Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DALAM SAMPEL AIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.

Dosen Pengampu: Dr. Fitri Khoerunisa, S.Pd, M.Si










Oleh :
Arinda Febrianti
(1005237)











JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

ANALISIS LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DALAM SAMPEL AIR

1. Dasar Teori
a. Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) ini pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuan jerman
bernama Friedric Strohmeyer pada tahun 1817. Logam Cd ini ditemukan dalam
bebatuan calamine (seng carbonat). Nama cadmium sendiri diambil dari nama latin
calamine yaitu cadmia. Cadmium selalu ditemukan dalam jumlah kecil dalam
bijih-bijih seng. Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih keperakan menyerupai
alumunium dengan berat atom 112,41 g/mol dengan titik cair 321
o
C dan titik didih
765
o
C. Kadmium selalu bercampur dengan logam lain, terutama dalam pertambangan
zink dan timbal selalu ditemukan kadmium dengan kadar 0,2-0,4 %, sebagai hasil
sampingan dari proses pemurnian zink dan timbal. Unsur ini bersifat lentur, tahan
terhadap tekanan, memiliki titik lebur rendah serta dapat dimanfaatkan untuk
pencampur logam lain seperti nikel, perak, tembaga, dan besi. Logam ini sering
digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan
alloy, dan baterai alkali. Senyawa kadmium juga digunakan sebagai bahan kimia,
bahan fotografi, pembuatan tabung TV, cat, karet, sabun, kembang api, percetakan
tekstil dan pigmen untuk gelas dan email gigi. Kadmium memiliki sifat dan kegunaan
antara lain :
1) Mempunyai sifat tahan panas sehingga bagus untuk campuran pembuatan
bahan-bahan keramik, enamel dan plastik.
2) Tahan terhadap korosi sehingga bagus untuk melapisi pelat besi dan baja.
Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap
kelompok sulfhidrid dari pada enzim dan meningkat kelarutannya dalam lemak. Pada
perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh
padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik.
Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik
maupun anorganik, yaitu: Cd
2+
, Cd(OH)
+
, CdCl
+
, CdSO
4
, CdCO
3
dan Cd organik.
Ikatan kompleks tersebut memiliki tingkat kelarutan yang berbeda: Cd
2+
> CdSO
4
>
CdCl
+
> CdCO
3
> Cd(OH)
+
. Sifat racun Cd terhadap ikan yang hidup dalam air laut
berkisar antara 10-100 kali lebih rendah dari pada dalam air tawar yang memiliki
tingkat kesadahan lebih rendah. Toksisitas kadmium meningkat dengan menurunnya
kadar oksigen dan kesadahan, serta meningkatnya pH dan suhu.

Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena
elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap
manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya
hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan
pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang kronis.
Bagi tubuh manusia, Kadmium sebenarnya merupakan logam asing. Tubuh
sama sekali tidak memerlukannya dalam proses metabolisme. Karenanya Kadmium
sangat beracun bagi manusia dan dapat diabsorbsi tubuh dalam jumlah yang tidak
terbatas, karena tidak adanya mekanisme tubuh yang membatasinya. Jumlah normal
Kadmium dalam tanah berada dibawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm)
pernah dijumpai pada permukaan tanah yang berada dekat pertambangan Zinkum
(Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion
logam berat lainnya seperti Plumbum.
Logam berat ini bergabung bersama Timbal dan Merkuri sebagai the big three
heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut
badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia
adalah 400-500 g per orang atau 7 g per kg berat badan (Napitupulu, 2008).
Kadmium juga berefek pada potensial membran alga sel chara. Kadmium
menyebabkan potensial membran sel chara berubah menjadi lebih negatif
dibandingkan potensial membran sebelum adanya penambahan kadmium. Seiring
dengan bertambahnya konsentrasi Kadmium, penurunan potensial membran menjadi
semakin kecil dan potensial akhirnya menjadi semakin positif. Gejala ini
kemungkinan dapat diterangkan berdasarkan peran Kadmium sebagai kation divalent.
Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena
elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Apabila Kadmium masuk ke
dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan sebagian
yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan. Kadmium dapat mempengaruhi otot
polos pembuluh darah secara langsung maupun tidak langsung lewat ginjal, sebagai
akibatnya terjadi kenaikan tekanan darah. Senyawa ini bisa mengakibatkan penyakit
liver dan gangguan ginjal serta tulang.
Senyawa yang mengandung Kadmium juga mengakibatkan kanker. Dalam
industri pertambangan logam Pb dan Zn, proses pemurniannya akan selalu diperoleh
hasil samping Kadmium, yang terbuang ke alam lingkungan. Kadmium masuk
kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Untuk mengukur asupan Kadmium kedalam tubuh manusia perlu dilakukan
pengukuran kadar Kadmium dalam makanan yang dimakan atau kandungan
Kadmium dalam feses.
Sekitar 5 / dari diet Kadmium, diabsorpsi dalam tubuh. Sebagian besar Cd
masuk melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui feses sekitar 3-4 minggu
kemudian dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Kadmium dalam tubuh
terakumulasi dalam ginjal dan hati terutama terikat sebagai metalothionein.
Metalotionein mengandung asam amino sistein, dimana Cd terikat dengan gugus
sulfhidril (-SH) dalam enzim karboksil sisteinil, histidil, hidroksil dan fosfatil dari
protein dan purin.
Kemungkian besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd
dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim.
Kadmium lebih beracun bila terhisap melalui saluran pernafasan daripada saluran
pencernaan. Kasus keracunan akut Kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan
asap Kadmium, terutama Kadmium oksida (CdO).
Dalam beberapa jam setelah menghisap, korban akan mengeluh gangguan
saluran nafas, nausea, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang. Kematian
disebabkan karena terjadinya edema paru-paru. Apabila pasien tetap bertahan, akan
terjadi emfisema atau gangguan paru-paru yang jelas terlihat.
Keracunan kronis terjadi bila memakan atau inhalasi dosis kecil Cd dalam
waktu yang lama. Gejala akan terjadi setelah selang waktu beberapa lama dan kronik.
Kadmium pada keadaan ini menyebabkan nefrotoksisitas, yaitu gejala proteinuria,
glikosuria, dan aminoasidiuria disertai dengan penurunan laju filtrasi glumerolus
ginjal. Kasus keracunan Cd kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan
hipertensi.
Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap
Kadmium. Gejala hipertensi ini tidak selalu dijumpai pada kasus keracunan Cd.
Kadmium dapat menyebabkan osteomalasea karena terjadinya gangguan daya
keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal (Sarjono, 2009).




b. Teknik Analisa Logam Kadmium (Cd)
Analisa kadmium di air dan air limbah dapat menggunakan SNI 06-6989.37-
2005 yaitu cara uji kadar kadmium (Cd) dengan spektrofotometer serapan atom
(SSA). Spektrofotometri AAS merupakan salah satu teknik dasar analisis unsur yang
didasarkan pada interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis.
AAS banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur dikenakan suatu
seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi oleh atom-atom yang berada
pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan
intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah
atom yang berada pada tingkat dasar tersebut.

Gambar 1. Skema Diagram Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom
Proses yang terjadi adalah larutan sampel disemprotkan ke suatu nyala dan
unsur-unsur didalam sample diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung
unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal
oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan
dasar (ground state). Atom-atom ground state ini akan menyerap radiasi yang
diberikan oleh sumber sinar yang terbuat dari unsure-unsur yang bersangkutan.
Panjang gelombang yang dihasilkan oleh radiasi ini adalah sama dengan panjang
gelombang yang diabsorbsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hokum
Lambert-Beer, yaitu absorpsi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui
sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala.
Hukum lambert Beer :
lt= lo.e-(bc), atau
A= -log lt/lo= bc
Dimana :
lo= intensitas sumber sinar
lt= intensitas sinar yang diteruskan
= absortivitas molar
A : absorbansi
T : transmitter
I : Intensitas cahaya yang ditransmisi
Kedua variable ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat
konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit
dalam larutan sampel.
Dalam metode AAS, sebagaimana dalam metode spektrofotometri atomik
yang lain, contoh harus diubah ke dalam bentuk uap dan didekomposisikan untuk
membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum pembentukan atom bebas dalam
keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a) Pengisapan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan
meninggalkan residu padat.
b) Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
c) Beberapa atom akan tereksitasi oleh energi termal dari nyala ke
tingkat-tingkat energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dimana
atom tersebut akan memancarkan energi (Basset, 1994).
Gangguan dalam analisis dengan AAS :
Ada tiga gangguan utama dalam SSA :
(1) Gangguan ionisasi
(2) Gangguan akibat pembentukan senyawa refractory (tahan panas)
(3) Gangguan fisik alat
Gangguan lonisasi: Gangguan ini biasa terjadi pada unsur alkali dan alkali
tanah dan beberapa unsur yang lain karena unsur-unsur tersebut mudah terionisasi
dalam nyala. Dalam analisis dengan FES dan AAS yang diukur adalah emisi dan
serapan atom yang tidak terionisasi. Oleh sebab itu dengan adanya atom-atom yang
terionisasi dalam nyala akan mengakibatkan sinyal yang ditangkap detek'tor menjadi
berkurang. Namun demikian gangguan ini bukan gangguan yang sifatnya serius,
karena hanya sensitivitas dan linearitasnya saja yang terganggu. Gangguan ini dapat
diatasi dengan menambahkan unsur-unsur yaug mudah terionisasi ke clalam sampel
sehingga akan menahan proses ionisasi dari unsur yang dianalisis.
Pembentukan Senyawa Refraktori: Gangguan ini diakibatkan oleh reaksi
antara analit dengan senyawa kimia, biasanya anion yang ada dalam larutan sampel
sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas (refractory). Sebagai contoh, pospat
akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala menghasilkan kalsium piropospat
(CaP2O7). Hal ini menyebabkan absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala
menjadi berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan stronsium
klorida atau lantanum nitrat ke dalam tarutan. Kedua logam ini lebih mudah bereaksi
dengan pospat dihanding kalsium sehingga reaksi antara kalsium dengan pospat dapat
dicegah atau diminimalkan. Gangguan ini juga dapat dihindari dengan menambahkan
EDTA berlebihan. EDTA akan membentuk kompleks chelate dengan kalsium,
sehingga pembentukan senyawa refraktori dengan pospat dapat dihindarkan.
Selanjutnya kompleks Ca-EDTA akan terdissosiasi dalam nyala menjadi atom netral
Ca yang menyerap sinar. Gangguan yang lebih serius terjadi apabi!a unsur-unsur
seperti: AI, Ti, Mo,V dan lain-lain bereaksi dengan O dan OH dalam nyala
menghasilkan logam oksida dan hidroksida yang tahan panas. Gangguan ini hanya
dapat diatasi dengan menaikkan temperatur nyala., sehingga nyala yang urnum
digunakan dalam kasus semacam ini adalah nitrous oksida-asetilen.
Gangguan Fisik Alat : yang dianggap sebagai gangguan fisik adalah semua
parameter yang dapat mempengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan
sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut adalah: kecepatan alir gas,
berubahnya viskositas sampel akibat temperatur atau solven, kandungan padatan yang
tinggi, perubahan temperatur nyala dll. Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan
lebih sering membuat Kalibrasi (standarisasi).
Gangguan dalam pengukuran absorbs atom dapat timbul dari spektrum,
sumber kimia dan fisika. Efek kimia (gangguan kimia) meliputi pembentukan
senyawa stabil dan ionisasi, keduanya menurunkan jumlah atom bebas (atom dalam
bentuk gas) dalam uap sampel dan dengan demikian mengurangi nilai absorbansi.
Untuk mengatasinya, dapat ditambahkan zat pembebas (releasing agents), penaikan
suhu, dan penambahan zat penopeng. Gangguan fisika terjadi dalam proses
penguapan sampel. Seperti terbentuknya larutan padat dari dua unsure atau lebih
(contoh kromium dalam besi). Untuk mengatasinya, dapat digunakan zat pembebas
dan penyesuaian kandungan sampel dan standar dengan hati-hati. Selain itu, gangguan
absorbansi latar belakang juga bisa terjadi karena adanya berbagai pengaruh, yaitu
dari absorbs molecular, dan penghamburan cahaya. Gangguan ini dapat diatasi dengan
keberadaan system optic berkas ganda (double beam) (Basset, 1994).

2. Prosedur Analisis Logam Kadmium (Cd)
Alat :
1) Labu takar 50 ml 2 buah
2) Labu takar 25 ml 4 buah
3) Pipet tetes 2 buah
4) Gelas kimia 100 ml 2 buah
5) Corong kecil 1 buah
6) Hot plate 1 buah
7) Pipet volume 1 ml 1 buah
8) Atomic Absorption Spektrofotometer ( AAS ) 1 set

Bahan:
1) Sampel air
2) HNO3 pekat
3) Larutan Standar Cd 1000 ppm
4) Aquades

Prosedur Analisis
1. Preparasi sampel
Diambil 50 mL sampel dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL.
ditambahkan 2,5 mL HNO
3
pekat kemudian diaduk dan diuapkan di atas hot
plate sampai volumenya menjadi 15 mL. Setelah itu ditambahkan lagi 2,5 mL
HNO
3
pekat, ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan kembali sampai warna
larutan jernih. Kemudian larutan sampel didinginkandan ditambahkan sedikit
aquades, dituangkan ke dalam labu takar 50 mL dan ditandabataskan
2. Pembuatan larutan blanko
Larutan blanko dibuat berupa larutan HNO
3
yang memiliki pH 2,0.
3. Pembuatan larutan standar Cd 25 ppm
Dibuat larutan standar Cd dengan konsentrasi 25 ppm, dengan cara
mengencerkan larutan stock dengan larutan blanko ke dalam labu ukur 50 mL.
4. Pengukuran
Dimasukan larutan sampel ke dalam 5 labu takar masing-masing
(25,25,25,25,50) mL sebanyak 5 mL pada masing-masing labu takar 25 mL
dan 10 mL pada labu takar 50 mL. Kemudian ditambahkan larutan standar 25
ppm masing-masing labu takar (2,4,6,8,10) mL. Setelah itu ditandabataskan.
Maka didapat larutan sampel ditambah standar.
5. Pembuatan kurva kalibrasi dan pengukuran konsentrasi sampel
Diukur absorbansi masing-masing larutan (sampel + standar) yang
telah disiapkan dimulai dari konsentrasi terendah. Larutan sampel diukur
absorbansinya. Dibuat grafik hubungan absorbansi vs konsentrasi dengan
program Excell. Kemudian ditentukan persamaan matematik hubungan linear
antara absorbansi dengan konsentrasi. Ditentukan konsentrasi (ppm) Cd dalam
larutan sampel.
6. Pengoperasian dan optimasi alat AAS
1. Alat dipanaskan dengan menekan tombol (on)
2. Kompresor dihidupkan dan tabung gas C
2
H
2
dibuka serta diset pada
angka 17 psiq
3. Cerobong pembukaan gas dihidupkan
4. Saat display menunjukkan New recall method tekan (enter)
5. Nilai arus Halow Cathode Lamp (75 % dari yang tertera) diketikkan,
yaitu sebesar 22 mA lalu tekan (enter )
6. Nilai slit sebesar 0,7 nm dimasukkan lalu tekan enter
7. Nilai (panjang gelombang) yaitu 324,8 nm dimasukkan lalu tekan enter
8. Time integration (lama pembacaan) yaitu 0,7 sekon di ketik lalu tekan
enter
9. Replicate (pengulangan pembacaan) yaitu sebanyak 3x diketik lalu tekan
enter
10. Hold 1 dipilih untuk metode pembacaan
11. Curve calibration linier (2) dipilih lalu tekan enter
12. no ditekan jika curve calibration tidak akan dicetak lalu tekan enter
13. enter secara terus menerus ditekan sampai mode pada display kembali
ke lamp current
14. Burner dinyalakan dengan menekan tombol flame on/off
15. Cont ditekan untuk memulai optimalisasi absorbansi
16. Larutan blanko dimasukkan kemudian tekan A/Z (auto zero) pada saat
absorbans menunjukkan harga nol (0,000)
17. Larutan standar dimasukkan dengan konsentrasi terendah yaitu 5 ppm
untuk memperoleh harga absorbansi mendekati 0,200. Jika belum
tercapai laju alir gas (bahan bakar) diatur dengan cara knob nebulizer
diputar ke kiri dan ke kanan
18. Setelah harga absorbansi mendekati 0,200, larutan blanko dimasukkan
dan tunggu sampai harga absorbansi kembali ke nol (0)
19. Tekan data untuk memulai pengukuran
20. Semua larutan standar dimasukkan mulai dari konsentrasi terendah
sampai tertinggi kemudian tekan read
21. Sampel dimasukkan tekan read
22. Kurva kalibrasi dibuat

3. Penentuan Konsentrasi Kadmium (Cd)
Penentuan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dilakukan dengan cara langsung.
Pengukuran logam Kadmium (Cd) dengan menggunakan AAS (atomic absorption
spectrofotometry), yang selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Logam Cu (ppm) =
|(As Ab) o]x 1uu
b x w (gr)x 1uuu

Keterangan :
As : Absorban sampel
Ab : Absorban blanko
a : Intercept dari persamaan regresi standar
b : Slope dari persamaan regresi standar
W : Berat sampel (g)







4. Daftar Pustaka
Basset, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H dan Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik (Edisi keempat). Terjemahan
Handyana Pudjaatmaka. Jakarta: EGC.
Sarjono, Aryo. (2009). Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb, Dan Hg Pada Air
Dan Sedimen Di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor.
Napitupulu, Monang. (2008). Analisis Logam Berat Seng, Kadmium dan Tembaga
Pada Berbagai Tingkat Kemiringan Tanah Hutan Tanaman Industri
PT.Toba Pulp Lestari Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA). [Tesis]. Universitas Sumatera Utara Medan.

Anda mungkin juga menyukai