOW UP Tanggal 2 januari 2014 Keluhan : Lengan dan tungkai kanan masih lemah susah digerakkan Bicara pelo

Status Generalis : Kesadaran : E4M6V5 TD Nadi RR Temp : 140/90 mmHg : 98 x/menit : 22 x/menit : 36.9 0C

Status Cranialis : Nn. Cranialis : N. Facialis Kanan Motorik Lipatan nasolabialis Bentuk Muka - Istirahat - Berbicara/bersiul asimetris asimetris tertinggal tidak ada kelainan Kiri

N. Hypoglossus Kanan Menjulurkan lidah deviasi ke kanan Kiri

Fungsi Motorik Gerakan Kekuatan Tonus Klonus

:LKa kurang 3 meningkat

LKi cukup 5 normal

TKa kurang 3 meningkat

TKi cukup 5 normal

17

Paha Kaki Refleks Fisisologis Biseps Triseps KPR APR Refleks Patologis Babinsky Chaddock Schaeffer : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan meningkat meningkat normal normal

tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada

meningkat meningkat

normal normal

(+) ada (+) ada tidak ada

tidak ada tidak ada tidak ada

Fungsi Sensorik Fungsi Luhur Fungsi Vegetatif GRM Diagnosa Klinik

: Hemiparese dextra tipe spastik + parese N. VII dan N. XII dextra tipe sentral

Diagnosa Topik Diagnosa Etiologi

: Capsula interna hemisferium Sinistra : Hemorrgia cerebri

Rencana Terapi : IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt Citicoline 2 x 500 mg iv Ranitidin 2 x 1 amp iv Neurodex 1 x 500 mg Cefotaxim 2x1 flas Ondansentron 2x4 mg iv KSR 1x1 tab

18

FOLLOW UP Tanggal 3 januari 2014 Keluhan : Lengan dan tungkai kanan masih lemah susah digerakkan Bicara pelo

Status Generalis : Kesadaran : E4M6V5 TD Nadi RR Temp : 140/90 mmHg : 87 x/menit : 21 x/menit : 37.3 0C

Status Cranialis : Nn. Cranialis : N. Facialis Kanan Motorik Lipatan nasolabialis Bentuk Muka - Istirahat - Berbicara/bersiul asimetris asimetris tertinggal tidak ada kelainan Kiri

N. Hypoglossus Kanan Menjulurkan lidah deviasi ke kanan Kiri

Fungsi Motorik Gerakan Kekuatan Tonus Klonus

:LKa kurang 3 meningkat

LKi cukup 5 normal

TKa kurang 3 meningkat

TKi cukup 5 normal

19

Paha Kaki Refleks Fisisologis Biseps Triseps KPR APR Refleks Patologis Babinsky Chaddock Schaeffer : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan meningkat meningkat normal normal

tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada

meningkat meningkat

normal normal

(+) ada (+) ada tidak ada

tidak ada tidak ada tidak ada

Fungsi Sensorik Fungsi Luhur Fungsi Vegetatif GRM Diagnosa Klinik

: Hemiparese dextra tipe spastik + parese N. VII dan N. XII dextra tipe sentral

Diagnosa Topik Diagnosa Etiologi

: Capsula interna hemisferium Sinistra : Hemorrgia cerebri

Rencana Terapi : IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt Citicoline 2 x 500 mg iv Ranitidin 2 x 1 amp iv Neurodex 1 x 500 mg Cefotaxim 2x1 flas Ondansentron 2x4 mg iv KSR 1x1 tab

20

FOLLOW UP Tanggal 4 januari 2014 Keluhan : Lengan dan tungkai kanan masih lemah susah digerakkan Bicara pelo

Status Generalis : Kesadaran : E4M6V5 TD Nadi RR Temp : 110/60 mmHg : 87 x/menit : 24 x/menit : 38,1 0C

Status Cranialis : Nn. Cranialis : N. Facialis Kanan Motorik Lipatan nasolabialis Bentuk Muka - Istirahat - Berbicara/bersiul asimetris asimetris tertinggal tidak ada kelainan Kiri

N. Hypoglossus Kanan Menjulurkan lidah deviasi ke kanan Kiri

Fungsi Motorik Gerakan Kekuatan Tonus Klonus

:LKa kurang 3 meningkat

LKi cukup 5 normal

TKa kurang 3 meningkat

TKi cukup 5 normal

21

Paha Kaki Refleks Fisisologis Biseps Triseps KPR APR Refleks Patologis Babinsky Chaddock Schaeffer : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan meningkat meningkat normal normal

tidak ada tidak ada

tidak ada tidak ada

meningkat meningkat

normal normal

(+) ada (+) ada tidak ada

tidak ada tidak ada tidak ada

Fungsi Sensorik Fungsi Luhur Fungsi Vegetatif GRM Diagnosa Klinik

: Hemiparese dextra tipe spastik + parese N. VII dan N. XII dextra tipe sentral

Diagnosa Topik Diagnosa Etiologi

: Capsula interna hemisferium Sinistra : Hemorrgia cerebri

Rencana Terapi : IVFD Ringer Laktat gtt xx/mnt Citicoline 2 x 500 mg iv Ranitidin 2 x 1 amp iv Neurodex 1 x 500 mg Cefotaxim 2x1 flas Ondansentron 2x4 mg iv

22

Skor Stroke Siriraj: SJ : (2,5 x derajat kesadaran) + ( 2 x Vomitus) + ( 2 x Nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolic) (3 x ateroma) 12 : (2,5 x 0 ) + ( 2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 90) (3 x 0) 12 : 0 + 0 + 2 + 9 0 12 :1 Kesimpulan : Hemorragic cerebri

B. Diagnosis banding Etiologi: 1. Hemoragia cerebri 2. Emboli cerebri 3. Trombosis cerebri

1. Hemoragia cerebri, gejalanya: - Kehilangan kesadaran > 30 menit - Terjadi saat aktifitas - Didahului sakit kepala, mual dan Muntah - Riwayat hipertensi

Pada penderita ditemukan gejala: - Tidak ada kehilangan kesadaran - Terjadi saat beraktivitas - Didahului sakit kepala, tanpa disertai muntah dan mual - Ada riwayat hipertensi

Jadi kemungkinan etiologi hemoragia cerebri belum dapat disingkirkan.

2. Emboli cerebri, gejalanya: - Kehilangan kesadaran < 30 menit - Ada arterial fibrilasi - Terjadi saat aktifitas

Pada penderita ditemukan gejala: - - Tidak ada kehilangan kesadaran - Tidak ada arterial fibrilasi - Terjadi saat aktivitas

Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan 3. Trombosis cerebri, gejalanya: - Tidak ada kehilangan kesadaran - Terjadi saat istirahat Pada penderita ditemukan gejala: - Tidak ada kehilangan kesadaran - Terjadi saat aktivitas

23

Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat disingkirkan. Kesimpulan: Diagnosis etiologi: Hemorrhagia Cerebri

24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus

kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis1. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis1. Tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri

25

media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.

2.2. Definisi Definisi Stroke Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular1. Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak. Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).

2.3. Klasifikasi Klasifikasi stroke A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak :

26

1. Stroke Hemoragik

Perdarahan intraserebral Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)

2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) Yang dibagi atas subtipe : Trombosis serebri Emboli serebri Hipoperfusi sistemik

Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik (kausal). a. Berdasarkan Manifestasi Klinik1 Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurological Deficit) Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu. Stroke Progresif (Progressive Stroke) Gejala neurologi makin lama makin berat Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke) Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

b. Berdasarkan Kausal Stroke Trombotik Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya

27

kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis Stroke Emboli Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

B. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya 1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. 2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau gejala neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu. 3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin berat. 4. Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

Beda klinis stroke infark dan perdarahan Gejala atau pemeriksaan Gejala yang mendahului Beraktivitas/istirahat TIA (+) Istirahat, tidur atau segera setelah bangun tidur Nyeri kepala dan muntah Penurunan kesadaran waktu onset Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang sedang Jarang Jarang Sangat sering dan hebat Sering Infark otak Perdarahan intra serebral TIA (-) Sering pada waktu aktifitas

28

Rangsangan meningen Defisit neurologis fokal

Tidak ada Sering kelumpuhan dan gangguan fungsi mental

Ada Defisit neurologik cepat terjadi Massa intrakranial dengan area hiperdensitas

CT-Scan kepala

Terdapat area hipodensitas

Angiografi

Dapat dijumpai gambaran penyumbatan, penyempitan dan vaskulitis

Dapat dijumpai aneurisma, AVM, massa intrahemisfer atau vasospasme

2.4. Faktor Resiko Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non hemoragik, yakni2,3: 1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade) 2. Hipertensi 3. Merokok 4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi atrium kiri) 5. Hiperkolesterolemia 6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi megalami stroke non hemoragik2,4.

2.5. Patogenesis Stroke Hemoragik A. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut

29

amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.5 Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. perdarahan intraserebral.4 Pendarahan

gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari

B. Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. dianggap sebagai stroke.6 Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan bukan hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.6 Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.6 Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.6 Namun,

perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak

30

2.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.5 Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.5 Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.4,5 Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.7 Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.6,7

31

Penyumbatan

arteri

serebri

posterior

menyebabkan

hemianopsia

kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.7 Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.7 Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua

eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:7 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal). Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus). Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis). Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]). Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan).

32

2.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.3 Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.3 Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.3

A. Perdarahan Intraserebral Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang

33

mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.2

B. Perdarahan Subaraknoid Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial Penglihatan ganda Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2 Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. kehilangan kesadaran singkat. Hal ini sering diikuti dengan

Hampir setengah dari orang yang terkena

meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,5 Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2 Sekitar

25%

dari

orang

yang

mengalami

gejala-gejala
2,8

yang

mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

34

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa

menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,4

Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak

(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk,

kebingungan,

mual,

dan

muntah-muntah

dan

dapat

meningkatkan risiko koma dan kematian. Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,

jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.

Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

2.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik a. Perdarahan Intraserebral (PIS) Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan

Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG), dan Angiografi cerebral. b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

35

Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi atau Digital Substraction Angiography (DSA). c. Perdarahan Subdural Diagnosis didasarkan atas pemeriksaan yaitu dilakukan foto tengkorak anteroposterior dengan sisi daerah trauma. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan CT-Scan dan EEG. Sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang digunakan yaitu skor Siriraj:

Kesadaran ( x 2,5 )

Bersiaga Pingsan Semi koma, koma

0 1 2 0 1 0 1 DBP x 0,1

Muntah ( x 2 )

No Yes

Nyeri kepala dalam 2 jam ( x 2 ) Tekanan Diastolik ( DBP ) Atheroma markers ( x 3 ) diabetes, angina, claudicatio intermitten

No Yes

4 5

none 1/>

0 1

Konstanta Total skor = Interpretasi skor Skor -1 1 Gambaran CT scan : = =

- 12

Infark Hemoragik

36

Skor
1 2 TIA sebelum serangan Permulaan serangan - sangat mendadak ( 1 - 2 menit ) - mendadak ( beberapa menit - 1 jam ) - pelan-pelan ( beberapa jam ) 3 Waktu serangan - waktu kerja - waktu istirahat / tidur - waktu bangun tidur 4 Sakit kepala waktu serangan - sangat hebat - hebat - ringan - tidak ada 5 Muntah - langsung sehabis serangan - mendadak ( beberapa menit - jam ) - pelan ( satu hari atau lebih ) - tidak ada 6 Kesadaran - hilang waktu serangan ( langsung ) - hilang mendadak ( beberapa menit - jam ) - hilang pelan-pelan ( 1 hari atau lebih ) - hilang sementara kemudian sadar pula ( sepintas ) - tidak ada 7 Tekanan darah - waktu serangan sangat tinggi ( >200/110 ) - waktu masuk rawat sangat tinggi ( >200/110 ) - waktu serangan tinggi ( >140/110 <200/11 ) - waktu masuk rawat tinggi ( >140/110 <200/110 ) 8 Tanda rangsang selaput otak - kaku kuduk hebat - kaku kuduk ringan - tidak ada 9 Fundus okuli - perdarahan subhialoid - perdarahan retina ( flamed shaped ) - normal 10 Pupil - isokor - anisokor .. .. 0 5 .. .. .. 10 7,5 0 .. .. .. 10 5 0 .. .. .. .. 7,5 7,5 1 1 .. .. .. .. .. 10 10 1 1 0 .. .. .. .. 10 7,5 1 0 .. .. .. .. 10 7,5 1 0 .. .. .. 6,5 1 1 .. .. .. 6,5 6,5 1 1

37

- pin-point ka/ki - midriasis ka/ki - kecil + reaksi lambat - kecil + reaktif 11 Darah - leukositosis >10.000/mm3 - CPK meningkat 12 Febris - < 1 hari - > 1 hari

.. .. .. .. .. .. .. ..

10 10 10 10 1 1 1 0

skor total Total score : 20 : Stroke Hemoragik < 20 : Stroke Non hemoragik 2.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat 1. Evaluasi cepat dan diagnosis 2. Terapi umum (suportif) a. stabilisai jalan napas dan pernapasan b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi c. pemeriksaan awal fisik umum d. pengendalian peninggian TIK e. penanganan transformasi hemoragik f. pengendalian kejang g. pengendalian suhu tubuh h. pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS) Terapi medik pada PIS akut: a. Terapi hemostatik Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten

38

terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal. Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan. Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highlysignificant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam. b. Reversal of anticoagulation Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K. Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal. Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam. Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya. Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan. c. Tindakan bedah pada PIS Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial. Tidak dioperasi bila: Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal. 39

Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving. Dioperasi bila: Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk. Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid 1. Pedoman Tatalaksana a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA): Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit. Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif. Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainankelainan neurologi yang timbul. b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:

40

Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat darurat. Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang adekuat. Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi. Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA. b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda. c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang. d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah rupture aneurisma pada PSA. b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.

41

c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan ulang. 4. Tatalaksana pencegahan vasospasme a. Pemberian nipedipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna. b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, cerebral perfusion pressure dengan sehingga tujuan dapat mempertahankan

mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping. c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna. d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional. e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut: Pencegahan vasospasme: Nipdipine 60 mg per oral 4 kali sehari. 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari. Jaga keseimbangan cairan.

Delayed vasospasm: Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika. Berikan 5% Albumin 250 mL IV. Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14 mmHg. Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2. Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.

42

5. Antifibrinolitik Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari. 6. Antihipertensi a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping). b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg. c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi. d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme. 7. Hiponatremi Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1 Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.1 8. Kejang Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk

43

menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1 Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang. Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1 9. Hidrosefalus a. Akut (obstruksi) Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi. b. Kronik (komunikan) Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt. 10. Terapi Tambahan 1 a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices. b. Analgesik: Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari. Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam. Tylanol dengan kodein. Hindari asetosal. Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan: Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam. Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam. 44

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam. Propofol 3-10 mg/kg/jam. Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan: Antagonis H2 Antasida Inhibitor pompa proton selama beberapa hari. Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari. Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

2.9. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen. Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.

45

2.10. Pencegahan Stroke Hemoragik Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah: Mengatur pola makan yang sehat Melakukan olah raga yang teratur Menghentikan rokok Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat Memelihara berat badan yang layak Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi Penanganan stres dan beristirahat yang cukup Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat Pemakaian antiplatelet Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.

46

DAFTAR PUSTAKA 1. Snell, S Richard. 2007. Neuroanatomi Klinik. EGC, Jakarta. Hal 526-534 2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview] 3. Mansjoer, Arief et al. 2000. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI, Jakarta. 4. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta. 2006 5. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: 3

http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html Januari 2014].

[Tanggal:

6. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari: http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik %20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 3 Januari 2014]. 7. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 3 Januari 2014] 8. Sidharta. 2004. Stroke dalam Neurologi Klinis dalam Praktek umum, ED 5. Dian Rakyat: Jakarta

47

Anda mungkin juga menyukai