Ujian Dokmus
Ujian Dokmus
1.
Koas Saat Injury Time
Salah satu dalam waktu yang bisa disebut waktu paling membahagiakan adalah "detik-detik
berakhir waktu jaga malam" apalagi dari jaga malam malam ke jaga pagi hari yang
merupakan hari libur. Setelah lebih dari 24 jam waktu didedikasikan khusus untuk pasien,
saatnya menghirup napas pagi meninggalkan kaki, walaupun itu sejengkal dari pintu bangsal
atau rumah sakit, rasanya mendapat anugerah terindah. Saya tak bilang bahwa bekerja
semalaman sebelumnya itu suatu hal yang buruk, tetapi ini adalah saatnya kembali ke kosan
dan menikmati liburan. Oke, hal ini menjadi galau bila menjelang pergantian jaga ada bunyi
suara brankar, atau suara dari perawat yang menerima telepon di nurse station, "kak Koas,
ada pasien baru..". Hmmmpphh, Pasien baru ini adalah kata-kata yang dihindari, apalagi
ketika bangsal sudah begitu hectic. Kalau pasien baru ini muncul ketika saya sudah berganti
jaga tidak apa-apa. Tapi kalau menjelang pergantian jaga alias injury time ini??? Oh Tidak.
Oh Mama, Oh Papa. Jika ada pasien baru artinya saya harus menerima pasien ini,
menganamnesanya, memeriksanya, membuat perencanaan terapi, melaporkan kepada
dokter jaga atau konsulen untuk menerima terapi, belum lagi kalau otak koas sudah mulai
konsleting, terkena omelan. It will take about an hour! Belum lagi untuk operan jaga ke koas
jaga berikutnya yang harus ikut visite pagi. Well, waktu saya untuk di tempat peraduan saya
di kosan alhasil berkurang. Dalam hati ego saya, saya tidak suka dengan terganggunya koas
di saat injury time. Apalagi ketika sudah mulai berberes, handuk semalam sudah kering dan
dilipat rapi didalam tas. Saya hanya perlu menunggu kedatangan koas jaga berikutnya
datang.
Saya dulu pernah merasakan, tepatnya hampir 1 tahun lalu. Ketika saya sebagai koas
bedah, berjaga di saat malam sabtu. Yup, keesokannya adalah hari sabtu, artinya 2 hari
saya libur, sabtu dan minggu Saat itu saya berjaga di IGD. Ketika jam 06:30 WIB tiba, saya
sudah bersuka cita. setengah jam lagi saya akan berlibur 2 hari. Betapa senangnya hati
seorang koas. Dan... tiba2 terdengar suara bajaj, derik roda brankar berbunyi, dan yang
saya takuti adalah pintu IGD terbuka. Saya berdoa dalam hati, "Ya Allah jangan pasien
bedah. Pasien Penyakit dalam, Neuro, Anak, atau apapun. Jangan pasien bedah Ya Allah."
Brankar itu masuk dan, pasien berdarah-darah. Tidaakk....! pasien trauma, artinya pasien
bedah. Dan pasien itu sampai selesai perawatan di IGD sampai 2 jam kemudian. Memang
setelah itu ada teman saya yang ganti jaga. Tapi saya pun tak tega meninggalkan dia, saya
yang menerima pasien, saya juga akan pulang setelah saya menyelesaikannya.
Koas tidak bisa seperti karyawan kantoran yang bisa bilang, "Jam kerja saya berakhir, saya
tak mau bekerja lagi." Koas tak bisa bilang "Jam jaga saya habis, dan seketika itu
meninggalkan pasiennya." Tidak bisa. Ini adalah pengorbanan seorang koas.
2.
a. Sumber
Judul Buku : Siti Nurbaya ( Kasih Tak Sampai )
Pengarang
: Marah Rusli
Penerbit
: Balai Pustaka
Tahun Terbit : 1922
Tempat Terbit : Jakarta
Tokoh
: Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih, Baginda Sulaiman, dan Sultan
Mahmud.
Sumber: Supratman. Intisari Sastra Indonesia: Siti Nurbaya (kasih tak sampai). Jakarta:
Pustaka Seta, 1999
b. Uraian Ringkas
Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik awal
penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup
bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Ayahnya adalah seorang
pedagang yang terkemuka di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan uang
pinjaman dari seorang rentenir bernama Datuk Maringgih.
Pada mulanya usaha perdagangan Baginda Sulaiman mendapat kemajuan pesat. Hal itu
tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk Maringgih. Maka untuk melampiaskan
keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya membakar semua kios milik
Baginda Sulaiman. Dengan demikian hancurlah usaha Baginda Sulaiman. Ia jatuh miskin
dan tak sanggup membayar hutang-hutangnya pada Datuk Maringgih. Dan inilah
kesempatan yang dinanti-nantikannya. Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman yang
sudah tak berdaya agar melunasi semua hutangnya. Boleh hutang tersebut dapat dianggap
lunas, asalkan Baginda Sulaiman mau menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, kepada Datuk
Maringgih.
Menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang memang sudah tak sanggup lagi
membayar hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh
Datuk Maringgih.
Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang cantik dan muda belia
harus menikah dengan Datuk Maringgih yang tua bangka dan berkulit kasar seprti kulit
katak. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang sekolah di
stovia, Jakarta. Sungguh berat memang, namun demi keselamatan dan kebahagiaan
ayahandanya ia mau mengorbankan kehormatan dirinya dengan.
Samsulbahri yang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih
karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami
keluarganya. Pada suatu hari ketika Samsulbahri dalam liburan kembali ke Padang, ia dapat
bertemu empat mata dengan Siti Nurbaya yang telah resmi menjadi istri Datuk Maringgih.
Pertemuan itu diketahui oleh Datuk Maringgih sehingga terjadi keributan. Teriakan Siti
Nurbaya terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring karena sakit keras. Baginda
Sulaiman berusaha bangkit, tetapi akhirnya jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas
terakhir.
Mendengar itu, ayah Samsulbahri, yaitu Sultan Mahmud yang kebetulan menjadi penghulu
kota Padang, malu atas perbuatan anaknya. Sehingga Samsulbahri harus kembali ke
Jakarta dan ia berjanji untuk tidak kembali lagi kepada keluargannya di Padang. Datuk
Maringgih juga tidak tinggal diam, karena Siti Nurbaya diusirnya.
Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang tuanya, timbul niatnya untuk
pergi menyusul Samsulbahri ke Jakarta. Tetapi niatnya itu diketahui oleh kaki tangan Datuk
Maringih. Karena itu dengan siasat dan fitnahnya, Datuk Maringgih dengan bantuan kaki
tangannya dapat memaksa Siti Nurbaya kembali dengan perantaraan polisi.
Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang
sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar
oleh Samsulbahri sehingga ia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan
tetapi mujurlah karena ia tak meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak meneruskan
sekolahnya dan memasuki dinas militer.
Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan dikota Padang sering terjadi huru-hara dan tindak
kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih dan orang-orangnya. Samsulbahri yang telah
berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan. Samsulbahri yang mengubah
namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika bertemu dengan Datuk
Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri menembaknya.
Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas ia sempat membacok kepala
Samsulbahri dengan parangnya. Samsul bahri dirawat di rumah sakit padang. Diapun
meninggal di rumah sakit tersebut.
Sebelum meninggal, samsulbahri meminta kepada ayahnya agar dia dikuburkan disebelah
kuburan siti nurbaya di gunung padang. Permintaan itu dikabulkan oleh ayahnya. Diapun
dikuburkan bersebelahan dengan kuburan siti nurbaya di gunung padang. Kedua kekasih itu
tidur bersama-sama dan tidak akan pernah terpisah lagi untuk selama-lamanya.
c. Implementasi nilai-bilai dari buku pada masa pendidikan
Nilai didalam Novel
Bila cinta melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan mampu
menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan padam sampai
mati.
Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja
meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih
pengorbanan tersebut demi orang tuanya.
Implementasi nilai pada masa pendidikan
Cintailah profesi mu, maka apapun akan dilakukan dengan suka cita dalam meraih
profesi yang dicita-citakan.
Cinta terhadap orang tua menjadi penyemangat untuk belajar lebih giat meraih cita-cita
demi membahagiakan mereka.
3. Amalan sunah yang sering dilakukan saat stase klinik adalah puasa sunah senen kamis
dan sholat tahajud. Manfaat yang saya dapatkan berupa ketenangan dalam menjalankan
segala aktifitas stase klinik dan lebih bisa mengatur waktu yang ada untuk beribadah dan
meningkatkan kompetensi saya dibidang kedokteran secara seimbang.
Dalam Sholat Tahajud dan Puasa senen kamis tersebut saya senantiasa selalu mengingat
Allah baik itu dengan bedzikir ataupun pada saat kita berdoa yang membuat hati saya
merasa lebih tentram dan tenang. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
''(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.'' (Ar-Ra'd: 28)